Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan hikmat

dan kekuatan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penugasan ini. Penugasan

ini akan membahas mengenai definisi, etiopatofisiologi, manifestasi klinis,

diagnosis serta penatalaksanaan dari cardiac syncope.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang

telah memberikan bantuan, bimbingan serta dukungan sehingga kamu dapat

menyelesaikan penugasan ini tepat pada waktunya. Harapan kami semoga

makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca. Kami sadar sepenuhnya bahwa

makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kami sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi tercapainya kesempurnaan

penugasan ini.

Mataram, 6 November 2017

PENULIS

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................ 1

DAFTAR ISI ........................................................ 2

BAB I

A. PENDAHULUAN ........................................................ 3

B. TUJUAN ........................................................ 4

BAB II: ISI

A. Definisi ........................................................ 5
B. Epidemiologi ........................................................ 5
C. Etiologi ........................................................ 5
D. Patofisiologi ........................................................ 5
E. Diagnosis ........................................................ 8
F. Tata Laksana ........................................................ 13
G. Komplikasi dan prognosis.............................................. 15

BAB III: PENUTUP

KESIMPULAN ........................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA ........................................................ 17

2
BAB I

A. PENDAHULUAN

Sinkop atau pingsan merupakan kondisi yang menyebabkan pasien


datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) di Rumah Sakit. Sinkop atau
pingsan ini merupakan kasus yang penting, karena dengan kondisi ini akan
menyebabkan terganggunya atau menurunnya kualitas hidup dari manusia
yaitu terkait dengan mobilitas, aktivitas sehari-hari, dan perawatan diri
sendiri. Dimana yang dinamakan dengan sinkop atau pingsan ini
merupakan penurunan kesadaran secara mendadak, yang sifatnya
sementara, lalu ditandai dengan ketidakmampuan dalam mempertahankan
postur tubuh. Hal ini biasanya dikaitkan dengan mekanisme berkurangnya
perfusi darah ke otak yang disebabkan bisa saja dari faktor kardiogenik,
non kardiogenik, maupun sebab lainnya.1,2,3
Menurut penelitian pada salah satu jurnal (European Society of
Cardiology: ESC) menyebutkan bahwa sebanyak 88 (41,1%) dari 214
pasien merupakan pasien dengan riwayat episode sinkop pertama kali dan
tidak ada tanda yang mengarah ke risiko tinggi berdasarkan gambaran
klinisnya sehingga tidak diperlukan untuk penilaian lanjutan. Sisanya yaitu
126 (58,9%) mengalami riwayat episode sinkop berulang baik pada hari
yang sama maupun pada hari yang berbeda atau dengan episode pertama
kali sinkop yang disertai dengan tanda risiko tinggi dan tercatat sebagai
etiologi kardiogenik. Sebanyak 26 (12,3%) didiagnosa sebagai sinkop
yang disebabkan oleh bagian cardiac. Di Amerika, sinkop menjadi
permasalahan yang serius yang setiap tahunnya menyerang kurang lebih
satu juta penduduk. Hal ini terhitung dari 6% yang masuk rumah sakit
terdapat 3% masuk ke bagian emergensi. 3,4
Sinkop atau pingsan ini menurut penyebabnya dibedakan menjadi
sinkop refleks (vasovagal sinkop, sinkop situasional, hipotensi ortostatik,
dan hipersensitivitas sinus carotis), sinkop kardiogenik (kelainan struktur
jantung, bradikardia, dan takikardia), sinkop neurologikal (kelainan

3
serebrovaskular, disfungsi otonom, dan lainnya), serta penyebab lainnya
baik itu dari psikologi maupun endokrin.1
Penatalaksanaan sinkop tentunya sesuai etiologinya, salah satu
etiologinya adalah karena kardiogenik, sehingga akan dibahas lebih lanjut
pada tinjauan pustaka ini mulai dari penjelasan yang lebih mendalam
mengenai sinkop kardiogenik, bagaimana patofisiologi, gambaran klinis,
penegakan diagnosis, hingga tatalaksana baik awal maupun lanjutannya.

