Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktikum Geomatika


Kegiatan praktikum berkelompok pada perkuliahan adalah hal yang biasa dalam
dunia perkuliahan dan harus ditempuh untuk syarat kelulusan perkuliahanan.
Praktikum ini dilaksanakan pada 14 juni 2017. Salah satu elemen terpenting dalam
sebuah praktikum berkelompok adalah kekompakan, kerja sama, dan kepandaian
dalam berkelompok.
Kerja sama dalam berkelompok merupakan prinsip utama dikelompok kami,
mulai dari membuat grub khusus tentang Praktikum Geomatika disosial media
sehingga lebih mempermudah berkomunikasi dan berdiskusi.
Berusaha tepat waktu untuk berkumpul di kampus sebelum melaksanakan
praktikum di asrama kampus. Setibanya di kampus kami lalu menuju ke asrama
kampus bersama-sama. Sesampainya di asrama tepatnya lokasi praktikum barulah
pembagian alat ukur dan pembagian letak lokasi ukur, kami mendapat lokasi di
sekitar bangunan asrama dengan alat theodolite. Sesampainya di lokasi kami
melaksanakan kegiatan praktikum ini sampai sore.
Praktikum dilakukan saat bulan puasa sehingga menjadi tantangan tersendiri
bagi kami, mulai praktikum kurang lebih pukul 10.00 yang kondisi cuaca mulai
terik dan menuju siang. Tak berlama-lama kami memulai dengan mendirikan statif
di BM2 tepatnya dipojok bangunan, disekitar kebun, dan mengelilingi asrama
untuk memplot bagian-bagian tertentu.
Kami dibantu pembimbing yang merupakan senior kami di kampus, untuk
mendirikan statif dan theodolite tersebut, pembimbing tak sungkan menjawab
pertanyaan dari kami sehingga ilmu masuk sangatlah mudah, kemudian kami
memulai bacaan pengukuran dari titik BM2 ke titik P1. Pengukuran terakhir dengan
bacaan titik P7.

1
B. Maksud dan Tujuan Praktikum Geomatika
1. Mahasiswa mampu mengolah data hasil pengukuran dengan tepat dan benar.
2. Mahasiswa mampu membaca gambar dalam bentuk site plan dan menentukan
titik ukur poligon.
3. Mahasiswa mampu membuat peta situasi, peta kontur dan gambar potongan
memanjang serta potongan melintang.

C. Target Kegiatan Praktikum Geomatika


1. Mahasiswa mengerti secara teori dan praktikum lapangan.
2. Mahasiswa mengetahui nama alat-alat yang digunakan dan fungsi untuk
pengukuran kerangka vertikal, profil memanjang dan melintang.

D. Manfaat Kegiatan Praktikum Geomatika


1. Mahasiswa menguasai atau bisa mengoperasikan alat ukur tanah.
2. Mengetahui hasil pengukuran pada suatu tempat, data yang di hasilkan berupa
titik-titik koordinat sehingga bisa membentuk sebuah poligon tertutup.
3. Dapat mengetahui bentuk permukaan suatu daerah.
4. Untuk memudahkan membuat peta situasi.

E. Program dan Kegiatan


Praktikum geomatika merupakan program yang harus dilaksanakan Mahasiswa
Teknik Sipil.Pendaftaran praktikum dimulai pada bulan Mei 2017. Tanggal 13 Juni
2017 adalah penjelasan dan pengarahan praktikum. Tanggal 14 Juni merupakan
jadwal praktikum gelombang pertama yaitu kelompok 1-6, dan kami salah satunya.

F. Tempat dan Jadwal Praktikum Geomatika


Hari : Rabu
Tanggal : 14 Juni 2017
Lokasi : Asrama Universitas Janabadra
Pukul : 09:00 – 15:00
Kelompok : 1 (Satu)
Koordinat BM2 : X = 428503,725; Y = 9142924,001; Z =182,952

2
G. Objek Praktikum Geomatika
Objek praktikum geomatika berada di Asrama Universitas Janabadra yaitu jalan
asrama, bangunan gedung, ruang genset, septik tank, saluran irigasi, kebun, pagar
pembatas, dan lampu taman. Untuk detail bacaannya ada BM2, termasuk titik T1,
T2, T3 di titik BM2 kemudian P2, termasuk T1, T2, T3 di titik P2 dan seterusnya
sampai P7. Kami melaksanakan pengukuran di area atau titik-titik tersebut dengan
menggunakan theodolite. Data yang diambil antara lain bacaan benang atas, benang
tengah, benang bawah, tinggi alat, dan jarak miring menggunakan meter roll.

H. Batas Praktikum Geomatika


Kelompok Satu mendapatkan lokasi pengukuran di Asrama Universias
Janabadra dengan detail batas-batas sebagai berikut:
1. Batas selatan: kebun yang kondisinya banyak pepohonan.
2. Batas timur: pagar pembatas tanah Asrama Universitas Janabadra.
3. Batas utara: sawah.
4. Batas barat: jalan lingkungan Asrama Universitas Janabadra.

3
BAB II
TINJAUAN PRAKTIKUM

A. Pemeriksaan Pendahuluan
Ilmu ukur tanah adalah salah satu mata kuliah pada Jurusan Teknik Sipil yang
mempelajari Ilmu Geodesi serta cara-cara pengukuran di permukaan bumi dan di
bawah tanah untuk menentukan posisi relatif atau absolut titik-titik pada permukaan
tanah, di atasnya atau di bawahnya, dalam memenuhi kebutuhan seperti pemetaan
dan penentuan posisi relatif suatu daerah.
Sebelum dilakukannya praktikum kami harus menyiapkan peralatan
pengukuran. Salah satu alat pengukuran yang kami gunakan adalah theodolite.
Selain itu kami juga memerlukan alat pendukung lainnya seperti statif, rambu ukur,
patok, paku, martil, dan lain lain.
Setelah alat-alat tersedia tak lupa kami harus menyiapkan form theodolite dan
waterpass yang digunakan untuk mencatat hasil bacaan yang akan kami tembak
nanti. Setelah itu kami harus mengolah data hasil tembakan supaya bisa
digambarkan kontur dan potongan melintang serta potongan memanjang.

