Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pertumbuhan pembangunan dan perekonomian suatu daerah tidak lepas dari
pengembangan prasarana jalan. Setiap pergerakan, baik pergerakan manusia
maupun pergerakan barang khususnya untuk pergerakan di darat, selalu
menggunakan sistem jaringan transportasi yang ada, sehingga peranan jalan
menjadi sangat penting dalam memfasilitasi besar kebutuhan pergerakan yang
terjadi. Agar jalan dapat tetap mengakomodasi kebutuhan pergerakan dengan
tingkat layanan tertentu maka perlu dilakukan suatu usaha untuk menjaga kualitas
layanan jalan, dimana salah satu usaha tersebut adalah mengevaluasi kondisi
permukaan jalan.
Salah satu tahapan dalam mengevaluasi kondisi permukaan jalan adalah
dengan melakukan penilaian terhadap kondisi eksisting jalan. Nilai kondisi jalan
ini nantinya dijadikan acuan untuk menentukan jenis program evaluasi yang harus
dilakukan, apakah itu program rekonstruksi, pemeliharaan berkala atau
pemeliharaan rutin.
Ruas jalan Taebenu merupakan salah satu ruas jalan yang berada di
Kabupaten Kupang yang menghubungkan beberapa daerah di kawasan Kabupaten
Kupang. Kondisi Ruas jalan Taebenu sebagian besar telah mengalami kerusakan
(Pos Kupang, 5 Desember 2017), sehingga perlu dilakukan pemeliharaan pada
ruas jalan tersebut.

Dari hasil Penelitian Penelitian dengan metode Pavement Condition Index


(PCI) pada Ruas Jalan Taebenu (Dubu, 2018), kondisi ruas jalan berada pada fase
gagal (failed) sehingga alternatif penanganan yang harus dilakukan pada Ruas
Jalan Taebenu adalah dengan melakukan Rekonstruksi. Dalam melakukan
rekonstruksi jalan, diperlukan data perhitungan untuk menentukan tebal struktur
perkerasan yang akan dipakai pada ruas jalan tersebut.

1
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menentukan tebal struktur
perkerasan, salah satunya adalah dengan menggunakan metode Pt T-01-2002-B
yang dirilis oleh Bina Marga. Metode Pt T-01-2002-B mengacu pada metode
AASHTO 1993, dan merupakan adopsi identik dengan metode AASHTO 1993
(Sukirman, 2010).

Selain data perhitungan tebal struktur perkerasan, dalam melakukan


rekonstruksi jalan juga diperlukan gambar tipikal penampang melintang (Cross
Section) serta diagram penanganan. Gambar tipikal penampang melintang (Cross
Section) bermanfaat untuk menampilkan tebal perkerasan pada suatu struktur jalan
serta susunan tiap lapisan yang digunakan berdasarkan penanganan yang berbeda-
beda sesuai kondisi jalan. Gambar tipikal penampang melintang juga bermanfaat
untuk menampilkan potongan melintang dari perencanaan bangunan pelengkap
pada jalan. Sedangkan Diagram Penanganan Jalan berguna untuk menampilkan
pada titik mana sajakah akan dilakukan penanganan serta jenis penanganan apa
yang akan dilakukan pada titik tersebut. Gambar tipikal penampang melintang
(Cross Section) dan Diagram Penanganan Jalan akan menjadi acuan pada saat
pelaksanaan pekerjaan rekonstruksi pada jalan.

Dengan adanya permasalahan pada kondisi Jalan Taebenu di atas, maka


dilakukan sebuah Proposal Tugas Akhir dengan judul : PERENCANAAN TEBAL
STRUKTUR PERKERASAN LENTUR DENGAN METODE Pt T-01-2002-B
DAN PERENCANAAN GAMBAR TIPIKAL CROSS SECTION
PENANGANAN SERTA DIAGRAM PENANGANAN PADA RUAS JALAN
TAEBENU DESA BAUMATA TIMUR KABUPATEN KUPANG.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dirumuskan beberapa


masalah sebagai berikut :
1. Berapa tebal struktur perkerasan lentur pada ruas jalan Taebenu?
2. Bagaimana tampilan gambar tipikal Cross Section penanganan pada ruas
jalan Taebenu?

2
3. Bagaimana Gambar rencana diagram penanganan pada ruas jalan Taebenu?

