350 Tahun lebih menderita, hasilnya adalah Kemiskinan dan Penderitaan Lahir Batin
Upaya Perlawanan yang dilakukan oleh Bangsa
Indonesia, antara lain:
- Iskandar Muda di Aceh (1636)
- Sisingamangaraja dari Batak (1900) Perjuangan tersebut Penjajah
- 1837)Imam Bonjol di daerah Minangkabau (1822 belum berhasil Politik, pecah
- Badarudin di daerah Palembang (1817) belah dan
- Sultan Tirtayasa dari Banten (1650) kuasa (Sistek
- Untung Suropati dari Jatim (1670) dan Sissos)
- Jalantik dari Bali (1850) Kurang adanya persatuan
- Anak Agung Made dari Lombok (1895)
- Pangeran Antasari dari Kalsel (1860)
- Hasanuddin dari Makasar (1660)
- Pattimura dari Maluku (1817)
Perlawanan terhadap tentara Belanda (NICA), terjadi setelah usai perundingan Linggar Jati,
Belanda melakukan kecurangan dengan Agresi Militer I pada tanggal 21 Juli 1947. Perlawanan
terus dilanjutkan dan berakhir pada perundingan Renvile 8 Desember 1947 yang membuat
Indonesia menjadi bagian dari Uni Indonesia Belanda.
Setelah perjanjian Renvilee timbul pula pengkhianatan Partai Komunis Indonesia yang
memproklamasikan negara Republik Soviet Indonesia pada tanggal 18 September 1948. Selesai
peristiwa Madiun (affair Madiun) Belanda (NICA) melakukan agresi Militer II pada tanggal 19
Desember 1948. Hal itu membawa Indonesia-Belanda ke Konferensi Meja Bundar (KMB) pada
tanggal 23 Agustus 1949. Hasil KMB membuat Indonesia menjadi Negara Indonesia Serikat (RIS)
yang terdiri dari 16 negara bagian. Ternyata kemudian bentuk negara federal ini tidak dikehendaki
oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Disadari bentuk negara federal ini tidak dilandasi konsepsi
yang kuat, latar belakang pendirinya adalah untuk menghancurkan Indonesia hasil proklamasi 17
Agustus 1945. Oleh karena itu, antara RIS dan Republik Indonesia (sebagai Negara Bagian RIS)
sepakat untuk membentuk negara kesatuan, dan pada tanggal 17 Agustus 1950 RIS menjelma
menjadi negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hikmah perjuangan bangsa dan negara RI dari peristiwa perlawanan terhadap tentara asing sejak
proklamasi kemerdekaan sampai 17 Agustus 1950 adalah sebagai berikut.
1. Kendatipun Tentara Inggris dan Belanda lebih modern persenjataan dan organisasinya, tidak
membuat perjuangan rakyat Indonesia pupus, semangat juang terus dikobarkan. Keberanian
berkorban demi bangsa dan negara (membela tanah air) membudaya di kalangan pemuda (ingat
semboyan merdeka atau mati!).
2. Politik devide et impera Belanda gagal. Bangsa Indonesia mengutamakan persatuan dan
kesatuan.
Sementara itu, di dalam negeri terjadi konflik akibat kekacauan politik dan gerakan pembangkangan
Kartosuwirjo yang tidak puas terhadap hasil perundingan Renvile. Kartosuwiryo mengumumkan
berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) tanggal 7 Agustus 1949 (latar belakang ideologi agama) di
Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pemberontakan yang dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan terhadap
kebijaksanaan pemerintah pusat (Darul Islam di Sulawesi Selatan dan Aceh). Ketidakpuasan politik
dan golongan terhadap pemerintah Pusat (PRRI/Permesta), bermotifkan ideologi komunis
(Pemberontakan Gerakan 30 September/PKI) sampai kepada pemberontakan yang bermotifkan
“nostalgia” pada zaman kolonial (pemberontakan Kapten Andi Azis, RMS/APRA). Walaupun
berbagai bentuk pemberontakan itu dapat dipadamkan, konflik-konflik yang bersifat lokal dan
bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar-Golongan) kerap terjadi, namun dapat diatasi
dengan baik.