B. Rencana Praktikum
1. Theodolite
Alat ukur tanah telah dibuat bermacam-macam, baik yang didesain khusus
untuk mengukur sudut. Alat yang didesain untuk mengukur sudut dalam ukur
tanah dikenal dengan nama"theodolit". Dengan kemajuan teknologi telah dibuat
theodolit tipe baru yaitu theodolit laser, sehingga dapat dipakai pada tempat-
tempat yang gelap, seperti dalam terowongan, tambang bawah tanah dan lain
lain. Walaupun alat ini didesain untuk pengukuran sudut, namun dapat pula
dipakai untuk pengukuran jarak secara optis dan pengukuran beda tinggi secara
trigonometris dan tachymetry.

4
a. Bagian-Bagian Dari Alat Ukur Teodolit dan Fungsinya
Alat ukur theodolit dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian atas,
tengah dan bawah. Selain itu untuk mendirikan alat dilapangan masih
dilengkapi dengan kaki tiga atau statif dan alat bantu lain seperti rambu ukur
untuk pengukuran jarak optis dan beda tinggi, unting-unting untuk sentering
dan untuk target, rol meter untuk mengukur tinggi alat dll.
1) Bagian Atas
a) Teropong: digunakan untuk membidik atau mengamat benda yang
jauh agar kelihatan dekat, jelas, dan besar. Teropong theodolit
menggunakan prinsip dari kepleryaitu dari lensa positif sebagai lensa
obyektif dan lensa negatif untuk lensa mata, yang bertindak sebagai
loupe. Lensa obyektif memberikan bayangan nyata terbalik dan
diperkecil, bayangan ini digunkan sebagai benda oleh lensa okuler
menjadi diperbesar dekat.

5
Rumus umum pembentukkan baying pada lensa adalah:
Dalam hal ini: (f): jarak fokus/titik api
(b): jarak benda
(v): jarakbayangan
Agar benda kelihatan jelas, maka bayangan yang terbentuk oleh
obyektif harus jatuh pada bidang datar (bidang fokus) dari okuler.
Karena jarak benda yang diamat bermacam-macam, maka jarak
bayanganpun demikian, sehingga agar bayangan tetap jatuh pada
bidang datar okuler maka okuler dibuat dalam tabung yang terpisah
dengan tabung obyektif dan dibuat gigi-gigi yang dapat digerakkan
dengan sekrup pengatur atu ronsel agar dapat bergerak maju atau
mundur. Dengan demikian teropong semacam ini dapat menjadi
panjang atau pendek. Pada alat yang baru permasalahan tersebut
dipecahkan dengan memasang lensa negatif yang dapat dipasang
maju-mundur diantara obyektif dan okuler (lensa sentral) dan lensa
pembalik sehingga teropong panjangnya tetap dan bayangan menjadi
tegak.

Selain lensa sentral pada teropong dilengkapi pula dengan benang


silang pada diafragma untuk pembidikan dan sekrup koreksi
diafragma kiri-kanan atas dan bawah untuk pengaturan garis bidik.

6
Garis bidik adalah garis khayal yang menghubungkan antara titik
silang benang silang pada diafragma dengan sumbu optis lensa
obyektif.

a) Lingkaran vertikal adalah piringan dari metal atau kaca tempat


skala lingkaran, berputar bersama teropong, dan dilindungi oleh
alhidade vertikal.
b) Sumbu mendatar (sumbu II) adalah sumbu perputaran teropong,
disangga oleh dua tiang penyangga kiri-kanan. Pada theodolit lama
sudut ini dapat diatur (dikoreksi) namun pada alat yang baru hal ini
sudah tidak ada lagi.

7
c) Klem teropong dan penggerak halus digunakan untuk mematikan
gerak teropong, dan untuk gerakan kecil digunakan sekrup penggerak
halus. Gerak halus ini berfungsi apabila klem telah dimatikan.
d) Alhidade vertikal dan nivo: digunakan untuk melindungi piringan
vertikal, dan nivo alhidade vertikal digunakan untuk mengatur
mikroskop pembacaan lingkaran vertikal. Pada alat-alat baru nivo ini
sudah tidak ada lagi.
e) Nivo teropong, pada alat produksi baru rata-rata tidak ada lagi.

2) Bagian Tengah
Termasuk pada bagian tengah adalah:
a) Kaki penyangga sumbu II, pada theodolit yang baru berisi prisma-
prisma pemantul sinar pembacaan lingkaran horisontal.
b) Alhidade horisontal: merupakan pemersatu dari kaki penyangga
sumbu II, dan pelindung lingkaran horisontal.
c) Piringan lingkaran horisontal: merupakan tempat skala lingkaran
horisontal, terbuat dari metal atau kaca. Pada theodolit repetisi
lingkaran ini terpisah dari tribrach dan dapat diatur kedudukannya,
sedang pada theodolit reiterasi menjadi satu dengan tribrach dan
posisinya tetap.
d) Klem dan penggerak halus alhidade horisontal. Seperti halnya pada
teropong, klem disini dipakai untuk mematikan garakan sumbu I
(sumbu tegak) dan gerakan halus dengan memutar sekerup penggerak
halus alhidade horisontal.
e) Klem dan penggerak halus limbus: hal ini hanya ada pada theodolit
repetisi (sumbu ganda), digunakan untuk mengatur kedudukan dari
piringan horisontal.
f) Nivo alhidade horisontal: digunakan untuk membuat sumbu I vertikal
secara halus, setelah pendekatan dengan nivo kotak. Kadang-kadang
nivo kotak juga berdekatan dengan nivo tabung, artinya terletak pada
alhidade horisontal, namun ada pula yang berada pada tribrach.