B. TUJUAN

Tujuan penulisan dari penugasan ini antara lain :


- Untuk mengetahui sinkop secara general.
- Untuk mengetahui secara umum mengenai cardiac syncope yang
merupakan salah satu etiologi dari sinkop.
- Untuk mengetahui dari etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gambaran
klinis, penegakan diagnosis, tatalaksana, prognosis, serta komplikasi
dari cardiac syncope.
- Untuk media pembelajaran dan menjadi bekal ilmu untuk kelak
menjadi dokter.
- Sebagai bahan penilaian penugasan kelompok di blok 20 (emergensi).

4
BAB II
ISI

A. Definisi
Syncope adalah hilangnya kesadaran sesaat yang biasanya berhubungan
dengan aliran darah yang tidak mencukupi ke otak. Ini juga disebut pingsan atau
"pingsan." Paling sering terjadi bila tekanan darah terlalu rendah (hipotensi) dan
jantung tidak memompa cukup oksigen ke otak.5

B. Epidemiologi
Di Amerika diperkirakan 3% dari kunjungan pasien digawat darurat
disebabkan oleh sinkop dan merupakan 6% alasan seseorang datang kerumah
sakit. Angka rekurensi dalam 3 tahun diperkirakan 34%.(3) Sinkop sering terjadi
pada orang dewasa, insiden sinkop meningkat dengan meningkatnya umur.
Hamilton mendapatkan sinkop sering pada umur 15-19 tahun, lebih sering pada
wanita dari pada laki-laki, sedangkan pada penelitian Framingham mendapatkan
kejadian sinkop 3% pada laki-laki dan 3,5% pada wanita, tidak ada perbedaan
antara laki-laki dan wanita.6

C. Etiologi

Syncope adalah gejala yang bisa disebabkan oleh beberapa sebab. Banyak
faktor yang tidak mengancam nyawa, seperti overheating, dehidrasi, berkeringat
berat, kelelahan atau penyatuan darah di kaki karena perubahan posisi tubuh yang
mendadak, bisa memicu sinkop. Penting untuk menentukan penyebab sinkop dan
kondisi yang mendasarinya. Namun, beberapa kondisi jantung yang serius, seperti
bradikardia, takikardia atau obstruksi aliran darah, juga bisa menyebabkan
sinkop.5,6

D. Patofisiologi7

Sinkop kardiak merupakan akibat dari curah jantun yang tidak adekuat dan
bisa terjadi akibat adanya penyakit jantung struktural yang mendasarinya.
Penyebab sinkop yang berasal dari jantung adalah prediktor independen dari

5
mortalitas dan kematian mendadak. Penyebab sinkop kardiak dapat terjadi karena
adanya gangguan irama jantung yaitu aritmia atau penyebab mekanik yaitu
adanya obstruktif. Penderita gagal jantung dengan sinkop memiliki angka
mortalitas satu tahun sekitar 45%, sedangkan angka mortalitas satu tahun pasien
gagal jantung tanpa sinkop hanya 12%. Berikut adalah patoofisiologi terjadinya
sinkop kardiak :