1.3. Tujuan Proposal Tugas Akhir


Tujuan dilakukannya Proposal Tugas Akhir ini adalah:

1. Menghitung dan mengetahui tebal struktur perkerasan lentur pada ruas jalan
Taebenu.
2. Menampilkan tampilan gambar tipikal Cross Section penanganan pada ruas
jalan Taebenu.
3. Menampilkan rencana diagram penanganan pada ruas jalan Taebenu.

1.4. Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan Proposal Tugas Akhir ini adalah:
1. Memenuhi persyaratan akademik untuk dapat menyelesaikan pendidikan
pada Politeknik Negeri Kupang.

2. Dapat digunakan sebagai acuan untuk menghitung tebal struktur perkerasan


lentur jika dikemudian hari akan dilakukan proyek rekonstruksi pada ruas
jalan Taebenu.
3. Dapat digunakan sebagai acuan gambar rencana jika dikemudian hari akan
dilakukan proyek rekonstruksi pada ruas jalan Taebenu.

1.5. Batasan Masalah


Untuk membatasi lingkup permasalahan dari rumusan masalah di atas, maka
batasan masalah yang diambil untuk Proposal Tugas Akhir ini adalah:

1. Menghitung tebal struktur perkerasan lentur pada Ruas jalan Taebenu dengan
menggunakan Metode Pt T-01-2002-B.
2. Menampilkan gambar tipikal Cross Section penanganan pada ruas jalan
Taebenu dan diagram penanganan pada keseluruhan ruas jalan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Jalan Raya

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori, dan jalan kabel (PP No. 34 Tahun 2006).
Pembangunan jalan adalah kegiatan pemrograman dan penganggaran,
perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta pengoperasian dan
pemeliharaan jalan (PP No. 34 Tahun 2006).

2.2. Perkerasan Jalan


2.2.1. Pengertian Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa lapis
material yang diletakkan pada tanah dasar (Hardiyatmo, 2007). Fungsi
perkerasan jalan adalah :
1. Untuk memberikan permukaan rata/halus bagi pengendara.
2. Untuk mendistribusikan bebaan kendaraan di atas formasi tanah secara
memadai, sehingga melindungi tanah dari tekanan yang berlebihan.
3. Untuk melindungi formasi tanah dari pengaruh buruk perubahan
cuaca.

2.2.2. Konstruksi Perkerasan Jalan

Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat


dibedakan atas (sukirman, 1999) :
1. Konstruksi perkerasan Lentur (Flexible pavement), yaitu perkerasan
yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan – lapisan
perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalulintas ke
tanah dasar.

4
2. Konstruksi perkerasan kaku (rigit pavement) yaitu perkerasan yang
menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat
beton atau tanpa tulangan diletakan diatas tanah dasar dengan atau
tanpa lapisan pondasi bawah. Beban lalilintas sebagian besar dipikul
oleh pelat beton.
3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement) yaitu
perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat
berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku
diatas perkerasan lentur.

2.2.3. Struktur Perkerasan Lentur

Struktur perkerasan lentur terdiri dari beberapa lapis, dimana semakin


ke bawah daya dukung lapisan semakin buruk. Struktur perkerasan lentur
dapat dilihat seperti pada gambar 2.1 di bawah ini.

CL LAPIS PERMUKAAN

BAHU JALAN BAHU JALAN

LAPIS PONDASI

LAPIS PONDASI BAWAH

TANAH DASAR

Gambar 2.1 Struktur Perkerasan Lentur


Sumber : Sukirman 2010

2.2.4. Lapisan Permukaan (Surface Course)

Menurut Sukirman (2010), lapisan yang terletak paling atas disebut


lapisan permukaan, dan berfungsi sebagai:

1. Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan mempunyai stabilitas


tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.

5
2. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak
meresap ke lapisan bawahnya.
3. Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menerima gesekan
akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
4. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehungga dapat
dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih
jelek.
Guna dapat memenuhi fungsi tersebut di atas, pada umumnya lapisan
permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga
menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya
tahan yang lama.

Jenis lapis permukaan yang umum dipergunakan di Indonesia antara


lain (SKBI-2.3.26, 1987; hal. 03) :
1. Lapis Aspal Beton (LASTON), adalah merupakan suatu lapisan
pada konstruksi jalan yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus,
filler dan aspal keras, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan
dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
2. Lapis Penetrasi Macadam (LAPEN), adalah merupakan suatu lapis
perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dengan agregat
pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal
keras dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis
demi lapis dan apabila akan digunakan sebagai lapis permukaan
perlu diberi laburan aspal dengan batu penutup.
3. Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG), adalah campuran
yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, asbuton, bahan
pelunak dan filler (bila diperlukan) yang dicampur, dihampar dan
dipadatkan secara dingin.
4. Laburan Aspal (BURAS), adalah merupakan lapis penutup terdiri
dari lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum
9,6 mm atau 3/8 inch.