8
g) Mikroskup pembacaan lingkaran horisontal. Pada alat yang baru
dijadikan satu dengan pembacaan lingkaran vertikal, untuk pembacaan
yang teliti dilengkapi dengan sekerup mikrometer.
3) Bagian bawah
Pada bagian bawah dari teodolit umumnya terdiri atas:
a) Tribrach merupakan tempat tumpuan dari sumbu I.
b) Nivo kotak, dipakai sebagai pertolongan pengaturan sumbu I vertikal
secara pendekatan.
c) Sekrup penyetel ABC (karena ada tiga buah) digunakan untuk
mengatur sumbu I agar vertical. Sekerup ini juga disebut dengan
"levelling srew".
d) Plat dasar digunakan untuk mempersatukan alat dengan statip
karenanya dibagian tengah dari plat besar diberi lubang drat untuk
baut instrumen (alat).
e) Alat sentering optis (pada alat baru). Pada alat lama piranti sentering
berupa tempat penggantung tali unting-unting yang berada pada baut
instrumen. Beberapa alat buatan Kern menggunakan sentering dengan
tongkat teleskopik.
f) Statip merupakan piranti untuk mendirikan alat dilapangan terdiri dari
kepala statip dan kaki-tiga yang dapat distel ketinggiannya. Statip ini
ada yang terbuat dari kayu dan ada pula yang dari metal atau
almunium sehingga lebih ringan. Pengaturan ketinggian statip perlu

9
disesuaikan dengan ketinggian si pengamat dan pemutaran baut statip
jangan terlalu keras agar tidak cepat rusak.

Statif/triport

b. Sistem Pembacaan Lingkaran


Selain theodolit elektronik (total station) sistem pembacaan lingkaran
horisontal maupun vertikal dapat dibagi dalam empat macam yaitu:
1. Garis Lurus 3. Nonius
2. Garis Lurus dan Skala 4. Mikrometer

10
Nomor 1 sampai 3 untuk theodolit dengan ketelitian rendah, dan yang ke
4 untuk theodolit dengan ketelitian tinggi. Pada teodolit ada yang pembacaan
lingkaran horisontal dan vertikalnya masing-masing ada dua, mikroskup I
dan II atau kiri-kanan, namun ada pula yang masing-masing hanya satu.
Pada theodolit dimana piringannya terbuat dari metal, maka sistem
pembacaannya sendiri-sendiri atau tunggal, namun yang terbuat dari kaca
(tembus sinar) umumnya menggunakan sistem ganda atau koinsiden,
maksudnya dua bacaan mikroskup I dan II dijadikan satu. Bahkan antara
bacaan horisontal dan vertikal yang masing-masing koinsiden, juga dijadikan
dalam satu piranti mikroskup pembacaan atau loupe.
1. Garis Lurus
Pada theodolit dengan ketelitian rendah, umumnya pada lingkaran
pembacaan hanya ada garis-garis pembagian derajat saja, dan pembagian
terkecil dalam satu derajat dibagi menjadi enam kolom. Garis pembacaan
dinamakan garis indek yang ada di depan lensa dari mikroskop pembacaan.

Angka yang menunjukan banyaknya menit dikira-kira (estimasi).

2. Garis Lurus dan Skala

Pada sistem ini, pembagian terkecil dari piringan pembacaan hanya


sampai dalam derajat, selain itu masih ada skala lain yang tidak ikut
berputar bersama piringan lingkaran, dan angka-angka pembagiannya

11
searah dengan angka lingkaran. Sebagai garis indek adalah garis derajat dari
piringan lingkaran.

3. Nonius
Nonius adalah skala sebagai alat bantu pembacaan pada piringan
horisontal maupun vertikal, agar diperoleh pengiraan pembacaan yang
relatif lebih teliti dari yang sebelumnya. Skala nonius tidak ikut berputar
bersama lingkaran, dan angka dan garis pada skala nonius bertolak belakang
dengan angka dan garis skala lingkaran. Garis skala nol dari nonius akan
berlaku sebagai garis indek. Untuk itu perlu dicari lebih dulu besarnya
kesatuan nonius yaitu berapa besar satu kolom dari skal nonius. Hal ini
dapat dicari dengan membagi besar harga satu kolom dari skala lingkaran
(R) dengan banyaknya kolom dari nonius (n). Misal bersar harga satu kolom
lingkaran (R) = 10’. Banyaknya kolom nonius (n) = 30, maka kesatuan
R 10'
nonius =   20"
n 30'
Banyaknya menit dan sekon dicari dengan melihat garis nonius maka
yang tepat berimpit dengan garis skala lingkaran.

4. Mikrometer
Mikrometer sebenarnya berupa sebuah prisma yang dipasang didepan
lensa mikroskop pembacaan. Prisma ini dapat diputar-putar kedudukannya
dengan sekrup pemutar (sekrup mikrometer) untuk memanipulasi jalannya
sinar dari piringan skala. Sedangkan sistem pembacaannya sebenarnya
sistem nonius. Apabila prisma tersebut diputar, maka bayangan skala nonius
dan skala lingkaran bergerak berlawanan arah. Selain itu, biasanya kesatuan
nonius disini lebih kecil disbanding dengan sistem sebelumnya. Garis indek
pada sistem pembacaan micrometer berupa dua buah garis sejajar, dan

12
pembacaan baru bisa dilakukan apabila salah satu garis skala lingkaran telah
masuk di tengah antara dua garis indek tersebut. Untuk memasukannya
digunakan sekrup mikrometer

2. Sipat Datar/Levelling/Waterpasing
Sipat datar/levelling/waterpassing bertujuan menetukan beda tinggi antara
titik- titik diatas permukaan bumi. Tinggi suatu obyek diatas permukaan bumi
ditentukan dari suatu bidang referensi, yaitu bidang yang dianggap ketelitiannya
nol. Bidang equipotensial juga disebut bidang nivo, dimana bidang ini selalu
tegak lurus dengan arah gaya berat dimana saja dipermukaan bumi.

a. Sipat Datar
Dalam arti konsep, sipat datar berarti penentuan beda tinggi antara dua
titik atau lebih dengan garis bidik horisontal yang diarahkan pada rambu-
rambu yang berdiri tegak atau vertikal.

Keterangan gambar:
A dan B : titik diatas permukaan bumi yang akan diukur beda
tingginya.