1. Sinkop Aritmia
Gangguan irama jantung merupakan penyebab sinkop kardiak yang
paling sering terjadi dan merupakan penyebab yang berbahaya. Sinkop
yang terjadi akibat aritmia paling sering terjadi akibat takikardia ventrikel,
yaitu terjadi sekitar 11% dari seluruh kasus sinkop. Pasien dengan
penurunan fungsi ventrikel kiri atau iskemia miokard dengan atau tanpa
infark merupakan faktor risiko terjadinya takikardia ventrikel. Hubungan
antara takikardia ventrikel dengan fraksi ejeksi yang rendah dari ventrikel
kiri tidak dapat dikesampingkan dan harus dipertimbangkan pada pasien
dengan penurunan fungsi ventrikel kiri apapun penyebabnya. Konsekuensi
hemodinamik dari takikardia ventrikel tergantung pada derajat takikardia
dan sistem otonom kardiovaskular. Sinkop atau pre sinkop yang
disebabkan oleh takikardia supraventrikel diyakini berkaitan dengan
ganguan vasomotor terlepas dari derajat takikardinya. Atrial fibrilasi yang
berkaitan dengan sindrom Wolff Parkinson White dapat mengarahkan pada
tingkat takikardi yang sangat cepat sehingga menyebabkan sinkop.
Takikardia ventrikel polimorfik berkaitan dengan interval QT yang
memanjang diyakini sebagai penyebab sinkop dan kematian mendadak.
Pada pasien yang lebih tua, bradiaritmia yang disebabkan oleh disfungsi
sinus nodus atau penyakit sistem konduksi dapat menyebabkan terjadinya
sinkop. Sindrom disfungsi sinus menunjukkan komplikasi gangguan irama
yang menyebabkan pembentukan atau konduksi impuls sinoatrial
terganggu. Pada pasien dengan disfungsi sinus, sekitar 50% atau lebih
memiliki sindrom bradikardi takikardia yang biasanya bermanifestasi
sebagai sinus bradikardia yang bergantian secara paroksismal dengan atrial

6
takikardia, atrial fibrilasi atau atrial flutter. Pasien dengan gangguan nodus
sinus atau bradikardia – takiardi dapat mengalami sinkop akibat henti
sinus atau konversi spontan yang terjadi dari takikardi supraventrikel
menjadi ritme sinus dengan penghentian sinus yang lama. Gangguan pada
sistem konduksi jantung bisa terjadi akut atau kronik dengan iskemia
miokard, kardiomiopati, hipertensi, penyakit katup jantung atau suatu
proses degenerative kronik. Blok atrioventrikel persisten atau episodic
dapat menyebabkan berkurangnya curah jantung yang dapat menyebabkan
sinkop.
2. Obstruksi mekanik dan penyebab lainnya
Obstruksi aliran darah dari ventrikel kiri dapat menyebabkan
terjadinya sinkop saat beraktivitas berat. Hal tersebut merupakan
prognosis yang buruk pada stenosis aorta yang berat. Stenosis aorta dapat
menyebabkan sinkop melalui berbagai mekanisme yaitu (a) kegagalan
meningkatnya curah jantung dan tekanan darah karena obstruksi mekanik
yang permanen (b) aritmia (c) peningkatan tekanan sistolik venrikel kiri
yang meningkatkan stimulasi mekanoreseptor dan menyababkan sinkop
secara neural (d) penyakit degeneratif pada nodus atrioventrikular dan
bundle His yang menyebabkan bradiaritmia (e) atrial takiaritmia yang
meengurangi fraksi ejeksi dengan disfungsi diastolic yang berat. Usia
muda dan aritmia ventrikel adalah faktor risiko tinggi terjadinya sinkop
pada pasien dengan kardiomiopati hipertrofi. Obstruksi aliran darah yang
berat yang terjadi sekunder akibat stimulasi katekolamin dan berkaitan
dengan sindrom Wolff Parkinson White adalah mekanisme tambahan
untuk terjadinya sinkop pada kardiomiopati hipertrofi. Riwayat emboli
paru berulang dapat meningkatkan risiko terjadinya sinkop tanpa adanya
gejala lain. Sinkop terjadi pada lebih dari 10% pasien dengan emboli paru
dan biasanya lebih sering terjadi pada emboli yang berat. Emboli paru
masif dapat menyebabkan obstruksi aliran darah pada arteri pulmonal
yang mengakibatkan berkurangnya curah jantung. Emboli paru yang lebih
ringan dapat menyebabkan bradiaritmia, hal tersebut terjadi karena