Uraian tersebut menggambarkan pada Anda bahwa bangsa Indonesia sejak kelahirannya
(proklamasi) terus-menerus mengalami krisis. Namun, kenyataannya sampai sekarang bangsa
Indonesia dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Hal itu terjadi karena bangsa Indonesia
memiliki tannas sebagai bangsa.
Walaupun bangsa Indonesia berjuang menghadapi tentara asing (penjajah) maupun konflik internal
di dalam negeri dengan berbagai latar belakangnya, namun bangsa Indonesia tetap utuh dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa dan negara
Indonesia mempunyai keuletan dan ketangguhan (Ketahanan) dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya (National Survival). Oleh karena itu, dalam upaya mempertahankan
kelangsungan hidup, bangsa Indonesia harus mempunyai tannas (National Resillience). Tannas itu
harus dibina dan ditingkatkan sejalan dengan perkembangan bangsa Indonesia dan lingkungan
strategiknya.
Rumusan terakhir tannas, merupakan kondisi dinamik yang dimiliki suatu bangsa. Di dalamnya
mengandung “keuletan dan ketangguhan” yang mampu mengembangkan kekuatan nasional.
Kekuatan itu kita perlukan untuk mengatasi segala macam ancaman, tantangan, hambatan dan
gangguan (ATHG), yang datang dari dalam atau dari luar, yang langsung atau tidak langsung
membahayakan identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan
mengejar tujuan nasional.
Untuk lebih memahami pengertian tannas dengan kalimat yang panjang di atas coba Anda
perhatikan Gambar Bagan Skematis Pengertian Tannas
Tannas pada hakikatnya adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk menjamin
kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara.
Dalam fungsinya sebagai sistem pengaturan dan penyelenggaraan kehidupan nasional maka dalam
penyelenggaraan atau pembinaan tannas dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan dan
keamanan. Kedua pendekatan itu (kesejahteraan-keamanan) tidak kita pisahkan dan hanya bisa
dibedakan bak satu keping mata uang, sisi yang satu berupa aspek kesejahteraan dan sisi yang
lainnya berupa aspek keamanan. Penekanan pada salah satu aspek tergantung pada kondisi yang
dihadapi oleh suatu bangsa.
Tannas dilandasi oleh Wasantara dalam upaya mencapai tujuan dan cita-cita bangsa sebagai
pengejawantahan Pancasila.
Asas tannas, yaitu (1) pendekatan kesejahteraan dan keamanan, (2) komprehensif dan integral.
Sebagai doktrin ia merupakan cara terbaik yang diakui kebenarannya dan dijadikan pedoman dalam
memenuhi tuntutan perkembangan, bangsa dan lingkungan untuk kelangsungan hidup dan
kejayaan bangsa dan negara.
Sebagai metode pemecahan masalah maka ia akan menjelaskan:
1. kondisi kehidupan nasional dalam suatu waktu;
2. memprediksi kehidupan nasional pada waktu yang akan datang;
3. mengendalikan kehidupan nasional agar sesuai dengan kondisi yang diharapkan atau ditetapkan.
Selain mempunyai asas ia juga mempunyai sifat, yaitu (1) manunggal, (2) mawas ke
dalam dan ke luar, (3) kewibawaan, (4) berubah menurut waktu, (5) tidak membenarkan adu
kekuatan atau adu kekuasaan, dan (6) percaya pada diri sendiri.
Tannas sebagai konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan sistem kehidupan nasional mempunyai
wajah dan fungsi. Wajah tannas dalam bentuk kondisi, doktrin, dan metode. Sebagai kondisi
merupakan totalitas segenap aspek kehidupan bangsa yang didasarkan nilai persatuan dan
kesatuan (Wasantara) untuk mewujudkan daya tangkal, daya kekebalan dan daya kena dalam
berinteraksi dengan lingkungan. Sebagai doktrin ia merupakan cara terbaik yang ada untuk
mengimplementasikan pendekatan kesejahteraan dan keamanan. Sebagai metode ia merupakan
cara pemecahan masalah nasional dalam perkembangan bangsa dan untuk kelangsungan hidup
bangsa dan negara.
Fungsi tannas adalah sebagai doktrin perjuangan nasional, metode pembinaan kehidupan nasional,
pola dasar pembangunan nasional dan sebagai sistem kehidupan nasional.