13
a dan b : bacaan atau tinggi garis mendatar di titik A dan B.
H A dan H B : ketinggian titik A dan B diatas bidang referensi.
Δ hAB : beda tinggi antara titik A dan B.
Garis bidik (lurus) dapat dipenuhi dengan alat teropong, sedangkan
untuk membuat mendatar dibantu dengan nivo tabung. Sehingga pada alat
ukur sipat datar selain ada teropong, juga dilengkapi dengan nivo tabung
untuk mendatarkan garis bidik, selain kelengkapan yang lain.

Alat ukur sipat datar hanya dapat diputar pada sumbu I (sumbu vertikal)
saja, tidak mempunyai sumbu II (sumbu horisontal) tidak seperti pada
theodolit. Untuk mematikan gerakan pada sumbu I juga dilengkapi dengan
klem sumbu I dan sekerup penggerak halusnya. Seperti halnya theodolit,
alat ukur sipat datar juga bermacam-macam tipenya, secara garis besar dapat
dibedakan menjadi:
1. Tipe semua tetap  a. tanpa sekerup ungkit;
b. dengan sekerup ungkit
2. Tipe otomatis
3. Tipe sinar laser
Sedang Negara produsen serta merknya sama dengan teodolit.

14
Pada tipe dengan sekerup ungkit, maka teropong selain dapat digerakan
pada sumbu satu (gerakkan menggeleng) juga dapat digerakan sedikit ke
atas-bawah (gerakkan mengangguk) secara terbatas, dengan menggunakan
sekerup ungkit ini. Alat ukur sipat datar teliti sebenarnya juga tergolong tipe
ini, hanya nivonya sensitif sekali (harga sudut nivo kecil) dan dilengkapi
dengan plat plan paralel yang dipasang didepan lensa obyektif untuk
mengatur penempatan garis bidik pada rambu ukur. Untuk melihat apakah
nivo dalam posisi seimbang atau tidak dibuat dengan sistem optis tertentu
sehingga bayangan gelembung nivo dapat dilihat langsung pada teropong
secara koinsiden. Tipe baru yang sekarang berkembang luas di pasaran
adalah tipe otomatis atau automaticlevel, maksudnya apabila sumbu I telah
vertikal (mendekati dengan kemiringan terbatas) otomatis garis bidik akan
mendatar. Hal ini pemecahannya masing-masing pabrik berbeda-beda
namun prinsipnya menggunakan prisma pendulum (digantung) yang akan
selalu mencari posisi sesuai arah gaya beratnya, sehingga apabila sumbu I
sedikit miring, pendulum ini akan bergerak sesuai arah gaya yang baru, dan
garis bidik akan mandatar kembali. Sehingga pada ala tipe otomatis tidak
lagi menggunakan nivo tabung untuk mendatarkan garis bidiknya.

Pada alat-alat yang baru, dibagian bawah (tribach) juga dilengkapi


dengan pembacaan lingkaran horisontal, sehingga selain untuk menentukan
beda tinggi juga dapat mengukur arahnya, sehingga dalam keadaan terbatas
(lapangan relatip mendatar) alat tersebut dapat dipakai untuk pengukuran
detil situas. Sebagaimana theodolit, alat sipat diatas juga memerlukan statif
untuk berdiri di lapangan, serta rambu ukur untuk pembacaan tinggi garis
bidik dititik yang akan diukur beda tingginya.

15
Rambu ukur juga bermacam-macam, ada yang terbuat dari kayu,
metal/aluminium dan ada pula yang terbuat dari invar untuk pengukuran
teliti. Serta ada yang dapat dilipat dengan sisitem engsel, ada yang lipatan
kedalam atau teleskopik, panjangnya 3m walaupun ada pula yang
panjangnya 4m. Agar rambu ini dapat berdiri di lapangan dibantu dengan
nivo rambu atau unting-unting dan juga sepatu rambu dan statif rambu
untuk pengukuran teliti.

a. Syarat-Syarat Pemakaian Alat Ukur Sipat Datar


Alat ukur sipat datar apabila akan dipakai untuk pengukuran di lapangan harus
memenuhi beberapa syarat tertentu baik syarat utama yang tak dapat ditawar-tawar
maupun syarat tambahan untuk memperlancar pelaksanaan pengukuran di lapangan.
Adapun syarat-syarat pemakaian alat sipat datar pada umumnya adalah:
1. Syarat utama : Garis bidik teropong sejajar dengan garis arah nivo.
2. Syarat kedua : Garis arah nivo tegak lurus sumbu I.
3. Syarat ketiga : Garis mendatar diafragma tegaklurus sumbu I.
Urutan persyaratannya memang demikian, namun agar pengaturannya lebih
sistematis, tidak berulang ulang, maka urutan pengaturannya dibalik dari 3 ke 1.

C. Pengukuran Praktikum
1. Pengukuran Detail/Situasi
Segala obyek yang ada di lapangan, baik yang bersifat alamiah seperti:
sungai, lembah, bukit, alur, rawa dan lain-lain, dan hasil budaya manusia seperti
: jalan, jembatan, gedung, lapangan, stasiun, selokan, dan lain-lain, yang akan
16
dijadikan isi dari peta yang akan dibuat. Pemilihan detail dan teknik
pengukurannya dalam pemetaan sangat tergantung dari tujuan peta itu dibuat.
Sedang untuk peta teknik unsur- unsur topografinya serta detil alamiah atau serta
hasil budaya manusia yang konkrit ada di lapangan. Posisi dari titik-titik detil
diikatkan pada titik-titik kerangka pemetaan yang terdekat yang telah diukur
sebelumnya atau mungkin juga ditentukan dari garis ukur, yang merupakan sisi-
sisi dari kerangka peta.