7
aktivasi dari reseptor pulmonal atau ventrikel yang teregang, dan
menyebabkan sinkop yang mekanismenya sama dengan terjadinya sinkop
neurokardiogenik. Infark miokard biasanya menyebabkan sinkop pada
pasien yang lebih tua, karena bradiaritmia sementara yang terjadi akibat
refkleks bradikardi. Mekanisme lain yang menyebabkan sinkop yang
jarang adalah miksoma atrial kiri, stenosis mitral yang berat atau disfungsi
dari katup prostetik

E. Diagnosis
 Penilaian Awal

Penilaian awal pada pasien dengan TLOC (transient loss of consciousness)


terdiri dari anamnesis riwayat pasien secara teliti dan cermat, pemeriksaan fisik,
termasuk pengukuran tekanan darah ortostatik, dan pemeriksaan EKG.8

Perbedaan antara kondisi sinkop dan non-sinkop pada kebanyakan kasus dapat
diketahui melalui riwayat klinis terperinci, namun terkadang bisa sangat sulit.8

Pertanyaan berikut harus dijawab:8

- Apakah LOC (loss of consciousness) lengkap?


- Apakah LOC transient dengan onset cepat dan durasi pendek?
- Apakah pasien pulih secara spontan, lengkap dan tanpa sekuele?
- Apakah pasien kehilangan tonus postural?

Jika jawaban atas pertanyaan diatas positif, episode tersebut memiliki


kemungkinan tinggi sinkop. Jika jawaban atas satu atau beberapa pertanyaan ini
negatif, singkirkan kemungkinan bentuk LOC lainnya sebelum melanjutkan
dengan evaluasi sinkop.8

Dari penilaian awal dapat diketahui etiologi dari sinkop pada 25-50% pasien.8
Hal-hal penting untuk ditanyakan pada saat anamnesis tercantum pada tabel
berikut ini.9

8
Tabel 1. Pertanyaan pada anamnesis pasien dengan sinkop

Pada pemeriksaan fisik, gambaran klinis dan tampilan pasien sangat


penting diketahui. Pemeriksaan-pemeriksaan yang meliputi tanda-tanda sistem
kardiovaskular, pemeriksaan neurologis serta gejala-gejala terdapatnya hipotensi
ortostatik harus dilakukan pada pasien dengan sinkop. Tabel berikut memuat
gambaran klinis yang kemungkinan berhubungan dengan etiologi sinkop.9

9
Tabel 2. Gambaran klinis yang kemungkinan berhubungan dengan penyebab tertentu

10
 Pemeriksaan Penunjang9

- Pemeriksaan EKG

Pemeriksaan EKG harus selalu dilakukan pada pasien dengan


sinkop. Walaupun tidak banyak informasi yang dapat diperoleh apabila
sinkop tersebut disebabkan karena keadaan non-kardiak, tetapi
pemeriksaan ini mudah, cepat, tanpa resiko dan relatif murah. Beberapa
penemuan penting yang dapat diperoleh dari pemeriksaan ini serta
kemungkinan dapat diidentifikasi sebagai penyebab sinkop antara lain,
pemanjangan interval QT (sindrom QT memanjang), pemendekan interval
PR dan gelombang delta (pada sindrom Wolff-Parkinson-White), blok
berkas cabang kanan dengan elevasi segmen ST (pada sindrom Brugada),
infark miokard akut, blok arteroventrikular derajat tinggi atau inversi
gelombang T pada sandapan prekordial kanan (pada displasi ventrikel
kanan aritmogenik). Banyak pasien sinkop yang menunjukkan gambaran
rekaman EKG yang normal. HAk ini sangat berguna untuk menunjukkan
kemungkinan kecil penyebab sinkop berasl dari kardiak.

