Anda di halaman 1dari 7

Nama : Putra Wahyu Puromo

Npm : 180110140010
Kelas : B

Laporan Membaca Langit Makin Mendung


Karya Kipandjikusmin

Jujur saya menyukai cerpen ini, karena cerpen ini membuat saya harus membacanya
berulang – ulang karena isinya yang tidak mudah untuk dipahami, selain itu kegilaan penulis
mengalir dalam cerpen ini sehingga menjadi kontroversi di Indonesia selama kurun 1965 –
1967. Juga soal penulisnya sendiri yang sampai sekarang tidak pernah terungkap
kebenarannya. Jika dibandingkan dengan tiga cerpen yang dibahas sebelumnya, menurut saya
cerpen inilah yang paling sulit untuk dipahami, karena alur cerita, penokohan, serta pesan –
pesan yang ada di dalamya.
Mengenai bagus atau jeleknya cerpen ini, saya sediri meyatakan bahwa cerpen ini bagus
karena berisi tentang satire atau sindiran, yang menurut KBBI sendiri berarti gaya bahasa yang
dipakai dalam kesusastraan untuk menyatakan sindiran terhadap suatu keadaan atau seseorang,
sindiran atau ejekan. Dalam “Langit Makin Mendung” ini terdapat banyak sekali sindiran –
sindiran kepada pemerintah waktu itu (Orde Lama) dan masyarakat umum.
“Menteri-menteri pulang belakangan bersama gadis-gadis, cari kamar sewa. Pelayan-
pelayan sibuk kumpulkan sisa-sisa makanan buat oleh-oleh anak istri di rumah. Anjing-
anjing istana mendangkur kekenyangan-mabuk anggur Malaga. Pengemis-pengemis di
luar pagar istana memandang kuyu, sesali nasib kenapa jadi manusia dan bukan
anjing!”
Itu adalah salah satu sindiran yang di tunjukan kepada pemerintah saat itu, bahkan sampai si
pengemis menyesali nasibnya yang terlahir sebagai manusia.
Masuk ke dalam surealisme atau realisme? Jika di tanya mengenai surealisme atau
realisme kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu surealisme dan realisme, menurut KBBI
surealisme adalah aliran dalam seni sastra yg mementingkan aspek bawah sadar manusia dan
nonrasional dl citraan (di atas atau di luar realitas atau kenyataan), sedangkan realisme adalah
paham atau ajaran yang selalu bertolak dari kenyataan, aliran kesenian yang berusaha
melukiskan (menceritakan sesuatu sebagaimana kenyataannya). Jadi menurut pengertian di
atas cerpen “Langit Makin Mendung” bisa masuk dalam aliran surealisme dan realisme, disebut
surealis karena dalam penokohannya tidak lazim, seperti tokoh Tuhan, Muhammad, dan
malaikat Jibril. Selain itu isi dari cerpen ini juga mengandung banyak hal yang sulit untuk
diterima secara langsung. Seperti contohnya.
“Muhammad dan Jibrail terpental ke bawah. Mujur mereka tersangkut di gumpalan
awan yang empuk bagai kapas.”
Bagaimana seseorang bisa menapak di atas awan, karena awan sesungguhnya hanya kumpulan
dari uap air yang mengelompok menjadi satu. Selain kalimat di atas, dan masih banyak lagi
dalam cerpen ini yang menunjukan bahwa cerpen ini beraliran surealisme. Selain itu dalam hal
penokohan penulis menggunakan tokoh – tokoh yang tidak lazim seperti Togog, Togog dari
Wikipedia bahasa Indonesia, Togog adalah putra dewa yang lahir sebelum Semar, tapi karena
tidak mampu mengayomi bumi maka Togog kembali ke asal lagi alias tidak jadi lahir. Dan
pada waktu bersamaan lahirlah Semar. Adapun Batara Antaga (Togog) dan Batara Ismaya
(Semar) diutus turun ke marcapada (dunia manusia) untuk menjadi penasihat, dan pamong
pembisik makna sejati kehidupan dan kebajikan pada manusia, yang pada akhirnya Semar
dipilih sebagai pamong untuk para satria berwatak baik (Pandawa) dan Togog diutus sebagai
pamong untuk para satria dengan watak buruk. Yang jika dalam masa itu yang di maksud
