Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyak factor yang meneybabkan runtuhnya karakter bangsa Indonesia pada saat ini.
Diantaranya adalah factor pendidikan. Kita tentu sadar bahwa pendidikan merupakan
mekanisme institusional yang akan mengakselerasi pembinaan karakter bangsa dan juga
berfungsi sebagai arena mencapai principal dalam pembinaan karakter bangsa. Berkaitan
dengan pembentuka karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, mermoral dan
sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard
University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar,2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak
ditentukan semata-mataoleh pengetahuan dan kemampuan teknis saja(hard skill), tetapi lebih
oleh kemampuan menelola diri dan orang lain(soft skill). Penelitian ini mengungkapkan,
kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan soft skill. Bahkan orang
orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft
skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter peserta didik
sangat penting untuk ditingkatkan. Melihat masyarakat di Indonesia sendiri juga lemah sekali
dalam penguasaan soft skill.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian karakter?
2. Seperti apa pendidikan karakter?
3. Bagaimana peran keluarga dalam pendidikan karakter?
4. Bagaimana peran guru disekolah dalam pendidikan karakter?
5. Bagaimana hubungan pendidikan karakter dengan kecerdasan moral?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui apa itu karakter
2. Untuk mengetahui pendidikan karakter
3. Untuk mengetahui peran keluarga dalam pendidikan karakter
4. Untuk mengetahui peran guru dalam pendidikan karakter
5. Untuk mengetahui hubungan pendidikan karakter dengan kecerdasan moral
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Karakter
“Etik” (ethic) adalah kata benda (nounce), sedangkan “etis” (ethical) adalah kata sifat
(ajective). Istilah “etik” lebih terkait dengan moral, benar atau salah dan juga hukum.
Definisi etik yang paling umum adalah “prinsip-prinsip yang dipegang teguh” (“rules
of conducts”) dalam bekerja, melaksanakan tugas dan kewajiban. Oleh karena itu,
semua profesi yang terkait dengan pelayanan masyarakat dan dengan kepentingan
umum sudah memiliki apa yang disebut “kode etik profesi”. Kode etik profesi
mengatur tentang apa yang wajib atau harus dan yang dilarang dilakukan oleh mereka
yang menjalani profesi itu.

Apa itu karakter? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah ‘karakter’ berarti ‘sifat-
sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat,
watak. Bila dilihat dari asal katanya, istilah ‘karakter’ berasal dari bahasa
Yunani karasso, yang berarti ‘cetak biru’,’format dasar’ atau ‘sidik’ seperti dalam sidik jari.
Secara konseptual, lazimnya, istilah ‘karakter’ dipahami dalam dua kubu pengertian.
Pengertian pertama , bersifat determinstik. Disini karakter dipahami sebagai sekumpulan
kondisi rohaniah pada diri kita yang sudah teranugerahi atau ada dari sononya(given). Dengan
demikian ia merupakan kondisi yang kita terima begitu saja, tak bisa kita ubah. Ia merupakan
tabiat seseorang yang bersifat tetap, menjadi tanda khusus yang membedakan orang yang satu
dengan lainnya. Pengertian kedua , bersifat non determinstik atau dinamis. Disini karakter
dipahami sebagai tingkat kekuatan atau ketangguhan seseorang dalam upaya mengatasi kondisi
rohaniah yang sudah given. Ia merupakan proses yang dikehendaki oleh seseorang (willed)
untuk menyempurnakan kemanusiaannya.
Bertolak dari tegangan (dialektika) dua pengertina itu, muncullah pemahaman yang
lebih realistis dan utuh mengenai karakter. Ia dipahami sebagai kondisi rohaniah yang belum
selesai. Ia bisa diubah dan dikembangkan mutunya, tapi bisa pula diterlantarkan sehingga tak
ada peningkatan mutu atau bahkan makin terpuruk.
Berdasarkan pemahaman itu, maka orang yang bersifat pasrahpada kondisi-kondisi diri
yang sudah ada, disebut berkarakter lemah. Disisi lain, mereka yang tak mau begitu saja
menerima kondisi-kondisi diri yang sudah ada, melainkan berusaha mengatasinya,
disebut berkarakter kuat atau tangguh, mereka senagtiasa berupaya menyempurnakan diri,
meskipun menghadapi tekanan dari luar dan godaan dari dalam.

B. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah upaya tang dilakukan dengan sengaja untuk
mengembangkan karakter yang baik (good character) berlandaskan kebajikan-kebajikan inti
yang secara objektif baik bagi individu maupun masyarakat. Kebajikan-kebajikan inti disini
merujuk pada dua kebajikan fundamental dan sepuluh kebajikan esensial sebagaimana telah
diuraikan diatas.
Dalam paradigma lama, keluarga dipandang sebagai tulang punggung pendidikan
karakter. Hal ini bisa dipahami, karena pada masa lalu, lazimnya keluarga-keluarga bisa
berfungsi sebagai tempat terbaik bagi anak-anak untuk mengenal dan mempraktikkan berbagai
kebajikan. Para orang tua biasanya memiliki kesempatan mencukupi serta mampu
memanfaatkan tradisi yang ada untuk mengenalkan secara langsung berbagai kebajikan kepada
anak-anak melalui teladan, petuah, cerita/dongeng, dan kebiasaan setiap hari secara intensif.
Demikianlah, keluarga-keluarga pada masa lalu umumnya dapat diandalkan sebagai tulang
punggung pendidikan karakter.
Akan tetapai, proses modernisasi membuat banyak keluarga mengalami perubahan
fundamental. Karena tuntutan pekerjaan, kini banyak keluarga yang hanya memiliki sangat
sedikit waktu bagi berlangsungnya perjumpaan yang erat antara ayah, ibu, dan anak. Bahkan,
makin banyak keluarga yang, karena tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup, memilih untuk
tidak tinggal dalam satu rumah, melainkan saling berjauhan tempat tinggal antara ayah, ibu,
dan anak. Belum lagi, makin banyak keluarga bermasalah ,tidak harmonis, terjadi baerbagai
kekerasan dalam rumah tangga, bahkan perceraian.
Singkat kata, kini makin banyak keluarga yang tidak bisa berfungsi sebagai tempat
terbaik bagi anak-anak untuk mendaparkan pendidikan karakter. Itulah sebabnya amat baik bila
sekolah menyelenggarakan pendidikna karakter. Bahkan, sekolah perlu terus berupaya
menjadikan dirinya sebagai tempat terbaik bagi kaum muda untuk mendapatkan pendidikan
karakter.
Sedikitnya, ada empat alasan mendasar mengapa sekolah pada masa sekarang perlu
lebih bersungguh-sungguh menjadikan dirinya tempat terbaik bagi pendidikan karakter.
Diantaranya sebagai berikut :
1. Karena banyak keluarga (tradisional maupun non tradisional) yang tidak melaksanakan
pendidikan karakter
2. Sekolah tidak hanya bertujuan membentuk anak yang cerdas, tetapai juga anak yang baik
3. Kecerdasan seorang anak hanya bermakna manakala dilandasi dengan kebaikan
4. Karena membentuk anak didik agar berkarakter tangguh bukan sekadar tugas tambahan bagi
guru, melainkan tanggung jawab yang melekat pada perannya sebagai seorang guru
Mengapa kini banyak orang menginginkan agar sekolah makin peduli pada pendidikan
karakter?. Itu karena pendidikan karakter ibarat sauh yang membuat kita semua punya alas an
kuat untuk tetap memiliki harapan dan sikap optimis bahwa masyarakat yang lebih baik akan
terwujud kelak dikemudian hari. Maka, sungguh sayang manakala ada sekolah yang
mengabaikan atau bersikap setengah hati dalam menanggapi keinginan masyarakat itu.
Sekolah yang berdedikasi, pastilah akan menerima dengan antusias tanggung jawab social yang
cukup menantang
Ada beberapa prinsip pendidikan karakter, meliputi:
a) Sekolah harus berkomitmen pada nilai nilai etis inti
b) Karakter harus dipahami secara utuh, mencakup pengetahuan atau pemikiran, perasaan, dan
tindakan
c) Sekolah harus bersikap proaktif dan bertindak sistematis dalam pembelajaran karakter dan
tidak sekedar menunggu datangnya kesempatan
d) Sekolah harus membangun suasana saling memperhatikan satu sama lain dan menjadi dunia
kecil mengenai masyarakat yang salin peduli
e) Sekolah perlu bekerja bersama dan mendialogkan norma mengenai pendidikan karakter
f) Harus dilakukan evaluasi mengenai efektifitas pendidikan karakter disekolah terutama
terhadap guru dan karyawan, serta siswa

