Anda di halaman 1dari 4

DISKUSI

CD bersifat multisistem, merupakan gangguan inflamasi dengan dasar etiologi yang kompleks

yang diyakini melibatkan interaksi genetik, imunologi, dan faktor lingkungan . Telah dinyatakan

bahwa perubahan dalam sistem kekebalan tubuh dan paparan faktor risiko dari lingkungan

adalah pemicu penting timbulnya penyakit ini. Teori yang semakin diterima adalah bahwa CD

merupakan hasil dari penyimpangan respon inflamasi pada mukosa terhadap bakteri usus dalam

berbagai predisposisi genetik. Meskipun organisme spesifik belum secara konsisten diidentifikasi

pada pasien CD, kehadiran bakteri tampaknya menjadi sesuatu yang pasti dalam patogenesis

gangguan ini. Hal ini didukung oleh model murine in vivo dari CD , di mana induksi peradangan

mukosa tergantung pada stimulasi mikroba. Sebagai akibatnya, hasilnya menunjukkan bahwa

peradangan tidak terjadi pada tikus yang dibesarkan di lingkungan yang bebas bakteri.

Meskipun pengamatan serupa telah dilaporkan dalam studi terhadap manusia, peran bakteri

sebagai penyebab dalam penyelidikan ini masih bersifat spekulatif. Perlu dicatat bahwa

mikrobiota di usus sangatlah kompleks dan terdiri dari organisme yang berpotensi dapat

memberi efek pro dan anti - inflamasi. Pergeseran ke arah keadaan peradangan pada CD diyakini

disebabkan oleh perubahan dalam flora usus dan respon mukosa pada host, yang dipengaruhi

oleh genetika dan imunitas.


Peran genetika dalam patogenesis CD disarankan awal dengan pengakuan pengelompokan

familial dan konkordansi kembar di antara pasien yang terkena. Suatu keluarga dengan riwayat

hasil yang positif merupakan faktor risiko independen yang paling penting terhadap

berkembangnya CD hingga saat ini. Baru-baru ini, studi analisis genome-wide telah

mengungkapkan lebih dari 30 lokus yang terkait dengan CD. Kemungkinan signifikansi

polimorfisme genetik yang mengubah kekebalan adaptif dan mutasi yang terkait dengan

pengawasan yang tidak memadai dari bakteri oleh mukosa usus. Efek kumulatif dari

penyimpangan genetik ini memungkinkan terjadinya perkembangan toleransi imun yang

abnormal terhadap antigen usus. Penyimpangan respon inflamasi mukosa yang terjadi adalah

kemungkinan hasil dari disregulasi sistem kekebalan tubuh. Mekanisme imunologi dalam CD

termasuk gangguan dari sistem kekebalan tubuh bawaan, yang mengarah ke lingkungan

proinflamasi berkelanjutan di usus; aktivasi berlebihan dan diferensiasi subset sel-T terhadap

antigen mukosa; dan penyimpangan sekresi dari sitokin. Secara khusus, hadirnya sitokin IFN - γ
memainkan peran kunci dalam menjaga lingkungan inflamasi dalam usus. Temuan tersebut

cukup signifikan untuk mengembangkan lebih banyak terapi CD.

Terakhir, faktor lingkungan tertentu terlibat dalam patogenesis CD. Hal ini berkaitan dengan

faktor-faktor sosiodemografi seperti pertumbuhan ekonomi, peningkatan tingkat pendapatan, dan

tempat tinggal di daerah perkotaan; faktor-faktor geografis seperti paparan iklim utara; dan

faktor gaya hidup seperti merokok, penggunaan kontrasepsi oral, dan stres psikologis.

Telah dilaporkan terdapat 3,1-14,6 kasus CD per 100.000 orang/tahun di Amerika Utara dan

menunjukkan distribusi usia bimodal, puncak pertama terjadi pada awal masa dewasa dan

puncak kedua pada usia 50 sampai 70 tahun. Lokasi yang paling banyak terlibat pada diagnosis

awal adalah terminal ileum, katup ileocecal, dan sekum. Namun, setiap area saluran gastro-

intestinal dapat terpengaruh, termasuk daerah lain usus kecil dan besar serta saluran pencernaan

bagian atas dan rongga mulut. Gejala klinis CD dapat bervariasi dari pasien ke pasien dan

tergantung terutama pada lokasi dan perilaku lesi, keparahan dan aktivitas penyakit, dan

keterlibatan lokasi ekstraintestinal. Gejala yang paling umum termasuk nyeri pada daerah

periumbilikalis atau area sebelah kanan yang terletak lebih bawah, diare tidak berdarah dari

durasi lebih dari enam bulan, dan penurunan berat badan disertai dengan demam ringan, malaise,

dan kelelahan. Keseluruhan temuan ini diyakini mewakili gejala penyakit, terutama pada anak.

Selain gejala-gejala tersebut, pasien anak mungkin mengalami demam yang tidak diketahui

sumbernya, arthralgia, penurunan pertumbuhan, dan kegagalan perkembangan. Temuan

laboratorium sering tidak spesifik tetapi mungkin menunjukkan bukti malabsorpsi GI (mis:

rendahnya jumlah albumin, kalsium, folat, zat besi, dan sel darah merah), peningkatan
erythrocyte sedimentation rate (ESR), peningkatan jumlah trombosit, anemia, dan peningkatan

reaktan fase akut seperti protein C-reaktif. Sebagaimana kelainan system imun yang khas, CD

CD bersifat kronis, dapat berkurang dan berulang. Bagaimanapun, sifat kronis peradangan pada

akhirnya menjadi predisposisi ditemukannya komplikasi local pada pasien seperti striktur,

fistula, intra – abdominal abses, dan obstruksi usus. Komplikasi ini dapat membahayakan fungsi

usus dalam jangka panjang dan mungkin sewaktu-waktu memerlukan koreksi bedah.

Kambuhnya CD setelah operasi adalah umum dan didukung oleh sejumlah faktor seperti riwayat

masuknya penyakit, pasien berusia muda, penyakit ileokolonik, dan perokok. Terakhir, pada

pasien CD beresiko terjadinya dysplasia atau adenokarsinoma pada usus kecil atau mukosa

kolorektal.

Anda mungkin juga menyukai