Cardiac Syncope
Cardiac Syncope
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan hikmat
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca. Kami sadar sepenuhnya bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kami sangat
penugasan ini.
PENULIS
1
DAFTAR ISI
BAB I
A. PENDAHULUAN ........................................................ 3
B. TUJUAN ........................................................ 4
A. Definisi ........................................................ 5
B. Epidemiologi ........................................................ 5
C. Etiologi ........................................................ 5
D. Patofisiologi ........................................................ 5
E. Diagnosis ........................................................ 8
F. Tata Laksana ........................................................ 13
G. Komplikasi dan prognosis.............................................. 15
KESIMPULAN ........................................................ 16
2
BAB I
A. PENDAHULUAN
3
serebrovaskular, disfungsi otonom, dan lainnya), serta penyebab lainnya
baik itu dari psikologi maupun endokrin.1
Penatalaksanaan sinkop tentunya sesuai etiologinya, salah satu
etiologinya adalah karena kardiogenik, sehingga akan dibahas lebih lanjut
pada tinjauan pustaka ini mulai dari penjelasan yang lebih mendalam
mengenai sinkop kardiogenik, bagaimana patofisiologi, gambaran klinis,
penegakan diagnosis, hingga tatalaksana baik awal maupun lanjutannya.
B. TUJUAN
4
BAB II
ISI
A. Definisi
Syncope adalah hilangnya kesadaran sesaat yang biasanya berhubungan
dengan aliran darah yang tidak mencukupi ke otak. Ini juga disebut pingsan atau
"pingsan." Paling sering terjadi bila tekanan darah terlalu rendah (hipotensi) dan
jantung tidak memompa cukup oksigen ke otak.5
B. Epidemiologi
Di Amerika diperkirakan 3% dari kunjungan pasien digawat darurat
disebabkan oleh sinkop dan merupakan 6% alasan seseorang datang kerumah
sakit. Angka rekurensi dalam 3 tahun diperkirakan 34%.(3) Sinkop sering terjadi
pada orang dewasa, insiden sinkop meningkat dengan meningkatnya umur.
Hamilton mendapatkan sinkop sering pada umur 15-19 tahun, lebih sering pada
wanita dari pada laki-laki, sedangkan pada penelitian Framingham mendapatkan
kejadian sinkop 3% pada laki-laki dan 3,5% pada wanita, tidak ada perbedaan
antara laki-laki dan wanita.6
C. Etiologi
Syncope adalah gejala yang bisa disebabkan oleh beberapa sebab. Banyak
faktor yang tidak mengancam nyawa, seperti overheating, dehidrasi, berkeringat
berat, kelelahan atau penyatuan darah di kaki karena perubahan posisi tubuh yang
mendadak, bisa memicu sinkop. Penting untuk menentukan penyebab sinkop dan
kondisi yang mendasarinya. Namun, beberapa kondisi jantung yang serius, seperti
bradikardia, takikardia atau obstruksi aliran darah, juga bisa menyebabkan
sinkop.5,6
D. Patofisiologi7
Sinkop kardiak merupakan akibat dari curah jantun yang tidak adekuat dan
bisa terjadi akibat adanya penyakit jantung struktural yang mendasarinya.
Penyebab sinkop yang berasal dari jantung adalah prediktor independen dari
5
mortalitas dan kematian mendadak. Penyebab sinkop kardiak dapat terjadi karena
adanya gangguan irama jantung yaitu aritmia atau penyebab mekanik yaitu
adanya obstruktif. Penderita gagal jantung dengan sinkop memiliki angka
mortalitas satu tahun sekitar 45%, sedangkan angka mortalitas satu tahun pasien
gagal jantung tanpa sinkop hanya 12%. Berikut adalah patoofisiologi terjadinya
sinkop kardiak :
1. Sinkop Aritmia
Gangguan irama jantung merupakan penyebab sinkop kardiak yang
paling sering terjadi dan merupakan penyebab yang berbahaya. Sinkop
yang terjadi akibat aritmia paling sering terjadi akibat takikardia ventrikel,
yaitu terjadi sekitar 11% dari seluruh kasus sinkop. Pasien dengan
penurunan fungsi ventrikel kiri atau iskemia miokard dengan atau tanpa
infark merupakan faktor risiko terjadinya takikardia ventrikel. Hubungan
antara takikardia ventrikel dengan fraksi ejeksi yang rendah dari ventrikel
kiri tidak dapat dikesampingkan dan harus dipertimbangkan pada pasien
dengan penurunan fungsi ventrikel kiri apapun penyebabnya. Konsekuensi
hemodinamik dari takikardia ventrikel tergantung pada derajat takikardia
dan sistem otonom kardiovaskular. Sinkop atau pre sinkop yang
disebabkan oleh takikardia supraventrikel diyakini berkaitan dengan
ganguan vasomotor terlepas dari derajat takikardinya. Atrial fibrilasi yang
berkaitan dengan sindrom Wolff Parkinson White dapat mengarahkan pada
tingkat takikardi yang sangat cepat sehingga menyebabkan sinkop.