Pengelompokan bidang kehidupan bangsa Indonesia dibuat dalam 8 kelompok gatra (model)
bidang kehidupan. Kedelapan gatra tersebut (Astagatra) dibagi dalam dua kelompok, yaitu trigatra
(geografi, sumber kekayaan alam, dan demografi) dan pancagatra (ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, dan hankam).
Gatra-gatra tersebut dapat dibedakan secara teoretik tetapi tidak bisa dipisahkan karena keterkaitan
yang kuat satu sama lain. Oleh karena itu, astagatra ini harus dilihat secara holistik dan integral
(bulat utuh menyeluruh).
Trigatra bersifat statis dan Pancagatra bersifat dinamis. Trigatra merupakan modal dasar untuk
meningkatkan Pancagatra. Kelemahan di dalam satu gatra dapat mempengaruhi gatra yang lain dan
sebaliknya meningkatnya kekuatan pada salah satu gatra dapat meningkatkan gatra yang lain
(sinergi).
Tannas pada hakikatnya adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan keamanan. Dalam
rangka itu, peranan gatra terhadap kondisi kesejahteraan dan keamanan sebagai berikut.
1. Ada gatra yang sama besar peranannya untuk kesejahteraan dan keamanan.
2. Ada gatra yang lebih besar peranannya untuk kesejahteraan daripada keamanan.
3. Ada gatra yang lebih besar peranannya untuk keamanan daripada kesejahteraan.
Trigatra, ideologi, politik peranannya sama besar dalam kesejahteraan dan keamanan.
Gatra Ekonomi, sosial budaya lebih besar untuk kesejahteraan daripada keamanan.
Hankam lebih besar untuk kesejahteraan keamanan daripada kesejahteraan. Tannas merupakan
resultan (hasil) dari ketahanan masing-masing aspek kehidupan (gatra).
TRI GATRA
Kelompok gatra alamiah adalah:
1. Geografi,
2. Kekayaan alam,
3. Demografi (kependudukan)
PANCA GATRA
Kelompok gatra sosial adalah:
1. Ideologi
2. Politik
3. Ekonomi
4. Sosial Budaya
5. Hankam
Landasan Tannas
Tannas sebagai konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan sistem kehidupan nasional di dalam
pelaksanaannya mempunyai landasan yang kuat yaitu Pancasila, UUD 1945 dan Wasantara.
Perwujudan Tannas
Pembangunan nasional yang dilakukan oleh bangsa Indonesia, pada dasarnya untuk mewujudkan
tannas. Titik berat pembangunan nasional pada bidang ekonomi karena bidang ekonomi ini
mempunyai “daya biak” terhadap bidang-bidang kehidupan lainnya, untuk meningkatkan spektrum
kemampuan kita sebagai bangsa dan negara.
Peningkatan spektrum kemampuan tersebut untuk menghasilkan daya kembang, daya tangkal dan
daya kena. Untuk itu, diperlukan dukungan sumber daya manusia yang “berkualitas”. Sumber daya
manusia yang berkualitas tinggi (menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta dilandasi oleh
iman dan taqwa berakar pada budaya Pancasila) merupakan kunci dari peningkatan tannas. Oleh
karena itu, dalam pembangunan nasional, pembangunan sumber daya manusia merupakan titik
sentral dan hal ini sejalan dengan hakikat pembangunan nasional Indonesia yaitu pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam pembangunan nasional diperlukan pimpinan nasional yang kuat, berwibawa, serta mampu
mempersatukan bangsa serta mempunyai visi ke depan membawa bangsa Indonesia dalam
mencapai tujuan dan cita-cita nasional.
Dalam ketatanegaraan Indonesia, mekanisme kepemimpinan nasional telah ditetapkan yang dikenal
dengan mekanisme kepemimpinan 5 tahun yang dibagi dalam 13 tahapan.
Dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat ini perlu diwaspadai masih adanya
bahaya laten yang bersifat ideologis maupun non-ideologis yang ingin memecah belah kita sebagai
bangsa. Untuk itu, diperlukan kewaspadaan nasional yang sejalan dengan itu yakni berkehidupan
Pancasila (budaya Pancasila) yang diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Terakhir diperbaharui: Jumat, 13 Maret 2015, 08:49