sebagai Togog adalah Dr. Soebandrio, yang menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri pada
masa Orde Lama. Selain itu ada istilah – istilah lain seperti PBR yang artinya adalah Paglima
Besar Revolusi yang saat itu megacu pada Soekarno. Dalam cerpen ini pula banyak terdapat
istilah baru seperti Dokumen Gilchrist yang menurut wikipedia berarti sebuah dokumen yang
dahulu banyak dikutip surat khabar pada era tahun 1965 yang sering digunakan untuk
mendukung argumen untuk keterlibatan blok Barat dalam penggulingan Soekarno di
Indonesia. Namun dokumen tersebut kemungkinan besar palsu atau sebenarnya tidak ada.
Dokumen ini konon sebenarnya berasal dari sebuah telegram dari Duta Besar Inggris di Jakarta
yang bernama Andrew Gilchrist yang ditujukan kepada Kantor Kementerian Luar Negeri
Inggris. Telegram ini mengacu pada rencana gabungan intervensi militer AS-Inggris di
Indonesia. Tapi jika merujuk pada data – data yang tersirat dalam cerpen ini, cerpen ini bisa
dikatakan cerpen realis karena di dalamnya terdapat fakta – fakta sejarah yang diungkapkan.
Cerpen ini menjadi heboh sastra pada tahun 1968 – 1970, di mana penerbitan cerpen ini
serta pemimpi redaksinya mendapatkan hukuman dari pemerintah yang berkuasa, sang
pemimpin redaksi dipenjarakan, dan penerbitannya dibredel oleh pemerintah. Menurut
pandangan awam, cerpen ini dianggap melecehkan Islam, dan berbau SARA, karena
menampilkan tokoh yang di hormati dalam agama Islam, tapi menurut saya hal itu tidak serta
- merta melecehkan Tuhan, maupun nabinya, hal yang saya dapat di sini, adalah bahwa sampai
nabi Muhammad pun, tak habis pikir dengan segala carut – marut yang ada di negara ini,
“Nabi tengadah ke atas."Sabda Allah tak akan kalah. Betatapun Islam, ia ada dan tetap
ada walau bumi hancur sekalipun!” Suara nabi mengguntur dahsyat, menggema di
bumi; di lembah-lembah, di puncak-puncak gunung, kebun karet dan berpusat-pusat di
laut lepas. Gaungnya terdengar sampai ke sorga disambut takzim ucapan serentak :
"Aamin, amin, amin."Neraka guncang. Iblis-iblis gemetar menutup telinga. Guntur dan
cambuk petir bersahut-sahutan."Baiklah, mari kita berangkat ya, Rasulullah!"
Muhammad tak hendak beranjak dari awan tempatnya berdiri. Hatinya bimbang pedih
dan dukacita. Wajahnya gelap, segelap langit mendung di kiri kanannya. Jibrail
menatap penuh tanda tanya, namun tak berani bertanya.”
Begitulah kesan Nabi Muhammad melihat bangsa Indonesia dalam cerpen ini, dan jika di
hubungkan dengan kenyataan mungkin saja memang benar Rosul kita sedang bersedih melihat
sikap – sikap yang di tunjukan pada masa itu, saya kira untuk zaman sekarangpun tak terlalu
berbeda, sebab kesenjangan sosial masih marak di masyarakat. Kembali pada kontroversi
cerpen ini H.B. Jassin selaku pemimpin redaksi majalah yang menerbitkan cerpen ini
dipenjarakan oleh rezim yang saat itu berkuasa, bahkan beliaupun dalam setiap sidangnya tidak
pernah menyebut nama penulis cerpen ini yaitu Kipandjikusmin, karena beliau pernah berjanji
bahwa, walau sampai kiamatpun ia akan tetap merahasiakan siapa sebenarnya penulis cerpen
yang bersembunyi di balik nama Kipandjikusmin itu, kecuali ia membuka sendiri identitasnya
ke hadapan publik. Dan seperti kita ketahui bahwa H.B. Jassin adalah salah satu sastrawan
Indonesia, yang juga sebagai kritikus sastra. alasan beliau menerbitkan cerpen ini karena setiap
pengarang mempunyai pandangan – pandangan tentang konsep ketuhanannya masing –
masing. Selain itu bila karya ini dikaitkan pada kejadian – kejadian yang berlangsung pada