6
5. Laburan Batu Satu Lapis (BURTU), adalah merupakan lapis
penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu
lapis agregat bergradasi seragam. Tebal maksimum 20 mm.
6. Laburan Batu Dua Lapis (BURDA), adalah merupakan lapis
penutup yang terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat yang
dikerjakan dua kali secara berurutan. Tebal maksimum 35 mm.
7. Lapis Tipis Aspal Beton (LATASTON), dikenal dengan nama Hot
Roller Sheet (HRS), adalah merupakan lapis penutup yang terdiri
dari campuran antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal
keras dengan perbandingan tertentu yang dicampur dan dipadatkan
dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Tebal padat antara 25
sampai 30 mm.
8. Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR), adalah merupakan lapis
penutup yang terdiri dari campuran pasir dan aspal keras yang
dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada
suhu tertentu.
9. Latasbum (Lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup
yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan
perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal
padat maksimum 1 cm.

2.2.5. Lapis Pondasi Atas (Base Course)

Menurut Sukirman (2010), lapisan perkerasan yang terletak diantara


lapis pondasi bawah dan lapis permukaan dinamakan pondasi atas (base
course). Fungsi pondasi ini antara lain:
1. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban roda ke lapisan bawahnya.
2. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
3. Bantalan terhadap lapisan permukaan.
Material yang akan digunakan untuk lapis pondasi atas adalah
material yang cukup kuat. Untuk lapisan atas tanpa bahan pengikat
umumnya menggunakan material dengan CBR > 50% dan plastisitas indeks

7
(PI) < 4%. Bahan-bahan alam sperti batu pecah, kerikil pecah, stabilitas
tanah dengan semen dab kapur dapat digunakan sebagai lapis pondasi atas.

2.2.6. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)

Menurut Sukirman (2010), lapis perkerasan yang terletak antara lapis


pondasi atas dan anah dasar dinamakan lapis pondasi bawah (subbase).

1. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke


tanah dasar. Lapis ini harus cukup stabil dan mempunyai CBR sama
atau lebih besar dari 20%, serta Indeks Plastis (IP) sama atau lebih
kecil dari 10%.
2. Efisiensi penggunaan material pondasi bawah relatif murah
dibandingkan dengan lapisan perkerasan di atasnya.
3. Lapis peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
4. Lapis pertama, agar pelaksanaan pekerjaan dapat berkjalan lancar
sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera
,menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca atau lemahnya daya
dukung tanah dasar dalam menahan roda alat berat.
5. Lapis filter untuk mencegah partikel halus dari tanah dasar naik ke
lapis pondasi.

2.2.7. Tanah Dasar (Subgrade)


Menurut Sukirman (2010), lapisan tanah dasar adalah lapisan di mana
akan diletakan lapisan pondasi bawah. Lapisan tanah dasar dapat berupa
tanah asli yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan. Kekuatan dan
keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan
daya dukung tanah dasar.

2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Tebal Perkerasan


Menurut Sukirman (2010), dalam proses perencanaan tebal perkerasan lentur
terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dan ikut mempengaruhi hasil
perencanaan, yaitu:
1. Beban lalu-lintas

8
Beban lalu-lintas adalah beban kendaraan yang dilimpahkan ke perkerasan
jalan melalui kontak antara ban dan muka jalan. Beban lalu-lintas merupakan
beban dinamis yang terjadi secara berulang-ulang selama masa pelayanan
jalan.
2. Daya dukung tanah dasar
Tanah dasar dapat berupa tanah dasar asli, tanah dasar tanah galian atau tanah
dasar tanah urug yang disiapkan dengan cara dipadatkan. Di atas lapisan
tanah dasar diletakkan lapisan struktur perkerasan lainnya, oleh karena itu
mutuh daya dukung tanah dasar ikut mempengaruhi mutu jalan keseluruhan.
Ada beberapa parameter yang digunakan sebagai penunjuk mutu daya
dukung tanah dasar sebagai berikut:
a. California Bearing Ratio (CBR)
b. Modulus Resilient (MR)
c. Dynamic Cone Penetrometer (DCP)
3. Fungsi jalan
Fungsi jalan dapat menggambarkan jenis kendaraan pengguna jalan dan
beban lalu-lintas yang akan dipikul oleh struktur perkerasan jalan.
4. Kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi daya tahan dan mutu pelayanan
struktur perkerasan jalan yang terletak di lokasi tersebut.

