PEMBAHASAN
1. Pengertian Prospektif
Kata prospektif berasal dari Bahasa Inggris: “prospective” artinya melihat menuju ke
masa depan.
Isu Keperawatan Yang Sekarang
Setelah sekian lama tertunda, akhirnya UU Keperawatan resmi disahkan DPR.Maka ada
payung hukum yang jelas untuk profesi perawat."Seluruh fraksi menyetujui RUU ini dibawa ke
pembahasan tingkat dua (sidang paripurna), yakni tahap pengesahan.Seluruh pimpinan fraksi
sudah menandatanganinya," kata Ketua Komisi X Ribka Tjiptaning dalam Rapat Paripurna, di
Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Kamis, (25/9/2014).
Terkait dengan pandangan tersebut, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso selaku pimpinan
dalam sidang menanyakan kembali kepada seluruh fraksi yang hadir.Sontak seluruh fraksi
menyetujui RUU Keperawatan tersebut menjadi Undang-undang.Priyo pun mengetuk palu.
Menurut Priyo, UU Keperawatan yang terdiri dari 13 bab dan 67 pasal itu adalah mahakarya
yang dihasilkan oleh Anggota DPR RI peride 2009-2014."(UU) ini adalah salah satu
mahakarya.Ini kado istimewa dalam akhir masa jabatan kami," seloroh Priyo dan disambut tepuk
tangan oleh perwakilan perawat di balkon ruang sidang paripurna.
Tujuan undang-undang keperawatan dibentuk dan dibuat adalah untuk melindungi secara
maksimal tenaga keperawatan sebagai salah satu komponen utama pemberian pelayanan
kesehatan.Ada beberapa hal yang diatur dalam RUU perawat yang membahas segala yang
berkaitan dengan dunia keperawatan.Dan ini adalah bagian dari manfaat undang-undang
keperawatan.
Kedua, kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang
dipelajari dalam suatu sistem pendidikan keperawatan yang formal dan terstandar
menuntut perawat untuk akuntabel terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya.
Kewenangan yang dimiliki berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat, apabila
perawat tidak bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh karena itu, perlu diatur sistem
registrasi, lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan dengan peraturan dan perundang-
undangan. Sistem ini akan melindungi masyarakat dari praktik perawat yang tidak
kompeten, karena Konsil Keperawatan Indonesia yang kelak ditetapkan dalam Undang
Undang Praktik Keperawatan akan menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui
uji kompetensi akan membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik
keperawatan hanya bagi perawat yang mempunyai pengetahuan yang dipersyaratkan
untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi ini akan meyakinkan masyarakat
Indonesia menghasilkan demikian banyak tenaga perawat setiap tahun.Daya serap Dalam
Negeri rendah. Sementara peluang di negara lain sangat besar. Inggris merekrut 20.000
perawat/tahun, Amerika sekitar 1 juta RN sampai dengan tahun 2012, Kanada sekitar 78.000 RN
sampai dengan tahun 2011, Australia sekitar 40.000 sampai dengan tahun 2010. Belum termasuk
Negara-negara Timur Tengah yang menjadi langganan kita.Peluang ini sulit dipenuhi karena
perawat kita tidak memiliki kompetensi global.Oleh karena itu, keberadaan Konsil
Keperawatan/Nursing Board sangat dibutuhkan.
Konsil ini yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengaturan, pengesahan, serta
penetapan kompetensi perawat yang menjalankan praktik dalam rangka meningkatkan mutu
pelayanan. Konsil bertujuan untuk melindungi masyarakat, menentukan siapa yang boleh
menjadi anggota komunitas profesi (mekanisme registrasi), menjaga kualitas pelayanan dan
memberikan sangsi atas anggota profesi yang melanggar norma profesi (mekanisme
pendisiplinan). Konsil akan bertanggungjawab langsung kepada presiden, sehingga keberadaan
Konsil Keperawatan harus dilindungi oleh Undang-Undang Praktik Keperawatan.
