PENDAHULUAN
1
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menentukan tebal struktur
perkerasan, salah satunya adalah dengan menggunakan metode Pt T-01-2002-B
yang dirilis oleh Bina Marga. Metode Pt T-01-2002-B mengacu pada metode
AASHTO 1993, dan merupakan adopsi identik dengan metode AASHTO 1993
(Sukirman, 2010).
2
3. Bagaimana Gambar rencana diagram penanganan pada ruas jalan Taebenu?
1. Menghitung dan mengetahui tebal struktur perkerasan lentur pada ruas jalan
Taebenu.
2. Menampilkan tampilan gambar tipikal Cross Section penanganan pada ruas
jalan Taebenu.
3. Menampilkan rencana diagram penanganan pada ruas jalan Taebenu.
1. Menghitung tebal struktur perkerasan lentur pada Ruas jalan Taebenu dengan
menggunakan Metode Pt T-01-2002-B.
2. Menampilkan gambar tipikal Cross Section penanganan pada ruas jalan
Taebenu dan diagram penanganan pada keseluruhan ruas jalan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel (PP No. 34 Tahun 2006).
Pembangunan jalan adalah kegiatan pemrograman dan penganggaran,
perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta pengoperasian dan
pemeliharaan jalan (PP No. 34 Tahun 2006).
4
2. Konstruksi perkerasan kaku (rigit pavement) yaitu perkerasan yang
menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat
beton atau tanpa tulangan diletakan diatas tanah dasar dengan atau
tanpa lapisan pondasi bawah. Beban lalilintas sebagian besar dipikul
oleh pelat beton.
3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement) yaitu
perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat
berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku
diatas perkerasan lentur.
CL LAPIS PERMUKAAN
LAPIS PONDASI
TANAH DASAR
5
2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak
meresap ke lapisan bawahnya.
3. Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menerima gesekan
akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
4. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehungga dapat
dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih
jelek.
Guna dapat memenuhi fungsi tersebut di atas, pada umumnya lapisan
permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga
menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya
tahan yang lama.
6
5. Laburan Batu Satu Lapis (BURTU), adalah merupakan lapis
penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu
lapis agregat bergradasi seragam. Tebal maksimum 20 mm.
6. Laburan Batu Dua Lapis (BURDA), adalah merupakan lapis
penutup yang terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat yang
dikerjakan dua kali secara berurutan. Tebal maksimum 35 mm.
7. Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON), dikenal dengan nama Hot
Roller Sheet (HRS), adalah merupakan lapis penutup yang terdiri
dari campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal
keras dengan perbandingan tertentu yang dicampur dan dipadatkan
dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Tebal padat antara 25
sampai 30 mm.
8. Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR), adalah merupakan lapis
penutup yang terdiri dari campuran pasir dan aspal keras yang
dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada
suhu tertentu.
9. Latasbum (Lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup
yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan
perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal
padat maksimum 1 cm.
7
(PI) < 4%. Bahan-bahan alam sperti batu pecah, kerikil pecah, stabilitas
tanah dengan semen dab kapur dapat digunakan sebagai lapis pondasi atas.
8
Beban lalu-lintas adalah beban kendaraan yang dilimpahkan ke perkerasan
jalan melalui kontak antara ban dan muka jalan. Beban lalu-lintas merupakan
beban dinamis yang terjadi secara berulang-ulang selama masa pelayanan
jalan.
2. Daya dukung tanah dasar
Tanah dasar dapat berupa tanah dasar asli, tanah dasar tanah galian atau tanah
dasar tanah urug yang disiapkan dengan cara dipadatkan. Di atas lapisan
tanah dasar diletakkan lapisan struktur perkerasan lainnya, oleh karena itu
mutuh daya dukung tanah dasar ikut mempengaruhi mutu jalan keseluruhan.
Ada beberapa parameter yang digunakan sebagai penunjuk mutu daya
dukung tanah dasar sebagai berikut:
a. California Bearing Ratio (CBR)
b. Modulus Resilient (MR)
c. Dynamic Cone Penetrometer (DCP)
3. Fungsi jalan
Fungsi jalan dapat menggambarkan jenis kendaraan pengguna jalan dan
beban lalu-lintas yang akan dipikul oleh struktur perkerasan jalan.
4. Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi daya tahan dan mutu pelayanan
struktur perkerasan jalan yang terletak di lokasi tersebut.