5. Mutu struktur perkerasan jalan


Mutu struktur perkerasan jalan menentukan kinerja struktur perkerasan jalan
dalam memberikan pelayanan hingga mampu memberikan rasa aman dan
nyaman bagipengguna jalan.
6. Umur rencana atau masa pelayanan.
7. Sifat dan jumlah bahan baku yang tersedia.
8. Bentuk geometrik jalan.
9. Kondisi perkerasan saat ini (khusus untuk peningkatan jalan lama).

2.4. Perencanaan Tebal Struktur Perkerasan Lentur Dengan Metode Pt T-01-


2002-B
Rekonstruksi jalan adalah peningkatan struktur yang merupakan kegiatan
penanganan untuk dapat meningkatkan kemampuan bagian ruas jalan yang dalam
kondisi rusak berat agar bagian jalan tersebut mempunyai kondisi mantap kembali

9
sesuai dengan umur rencana yang ditetapkan. Sebelum melakukan pekerjaan
rekonstruksi jalan, perlu dilakukan perencanaan tebal struktur perkerasan lentur
untuk mengetahui berapa tebal lapis perkerasan yang dibutuhkan oleh ruas jalan
tersebut, mulai dari lapis pondasi bawah, lapis pondasi dan lapis permukaan.
Langkah-langkah perencanaan tebal lapis tambah dengan metode Pt T-01-
2002-B adalah sebagai berikut:

1. Tentukan repetisi beban lalu-lintas dari ruas jalan tersebut dengan


menggunakan rumus:

W18 = Σ LHRi × Ei × DA × DL × 365 × N (2.1)


W18 = Σ LHRTi × Ei × DA × DL × 365 × N (2.2)

Dengan:
W18 : repetisi beban lalu-lintas selama umur rencana, lss / lajur / umur
rencana
LHR : Lalu-lintas harian rata-rata, kendaraan / hari / 2 arah
LHRT : Lalu-lintas harian rata-rata tahunan, kendaraan / hari / 2 arah
Ei : Angka ekivalen jenis kendaraan i
DA : Faktor distribusi arah
DL : Faktor distribusi lajur
365 : Jumlah hari dalam satu tahun
N : Faktor umur rencana

Faktor Distribusi arah (DA) ditentukan jika volume lalulintas yang tersedia
adalah dalam 2 arah. DA berkisar antara 0,3 – 0,7. Untuk perencanaan umumnya
DA diambil 0,5 kecuali pada kasus khusus dimana kendaraan berat cenderung
menuju satu arah tertentu. Untuk Faktor distribusi lajur (D L) dapat dilihat pada
tabel 2.1 di bawah ini :

Tabel 2.1 Faktor Distribusi Lajur (DL)

10
Persen Sumbu Standar Dalam Lajur
Jumlah Lajur / Arah
Rencana
1 100
2 80-100
3 60-80
4 50-75
Sumber : Silvia Sukirman (2010)

Nilai N dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

[ ( 1+i )UR −1]


N= (2.3)
i
Dengan:
N : Faktor umur rencana
UR : Umur rencana, tahun
i : Pertumbuhan lalu-lintas / tahun (% / tahun)

Data pertumbuhan lalu-lintas / tahun (i) diperoleh dari Dinas Perhubungan lokasi
setempat.

Pada Tabel 2.2 dapat dilihat beberapa jenis kendaraan dan konfigurasi sumbunya,
distribusi berat kendaraan ke masing-masing sumbu serta angka ekivalen untuk
keadaan beban kosong dan beban maksimum menurut Bina Marga sesuai dengan
Metode Pengujian Lendutan Perkerasan Lentur Jalan Dengan Alat Benkelman
Beam, SNI 03 – 2416 – 1991 – F.