Adapun permasalahan etik yang yang sering muncul banyak sekali, seperti berkata tidak jujur
(bohong), abortus, menghentikan pengobatan, penghentian pemberian makanan dan cairan,
euthanasia, transplantasi organ serta beberpa permasalahan etik yang langsung berkaitan dengan
praktek keperawatan, seperti: evaluasi diri dan kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan
dan barang, memberikan rekomendasi pasien pad dokter, menghadapi asuhan keperawatan yang
buruk, masalah peran merawat dan mengobati (Prihardjo, 1995).Disini akan dibahas sekilas
beberapa hal yang berikaitan dengan masalah etik yang berkaitan lansung pada praktik
keperawatan.
Masalah ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak bentuk-bentuk pengobatan
sebagai alternative tindakan.Dan berkembangnya tehnologi yang memungkinkan orang untuk
mencari jalan sesuai dengan kondisinya.Penolakan pasien menerima pengobatan dapat saja
terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti pengetahuan, tuntutan untuk dapat sembuh
cepat, keuangan, social dan lain-lain. Penolakan atas pengobatan dan tindakan asuhan
keperawatan merupakan hak pasien dan merupakan hak outonmy pasien, pasien berhak memilih,
menolak segala bentuk tindakan yang mereka anggap tidak sesuai dengan dirinnya, yang perlu
dilakukan oleh perawat adalah menfasilitasi kondisi ini sehingga tidak terjadi konflik sehingga
menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih tidak etis.
Berbagai teori telah dijelaskan bahwa secara formal peran perawat adalah memberikan
asuhan keperawatan, tetapi dengan adanya berbagai factor sering kali peran ini menjadai kabur
dengan peran mengobati.Masalah antara peran sebagai perawat yang memberikan asuhan
keperawatan dan sebagai tenaga kesehatan yang melakuka pengobatan banyak terjadi di
Indonesia, terutama oleh perawat yang ada didaerah perifer (puskesmas) sebagai ujung tombak
pelayanan kesehatan kepada masyarakat.Dari hasil penelitian, Sciortio (1992) menyatakan
bahwa pertentangan antara peran formal perawat dan pada kenyataan dilapangan sering timbul
dan ini bukan saja masalah Nasional seperti di Indonesia, tetapi juga terjadi di Negara-negara
lain.Walaupun tidak diketahui oleh pemerintah, pertentangan ini mempunyai implikasi
besar.Antara pengetahuan perawat yang berhubungan dengan asuhan keperawatan yang kurang
dan juga kurang aturan-aturan yang jelas sebagai bentuk perlindungan hukum para pelaku asuhan
keperawatan hal inisemakin tidak jelas penyelesaiannya.
Didalam memberikan asuhan keperawatan langsung sering kali perawat tidak merasa
bahwa, saat itu perawat berkata tidak jujur.Padahal yang dilakukan perawat adalah benar (jujur)
sesuai kaedah asuhan keperawatan.
Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah menguntil atau pilfering, yang berarti mencuri
barang-barang sepele/kecil. Sebagai contoh: ada pasien yang sudah meninggal dan setalah pasien
meninggal ada barang-barang berupa obat-obatan sisa yang belum dipakai pasien, perawat
dengan seenaknya membereskan obat-obatan tersebut dan memasukan dalam inventarisasi
ruangan tanpa seijin keluarga pasien. Hal ini sering terjadi karena perawat merasa obat-obatan
tersebut tidak ada artinya bagi pasien, memang benar tidak artinya bagi pasien tetapi bagi
keluarga kemungkinan hal itu lain. Yang penting pada kondisi ini adalah komunikasi dan
informai yang jelas terhadap keluarga pasien dan ijin dari keluarga pasien itu merupakan hal
yang sangat penting, Karena walaupun bagaimana keluarga harus tahu secara pasti untuk apa
obat itu diambil.
Perawat harus dapat memberikan penjelasan pada keluarga dan orang lain bahwa menggambil
barang yang seperti kejadian diatas tidak etis dan tidak dibenarkan karena setiap tenaga
kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap peralatan dan barang ditempat kerja.
1) Malpraktek
Balck’s law dictionary mendefinisikan malpraktek sebagai "kegagalan atau satu layanan
render profesional untuk melatih bahwa tingkat keterampilan dan pembelajaran umum
diterapkan dalam semua keadaan masyarakat oleh anggota terkemuka rata bijaksana profesi
Bila dilihat dari definisi diatas maka malpraktek dapat terjadi karena tindakan yang
disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun
suatu kekurang-mahiran/ketidakkompetenan yang tidak beralasan (Sampurno, 2005). Malpraktek
dapat dilakukan oleh profesi apa saja, tidak hanya dokter, perawat. Profesional perbankan dan
akutansi adalah beberapa profesi yang dapat melakukan malpraktek.
