Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Preeklampsia adalah sindrom klinis pada masa kehamilan (setelah


kehamilan 20 minggu) yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah (>140/90
mmHg) dan proteinuria (0,3 gram/hari) pada wanita yang tekanan darahnya
normal pada usia kehamilan sebelum 20 minggu.1
Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius dan memiliki
tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan hanya karena
preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan, namun juga
menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel di berbagai
organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya. Dampak
jangka panjang juga dapat terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
preeklampsia, seperti berat badan lahir rendah akibat persalinan prematur atau
mengalami pertumbuhan janin terhambat, serta turut menyumbangkan besarnya
angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Upaya untuk mencegah terjadinya
preeklampsia dilakukan dengan non medikal dan medikal. Upaya pencegahan
nonmedikal dilakukan dengan tirah baring, retriksi garam serta pengaturan diet.
Sedangkaan untuk upaya pencegahan medikal dapat diberikan kalsium, obat
antitrombotik yakni aspirin dosis rendah ataupun pemberian obat-obat
antioksidan.2
Aspirin dosis rendah terbukti sebagai pencegahan primer yang aman dan
efektif untuk preeklampsia. Di Indonesia, penggunaannya juga telah
direkomendasikan sebagai pencegah primer dan sekunder preeklampsia pada
wanita berisiko tinggi.1 Meta-analisis besar termasuk data individu pasien telah
menunjukkan bahwa aspirin efektif dalam mencegah preeklamsia pada pasien
berisiko tinggi, terutama mereka yang memiliki riwayat preeklampsia.3
Meskipun tidak ada efek yang signifikan secara statistic yang ditunjukkan
dengan aspirin dosis rendah, aspirin dosis yang lebih tinggi dan lebih dari 75
mg/hari aspirin ditambah dipyridamole dikaitkan dengan penurunan yang
signifikan secara statistik dalam risiko hipertensi gestasional. Efek pengurangan

1
risiko agen antiplatelet dibandingkan dengan plasebo untuk preeklampsia
konsisten di antara tiga kategori dosis dan cenderung meningkat dengan
meningkatnya dosis (12% pengurangan dengan aspirin 75 mg/hari atau lebih
rendah hingga 70% pengurangan dengan aspirin lebih dari 75 mg/hari +
dipyridamole). Pola serupa diamati untuk kematian janin, neonatal atau bayi di
ketiga kategori dosis. Tidak ada efek yang signifikan dalam statistic yang
ditunjukkan dalam salah satu kategori dosis untuk abrupsi plasenta.4
Sebuah metaanalisis yang dilakukan oleh Xu Ting Ting dkk menyatakan
bahwa Profilaksis LDA, terutama ketika dimulai sebelum 16 minggu kehamilan,
efektif mencegah preeklamsia, preeklampsia berat, kelahiran prematur, dan IUGR
pada pasien dengan kehamilan berisiko tinggi. LDA tidak secara signifikan
mempengaruhi risiko komplikasi terkait preeklamsia utama yang mempengaruhi
ibu dan janin, dengan pengecualian sedikit peningkatan risiko abrupsi plasenta.5
Penelitian oleh Rachmi juga menunjukkan bahwa Aspirin dosis rendah 125
mg/hari yang diberikan selama empat minggu efektif untuk menurunkan resistensi
arteri uterina pada ibu hamil dengan pening katan RI yang merupakan risiko
terjadinya preeklampsia.6 Penelitian lain oleh Baha M. Sibai juga menunjukkan
bahwa insiden preeklampsia lebih rendah pada kelompok aspirin dibandingkan
pada kelompok plasebo. . Insiden abruptio plasenta lebih besar di antara wanita
yang menerima aspirin. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam berat lahir
bayi atau dalam kejadian retardasi pertumbuhan janin, perdarahan postpartum,
atau masalah perdarahan neonatal antara kedua kelompok.7

Anda mungkin juga menyukai