Tabel 2.2. Konfigurasi Beban Sumbu

11
Sumber : Silvia Sukirman (2010)

Faktor distribusi beban sumbu berdasarkan AASHTO (1993) untuk


masing-masing sumbu sesuai SN dan Pt dapat dilihat pada lampiran tabel
1.
2. Tentukan Nilai dari Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IP 0) dan
Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IP t) yang dapat dilihat pada
tabel 2.3 dan 2.4 di bawah ini.
Tabel 2.3. Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IP0)
Jenis Lapis Permukaan IP0 Roughness (IRI, m/km)
>4 ≤ 1,0
Laston
3,9 – 3,5 >1,0
3,9 – 3,5 ≤ 2,0
Lasbutag
3,4 - 3,0 > 2,0
3,4 - 3,0 ≤ 3,0
Lapen
2,9 – 2,5 >3,0
Sumber: Silvia Sukirman (2010)
Tabel 2.4. Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IPt)
Fungsi Jalan
Lokal Kolektor Arteri Tol
1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -

12
1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
- 2,0 – 2,5 2,5 2,5
Sumber: Silvia Sukirman (2010)

3. Tentukan nilai keandalan atau Reliabilitas. Nilai Reliabilitas dapat


dinyatakan dalam tingkat reliabilitas (%). Tingkat reliabilitas menurut
AASHTO (1993) serta hubungannya dengan nilai ZR yang dapat dilihat
pada tabel 2.5 dan 2.6 di bawah ini.

Tabel 2.5. Nilai Reliabilitas Sesuai Fungsi Jalan


R (%)
Klasifikasi Jalan
Urban Rular
Jalan Tol 85 – 99,9 80 – 99,9

Jalan Arteri 80 – 99 75 – 95
75 – 95
Jalan Kolektor 80 – 95

Jalan Lokal 50 - 80 50 - 80
Sumber: Silvia Sukirman (2010)

Tabel 2.6. Nilai ZR untuk berbagai R

4. Tentukan nilai Tingkat pelayanan (serviceability), kemampuan dari


perkerasan jalan untuk memberikan pelayanan kepada lalu lintas yang
melintas di atasnya. Satuan dari tingkat pelayanan menurut AASHTO
(1993) adalah PSI (Present Serviceabilty Index), yang mempunyai nilai

13
antara 0 – 5, dimana 0 merupakan nilai untuk kondisi jalan yang paling
buruk, sedangkan 5 untuk jalan dengan kondisi sempurna. Tingkat
pelayanan memiliki batas atas dan batas bawah yang disebut dengan Po
dan Pt. Po adalah tingkat pelayanan awal pada saat jalan baru dibuka
sedangkan Pt adalah tingkat pelayanan paling buruk yang masih bisa
ditoleransi sebelum diperlukan perbaikan. Nilai Po biasanya diambil 4,0 –
5,0 sedangkan Pt biasanya diambil 2,0, sampai 3,0. Total kehilangan
pelayanan merupakan selisih antara Pt dan Po, yang dinyatakan dengan
model matematis dalam Persamaan 2.4.
ΔPSI = Po – Pt (2.4)

Dengan:
ΔPSI = Total kehilangan pelayanan (total loss of serviceability)
Po = Indeks pelayanan awal (initial serviceability), untuk
perkerasan lentur = 4,2 (AASHTO 1993)
Pt = Indeks pelayanan akhir (terminal serviceability)

5. Hitung Nilai Modulus Resilient (MR) sebagai parameter penunjuk daya


dukung lapis tanah dasar (subgrade). M R tanah dasar dapat diperoleh
melalui korelasi dengan nilai CBR dengan menggunakan rumus:

MR = 1500 (CBR), MR dalam psi (2.5)

6. Tentukan nilai koefisien drainase (m). Untuk perencanaan tebal perkerasan


jalan, kualitas drainase ditentukan berdasarkan kemampuan
menghilangnya air dari struktur perkerasan. Ini dapat dilihat dalam tabel
2.7 di bawah ini.
Tabel 2.7. Kelompok Kualitas Drainase
Kualitas Drainase Air Hilang Dalam
Baik sekali 2 jam
Baik 1 hari
Sedang 1 minggu

14
Jelek 1 bulan
Jelek sekali Air tidak mengalir
Sumber: Silvia Sukirman (2010)

Pengaruh kualitas drainase dalam proses perencanaan tebal lapisan


dinyatakan dengan menggunakan koefisien drainase (m) seperti pada tabel
2.8 di bawah ini.