2. Pengukuran Sipat Datar Profil


Pada pekerjaan-pekerjaan rekayasa seperti perancangan jalan raya, jalan
kereta api, saluran irigasi, lapangan udara dan lain-lain, sangat dibutuhkan
bentuk profil atau tampang dari suatu daerah proyek untuk perhitungan
kemiringan sumbu proyek maupun hitungan volume galian atau timbunan tanah.
Pengukuran profil umumnya dibedakan atas profil memanjang searah dengan
sumbu proyek, dan profil melintang memotong pada sumbu proyek pada interval
jarak yang tertentu. Karena profil memanjang variabel jarak biasanya lebih besar
dari variabel tinggi, maka dalam penggambaran skala jarak lebih kecil dari skala
tinggi, pada umumnya sepersepuluhnya (1/10). Sedang untuk gambar profil
melintang umumnya skala jarak dan tinggi di buat sama, namun jumlah
gambarnya biasanya jauh lebih banyak. Profil memanjang diukur dengan sipat
datar memanjang, sedang profil melintangnya dibuat untuk menentukan tinggi
titik-titik detil dengan pertolongan tinggi garis bidik. Tinggi garis bidik di titik A
adalah titik tersebut terhadap bidang nivo ditambah dengan pembacaan benang
tengah pada rambu ukur yang didirikan pada titik detil tersebut. Tinggi titik-titik
detil lainnya adalah tinggi garis bidik pada titik A dikurangi dengan pembacaan
rambu pada titik-titik yang bersangkutan.

Tinggi garis bidik pada titik A adalah : H A  H a

17
Tinggi titik B : H B  ( H A  H a )  hb .

Tinggi titik I: H I  ( H A  H a )  hi ( bila H i tinggi alat ukur ).


Prinsip hitungan sipat datar profil memanjang dan melintang, sama dengan
sipat datar memanjang. Akan tetapi dalam pengukuran profil, detil-detil yang
diukur dipilih sedemikian hingga dapat mewakili bentuk permukaan tanah yang
diukur. Hanya pada profil memanjang, kadang-kadang interval jarak antar detil
sudah ditentukan sebelumnya misal setiap 10 m, 25 m, 50 m dan yang lain,
tergantung macam proyeknya. Dengan diketahuinya ketinggian titik awal
terhadap bidang referensi tertentu, maka ketinggian titik-titik yang lain dapat
dicari. Jarak titik-titik detil pada profil melintang ditentukan dengan cara optis,
sedang untuk memanjang umumnya ditentukan dengan pengukuran langsung
dengan pita ukur, dan titik-titiknya telah diberi identitas berupa patok kayu dan
nomor-nomornya.

3. Pengukuran Profil Memanjang


Misal dari A ke B akan diukur profil memanjang untuk setiap interval 10 m
yaitu titik 1, 2, 3, ……………… n, B, dan pada setiap titik tersebut akan
diukur pula profil menintangnya, seperti pada gambar berikut:

Permukaan tanah tidak begitu besar beda tingginya, maka alat pertama kali
berdiri bisa berada diantara titik 3 dan 4, sebagai rambu awal (belakang) di A
dan rambu muka di titik 6, sedang titik –titik 1, 2, 3, 4, 5, diukur sebagai detil
dalam slag pertama. Pada slag kedua rambu di titik 6 sebagai rambu belakang,
dan rambu muka di titik 12, titik – titik 7, 8, 9, 10, 11, sebagai detil. Namun
apabila beda tingginya besar, mungkin satu slag malah hanya antara dua nomor
yang berurutan. Rambu dibaca secara lengkap, artinya dibaca BA, BT dan
BBnya dan dicatat dalam formulir ukur yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Misal tinggi titik A = 100 m

18
h A1  bt A  bt1  H1  100  h A1
hA2  bt A  bt 2  H 2  100  hA2

hA3  bt A  bt 3  H 3  100  hA3

h A6  bt A  bt 6  H 6  100  h A6
Penggambaran profil memanjang:
Data pengukuran dihitung dan ketinggian semua titik detil telah diketahui
diatas bidang referensi serta jarak-jaraknya, maka profil memanjang dapat
digambarkan. Bidang referensi terdekat yang dijadikan dasar penggambaran
semua titik ditentukan dahulu, kemudian digambar diatas kertas milimeter.
Posisi mendatar (sumbu X) untuk jarak horisontal antar titik dengan skala yang
telah ditentukan (misal: 100), dan kearah tegak (sumbu y) untuk ketinggian
dengan skala yang 10 X skala horisontal (misal 1: 100). Kemudian dari titik-titik
tersebut dihubungkan secara berurutan sehingga membentuk garis profil
memanjang. Dibawah garis referensi biasanya dibuat kolom-kolom tertentu yang
disesuaikan dengan kebutuhan dalam perhitungan selanjutnya, seperti contoh
pada gambar dibawah.

Gambar profil inilah kemudian ditentukan ketinggian dan kemiringan sumbu


proyek, sehinga dapat dihitung selisih tinggi antara permukaan tanah asli dan
sumbu proyek disetip titik profil, ysng merupakan dalamnya penggalian atau
tinggi penimbunan di titik-titik tersebut.

19
4. Pengukuran Profil Melintang
Arah profil melintang umumnya diambil tegak lurus dengan sumbu proyek,
untuk setiap interval yang telah ditentukan. Sebagai dasar ketinggian disetiap
profil adalah titik-titik yang telah diukur dari profil memanjang. Lebar profil
tergantung dari kebutuhan dan tujuan proyek, misal 25 meter arah kanan kiri
dari sumbu proyek. Pengukuran detilnya dilakukan seperti pada pengukuran
profil memanjang, dan sebagai detilnya dipilih titik-titik yang dapat mewakili
topografi setempat.

Pada daerah yang relatif datar, satu profil melintang mungkin dengan satu
kali kedudukan alat. Namun pada daerah yang mempunyai topografi curam atau
bergelombang tidak cukup dengan sekali berdiri alat, mungkin dua kali atau
lebih. Adapun cara hitungan dan penggambarannya prinsipnya sama dengan
penggambaran profil memanjang, hanya skala jarak dan tinggi disini biasanya
diambil sama. Di atas gambar profil inilah digambarkan tampang atau irisan dari
rencana proyek, dan luasan yang terjadi antara permukaan tanah asli dengan
tampang proyek merupakan luas tampang galian atau timbunan yang diperlukan
atau dibuang. Dengan mengkombinasikan antara tampang memanjang dan
melintang maka volume dati tubuh tanah yang ditimbun atau digali dapat
dihitung.