9
sesuai dengan umur rencana yang ditetapkan. Sebelum melakukan pekerjaan
rekonstruksi jalan, perlu dilakukan perencanaan tebal struktur perkerasan lentur
untuk mengetahui berapa tebal lapis perkerasan yang dibutuhkan oleh ruas jalan
tersebut, mulai dari lapis pondasi bawah, lapis pondasi dan lapis permukaan.
Langkah-langkah perencanaan tebal lapis tambah dengan metode Pt T-01-
2002-B adalah sebagai berikut:
Dengan:
W18 : repetisi beban lalu-lintas selama umur rencana, lss / lajur / umur
rencana
LHR : Lalu-lintas harian rata-rata, kendaraan / hari / 2 arah
LHRT : Lalu-lintas harian rata-rata tahunan, kendaraan / hari / 2 arah
Ei : Angka ekivalen jenis kendaraan i
DA : Faktor distribusi arah
DL : Faktor distribusi lajur
365 : Jumlah hari dalam satu tahun
N : Faktor umur rencana
Faktor Distribusi arah (DA) ditentukan jika volume lalulintas yang tersedia
adalah dalam 2 arah. DA berkisar antara 0,3 – 0,7. Untuk perencanaan umumnya
DA diambil 0,5 kecuali pada kasus khusus dimana kendaraan berat cenderung
menuju satu arah tertentu. Untuk Faktor distribusi lajur (D L) dapat dilihat pada
tabel 2.1 di bawah ini :
10
Persen Sumbu Standar Dalam Lajur
Jumlah Lajur / Arah
Rencana
1 100
2 80-100
3 60-80
4 50-75
Sumber : Silvia Sukirman (2010)
Data pertumbuhan lalu-lintas / tahun (i) diperoleh dari Dinas Perhubungan lokasi
setempat.
Pada Tabel 2.2 dapat dilihat beberapa jenis kendaraan dan konfigurasi sumbunya,
distribusi berat kendaraan ke masing-masing sumbu serta angka ekivalen untuk
keadaan beban kosong dan beban maksimum menurut Bina Marga sesuai dengan
Metode Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur Jalan Dengan Alat Benkelman
Beam, SNI 03 – 2416 – 1991 – F.
11
Sumber : Silvia Sukirman (2010)
12
1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
- 2,0 – 2,5 2,5 2,5
Sumber: Silvia Sukirman (2010)
Jalan Arteri 80 – 99 75 – 95
75 – 95
Jalan Kolektor 80 – 95
Jalan Lokal 50 - 80 50 - 80
Sumber: Silvia Sukirman (2010)
13
antara 0 – 5, dimana 0 merupakan nilai untuk kondisi jalan yang paling
buruk, sedangkan 5 untuk jalan dengan kondisi sempurna. Tingkat
pelayanan memiliki batas atas dan batas bawah yang disebut dengan Po
dan Pt. Po adalah tingkat pelayanan awal pada saat jalan baru dibuka
sedangkan Pt adalah tingkat pelayanan paling buruk yang masih bisa
ditoleransi sebelum diperlukan perbaikan. Nilai Po biasanya diambil 4,0 –
5,0 sedangkan Pt biasanya diambil 2,0, sampai 3,0. Total kehilangan
pelayanan merupakan selisih antara Pt dan Po, yang dinyatakan dengan
model matematis dalam Persamaan 2.4.
ΔPSI = Po – Pt (2.4)
Dengan:
ΔPSI = Total kehilangan pelayanan (total loss of serviceability)
Po = Indeks pelayanan awal (initial serviceability), untuk
perkerasan lentur = 4,2 (AASHTO 1993)
Pt = Indeks pelayanan akhir (terminal serviceability)
14
Jelek 1 bulan
Jelek sekali Air tidak mengalir
Sumber: Silvia Sukirman (2010)
0,40 - - 744 - -
0,35 - - 590 - -
0,32 - - 454 - - Laston
0,30 - - 340 - -
15
0,35 - - 744 - -
0,31 - - 590 - -
0,28 - - 454 - - Asbuton
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - Aspal Macadam
0,25 - - - - - Lapen (Mekanis)
0,20 - - - - - Lapen (Manual)
- 0,28 - 590 - -
- 0,26 - 454 - - Laston Atas
- 0,24 - 340 - -
- 0,23 - - - - Lapen (Mekanis)
- 0,19 - - - - Lapen (Manual)
- 0,15 - - 22 - Stab. Tanah dengan semen
- 0,13 - - 18 -
- 0,15 - - 22 - Stab tanah dengan kapur
- 0,13 - - 18 -
- 0,14 - - - 100 Batu pecah (kelas A)
- 0,13 - - - 80 Batu pecah (kelas B)
- 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas C)
- - 0,13 - - 70 Sirtu/ pitrun (kelas A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu/ pitrun (kelas B)
- - 0,11 - - 30 Sirtu/ pitrun (kelas C)
- - 0,10 - - 20 Tanah/lempung kepasiran
16
Stabilisasi tanah dengan kapur
10 Laston atas
7,50-9,99 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
Stabilisasi tanah dengan kapur, laston atas
Pondasi macadam, lapen.