zaman tersebut,karena pada dasarnya sastra adalah suatu potret sejarah, yang bila dikaitkan
dengan cerpen ini memang kejadian sesungguhnya sama seperti apa yang ada dalam cerpen
ini, karena kita juga mengetahui bahwa pada tahun 1965 – 1966 terjadi pergulatan ideologi
yang memanas, selain itu pula pada zaman itu banyak terjadi pelemparan isu seperti kudeta
yang akan dilakukan oleh dewan jendral, isu tentang lumpuhnya Soekarno, dan banyak isu lain
yang berkembang pada masyarakat saat itu, perlu diingat pada masa itu adalah sedang panas –
panasnya hubungan antara Angkatan Darat dan PKI, juga tentang perebutan kekuasaan dari
dua lembaga di atas yaitu AD dan PKI. Yang dalam cerpen ini pun di singgung mengenai
masalah – masalah itu. Hal inilah yang menyebabkan cerpen ini menjadi kontroversi di mata
masyarakat, karena kemunculan cerpen ini berkaitan dengan apa yang sedang terjadi pada saat
itu, saya kira jika cerpen ini baru terbit pada saat ini tidak akan menjadikan polemik yang
berkelanjutan, karena pada zaman sekarang permasalahan Ideologi sudah tidak terlalu
bergejolak seperti dahulu. Jadi untuk kesimpulan yang saya ambil dari permasalahan dalam
cerpen ini, hendaknya kita tidak hanya memandang suatu permasalahan hanya dari satu sisi
saja. Karena menurut yang saya lihat dalam cerpen ini bukan masalah cerpen ini menggunakan
tokoh – tokoh yang diagungkan dalam agama Islam, melainkan bagaimana penulis
menggambarkan keadaan bangsa Indonesia ini melalui sudut pandang yang lain, yang oleh
penulis menggunakan andaian Tuhan, Nabi, dan Malaikat, untuk menggambarkan keadaan
yang ada dalam kehidupan berbangsa kita.
Ini adalah bagian yang menarik dalam pembahasan ini, pokok pembahasan ini diakhiri
dengan pertanyaan, siapa sebenarnya Kipandjikusmin itu? Kipandjikusmin adalah penulis
cerpen yang berjudul “Langit Makin Mendung”. Cerpen yang dianggap sebagai karya sastra
yang mendustakan agama, karena melibatkan Tuhan dalam karya ini. Tapi sampai sekarangpun
kita belum pernah tahu siapa sebenarnya dia, di mana dia tinggal, dan apa alasannya menulis
suatu karya yang menurut saya berani dan terbukti bahwa karya ini memang benar – benar
berani, berani mengungkapkan fakta – fakta sejarah tentang kelamnya Orde Lama, dan segala
hal yang ada di dalam sistem pemerintahan saat itu. Kembali mengenai sosok Kipandjikusmin
itu sendiri, dari berbagai sumber yang ada banyak menyebut bahwa Kipandjikusmin adalah
nama samaran dari H.B. Jassin, tapi dalam suatu pernyataan H.B. Jassin menyangkal
pernyataan tersebut, bahwa
“banyak orang menduga Kipandjikusmin itu adalah saya sendiri. Tetapi itu tidak benar.
Dia masih hidup dan masih berada di Indonesia ini. Profesinya sebagai pelaut.
Sekiranya ia berani muncul di pengadilan, tentu tanggung jawab saya berkurang, tetapi
tidak munculnya itu, tentu menimbulkan manfaat berganda buat saya. Saya semakin
mempelajari agama, bahasa Arab, seni budaya, estetika, filsafat, dan lain – lain.” (Jassin
dalam Rahman, 1986: 243).
Begitulah ungkapan dari H.B. Jassin untuk menyangkal bahwa dirinya bukanlah Ki
pandjikusmin itu. Akan tetapi ada dugaan lain yang muncul kepermukaan yang mengatakan
bahwa Kipandjikusmin adalah nama samaran dari WS.Rendra penyair kondang Indonesia.
Dugaan tersebut di perkuat dengan adanya persamaan antara isi dialok Muhammad dengan
malaikat Jibril ketika mereka singgah di Pasar Senen dengan bait terakhir puisi WS.Rendra
yang berjudul Bersatulah Pelajur Kota Jakarta yang di ciptakannya pada tahun 1969.