20
5. Pengukuran Poligon Tertutup
Poligon tertutup adalah poligon yang titik awal dan akhirnya menjadi satu.
Poligon macam ini merupakan poligon yang paling disukai dilapangan, karena
tidak membutuhkan titik ikat yang banyak yang memang sulit didapatkan di
lapangan, namun hasil ukuran cukup terkontrol.

A dan B titik ikat yang diketahui koordinatnya.

1 ,  2 ……………. dst sudut dalam.

21
Karena bentuknya tertutup maka akan membentuk segi banyak atau segi n (n
banyaknya titik poligon). Oleh karenanya syarat-syarat geometris dari poligon
tertutup adalah:

1. Syarat sudut ukuran:

   (n  2).180 (apabila sudut dalam)

   (n  2).180 (apabila sudut luar)

2. Syarat absis:

 d sin   0
 d cos  0
Pada poligon terikat sepihak, poligon terbuka tanpa ikatan maka syarat-syarat
geometris tersebut tidak dapat dikenakan disini sehingga sangat lemah posisinya
karena tidak ada kontrol ukuran maupun hitungannya, sehingga sebaiknya
poligon macam ini dihindari. Posisi titik-titik poligon yang ditentukan dengan
menghitung koordinat-koordinatnya dinamakan penyelesaian secara numeris
atau hitungan.

D. Hasil Praktikum
Pada pengukuran waterpassing/sipat datar/leveling menghasilkan bacaan BA
(benang atas), BT (benang tengah), BB (benang bawah), yang nantinya akan
digunakan untuk menghitung jarak optis, beda tinggi dan elevasi dari suatu dataran.
Setelah itu hasil bacaan tadi digunakan untuk menggambar detail-detail dataran.
Pengukuran teodolite menghasilkan Sudut Rambu Depan, Sudut Rambu Belakang,
dan Sudut Vertikal (ZA) = didapatkan dengan mengkonversi data “derajat menit
detik” menjadi “decimal degre” dengan rumus (rumus : dd = A0 +(B’/60) +
(C‘’/3600) contoh 1060 49’ 48‘ menjadi 106,830). Sedangkan β = Sudut Rambu
Depan - Sudut Rambu Belakang (jika hasilnya negatif (-) maka ditambah dengan
nilai 360). Untuk β’ = β-(F β/n) adapun untuk mendapatkan nilai “F β/n” harus
melalui langkah berikut

22
1. ∑β = β2+ β3+ βn+ β1’
(dalam kasus ini ∑β = β2+ …+ β7+ β1’) hasilnya 904.54680
2. Fβ = ∑β – ((n+2) x 1800)
(dalam kasus ini Fβ = ∑β – ((n-2) x 1800) Hasilnya 4.54680
3. Fβ/n
(dalam kasus ini 4.54680/7) Hasilnya 0.64950
NB: penggunaan rumus ini dimulai dari titik kedua poligon, dalam kasus ini
dimulai dari T2

1. α12 = α01 + β12


2. Jarak atau SD = merupakan nilai yang didapat dari pengukuran lapangan
3. d = SD cos (900 – ZA)
4. Perhitungan X dan Y
a) X1 = X0 + d sin α01
b) Y1 = Y0 + d cos α01

Untuk memastikan perhitungan poligon kita benar dapat melihat nilai X dan Y
pada titik awal dan/atau akhir poligon atau T1 dan T1’ (dalam kasus ini terdapat
selisis nilai sekitar +1 m, hal ini dikarenakan data pengukuran lapangan
menggunakan theodolit T0. Apabila menggunakan minimal T2 hingga Total
Station maka selisihnya pun akan semakin kecil)
NB = Jika menggunakan bantuan MS. Excel dalam melakukan perhitungan,
perlu diperhatikan dalam menghitung nilai “cos dan sin”. Sebagai contoh untuk
menulis nilai cos 45 penulisannya “=COS(45*PI()/180)”.

23
BAB III
LANDASAN PRAKTIKUM

A. Pengukuran Poligon Tertutup


Poligon tertutup adalah poligon yang titik awal dan akhirnya menjadi satu.
Poligon macam ini merupakan poligon yang paling disukai dilapangan, karena
tidak membutuhkan titik ikat yang banyak yang memang sulit didapatkan di
lapangan, namun hasil ukuran cukup terkontrol.

A dan B titik ikat yang diketahui koordinatnya.


1 ,  2 ……………. dst sudut dalam.
Karena bentuknya tertutup maka akan membentuk segi banyak atau segi n (n
banyaknya titik poligon). Oleh karenanya syarat-syarat geometris dari poligon
tertutup adalah:
1. Syarat sudut ukuran:

   (n  2).180 (apabila sudut dalam)

   (n  2).180 (apabila sudut luar)

2. Syarat absis:

 d sin   0
 d cos  0
Pada poligon terikat sepihak, poligon terbuka tanpa ikatan maka syarat-syarat
geometris tersebut tidak dapat digunakan sehingga sangat lemah posisinya karena

24
tidak ada kontrol ukuran maupun hitungannya, sebaiknya poligon macam ini
dihindari. Posisi titik-titik poligon yang ditentukan dengan menghitung koordinat-
koordinatnya dinamakan penyelesaian secara numeris atau hitungan.
3. Menentukan azimuth awal dari koordinat titik yang sudah diketahui
XB  XA
 AB  arctg
YB  YA
4. Azimuth sisi poligon
 A1   AB   O
 12   A1  1  180
5. Rumus penetuan koordinat suatu titik
Misal titik 2 yang diikat dari titik 1 yang diketahui koordinatnya adalah:

X 1  X A  d A1 sin  A1


Y 1 YA  d A1 cos  A1
Titik A disebut dengan titik ikat,  A1 disebut sudut jurusan atau azimuth.
Apabila diukur sudut dititik 2 ke titik 3 dan jarak 2-3 maka koordinat titik 3 dapat
dicari, demikian seterusnya. Sehingga unsur yang diukur dalam poligon adalah
jarak dan sudut. Sesuai dengan teori kesalahan dalam pengukuran jarak maupun
sudut, maka semakin jauh dari titik ikat kesalahannya akan menjadi semakin besar.
Oleh karenanya poligon yang paling baik agar kesalahan tersebut tidak merambat,
di kontrol diakhir dari poligon tersebut baik koordinat maupun jurusannya. Poligon
yang demikian dinamakan poligon terikat sempurna.