Tabel 2.8. Koefisien Drainase (m)


Kualitas Persen waktu struktur perkerasan dipengaruhi oleh
Drainase kadar air yang mendekati jenuh
<1% 1 - 5% 5 – 25% >25%
Baik sekali 1,40 – 1,35 1,35 – 1,30 1,30 – 1,20 1,20
Baik 1,35 – 1,25 1,25 – 1,15 1,15 – 1,00 1,00
Sedang 1,25 – 1,15 1,15 – 1,05 1,00 – 0,80 0,80
Jelek 1,15 – 1,05 1,05 – 0,80 0,80 – 0,60 0,60
Jelek sekali 1,05 – 0,95 0,95 – 0,75 0,75 – 0,40 0,40
Sumber: Silvia Sukirman (2010)

Tentukan Koefisien kekuatan relatif, yaitu hubungan empirik antara SN


dengan tebal tiap lapis yang menunjukkan kemampuan dari suatu jenis
material untuk dapat berfungsi sebagai komponen struktur pada suatu
perkerasan. Koefisien kekuatan relatif dapat dilihat pada dalam Tabel 2.9,
2.10 dan 2.11 di bawah ini

Tabel 2.9. Koefisien kekuatan relatif


Koefisien Kekuatan
Kekuatan Bahan
Relatif
Jenis bahan
Ms Kt CBR
a1 a2 a3
(Kg) (Kg/Cm) (%)

0,40 - - 744 - -
0,35 - - 590 - -
0,32 - - 454 - - Laston
0,30 - - 340 - -

15
0,35 - - 744 - -
0,31 - - 590 - -
0,28 - - 454 - - Asbuton
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - Aspal Macadam
0,25 - - - - - Lapen (Mekanis)
0,20 - - - - - Lapen (Manual)
- 0,28 - 590 - -
- 0,26 - 454 - - Laston Atas
- 0,24 - 340 - -
- 0,23 - - - - Lapen (Mekanis)
- 0,19 - - - - Lapen (Manual)
- 0,15 - - 22 - Stab. Tanah dengan semen
- 0,13 - - 18 -
- 0,15 - - 22 - Stab tanah dengan kapur
- 0,13 - - 18 -
- 0,14 - - - 100 Batu pecah (kelas A)
- 0,13 - - - 80 Batu pecah (kelas B)
- 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas C)
- - 0,13 - - 70 Sirtu/ pitrun (kelas A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu/ pitrun (kelas B)
- - 0,11 - - 30 Sirtu/ pitrun (kelas C)
- - 0,10 - - 20 Tanah/lempung kepasiran

Sumber: Silvia Sukirman (2010)


Tabel 2.10. Tebal Minimum Lapis Perkerasan
ITP Tebal Minimum (cm) Bahan
< 3,00 5 Lapis pelindung : (Buras/Burtu/Burda)
3,00 – 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag Laston
6,71 – 7,49 7,5 Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag Laston
7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag Laston
≥ 10,00 10 Laston
Sumber: Silvia Sukirman (2010)

Tabel 2.11. Batas-batas Minimum Tebal Lapis Pondasi


Tebal Minimum
ITP Bahan
(Cm)
<300 15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan
semen,Stabilisasi tanah dengan kapur
3,00-7,49 20*) Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,

16
Stabilisasi tanah dengan kapur
10 Laston atas
7,50-9,99 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
Stabilisasi tanah dengan kapur, laston atas
Pondasi macadam, lapen.
15 Laston atas
10-12,14 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
Stabilisasi tanah dengan kapur, laston atas
Pondasi macadam, lapen.batu pecah, Stabilisasi
≥12,25 25 tanah dengan semen ,
Stabilisasi tanah dengan kapur,
Pondasi macadam, lapen, laston atas
Sumber: Silvia Sukirman (2010)
*) Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm bila untuk pondasi
bawah digunakan material berbutir kasar.

Tebal minimal lapis pondasi bawah adalah 10 cm.

7. Persamaan yang digunakan untuk menentukan tebal perkerasan mengacu


pada persamaan (2.6).
Δ PSI
log 10 [ ]
4.2 - 1.5
log10 (W18) = ZR × S0 + 9,36 × log10 (SN+1) – 0,2 + +
1094
0.4+
(SN+1)5.19
2,32 × log10 (MR) – 8,07 (2.6)

Dengan:
W18 = Desain lalulintas pada lajur lalulintas rencana, Equivalent Single
Axle Load (ESAL) selama umur rencana
ZR = Standar deviasi normal
So = Standar gabungan kesalahan dari lalulintas dan perkiraan kinerja
perkerasan, untuk perkerasan lentur besarnya 0,35
ΔPSI = Perbedaan desain awal kemampu-layanan Initial Serviceability

17
Index (Po) dan desain Terminal Serviceability Index (Pt)
Mr = Resilient modulus tanah dasar (psi)
SN = Structural Number