C. Peran Keluarga dalam Pendidikan Karakter


Pengembangan karakter merupakan proses seumur hidup . pengembangan karakter
anak merupakan upaya yang perlu melibatkan semua pihak, baik keluarga inti, keluarga
(kakek-nenek), sekolah, masyarakat, maupun pemerintah. Oleh karena itu keempat koridor ini
harus berjalan secara terintegrasi. Pemerintah, lembaga social, tokoh masyarakat/tokoh agama,
pemuka adat, dan lainnya memiliki tanggung jawab yang sama besarnya dalam melaksanakan
pendidikan karakter. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika ia tumbuh
pada lingkungan yang berkarakter juga. Dengan begitu, fitrah setiap anak yang dilahirkan suci
dapat berkembang secara optimal. Untuk itu tiga pihak yang mempunyai peran penting agar
pembangunan karakter pada anak dapat ditumbuh kembangkan, yaitu keluarga, sekolah dan
komunitas.
Pada keluarga inti, peranan utama pendidikan terletak pada ayah dan ibu. Philips
menyarankan bahwa keluarga hendaknya menjadi sekolah untuk kasih sayang , atau tempat
belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang. Menurut Gunaldi, ada tiga peran utama yang
dapat dilakukan ayah dan ibu dalam mengembangkan karakter anak. Pertamaberkewajiban
menciptakan suasana yang hangat dan tenteram. Tanpa ketentraman akan sukar bagi anak
untuk belajar apapun dan anak akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan jiwanya.
Ketegangan atau ketakutan adalah wadah yang buruk bagi perkembangan karakter
anak. Kedua, menjadi panutan yang positif bagi anak sebab anak belajar terbanyak dari apa
yang dilihatnya, bukan dari apa yang didengarnya. Karakter orang tua yang diperlihatkan
melalui perilaku nyata merupakan bahan pelajaran yang akan diserap anak. Ketiga, mendidik
anak, artinya mengajarkan karakter yang baik dan mendisiplinkan anak agar berperilaku sesuai
dengan apa yang telah diajarkannya..
Secara perinci, setidaknya terdapat 10 cara yang dapat dilakukan ayah-ibu untuk
melakukan pengasuhan yang tepat dalam rangka mengembangkan karakter yang baik pada
anak, antara lain:
1. Menempatkan tugas dan kewajiban ayah-ibu sebagai agenda utama.
2. Mengevaluasi cara ayah-ibu dalam menghabiskan waktu selama sehari/seminggu
3. Menyiapkan diri menjadi contoh yang baik
4. Membuka mata dan telinga terhadap apa saja yang sedang mereka serap/alami
5. Menggunakan bahasa karakter
6. Memberikan hukuman dengan kasih sayang
7. Belajar untuk mendengarkan anak
8. Terlibat dalam kehidupan sekolah anak
9. Tidak mendidik karakter melalui kata-kata saja
10. Tidak mendidik karakter melalui kata-kata saja
Keluarga adalah sekolah tempat putra putri belajar. Dari sana mereka mempelajari sifat-
sifat mulia, seperti kesetiaan, rahmat, dan kasih sayang. Dari kehidupan keluarga seorang ayah
dan suami memperoleh dan memupuk sifat keberanian dan keuletan sikap dan upaya dalam
membela sana keluarganya dan membahagiakan mereka pada saat hidupnya dan setelah
kematiannya. Keluarga adalah unit terkecil yang bisa menjadi pendukung dan pembangkit
lahirnya bangsa dan masyarakat.