B. Pengukuran Detail Situasi


Segala obyek yang ada di lapangan, baik yang bersifat alamiah seperti: sungai,
lembah, bukit, alur, rawa dan lain-lain, dan hasil buatan manusia seperti: jalan,
jembatan, gedung, lapangan, stasiun, selokan, dan lain-lain, yang akan dijadikan isi
dari peta yang akan dibuat. Pemilihan detail dan teknik pengukurannya dalam
pemetaan sangat tergantung dari tujuan peta itu dibuat. Sedang untuk peta teknik
unsur-unsur topografinya serta detil alamiah atau serta hasil buatan manusia yang
konkrit ada di lapangan. Posisi dari titik-titik detail diikatkan pada titik-titik
kerangka pemetaan yang terdekat yang telah diukur sebelumnya atau mungkin juga
ditentukan dari garis ukur, yang merupakan sisi-sisi dari kerangka peta.

25
Pada praktikum geomatika digunakan cara Extrapolasi dengan Sudut. Arah
detail ditentukan dengan sudut mendatar antara sisi poligon dan detail tersebut yang
dibaca pada lingkaran horisontal. Oleh karenanya pada setiap kedudukan alat ukur,
sebelum membidik titik-titik detail, terlebih dulu membidik salah satu titik poligon
yang lain sebagai dasar acuan untuk menghitung sudut horizontal titik detail.

Besaran sudut β pada gambar diatas, diukur dengan teodolit, jarak secara optis,
serta beda tinggi dengan reduksi bacaan lingkaran vertikal atau sudut miring dari
garis bidik. Karena cara ini dikenal dengan tachimetri, maka alatnya dinamakan
dengan tachymeter atau transit.
Pada gambar A dan B adalah titik poligon sebagai kerangka peta. a, b, c, d titik-
titik detil. Azimut a, b, c, d, masing dibaca pada alat:  a ,  b ,  c ,  d , sedang jarak
secara optis beda tinggi dari pembacaan sudut miring. Pengambilan detail dipilih
dari titik poligon yang terdekat dan mudah, serta sket dari detail lapangan perlu
dibuat agar penggambarannya menjadi lebih mudah. Untuk pencatatan data ukuran
dibuat formulir tachimetri atau buku ukur.

C. Pengukuran Sipat Datar


Dalam arti konsep, sipat datar berarti penentuan beda tinggi antara dua titik atau
lebih dengan garis bidik horisontal yang diarahkan pada rambu-rambu yang berdiri
tegak atau vertikal.

26
Keterangan gambar:
A dan B : titik diatas permukaan bumi yang akan diukur beda tingginya.
a dan b : bacaan atau tinggi garis mendatar di titik A dan B.
H A dan H B : ketinggian titik A dan B diatas bidang referensi.
Δ hAB : beda tinggi antara titik A dan B.
Garis bidik (lurus) dapat dipenuhi dengan alat teropong, sedangkan untuk
membuat mendatar dibantu dengan nivo tabung. Sehingga pada alat ukur sipat datar
selain ada teropong, juga dilengkapi dengan nivo tabung untuk mendatarkan garis
bidik.
1. Beda tinggi antara dua titik
Δh = T. Alat – BTtitik
Keterangan:
Δh = beda tinggi
T. alat = tinggi alat
BTtitik = bacaan benang tengah tiap titik
2. Koreksi beda tinggi
Ʃ𝛥ℎ
f= 𝑛

Keterangan:
f = koreksi beda tinggi
Ʃ Δh = jumlah beda tinggi tiap titik polygon
n = banyaknya titik poligon
3. Elevasi tiap titik
T2 = T1 ± Δh ± f
Keterangan:
T2 = elevasi titik yang dicari
T1 = elevasi titik yang diketahui/titik sebelumnya
Δh = beda tinggi antara dua titik
f = koreksi beda tinggi

27
BAB IV
METODE PRATIKUM

A. Peralatan Pratikum
1. Theodolit
Panduan praktikum pengukuran situasi
a. Perjalanan menuju lokasi pengukuran dan membuat titik-titik poligon serta
titik detail yang akan diukur di Asrama Universitas Janabadra.
b. Setelah sampai di asrama tahap pertama memasang patok pada titik control
sampai tidak goyang dan diberi nama.
c. Kemudian kami mendirikan statif/tripot dan mencangkan baut-baut statif.
d. Theodolit yang telah dipasang diatas statif dan dikencangkan dengan baut
klem.
e. Mengatur gelembung nivo pada theodolite distell sehingga berada di posisi
tengah.
f. Sentering pada titik control dicek dan harus tepat ditengah.
g. Menyiapkan alat tulis, hardboard, dan formulir waterpass dan theodolite.
h. Membaca bacaan titik control muka dan belakang pada sudut horizontal.
i. Membaca bacaan yang terlihat di rambu ukur.
j. Membaca bacaan sudut vertical yang tertera di theodolite.
k. Memindahkan rambu ukur pada setiap titik-titik detail atau perbedaan tanah,
membaca bacaan rambu ukur, sudut vertikal dan horizontal.
l. Mencatat setiap bacaan dan diberi nama serta menggambarkan sketsa denah
lokasi Asrama Universitas Janabadra.

Panduan praktikum pengukuran poligon tertutup


a. Perjalanan menuju lokasi pengukuran dan membuat titik-titik poligon serta
titik detail yang akan diukur di Asrama Universitas Janabadra.
b. Setelah sampai di asrama tahap pertama memasang patok pada titik control
sampai tidak goyang dan diberi nama.
c. Kemudian kami mendirikan statif/tripot dan mencangkan baut-baut statif.