Takikardia ventrikel polimorfik berkaitan dengan interval QT yang
memanjang diyakini sebagai penyebab sinkop dan kematian mendadak.
Pada pasien yang lebih tua, bradiaritmia yang disebabkan oleh disfungsi
sinus nodus atau penyakit sistem konduksi dapat menyebabkan terjadinya
sinkop. Sindrom disfungsi sinus menunjukkan komplikasi gangguan irama
yang menyebabkan pembentukan atau konduksi impuls sinoatrial
terganggu. Pada pasien dengan disfungsi sinus, sekitar 50% atau lebih
memiliki sindrom bradikardi takikardia yang biasanya bermanifestasi
sebagai sinus bradikardia yang bergantian secara paroksismal dengan atrial
6
takikardia, atrial fibrilasi atau atrial flutter. Pasien dengan gangguan nodus
sinus atau bradikardia – takiardi dapat mengalami sinkop akibat henti
sinus atau konversi spontan yang terjadi dari takikardi supraventrikel
menjadi ritme sinus dengan penghentian sinus yang lama. Gangguan pada
sistem konduksi jantung bisa terjadi akut atau kronik dengan iskemia
miokard, kardiomiopati, hipertensi, penyakit katup jantung atau suatu
proses degenerative kronik. Blok atrioventrikel persisten atau episodic
dapat menyebabkan berkurangnya curah jantung yang dapat menyebabkan
sinkop.
2. Obstruksi mekanik dan penyebab lainnya
Obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri dapat menyebabkan
terjadinya sinkop saat beraktivitas berat. Hal tersebut merupakan
prognosis yang buruk pada stenosis aorta yang berat. Stenosis aorta dapat
menyebabkan sinkop melalui berbagai mekanisme yaitu (a) kegagalan
meningkatnya curah jantung dan tekanan darah karena obstruksi mekanik
yang permanen (b) aritmia (c) peningkatan tekanan sistolik venrikel kiri
yang meningkatkan stimulasi mekanoreseptor dan menyababkan sinkop
secara neural (d) penyakit degeneratif pada nodus atrioventrikular dan
bundle His yang menyebabkan bradiaritmia (e) atrial takiaritmia yang
meengurangi fraksi ejeksi dengan disfungsi diastolic yang berat. Usia
muda dan aritmia ventrikel adalah faktor risiko tinggi terjadinya sinkop
pada pasien dengan kardiomiopati hipertrofi. Obstruksi aliran darah yang
berat yang terjadi sekunder akibat stimulasi katekolamin dan berkaitan
dengan sindrom Wolff Parkinson White adalah mekanisme tambahan
untuk terjadinya sinkop pada kardiomiopati hipertrofi. Riwayat emboli
paru berulang dapat meningkatkan risiko terjadinya sinkop tanpa adanya
gejala lain. Sinkop terjadi pada lebih dari 10% pasien dengan emboli paru
dan biasanya lebih sering terjadi pada emboli yang berat. Emboli paru
masif dapat menyebabkan obstruksi aliran darah pada arteri pulmonal
yang mengakibatkan berkurangnya curah jantung. Emboli paru yang lebih
ringan dapat menyebabkan bradiaritmia, hal tersebut terjadi karena
7
aktivasi dari reseptor pulmonal atau ventrikel yang teregang, dan
menyebabkan sinkop yang mekanismenya sama dengan terjadinya sinkop
neurokardiogenik. Infark miokard biasanya menyebabkan sinkop pada
pasien yang lebih tua, karena bradiaritmia sementara yang terjadi akibat
refkleks bradikardi. Mekanisme lain yang menyebabkan sinkop yang
jarang adalah miksoma atrial kiri, stenosis mitral yang berat atau disfungsi
dari katup prostetik
E. Diagnosis
Penilaian Awal
Perbedaan antara kondisi sinkop dan non-sinkop pada kebanyakan kasus dapat
diketahui melalui riwayat klinis terperinci, namun terkadang bisa sangat sulit.8
Dari penilaian awal dapat diketahui etiologi dari sinkop pada 25-50% pasien.8
Hal-hal penting untuk ditanyakan pada saat anamnesis tercantum pada tabel
berikut ini.9
8
Tabel 1. Pertanyaan pada anamnesis pasien dengan sinkop
9
Tabel 2. Gambaran klinis yang kemungkinan berhubungan dengan penyebab tertentu
10
Pemeriksaan Penunjang9
- Pemeriksaan EKG
- Pemeriksaan Ekokardiografi
- Pemeriksaan Elektrofisiologi
11
Indikasi dilakukan pemeriksaan ini adalah apabila pada evaluasi
awal dicurigai sinkop terjadi disebabkan oleh aritmia (pasien dengan
abnormalitas EKG dan atau terdapat penyakit struktur jantung atau sinkop
yang berhubungan dengan palpitasi, atau pasien dengan riwayat keluarga
ada yang mati mendadak).