15 Laston atas
10-12,14 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
Stabilisasi tanah dengan kapur, laston atas
Pondasi macadam, lapen.batu pecah, Stabilisasi
≥12,25 25 tanah dengan semen ,
Stabilisasi tanah dengan kapur,
Pondasi macadam, lapen, laston atas
Sumber: Silvia Sukirman (2010)
*) Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi
bawah digunakan material berbutir kasar.
Dengan:
W18 = Desain lalulintas pada lajur lalulintas rencana, Equivalent Single
Axle Load (ESAL) selama umur rencana
ZR = Standar deviasi normal
So = Standar gabungan kesalahan dari lalulintas dan perkiraan kinerja
perkerasan, untuk perkerasan lentur besarnya 0,35
ΔPSI = Perbedaan desain awal kemampu-layanan Initial Serviceability
17
Index (Po) dan desain Terminal Serviceability Index (Pt)
Mr = Resilient modulus tanah dasar (psi)
SN = Structural Number
Kapasitas struktural (SN) adalah suatu angka yang diperoleh dari analisis
lalu lintas, kondisi tanah dasar dan pengaruh lingkungan, yang dapat
dikonversikan menjadi tebal lapis perkerasan lentur dengan memilih
koefisien kekuatan relatif (a) yang sesuai dengan material/bahan tiap lapis
serta koefisien drainase (m) sesuai dengan kondisi yang ada. Secara
matematis SN dinyatakan dalam persamaan AASHTO (1993):
Tebal tiap lapis perkerasan mempunyai tebal minimum yang tidak bisa
dilampaui, artinya jika dalam perencanaan ternyata tebal lapisan
perkerasan lebih kecil dari tebal minimum yang ditetapkan, maka tebal
minimum yang sudah ditetapkan menjadi tebal rencana. Adapun tebal
minimum tiap lapis perkerasan menurut AASHTO (1993), seperti terlihat
dalam dalam Tabel 2.12 di bawah ini
Tabel 2.12. Tebal Minimum Perkerasan
Lalu-lintas, ESAL Tebal Minimum (inchi)
18
Lapis Beton Aspal Lapis Agregat
< 50.000 1,0 (atau pemeliharaan permukaan) 4
50.001 – 150.000 2,0 4
150.001 – 500.000 2,5 4
500.001 – 2.000.000 3,0 6
2.000.001 – 7.000.000 3,5 6
> 7.000.000 4,0 6
Sumber: Silvia Sukirman (2010)
19
Timbunan Pilihan (Rounding) Area 0.404 m2
Agregat Kelas S 0.15 m
Ac Wc 0.04 m
Tack Coat 0.15 Ltr/m2
Ac Bc 0.06 m
Prime Coat 1 Ltr/m2
Agregat Kelas A 0.15 m
Agregat Kelas B 0.20 m
Timbunan Pilihan 0.30 m
Timbunan Pilihan
Saluran
20
0+000
0+500
PELENGKAP STA.
BANGUNAN
SALURAN KIRI
KIRI/
EXISTING HRS
KANAN
SALURAN KANAN
DINDING PENAHAN KANAN
BAHU JALAN KANAN
21
3. Gambarkan tipikal Cross Section penanganan dan Diagram
Penanganan Jalan dengan menggunakan aplikasi Auto CAD.
Gambar Tipikal Cross Section Penanganan dan Diagram
Penanganan Jalan harus disesuaikan dengan hasil perhitungan tebal
perkerasan yang telah dihitungdan hasil dari inventori jalan.
BAB III
METODE PENELITIAN
22
ruas jalan yang menjadi acuan untuk menentukan nilai kondisi ruas jalan tersebut
serta penanganan untuk kerusakan ruas jalan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
23
Hardiyatmo, Hary Christady, 2011, Perancangan Perkerasan Jalan Dan
Penyelidikan Tanah, Gajah Mada University Press, Yogyakarta
Hayon, Edi, 2017, Jalan Raya Di Baumata – Taebenu Rusak Parah, Pos Kupang,
Kupang
24