Operasi berjalan lancar. Namun, tiba-tiba sang pasien mengalami kesulitan bernafas. Bahkan
setelah operasi selesai dilakukan, pasien tetap mengalami gangguan pernapasan hingga tak
sadarkan diri. Akibatnya, ia harus dirawat terus menerus di perawatan intensif dengan bantuan
mesin pernapasan (ventilator). Tentu kejadian ini sangat mengherankan.Pasalnya, sebelum
dilakukan operasi, pasien dalam keadaan baik, kecuali masalah tulangnnya.
Usut punya usut, ternyata kedapatan bahwa ada kekeliruan dalam pemasangan gas anastesi
(N2O) yang dipasang pada mesin anastesi. Harusnya gas N2O, ternyata yang diberikan gas CO2.
Padahal gas CO2 dipakai untuk operasi katarak. Pemberian CO2 pada pasien tentu
mengakibatkan tertekannya pusat-pusat pernapasan sehingga proses oksigenasi menjadi sangat
terganggu, pasien jadi tidak sadar dan akhirnya meninggal. Ini sebuah fakta penyimpangan
sederhana namun berakibat fatal.
Dengan kata lain ada sebuah kegagalan dalam proses penetapan gas anastesi. Dan ternyata, di
rumah sakit tersebut tidak ada standar-standar pengamanan pemakaian gas yang dipasang di
mesin anastesi.Padahal seharusnya ada standar, siapa yang harus memasang, bagaimana caranya,
bagaimana monitoringnya, dan lain sebagainya.Idealnya dan sudah menjadi keharusan bahwa
perlu ada sebuah standar yang tertulis (misalnya warna tabung gas yang berbeda), jelas, dengan
Tinjauan Kasus
Kasus tersebut merupakan bentuk malpraktik pidana sebab telah melanggar beberapa aturan
dalam KUHP untuk kelalaian yang berlaku bagi setiap orang, yang diatur dalam Pasal 359, 360,
dan 361 KUHP
Dalam Kitab-Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kelalaian yang mengakibatkan celaka atau
bahkan hilangnya nyawa orang lain. Pasal 359, misalnya menyebutkan, “Barangsiapa karena
kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau kurungan paling lama satu tahun”.
(1) ‘Barang siapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun’.
(2) Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa
sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama
waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan paling
lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
Pemberatan sanksi pidana juga dapat diberikan terhadap dokter yang terbukti melakukan
malpraktik, sebagaimana Pasal 361 Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), “Jika
kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau
pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya
Jika perbuatan malpraktik yang dilakukan dokter terbukti dilakukan dengan unsur kesengajaan
(dolus) dan ataupun kelalaian (culpa) seperti dalam kasus malpraktek dalam bidang orthopedy
tersebut, maka adalah hal yang sangat pantas jika dokter yang bersangkutan dikenakan sanksi
pidana karena dengan unsur kesengajaan ataupun kelalaian telah melakukan perbuatan melawan
hukum yaitu menghilangkan nyawa seseorang. Perbuatan tersebut telah nyata-nyata mencoreng
kehormatan dokter sebagai suatu profesi yang mulia.
Pekerjaan profesi bagi setiap kalangan terutama dokter tampaknya harus sangat berhati-
hati untuk mengambil tindakan dan keputusan dalam menjalankan tugas-tugasnya karena
sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Tuduhan malpraktik bukan hanya ditujukan terhadap
tindakan kesengajaan (dolus) saja.Tetapi juga akibat kelalaian (culpa) dalam menggunakan
keahlian, sehingga mengakibatkan kerugian, mencelakakan, atau bahkan hilangnya nyawa orang
lain. Selanjutnya, jika kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan tindakan medik yang tidak
memenuhi SOP yang lazim dipakai, melanggar Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan malpraktik dengan sanksi pidana.
Kasus di atas juga dapat dikategorikan sebagai malpraktik perdata ketika Seorang dokter
orthopedy yang telah terbukti melakukan kelalaian sehingga pasiennya menderita luka atau mati.