D. Peran Guru di Sekolah dalam Pendidikan Karakter


Guru adalah profesi yang mulia, mendidik dan mengajarkan pengalaman baru bagi anak
didiknya. Apa yang membuat guru dikatakan hebat? Kualitas apa yang diharapkan pada
diri seorang guru? Berikut adalah beberapa tips bagaimana menjadi guru berkarakter
yang hebat.
1. Mencintai anak. Cinta yang tulus kepada anak adalah modal awal mendidik anak.
Guru menerima anak didiknya apa adanya, mencintainya tanpa syarat dan mendorong
anak untuk melakukan yang terbaik pada dirinya. Penampilan yang penuh cinta adalah
dengan senyum, sering tampak bahagia dan menyenangkan dan pandangan hidupnya
positif.
2. Bersahabat dengan anak dan menjadi teladan bagi anak. Guru harus bisa diguru dan
ditirunoleh anak. Oleh karena itu, setiap apa yang diucapkan dihadapan anak harus benar dari
sisi apa saja. Keilmuan moral, agama dan budaya. Cara penyampaianya pun harus
“menyenangkan” dan beadab. Ia harus bersahabat dengan anak-anak tanpa ada rasa kikuk.
Anak senangtiasa mengamati perilaku gurunya dalam setiap kesempatan.
3. Mencintai pekerjaan guru. Guru yang mencintai pekerjaannya akan senagtiasa bersemangat.
Setiap tahun ajaran baru adalah dimulainya satu kebahagiaan dan satu tantangan baru. Guru
yang hebat tidak akan merasa terbebani dan bosan.
4. Luwes dan mudah beradaptasi dengan perubahan. Guru harus terbuka dengan tekhnik
mengajar baru, membuang rasa sombong dan selalu mencari ilmu. Ketika masuk kelas, guru
harus dengan pikiran terbuka dan tidak ragu mengevaluasi gaya mengajarnya sendiri, dan siap
berubah jika diperlukan
5. Tidak pernah berhenti belajar. Dalam rangka meningkatkan profesionalitasnya, guru harus
selalu belajar dan belajar.

Apabila ciri-ciri tersebut dimiliki oleh guru alih alih disbut sebagai guru berkarakter,
tentu keresahan di dunia pendidikan tidak akan terjadi. Keresahan yang paling menonjol akhir-
akhir ini adalah kekerasan terhadap siswa. Sekedar contoh, yang masih diingatan kita adalah
kasus seorang guru yang menendang siswanya hingga geger otak, kasus seorang guru yang
memukuli satu persatu siswanya yang terlambat masuk kelas. Mengapa demikian? Beban tugas
guru yang berat, kesejahteraan yang belum baik, dan rendahnya”kecerdasan” emosional
merupakan salahsatu sebab mengapa guru bisa berbuat khilaf dengan jalan menebarkan aroma
kekerasan didalam kelas.
Menurut Carl Witherington, ada empat hal yang harus diketahui guru untuk mengetahui
emosi siswanya, yaitu
1) Aspek emosi yang terlihat oleh mata seperti gemetar, takut sehingga matanya terbelalak,
menggeretakkan gigi unruk mengepresiasikan rasa marah dan sebagainya.
2) Emosi yang ditunjukkan oleh sikap kurang senang, senang, benci.
3) Ungkapan-ungkapan atau umpatan dari siswa, dan
4) Kecenderungan emosi yang bersifat kualitatif, misalnya dirangsang oleh individu lain hingga
timbul rasa senang, benci, jijik, malu, marah dan sebagainya