“Inilah kemiripan dari dialog Muhammad dengan Malaikat Jibrail dengan sajak
Bersatulah Pelacur Pelacur kota Jakarta. Sepasang elang terbang di udara senja Jakarta
yang berdebu menyesak dada dan hidung mereka tercium asap knalpot dari beribu
mobil. Diatas Pasar Senen tercium bau timbunan sampah menggunung, busuk dan
mesum. Kemesuman makin keras terbau di atas Stasiun Senen. Penuh ragu,
Nabi hinggap di atas gerbong-gerbong kereta daerah planet. Pelacur-pelacur dan sundal
asyik berdandan. Bedak penutup bopeng, gincu merah murahan dan pakaian pengantin
bermunculan. Di bawah gerbong beberapa sundal tua mengerang-lagi palang merah-
kena raja singa. Kemaluannya penuh borok, lalat-lalat pesta menghisap nanah. Senja
terkapar menurun diganti malam bertebar bintang di sela-sela awan. Pemuda tanggung
masuk kamar mandi berpagar sebatas dada, cuci lendir. Menyusul perempuan gemuk
penuh panu di punggung, kencing dan cebok. Sekilas bau jengkol mengambang. Ketiak
berkeringat amoniak, hasil main akrobat di ranjang reot.
Di kamar lain, bandot tua asyik main pompa di atas perut perempuan muda 15 tahun.
Si perempuan tak acuh dihimpit, sibuk cari tuma dan nyanyi lagu melayu. Hansip repot-
repot mengontrol, cari uang rokok.
“Apa yang Paduka renungkan?”
“Di negeri dengan rakyat Islam terbesar, mereka begitu bebas berbuat cabul!”
(menggelengkan kepala).
“Mungkin pengaruh ajaran Nasakom! Sundal-sundal juga soko guru revolusi,” kata si
Nabi palsu.
“Ai, binatang hina yang melata. Mereka harus dilempari batu sampai mati. Tidakkah
Abu Bakar, Umar dan Usman teruskan perintahku pada kiai-kiai disini? Berzina,
langkah kotor bangsa ini. Batu mana batu!”
“Batu-batu mahal disini. Satu kubik dua ratus rupiah, sayang bila hanya untuk
melempari pezina-pezina. Lagipula….”
“Cari di sungai dan di gunung-gunung!”
“Batu-batu di seluruh dunia tak cukup banyak guna melempari pezina-pezinanya.
Untuk dirikan mesjid saja masih saja kekurangan. Paduka lihat?”
“Bagaimanapun tak bisa dibiarkan!” (Nabi merentak).
“Sundal-sundal diperlukan di negeri ini ya, Rasul.”
“Astaga! Sudahlah Iblis menguasai dirimu Jibrail?”
“Tidak Paduka, hamba tetap sadar. Dengarlah penuturan hamba. Kelak akan lahir
sebuah sajak, begini bunyinya :
Pelacur-pelacur kota Jakarta
Naikkan tarifmu dua kali
dan mereka akan kelabakan
mogoklah satu bulan
dan mereka akan puyeng
lalu mereka akan berzina
dengan istri saudaranya
“Penyair gila! Cabul!”
Sepenggal bait puisi yang ada di dalam Cerpen Langit Makin Mendung itu, juga tertuang pada
bait terakhir puisi WS.Rendra yang berjudul Bersatulah Pelacur Pelacur Kota Jakarta yang di
tulis oleh WS. Rendra setahun setelah munculnya cerpen Langit Makin Mendung, yakni pada
tahun 1989. Tapi segala kesimpulan di atas masih belum memiliki bukti – bukti yang kuat
untuk dapat menyebut siapakah Kipanjikusmin yang sebenarnya, bisa saja Kipandjikusmin
adalah sastrawan pemula, yang karyanya mampu membuat polemik kesusastraan di Indonesia,
dan setelah itu ia sama sekali menghentikan kegiatan kepenulisannya karena trauma dengan
apa yang karya pertamanya hasilkan, atau bahkan orang yang lain lagi kita masing – masing
tidak mengerti siapa Kipandjikusmin yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. http://id.wikipedia.org/wiki/Togog
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Dokumen_Gilchrist
3. http://sosbud.kompasiana.com/2013/12/08/kipanjikusmin-misteri-dibalik-cerpen-
langit-makin-mendung-614719.html
4. KBBI
5. Heboh_Sastra_1968_Kontroversi_Cerpen_Langit_Makin_Mendung_Karya_Kipandji
kusmin__Telaah_Estetika_Resepsi_-libre

Anda mungkin juga menyukai