Tindakan malpraktik tersebut juga dapat berimplikasi pada gugatan perdata oleh seseorang
(pasien) terhadap dokter yang dengan sengaja (dolus) telah menimbulkan kerugian kepada pihak
korban, sehingga mewajibkan pihak yang menimbulkan kerugian (dokter) untuk mengganti
kerugian yang dialami kepada korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab-
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Seorang dokter yang telah terbukti melakukan kelalaian sehingga pasiennya menderita luka atau
mati, dapat digugat secara perdata berdasarkan Pasal 1366 atau 1370 KUH Perdata
Kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian (culpa) diatur oleh Pasal 1366 yang berbunyi: “Setiap
orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi
juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalaian atau kurang hati-hatinya.”
2) Neglience (Kelalaian)
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk dalam arti malpraktik,
artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian.Kelalaian adalah segala
tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar standar sehingga mengakibatkan cidera/kerugian
orang lain (Sampurno, 2005).
Sedangkan menurut amir dan hanafiah (1998) yang dimaksud dengan kelalaian adalah
sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati
melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-
hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut.
Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan sesuatu yang seharusnya
dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu secara tidak hati-hati). (Tonia, 1994).
Dapat disimpulkan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang harusnya dilakukan
pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan atau melakukan tindakan dibawah standar
yang telah ditentukan. Kelalaian praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak
mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim
dipergunakan dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang
sama.
a) Jenis-jenis kelalaian
1. Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum atau tidak tepat/layak.
Misal: melakukan tindakan keperKomisi dari suatu tindakan yang tegas ilegal atau benar-
benar salah.
Penyimpangan adalah tindakan afirmatif yang ilegal atau tidak sah.Dalam gugatan
hukum ini berbeda dari misfeasance, yang merupakan tindakan yang tidak ilegal tetapi tidak
benar dilakukan.Hal ini juga berbeda dari Nonfeasance, yang merupakan kegagalan untuk
bertindak yang menghasilkan cedera.
Penyimpangann sengaja melakukan sesuatu baik secara sah atau salah secara moral
mana yang tidak berhak dapat dilakukan.Ini selalu melibatkan ketidakjujuran, ilegalitas, atau
sengaja melebihi wewenang untuk alasan yang tidak tepat.Penyimpangan dibedakan dari
"misfeasance," yang melakukan yang salah atau kesalahan karena kesalahan, kelalaian atau
ketidaksengajaan, tetapi tidak oleh kesalahan yang disengaja. Contoh: seorang manajer kota
menempatkan sepupu miskin nya di gaji kota dengan upah manajer tahu berada di atas
diperbolehkan dan / atau membiarkan dia mengajukan kartu waktu palsu adalah
penyimpangan; menempatkan mampu sepupunya di gaji yang, diketahui dia, adalah
pelanggaran dari undang-undang anti-nepotisme adalah misfeasance. Perbedaan ini dapat
2. Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang tepat tetapi dilaksanakan
dengan tidak tepat.
Sebuah istilah yang digunakan dalam UU Tort untuk menggambarkan suatu tindakan
yang legal tetapi dilakukan dengan benar. Umumnya, seorang terdakwa sipil akan
bertanggung jawab atas misfeasance jika terdakwa berutang tugas perawatan terhadap
penggugat, tergugat melanggar bahwa duty of care dengan benar melakukan perbuatan
hukum, dan kinerja yang tidak tepat mengakibatkan kerugian bagi penggugat.
Sebagai contoh, asumsikan bahwa petugas kebersihan sedang membersihkan toilet di
sebuah restoran. Jika ia meninggalkan lantai basah, dia atau majikannya bisa bertanggung
jawab atas cedera yang dihasilkan dari lantai basah. Hal ini karena petugas kebersihan
berutang kewajiban untuk peduli terhadap pengguna toilet, dan ia melanggar tugas itu dengan
meninggalkan lantai basah.
Secara teori, misfeasance berbeda dari Nonfeasance. Nonfeasance adalah istilah yang
menggambarkan kegagalan untuk bertindak yang menghasilkan kerugian bagi pihak lain.
Misfeasance, sebaliknya, menjelaskan beberapa tindakan afirmatif itu, meskipun hukum,
menyebabkan kerugian.Dalam prakteknya, perbedaan membingungkan dan
uninstructive.Pengadilan sering mengalami kesulitan menentukan apakah bahaya dihasilkan
dari kegagalan untuk bertindak atau dari suatu tindakan yang tidak benar dilakukan.
Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap tenaga kesehatan dianggap
lalai, bila memenuhi empat (4) unsur, yaitu:
a. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan atau untuk tidak
melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan kondisi tertentu.
b. Dereliction of the duty atau penyimpanagan kewajiban.
c. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian
akibat dari layanan kesehatan yang diberikan oleh pemberi pelayanan.
d. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata, dalam hal ini harus
terdapat hubungan sebab akibat antara penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang
setidaknya menurunkan “Proximate cause”.
b) Dampak Kelalaian
Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas, tidak saja
kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit, Individu perawat pelaku
kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata dalam
bentuk ganti rugi. (Sampurna, 2005).
Kasus Kelalaian
Seorang bayi, yang baru berusia enam hari, mengalami luka bakar pada kakinya akibat
kelalain dua perawat. Kaki sang bayi langsung mengalami luka bakar setelah direndam di sebuah
mangkok berisikan air mendidih.
Dua perawat dari sebuah rumah sakit yang sedang mengalami krisis kini sedang
dimintakan keterangan setelah melakukan keteledoran tersebut. Julie Ward, ibu sang bayi,
mengatakan kaki putrinya itu dicelupkan ke dalam air oleh dua bidan dari Rumah Sakit Stafford.
Sebuah rumah Sakit di mana sekitar 1.200 pasiennya selama periode tiga tahun terakhir ini
diduga tewas akibat perawat medisnya miskin pengalaman.
Katie Ward, nama sang bayi malang, mengalami luka bakar pada kaki kirinya setelah
perawat mengunjungi rumah keluarga Ward di Acton Trussell, Staffordshire. Julie mengatakan
kedua perawat Rumah Stafford, salah satunya masih mahasiswa, telah tiba di rumahnya untuk
melaksanakan tes darah rutin beberapa hari setelah dia melahirkan.Perawat meminta semangkuk
air hangat sebelum mereka bisa melakukan tes darah pada Katie.Tetapi, mereka tidak
mengatakan hal itu untuk tes tusukan tumit.
Sebagai bagian dari pemantauan, kaki bayi Katie harus ‘dipanaskan’ dengan air hangat
sebelum darah diambil dari tumit untuk memeriksa penyakit seperti cystic fibrosis.Kathryn,
nenek Katie Ward, kemudian mengisi mangkuk dari keran air panas di lantai bawah dapur.Dia
bahkan sudah memperingatkan bidan bahwa itu sangat panas.
Tapi, seluruh kaki Katie dicelupkan ke dalam air panas tersebut.Sang perawat tidak
memeriksa suhu airnya.Sementara, Julie berada di sebuah kamar tidur di lantai atas.
"Aku mendengar teriakan anakku.Saya langsung turun dan melihat kulit kaki anakku
sudah mengelupas,’’ cerita Julie."Aku panik dan mulai menangis.Kakinya melepuh dan kami
langsung membawanya ke rumah sakit.’’
3) Liability (Liabilitas)
Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap setiap tindakan atau
kegagalan melakukan tindakan. Perawat profesional, seperti halnya tenaga kesehatan lain
mempunyai tanggung jawab terhadap setiap bahaya yang timbulkan dari kesalahan tindakannya.
Tanggungan yang dibebankan perawat dapat berasal dari kesalahan yang dilakukan oleh perawat
baik berupa tindakan kriminal kecerobohan dan kelalaian.
Dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan etis, antara perawat dan dokter tidak
menutup kemungkinan terjadi perbedaan pendapat.Bila ini berlanjut dapat menyebabkan masalah
komunikasi dan kerjasama, sehingga menghambat perawatan pada pasien dan kenyamanan kerja.
Salah satu cara menyelesaikan permasalahan etis adalah dengan melakukan rounde ( Bioetics
Rounds ) yang melibatkan perawat dengan dokter. Rounde ini tidak difokuskan untuk
menyelesaikan masalah etis tetapi untuk melakukan diskusi secara terbuka tentang kemungkinan
terdapat permasalahan etis.
2. Pengertian Retrospektif
Kata retrospektif berasal dari Bahasa Inggris: “restrospective” artinya arah ke masa lalu.
