DEFINISI
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) PPOK adalah penyakit paru kronik
yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis
kronik dan emfisema atau gabungan keduanya (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2003). Bronkitis kronik merupakan kelainan saluran napas yang
ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,
sekurang-kurangnya dua tahun berturut – turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Sedangkan emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
alveoli
B. EPIDEMIOLOGI
Indonesia sendiri belumlah memiliki data pasti mengenai PPOK ini sendiri,
hanya Survei Kesehatan Rumah Tangga DepKes RI 1992 menyebutkan bahwa
PPOK bersamasama dengan asma bronkhial menduduki peringkat ke-6 dari
penyebab kematian terbanyak di Indonesia.Tingkat morbiditas dan mortalitas
PPOK sendiri cukup tinggi di seluruh dunia. Hal ini di buktikan dengan besarnya
kejadian rawat inap, seperti di Amerika Serikat pada tahun 2000 terdapat 8 juta
penderita PPOK rawat jalan dan sebesar 1,5 juta kunjungan pada Unit Gawat
Darurat dan 673.000 kejadian rawat inap. Angka kematian sendiri juga semakin
meningkat sejak tahun 1970, dimana pada tahun 2000, kematian karena PPOK
sebesar 59.936 pada priaberbanding dengan 59.118 pada wanita.
C. ETIOLOGI
Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya COPD yaitu rokok, infeksi
dan polusi, selain itu pula berhubungan dengan faktor keturunan, alergi, umur
serta predisposisi genetik, tetapi belum diketahui dengan jelas apakah
faktor-faktor tersebut berperan atau tidak.
1. Rokok >> Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking
control, rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis
rokok berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukosa
bronkusdanmetaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat
menyebabkanbronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok
menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan
surfaktan.
2. Infeksi >> Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita
bronchitiskoronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah,
sertamenyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis
kronisdiperkirakan paling sering diawali dengan infeksi virus, yang
kemudianmenyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri
3. Polusi >> Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis
adalahzat pereduksi seperti CO2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O,
hydrocarbon,aldehid dan ozon. (Ilmu penyakit dalam, 1996:755).
D. MANIFESTASI KLINIS
tanda gejala yang umum muncul pada pasien dengan COPD atau PPOK
adalah sebagai berikut:
1. Batuk produktif, pada awalnya intermiten, dan kemudian terjadi hampir tiap
hari seiring waktu
2. sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau
mukupurulent sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan
untuk bernafas Batuk dan ekspektorasi,dimana cenderung meningkat dan
maksimal pada pagi hari
3. Sesak nafas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan berkembangnya
penyakit pada keadaan yang berat, sesak nafas bahkan terjadi dengan aktivitas
minimal dan bahkan pada saat istirahat akibat semakin memburuknya
abnormalitas pertukaran udara.
4. Pada penyakit yang moderat hingga berat, pemeriksaan fisik dapat
memperlihatkan penurunan suara nafas, ekspirasi yang memanjang, ronchi,
dan hiperresonansi pada perkusi
5. Anoreksia
6. Penurunan berat badan dan kelemahan
7. Takikardia, berkeringat
8. Hipoksia
E. KLASIFIKASI
1. Asma bronkial: suatu penyakit yang ditandai dengan tanggapan reaksi yang
meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan
dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan penyempitan
menyeluruh dari saluran pernafasan.
2. Bronkitis kronik: gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan mukus
yang berlebihan dalam bronkus dan dimanifestasikan dalam bentuk batuk
kronis serta membentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, minimal 2
tahun berturut-turut.
3. Emfisema: perubahan anatomi parenkim paru ditandai dengan pelebaran
dinding alveolus, duktus alveolar, dan destruksi dinding alveolar (Muttaqin,
2008).
F. PATOFISIOLOGI
Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifkan makrofag dan
sel epitel untuk melepaskan faktor kemotoktik yang merekrut lebih banyak
makrofag dan neutrofil. Kemudian, makrofag dan neutrofil ini melepaskan
protease yang merusak ekemen struktur pada paru-paru. Protease sebenarnya
dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak berimbangnya
antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan
menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK. Pembentukan spesies
oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide, radikal bebas hydroxyl hydrogen
peroxide telah diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap
patogenesis karena substansi ini dapat meningkatkan penghancuran antiprotease.
1. Pemeriksaan rutin
a. Paru
b. Uji bronkodilator
1) edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.
Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah
penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda
dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki
derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.
2) Obat- Obatan
Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka
panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow
release ) atau obat berefek panjang ( longacting ). Macam – macam
bronkodilator :
Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka
panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat
perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
Antibiotika
Antioksidan
Mukolitik
Antitusif
3) Terapi oksigen
Indikasi
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen
di rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas
kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di
unit gawat daruraat, ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita
PPOK yang dirawat di rumah dibedakan :
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama
bila tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen
dengan nasal kanul 1 – 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah
hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktiviti
bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti.
Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian
oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%. Pemilihan alat bantu ini
disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas darah pada waktu
tersebut.
5) Nutrisi
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi
masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang
terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang
masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus
menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster. Komposisi nutrisi yang
seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti
pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxygen comsumption
dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan
gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.
6) Rehabilitasi
Terapi pembedahan
Bulektomi
Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey (LVRS) 3)
Transplantasi paru