Ciri Dasar Pendidikan Karakter


Menurut Foerster, pencetus pendidikan karakter dan pedagog jerman, ada empat cirri
dasar dalam pendidikan karakter. Pertama, keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur
berdasar hierarki nilai. Nilai menjadi pedoman normative setiap tindakan. Kedua, koherensi
yang member keberanian, membuat seseorang teguh pada prinsip, tidak mudah terombang
ambing pada situasi baru atau dekat resiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa
percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi meruntuhkan kredibilitas seseorang. Ketiga,
otonomi. Di situ seseorang menginternalisasikan aturan dari luar sampai menjadu nilai-nilai
bagi pribadi. Ini dapat dilihat lewat penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh atau
desakan pihak lain. Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan
seseorang guna mengingini apa yang dipandang baik, dan kesetiaan merupakan dasar bagi
penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Kematangan keempat karakter ini, lanjut Foerster. Memungkinkan manusia melewati
tahap individualitas menuju personalitas.”orang-orang modern sering mencampuradukkan
individualitas dan personalitas, antara aku alami dan aku rohani, antara independensi eksterior
dan interior’’. Karakter inilah yang menentukan performa seorang pribadi dalam segala
tindakannya.
Dalam praktiknya, Lickona dkk menemukan sebelas prinsip agar pendidikan
karakter dapat berjalan evektif kesebelas prinsip tersebut sebagai berikut[8]
1) Kembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai kinerja pendukungnya sebagai fondasi
karakter yang baik
2) Devinisikan ‘karakter’ secara komperehensif, yang mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku
3) Gunakan pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif dalam pengembangan
karakter
4) Ciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian
5) Beri siswa kesempatan untuk melakukan tindakan moral
6) Buat kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang menghormati semua peserta
didik, mengembangkan karakter, dan membantu siswa untuk berhasil
7) Usahakan mendorong motivasi diri siswa
8) Libatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang berbagi tanggung
jawab dalam pendidikan karakter dan upaya untuk mematuhi nilai-nilai inti yang sama yang
membimbing pendidikan siswa
9) Tumbuhkan kebersamaan dalam kepemimpinan moral dan dukungan jangka panjang bagi
inisiatif pendidikan karakter
10) Libatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter
11) Evaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan sejauh mana
siswa memanifestasikan karakter yang baik.
Dalam pendidikan karakter sangat penting dikembangkan nilai-nilai etika inti seperti
kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain
bersama dengan nilai-nilai kinerja pendukungnya seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan
kegigihan sebagai basis karakter yang baik. Sekolah harus berkomitmen untuk
mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan nilai-nilai dimaksud, mendevinisikannya
dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari. Selain itu,
sekolah harus mencontohkan nilai-nilai itu, mengkaji dan mendiskusikannya,
menggunakannya sebagai dasar dalam hubungan antarmanusia, dan mengapresiasi manifestasi
nilai-nilai tersebutdisekolah dan masyarakat
Hubungan Pendidikan karakter dengan pengembangan kecerdasan moral
Pendidikan karakter secara esensial, yaitu untuk mengembangkan kecerdasan moral
atau mengembangkan kemampuan moral anak-anak. Cara menumbuhkan karakter yang baik
dalam diri anak didik adalah dengan membangun kecerdasan moral. Kecerdasan moral adalah
kemampuan memahami hal yang benar dan yang salah, artinya memiliki keyakinan etika yang
kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga orang bersikap benar dan
terhormat[9]. Kecerdasan yang sangat penting ini mencakup karakter-karakter utama, seperti
kemampuan untuk memahami penderitaan orang lain dan tidak bertindak jahat, mampu
mengendalikan dorongan dan memunda pemuasan, mendengarkan dari berbagai pihak
sebelum memberikan penilaian, menerima dan menghargai perbedaan, bisa memahami pilihan
yang tidak etis, dapat berempati, memperjuangkan keadilan, dan menunjukkan kasih sayang
dan rasa hormat terhadap orang lain. Ini merupakan sifat-sifat utamayang akan membentuk