Pada beberapa studi dikatakan bahwa manuver ini sangat berguna bila
dilakukan pada pasien usia >60 tahun. Selama dilakukan manuver
tetap lakukan pemantauan EKG dan pengukuran tekanan darah. Pasien
dengan kelainan arteri karotis (misalnya pada bruit karotis) atau yang
memiliki resiko stroke tidak dianjurkan untuk melakukan manuver ini.
- Tilt-table test
12
Pemeriksaan laboratorium darah rutin seperti elektrolit serum,
enzim jantung, kadar gula darah dan hematokrit memiliki nilai diagnostik
yang rendah sehingga pemeriksaan-pemeriksaan tersebut tidak
direkomendasikan pada pasien sinkop, kecuali terdapat indikasi tertentu
dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Misalnya kadar gula darah
untuk mrnyingkirkan kemungkinanhipoglikemia dan kadar hematokrit
untuk mengetahui kemungkinan adanya perdarahan dan lain-lain.
F. Tatalaksana8
13
jantung akibat AV blok dan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri,
gagal jantung, dan pemanjangan durasi QRS.
c. Supraventikular paroksismal dan takikardi ventrikular
Pada pasien sinkop dengan takikardi AV-resiprokal paroksismal,
takikardi AV resiprokal atau atrial flutter tipikal, ablasi kateter
merupakan terapi lini pertama. Sinkop akibat torsade de pointes dapat
diterapi dengan menghindari obat-obatnya pencetus pemanjangan
interval QT. Ablasi kateter dan pemberian obat dapat diberikan pada
pasien sinkop dengan VT yang memiliki keadaan jantung yang normal
atau menderita penyakit jantung dengan disfungsi yang ringan.
Pemasangan ICD (intracardiac defibrillator) diindikasikan untuk
pasien dengan sinkop dan penurunan fungsi jantung, dan VT atau
fibrilasi tanpa perbaikan. Meskipun pada pasien tersebut ICD biasanya
tidak dapat mencegah berulangnya sinkop terjadi, nammun dapat
mengurangi risiko terjadinya SCD (sudden cardiac death).
2. Sinkop akibat kelainan struktural atau penyakit kardiovaskular
Pada pasien sinkop akibat kelainan struktur jantung, seperti
kelainan congenital atau penyakit kardiopulmonar, tujuan terapi tidak
hanya untuk mencegah sinkop berulang, tetapi juga menatalaksanai
penyakit yang mendasari dan mengurangi risiko terjadinya SCD.
Terapi pasien sinkop dengan kelainan struktur jantung bervariasi
tergantung dari diagnosisnya. Pada pasien sinkop dengan stenosis aorta
berat atau atrial myxoma, diperlukan terapi bedah penyakit yang
mendasarinya. Pada pasien dengan emboli paru, infark miokard, atau
tamponade pericardium, terapi yang diberikan harus sesuai dengan proses
yang mendasarinya. Pada pasien dengan hipertrofi kardiomiopati (dengan
atau tanpa obstruksi aliran ventrikel kiri), terapi spesifik aritmia dapat
diberikan; hampir seluruh pasien tersebut bila dipasangkan ICD dapat
mencegah terjadinya SCD. Sinkop yang disebabkan oleh iskemia miokard,
terapi farmakologi dan atau revaskularisasi merupakan terapi yang tepat
pada seluruh kasus. Sedangkan sinkop yang disebabkan oleh hipertensi
14
pulmonal primer atau restriktif kardiomiopati, hampir tidak mungkin
untuk memperbaiki penyebabnya secara adekuat.
15
BAB III
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
17
the Diagnosis and Management of Syncope of the. European Heart Journal
[online]. Available at : https://www.nvvc.nl/media/richtlijn/29/Syncope-
FT_2009.pdf
9. Setiati, et al., 2014., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I., Edisi VI.,
Jakarta: Interna Publishing.
10. da Silva, R. M. F. L. 2014. ‘Syncope: Epidemiology, etiology, and
prognosis’, Frontiers in Physiology, 5(DEC), pp. 8–11. doi:
10.3389/fphys.2014.00471.
18