28
d. Theodolit yang telah dipasang diatas statif dan dikencangkan dengan baut
klem.
e. Mengatur gelembung nivo pada theodolite distell sehingga berada di posisi
tengah.
f. Sentering pada titik control dicek dan harus tepat ditengah.
g. Menyiapkan alat tulis, hardboard, dan formulir waterpass dan theodolite.
h. Membaca bacaan titik control muka dan belakang pada sudut horizontal.
i. Membaca bacaan yang terlihat di rambu ukur.
j. Membaca bacaan sudut vertical yang tertera di theodolite.
k. Memindahkan rambu ukur pada setiap titik-titik detail atau perbedaan tanah,
membaca bacaan rambu ukur, sudut vertikal dan horizontal.
l. Mencatat setiap bacaan dan diberi nama serta menggambarkan sketsa denah
lokasi Asrama Universitas Janabadra.

2. Waterpass
Panduan praktikum pengukuran waterpass
a. Perjalanan menuju lokasi pengukuran dan membuat titik-titik poligon serta
titik detail yang akan diukur di Asrama Universitas Janabadra.
b. Setelah sampai di asrama tahap pertama memasang patok pada titik control
sampai tidak goyang dan diberi nama.
c. Kemudian kami mendirikan statif/tripot dan mencangkan baut-baut statif.
d. Waterpass yang telah dipasang diatas statif dan dikencangkan dengan baut
klem.
e. Mengatur gelembung nivo pada waterpass distell hingga di posisi tengah.
f. Sentering pada titik control dicek dan harus ditengah.
g. Menyiapkan alat tulis, hardboard, dan formulir.
h. Membaca bacaan rambu ukur benang atas (BA), benang tengah (BT), dan
benang bawah (BB).
i. Rambu ukur dipindahkan pada setiap titik-titik poligon dan detail atau
perbedaan tanah.
j. Mencatat setiap bacaan dan diberi nama serta menggambarkan sketsa denah
lokasi Asrama Universitas Janabadra.

29
3. Peralatan Pendukung
a. Statif
Statif merupakan piranti untuk mendirikan alat dilapangan terdiri dari kepala
statif dan kaki tiga yang dapat distel ketinggiannya. Statif ini ada yang terbuat
dari kayu dan ada pula yang dari metal atau almunium sehingga lebih ringan.
Pengaturan ketinggian statif perlu disesuaikan dengan ketinggian si pengamat
dan pemutaran baut statif jangan terlalu keras agar tidak cepat rusak.
b. Rambu Ukur
Rambu ukur juga bermacam-macam, ada yang terbuat dari kayu,
metal/aluminium, dan ada pula yang terbuat dari invar untuk pengukuran teliti.
Serta ada yang dapat dilipat dengan sisitem engsel, ada yang lipatan kedalam
atau teleskopik, panjangnya 3 meter walaupun ada pula yang panjangnya 4
meter. Agar rambu ini dapat berdiri di lapangan dibantu dengan nivo rambu atau
unting-unting dan juga sepatu rambu dan statif rambu untuk pengukuran teliti.
c. Roll Meter dan Meteran saku
d. Alat Tulis dan Hardboard
e. Patok
f. Palu
g. Payung

B. Lokasi Praktikum
Lokasi pratikum kami di Asrama Universitas Janabadra. Jarak asrama dengan
kampus Pingit sekitar 5,0 km. Saat pembagian lokasi praktikum, kami mendapat
bagian sekitar Bangunan Asrama Universitas Janabadra di Dusun Trini, Kabupaten
Sleman, Yogyakarta. Titik acuan kami adalah BM2 dengan koordinat BM2 X =
428503,725; Y = 9142924,001; Z = 182,952.

C. Tahap Data Praktikum


(Terlampir)

D. Tahap Penghitungan
(Terlampir)

30
BAB V
HASIL PRAKTIKUM

A. Formulir Data Pengukuran Theodolite


(Terlampir)

B. Formulir Data Pengukuran Waterpass


(Terlampir)

C. Sketsa Denah Lokasi Pengukuran


(Terlampir)

D. Gambar Detail Situasi


(Terlampir)

E. Gambar Poligon Tertutup


(Terlampir)

F. Gambar Potongan Memanjang dan Melintang


(Terlampir)

G. Dokumentasi
(Terlampir)

31
32
33
34
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah melaksanakan praktikum geomatika, kami dapat menyimpulkan hal-hal
yang berhubungan dengan pelaksaan praktikum antara lain.
1. Praktikum Geomatika dilakukan dengan cara pengambilan data untuk keperluan
pemetaan.
2. Mahasiswa mampu melaksanakan pengukuran dengan menggunakan alat ukur
teodolite dan waterpass serta alat pendukung lainnya.
3. Mahasiswa mampu menghitung Azimuth, Jarak dll.
4. Mahasiswa mampu mengolah data pengukuran dalam bentuk Microsoft Excel
dan Auto CAD.
5. Mahasiswa mampu membuat gambar poligon, gambar kontur dan situasi,
gambar potongan memanjang, dan gambar potongan melintang.

B. Saran
1. Dalam melaksanakan praktikum mahasiswa harus teliti dan bersungguh-sungguh
agar data yang diperoleh sesuai dengan kondisi lapangan.
2. Dalam mengolah data praktikum harus diperhatikan rumus-rumus yang dipakai,
agar hasilnya mendekati dengan ukuran sebenarnya yang ada dilapangan.
3. Gambar sebisa mungkin dibuat skalatis agar hasilnya sesuai dengan keadaan
dilapangan.
4. Sebaikan dilakukan pengecekan alat terlebih dahulu sebelum digunakan, agar
pada saat di lapangan tidak terjadi masalah dengan alat tersebut yang dapat
menghambat jalannya praktikum.
5. Pendamping lapangan harus lebih teliti dalam setiap tahapan praktikum yang
akan dilakukan, agar tidak terjadi kesalahan yang mengakibatkan praktikum
harus di ulang kembali dari awal.

35
DAFTAR PUSTAKA

Universitas Janabadra. Tanpa Tahun. Panduan Praktikum Geomatika Teknik Sipil


Universitas Janabadra. Yogyakarta: Laboratirium Universitas Janabadra.

36

Anda mungkin juga menyukai