Kapasitas struktural (SN) adalah suatu angka yang diperoleh dari analisis
lalu lintas, kondisi tanah dasar dan pengaruh lingkungan, yang dapat
dikonversikan menjadi tebal lapis perkerasan lentur dengan memilih
koefisien kekuatan relatif (a) yang sesuai dengan material/bahan tiap lapis
serta koefisien drainase (m) sesuai dengan kondisi yang ada. Secara
matematis SN dinyatakan dalam persamaan AASHTO (1993):

SN = a1D1 + a2 D2m2 + a3D3m3 (2.7)


Dengan:
SN = kapasitas struktural
a1 = koefisien kekuatan relatif lapis permukaan
D1 = tebal lapis permukaan
a2 = koefisien kekuatan relatif lapis pondasi
D2 = tebal lapis pondasi
m2 = koefisien drainase lapis pondasi
a3 = koefisien kekuatan relatif lapis pondasi bawah
D3 = tebal lapis pondasi bawah
m3 = koefisien drainase lapis pondasi bawah

Tebal tiap lapis perkerasan mempunyai tebal minimum yang tidak bisa
dilampaui, artinya jika dalam perencanaan ternyata tebal lapisan
perkerasan lebih kecil dari tebal minimum yang ditetapkan, maka tebal
minimum yang sudah ditetapkan menjadi tebal rencana. Adapun tebal
minimum tiap lapis perkerasan menurut AASHTO (1993), seperti terlihat
dalam dalam Tabel 2.12 di bawah ini
Tabel 2.12. Tebal Minimum Perkerasan
Lalu-lintas, ESAL Tebal Minimum (inchi)

18
Lapis Beton Aspal Lapis Agregat
< 50.000 1,0 (atau pemeliharaan permukaan) 4
50.001 – 150.000 2,0 4
150.001 – 500.000 2,5 4
500.001 – 2.000.000 3,0 6
2.000.001 – 7.000.000 3,5 6
> 7.000.000 4,0 6
Sumber: Silvia Sukirman (2010)

2.5. Perencanaan Gambar Tipikal Cross Section Penanganan Dan Diagram


Penanganan Jalan
2.5.1. Gambar Tipikal Cross Section Penanganan
Gambar Cross Section merupakan potongan melintang tegak lurus
sumbu jalan. Gambar rencana penampang melintang (Cross Section)
bermanfaat untuk :

1. Menampilkan bagian-bagian dari konstruksi jalan, dalam hal ini :


lapis permukaan, lapis pondasi, lapis pondasi bawah dan lapisan
tanah dasar.

2. Menampilkan rencana pekerjaan tanah yang mungkin menimbulkan


galian dan timbunan.

3. Menampilkan bagian-bagian jalan yang langsung berguna untuk lalu


lintas seperti : jalur lalu lintas, lajur lalu lintas, bahu jalan, trotoar
dan median.

4. Menampilkan bagian-bagian jalan yang berhubungan dengan sistem


drainase jalan seperti : saluran tepi jalan, kemiringan melintang jalur
lalu lintas dan kemiringan bahu jalan.

5. Menampilkan bagian-bagian bangunan pelengkap jalan seperti


tembok penahan dan kerb.

Tampilan gambar rencana penampang melintang (Cross Section) terlihat


seperti pada gambar 2.2 di bawah ini.

19
Timbunan Pilihan (Rounding) Area 0.404 m2
Agregat Kelas S 0.15 m
Ac Wc 0.04 m
Tack Coat 0.15 Ltr/m2
Ac Bc 0.06 m
Prime Coat 1 Ltr/m2
Agregat Kelas A 0.15 m
Agregat Kelas B 0.20 m
Timbunan Pilihan 0.30 m

Tembok Penahan Galian Biasa


5% 3% 3% 5%

Timbunan Pilihan
Saluran

Gambar 2.2. Penampang Melintang Jalan (Cross Section)

Dalam melakukan perbaikan jalan, penanganan yang dilakukan


berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan perbaikan dari ruas jalan tersebut. Hal
ini meliputi konstruksi perkerasan jalan dan penempatan atau perbaikan
bangunan pelengkap. Karena itu, diperlukan Gambar Tipikal Cross Section
Penanganan untuk menampilkan jenis perbaikan dan penanganan yang
dilakukan sesuai kebutuhan. Contoh Gambar tipikal Cross Section dapat
dilihat pada lampiran gambar 1.