anak menjadi baik hati, berkarakter kuat, dan warga Negara yang baik. Inilah yang paling
diharapkan dari anak-anak kita.
Kecerdasan moral dapat dipelajari, dan dapat memulai membangunnya saat anak masih
dalam usia balita. Meski pada usia tersebut mereka belum mempunyai kemampuan kognitif
untuk melakukan penalaran moral, seperti melatih control diri, bersikap adil, menunjukkan rasa
hormat, berbagi dan berempati. Namun kenyetaannya, riset terbaru dalam bidang
perkembanagan moral menunjukkan bahwa bayi berusia enambulan sudah dapat menunjukkan
respons terhadap kesedihan orang lain dan mempelajari dasar-dasar empati. Kesalahan yang
seringterjadi adalah orang tua menunggu hingga anak berusia enam atau tujuh tahun(yang
disebut tahap penalaran) untuk membangun moral. Penundaan seperti itu hanya akan membuat
anak semakin berkesempatan mempelajari kebiasaan negative yang merusak. Hal ini akan
mengganggguperkembangan moral, sehingga mereka semakin sulit untuk berubah. Meski
kecerdasan moral dapat dipelajari, tetapi tidak dijamin dapat dicapai. Kecerdasan moral harus
secara sadar dipelajari dan ditumbuhkan. Semakin cepat menanamkan kemampuan kecerdasan
moral anak, semakin besar kesempatannya membangun dasar-dasar yang dibutuhkan bagi
pembentukan karakter yang kuat, serta kesempatannya mengembangkan kemampuan berpikir,
berkeyakinan, dan bertindak sesuai nilai-nilai moral. Kecerdasan moral terbangun dari
beberapa kebajikan utama yang membantu anak menghadapi tantangan dan tekanan etika yang
tidak dapat dihindarkan dalam kehidupannya kelak. Kebajikan utama tersebutlah yang akan
melindunginya agar tetap selalu bermoral dalam bertindak. Berikut tujuh kebajikan utama yang
akan menjaga sikap baik seumur hidup pada anak :
a. Empati
b. Hati nurani
c. Kontrol diri
d. Rasa hormat
e. Kebaikan hati
f. Toleransi
g. Keadilan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. karakter dipahami sebagai tingkat kekuatan atau ketangguhan seseorang dalam upaya
mengatasi kondisi rohaniah yang sudah given. Ia merupakan proses yang dikehendaki oleh
seseorang (willed) untuk menyempurnakan kemanusiaannya.
2. Pendidikan karakter adalah upaya tang dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan
karakter yang baik (good character) berlandaskan kebajikan-kebajikan inti yang secara
objektif baik bagi individu maupun masyarakat
3. Peran keluarga sangat penting dalam pendidikan karakter karena keluarga merupakan sekolah
pertama bagi anak dalam menjalani rutinitas sehari-hari.
4. Menurut Carl Witherington, ada empat hal yang harus diketahui guru untuk mengetahui emosi
siswanya, yaitu
1) Aspek emosi yang terlihat oleh mata seperti gemetar, takut sehingga matanya terbelalak,
menggeretakkan gigi unruk mengepresiasikan rasa marah dan sebagainya.
2) Emosi yang ditunjukkan oleh sikap kurang senang, senang, benci.
3) Ungkapan-ungkapan atau umpatan dari siswa, dan
4) Kecenderungan emosi yang bersifat kualitatif, misalnya dirangsang oleh individu lain hingga
timbul rasa senang, benci, jijik, malu, marah dan sebagainya
5. Cara menumbuhkan karakter yang baik dalam diri anak didik adalah dengan membangun
kecerdasan moral. Kecerdasan moral adalah kemampuan memahami hal yang benar dan yang
salah, artinya memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan
tersebut, sehingga orang bersikap benar dan terhormat
B. Saran
Penulis bersedia menerima kritik dan saran yang positif dari pembaca. Penulis akan
menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan yang memperbaiki makalah
ini di kemudian hari. Semoga makalah berikutnya dapat penulis selesaikan dengan hasil yang
lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas.2008 kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Gramedia Pustaka utama,2008

Doni Koesoema A.2007.pendidikan karakter. Jakarta: Grasindo

Lickona.1991character education in America’s school.California: Innerchoiche publishing


Saptono.2012. dimensi-dimensi pendidikan karakter.jawa tengah: Erlangga

Mukti amini.2008,pengasuhan Ayah Ibu yang patut, kunci sukses mengembangkan karakter
anak. Yogyakarta:Tiara Wacana

Muslich masnur.2013. pendidikan karakter:menjawab tntangan krisis


multidimensionaljakarta:Bumi akasara,

Zubaedi,2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta:Kencana

Anda mungkin juga menyukai