Jadi bermakna fokus penuh pada fenomena di masa lalu.
Pada masa lalu, keperawatan dilakukan berdasarkan intituisi dan tradisi sehingga
keperawatan dianggap sebagai kiat tanpa komponen ilmiah. Pandangan ini telah menempatkan
keperawatan hanya sebagai `pelengkap' atau bagian dari disiplin kesehatan lain dengan
ketidakpastian tentang keperawatan sebagai disiplin ilmu vang unik. Sementara sebagai profesi,
keperawatan harus memiliki ilmu dan kiat vang diprasyaratkan untuk dapat secara otonom
mengendalikan mutu pendidikan dan praktik keperawatan (Hamid, 1999).
Sementara itu, untuk dapat melakukan perubahan, menghadapi tantangan dan mengambil
peluang serta merubai persepsi tentang profesi keperawatan yang tidak benar memerlukan
kesiapan semua komponen keperawatan yang secara factual masih acak¬acakan dan penuh
ketidakpastian.
Tingkat pendidikan keperawatan di Indonesia sekarang ini masih sangat bervariasi dari
jenjang pendidikan menengah sampai jeniang pendidikan tinggi. Keheterogenitasan inilah yang
akan mempersulit pengembangan penelitian tersebut karena jenjang pendidikan keperawatan
didoininasi oleh pendidikan keperawatan tingkat menengah yang secara konseptual dan
kemampuan sangat terbatas. Kelompok pendidikan keperawatan menegah diperkirakan
menguasai 80 % dari seluruh jumlah tenaga keperawatan yang ada di Indonesia saat ini. Jumlah
perawat dengan kwalifikasi sarjana keperawatan (SI keperawatan), .magisler keperawatan dan
Dok-tor
Setelah peraturan menteri kesehatan nomer 647 diterbitkan, sampai sekarang belum ada
bentuk konkrit praktek keperawatan yang akan dikembangkan. Bentuk praktek keperawatan
yang jelas sangat penting termasuk praktek keperavatan gerontik karena penelitian keperawatan
yang akan dilakukan akan berhubungan erat dengan system atau bentuk praktek yang
dikembangkan.
Selama ini bentuk pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di Indonesia masih beorientasi
pada pelayanan medis (medical oriented). Selama ini kebijakan yang dilahirkan oleh depatemen
kesehatan se!alu berorientasi medis dan menempatkan dokter sebagai 'penguasa tunggal' dalam
pelayanan kesehatan.
Para dokter selalu berangapan bahwa pendekatan tim terhadap upaya penyembuhan dan
pemulihan memerlukan adanya seorang kordinator, disini seorang tenaga medis/dokter yang
bertindak sebagai nahkoda (Yusa, 2000). Sehingga apapun kebijakan yang dikeluarkan oleh
Departemen Kesehatan selalu berorientasi medis.
Sebagai contoh konkrit baliwa pelayanan kesehatan hanya dibagi menjadi pelayanan
kedokteran (medical services) dan pelayanan keseliatan masyarakat (public health services)
sehingga mengangap profesi-profesi kesehatan diluar kedokteran sebagai pelengkap atau sebagal
subsistem pelayanan kedokteran.
Jika perawat hanya mengandalkan dana penelitian yang disedikan oleh departemen
Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial akan selalu menemui hambatan/kesulitan karena akan
berbenturan dengan system yang berlaku sekarang ini dan proporsi pendanaan yang disedikan
juga tidak seimbang untuk masing-tnasing profesi. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, perlu
dilakukan klasifikasi karakteristik dan prioritas penelitian keperawatan.
Menurut Diers secara umum karakteristik penelitian keperawatan yang diperlukan adalah:
1. Riset keperawatan harus berfokus pada variabel yang meningkatkan asuhan keperawatan.
2. Riset keperawatan mempunvai potensi untuk berkontribusi pada pengembangan teori dan
pengembangan tubuh ilmu pengetahuan keperarwatan.
3. Masalah riset merupakan masalah riset keperawatan apabila perawat mempunyai akses dan
kendali terhadap fenomena yang diteliti.
4. Perawat yang tertarik terhadap penelitian harus mempunyai keingintahuan dan pertanyaan
yang perlu dijawab secara ilmiah.