2.5.2. Diagram Penanganan Jalan


Diagram Penanganan Jalan merupakan suatu diagram yang
menampilkan penanganan yang akan dilakukan pada suatu ruas jalan, baik
penanganan konstruksi pada badan jalan maupun penanganan pada drainase
jalan dan bangunan pelengkap jalan. Diagram Penanganan Jalan juga berguna
untuk menampilkan pada titik mana sajakah akan dilakukan penanganan serta
jenis penanganan apa yang akan dilakukan pada titik tersebut. Ini disebabkan
karena penanganan tiap stasiun pada 1 ruas jalan berbeda-beda
kebutuhannya. Dalam hal ini, Diagram Penanganan Jalan akan menjadi acuan
pada saat pelaksanaan pekerjaan rekonstruksi pada jalan.

20
0+000

0+500
PELENGKAP STA.
BANGUNAN

BAHU JALAN KIRI

DINDING PENAHAN KIRI

SALURAN KIRI

TIMBUNAN PILIHAN KIRI


AGG. CLASS B BADAN JALAN 0.20 M KIRI
AGG. CLASS A BADAN JALAN 0.15 M KIRI
PRIME COAT BADAN JALAN 1 LTR/M2 KIRI
AC BC BADAN JALAN KIRI
TACK COAT 0.15 LTR/M2 KIRI
BADAN JALAN

AC WC BADAN JALAN KIRI


PENANGANAN

KIRI/
EXISTING HRS
KANAN

AC WC BADAN JALAN KANAN


TACK COAT 0.15 LTR/M2 KANAN
AC BC BADAN JALAN KANAN
PRIME COAT BADAN JALAN 1 LTR/M2 KANAN
AGG. CLASS A BADAN JALAN 0.15 M KANAN

AGG. CLASS B BADAN JALAN 0.20 M KANAN


TIMBUNAN PILIHAN KANAN
PELENGKAP
BANGUNAN

SALURAN KANAN
DINDING PENAHAN KANAN
BAHU JALAN KANAN

Gambar 2.3. Diagram Penanganan Jalan

Langkah – langkah merencanakan Gambar Tipikal Cross Section


Penanganan dan Diagram Penanganan Jalan adalah sebagai berikut:

1. Tentukan titik stationing jalan dengan jarak tiap 25 meter.

2. Lakukan inventori pada ruas jalan dengan memperhatikan :

a) Jenis kerusakan ruas jalan pada tiap titik stationing jalan.


b)Kebutuhan bangunan pelengkap pada masing-masing tiap titik
stationing jalan.
Data dari hasil inventori jalan menjadi acuan untuk menentukan
jenis penanganan yang akan dilakukan, baik untuk konstruksi
perkerasan jalan maupun untuk bangunan pelengkap jalan.

21
3. Gambarkan tipikal Cross Section penanganan dan Diagram
Penanganan Jalan dengan menggunakan aplikasi Auto CAD.
Gambar Tipikal Cross Section Penanganan dan Diagram
Penanganan Jalan harus disesuaikan dengan hasil perhitungan tebal
perkerasan yang telah dihitungdan hasil dari inventori jalan.

Gambar 2.4. Aplikasi Auto CAD

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode Pavement Condition Index (PCI). Prosedur penilaian
kondisi jalan dengan metode PCI dilakukan berdasarkan hasil pengukuran secara
detail pada masing-masing jenis kerusakan pada ruas jalan. Setelah melakukan
pengukuran pada jenis-jenis kerusakan, dilanjutkan dengan menganalisis hasil
pengukuran dengan menggunakan metode PCI sehingga mendapatkan nilai PCI

22
ruas jalan yang menjadi acuan untuk menentukan nilai kondisi ruas jalan tersebut
serta penanganan untuk kerusakan ruas jalan tersebut.

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada pada Jalan Taebenu, tepatnya pada KM 10 – KM 12,


Desa Baumata Timur, Kabupaten Kupang seperti terlihat pada gambar 3.1 di
bawah ini.

Gambar 3.1. Lokasi Penelitian


Sumber : Google Earth

DAFTAR PUSTAKA

Sukirman, Silvia, 2010, Perencanaan Tebal Struktur Perkerasan Lentur, Penerbit


Nova, Bandung

23
Hardiyatmo, Hary Christady, 2011, Perancangan Perkerasan Jalan Dan
Penyelidikan Tanah, Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Hayon, Edi, 2017, Jalan Raya Di Baumata – Taebenu Rusak Parah, Pos Kupang,
Kupang

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 13 /Prt/M/2011 Tentang Tata Cara


Pemeliharaan Dan Penilikan Jalan

24

Anda mungkin juga menyukai