- Pemeriksaan Ekokardiografi

Dipergunakan sebagai uji penapisan untuk deteksi penyakit jantung


pada pasien dengan sinkop. Walaupun memiliki nilai diagnostik yang
rendah bila dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan EKG tidak ditemukan
abnormalitas kardiak, pada pasien yang mengalami sinkop atau pre-sinkop
dengan pemeriksaan fidik yang normal, kelainan yang paling sering
ditemukan (4-6% sampai 18-50% kasus) adalah prolaps katup mitral. Bila
ditemukan kelainan jantung yang berat, maka evaluasi langsung pada
penyebab kardiak dari sinkop. Bila kelainan jantung ringan, maka
kemungkinan terjadinya sinkop kardiak kecil sehingga evaluasi dilakukan
seperti pada orang tanpa kelainan jantung.

- Pemeriksaan Elektrofisiologi

11
Indikasi dilakukan pemeriksaan ini adalah apabila pada evaluasi
awal dicurigai sinkop terjadi disebabkan oleh aritmia (pasien dengan
abnormalitas EKG dan atau terdapat penyakit struktur jantung atau sinkop
yang berhubungan dengan palpitasi, atau pasien dengan riwayat keluarga
ada yang mati mendadak).

- Pemijatan pada sinus karotis

Merupakan suatu tehnik dengan melakukan tekanan secara halus pada


sinus karotis untuk mendiagnosis hipersensitivitas sinus karotis. Bila hasil
yang ditemukan:

 Terjadi asistol selama lebih dari 3 detik berarti terjadi respon


kardioinhibisi

 Terjadi penuruunan tekanan darah sistolik 50 mmHg berarti terjadi


respon vasodepresor

Pada beberapa studi dikatakan bahwa manuver ini sangat berguna bila
dilakukan pada pasien usia >60 tahun. Selama dilakukan manuver
tetap lakukan pemantauan EKG dan pengukuran tekanan darah. Pasien
dengan kelainan arteri karotis (misalnya pada bruit karotis) atau yang
memiliki resiko stroke tidak dianjurkan untuk melakukan manuver ini.

- Tilt-table test

Uji ini merupakan pemeriksaan standar yang sudah diterima secara


luas sebagai salah satu uji diagnostik pasien sinkop. Pemeriksaan ini
diindikasikan pada setiap sinkop yang yang mungkin dimediasi oleh
persarafan dan untuk mengkonfirmasi sinkop pada pasien yang pada
pemeriksaan awal tidak dapat ditegakkan diagnosisnya. Pemeriksaan
dilakukan selama 30-45 menit, dengan sudut kemiringan antara 60-80
derajat. Respon tilt table testing adalah menginduksi reflex hipotensi,
bradikardia, atau pemanjangan progresif hipetensi ortostatik.

- Pemeriksaan darah rutin

12
Pemeriksaan laboratorium darah rutin seperti elektrolit serum,
enzim jantung, kadar gula darah dan hematokrit memiliki nilai diagnostik
yang rendah sehingga pemeriksaan-pemeriksaan tersebut tidak
direkomendasikan pada pasien sinkop, kecuali terdapat indikasi tertentu
dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Misalnya kadar gula darah
untuk mrnyingkirkan kemungkinanhipoglikemia dan kadar hematokrit
untuk mengetahui kemungkinan adanya perdarahan dan lain-lain.

F. Tatalaksana8

Berikut dijelaskan terapi untuk menatalaksanai sinkop adalah:

1. Sinkop akibat aritmia jantung


Tujuan terapi sinkop yang disebabkan secara primer akibat aritmia adalah
mencegah kembalinya gejala, meningkatkan kualitas hidup dan
memperpanjang kelangsungan hidup pasien.
a. Disfungsi nodus sinus
Secara umum, pemasangan pacemaker jantung sangat efektif pada
pasien dengan disfungsi nodus sinus bila ditemukan gambaran
bradiaritmia pada EKG selama sinkop spontan atau sebagai
konsekuensi SNRT abnormal. Pemasangan alat pacu jantung permanen
dapat menghilangkan gejala namun tidak mempengaruhi kelangsungan
hidup pasien. Penggunaan obat-obatan yang dapat menyebabkan
bradikardi dapat dihindari untuk mencegah sinkop berulang. Namun,
jika memang tidak memungkinkan maka perlu dilakukan pemasangan
alat pacu jantung. Ablasi jantung secara perkutan untuk terapi atrial
takiaritmia berguna untuk pasien dengan bradikardi-takikardi akibat
sick sinus syndrome, tetapi jarang digunakan secara primer untuk
mencegah sinkop.
b. Kelainan sistem konduksi atrioventrikular
Penggunaan alat pacu jantung merupakan terapi yang diberikan
pada pasien dengan gejala AV blok. Alat pacu jantung biventricular
dapat diberikan pada pasien dengan indikasi pemasangan alat pacu

13
jantung akibat AV blok dan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri,
gagal jantung, dan pemanjangan durasi QRS.
c. Supraventikular paroksismal dan takikardi ventrikular
Pada pasien sinkop dengan takikardi AV-resiprokal paroksismal,
takikardi AV resiprokal atau atrial flutter tipikal, ablasi kateter
merupakan terapi lini pertama. Sinkop akibat torsade de pointes dapat
diterapi dengan menghindari obat-obatnya pencetus pemanjangan
interval QT. Ablasi kateter dan pemberian obat dapat diberikan pada
pasien sinkop dengan VT yang memiliki keadaan jantung yang normal
atau menderita penyakit jantung dengan disfungsi yang ringan.
Pemasangan ICD (intracardiac defibrillator) diindikasikan untuk
pasien dengan sinkop dan penurunan fungsi jantung, dan VT atau
fibrilasi tanpa perbaikan. Meskipun pada pasien tersebut ICD biasanya
tidak dapat mencegah berulangnya sinkop terjadi, nammun dapat
mengurangi risiko terjadinya SCD (sudden cardiac death).
2. Sinkop akibat kelainan struktural atau penyakit kardiovaskular
Pada pasien sinkop akibat kelainan struktur jantung, seperti
kelainan congenital atau penyakit kardiopulmonar, tujuan terapi tidak
hanya untuk mencegah sinkop berulang, tetapi juga menatalaksanai
penyakit yang mendasari dan mengurangi risiko terjadinya SCD.
Terapi pasien sinkop dengan kelainan struktur jantung bervariasi
tergantung dari diagnosisnya. Pada pasien sinkop dengan stenosis aorta
berat atau atrial myxoma, diperlukan terapi bedah penyakit yang
mendasarinya. Pada pasien dengan emboli paru, infark miokard, atau
tamponade pericardium, terapi yang diberikan harus sesuai dengan proses
yang mendasarinya. Pada pasien dengan hipertrofi kardiomiopati (dengan
atau tanpa obstruksi aliran ventrikel kiri), terapi spesifik aritmia dapat
diberikan; hampir seluruh pasien tersebut bila dipasangkan ICD dapat
mencegah terjadinya SCD. Sinkop yang disebabkan oleh iskemia miokard,
terapi farmakologi dan atau revaskularisasi merupakan terapi yang tepat
pada seluruh kasus. Sedangkan sinkop yang disebabkan oleh hipertensi

14
pulmonal primer atau restriktif kardiomiopati, hampir tidak mungkin
untuk memperbaiki penyebabnya secara adekuat.

G. Komplikasi dan Prognosis10

Patofisiologi, pendekatan, prognosis dan pengobatan bergantung pada


penyebab sinkop, dan mewajibkan untuk identifikasi penyebab, karena angka
kematian sinkop tahunan dapat mencapai antara 18 dan 33% jika penyebab
jantung, dan antara 0 dan 12% jika penyebab non-jantung.

Sebuah penelitian yang membandingkan angka kematian di antara pasien


dengan sinkop cardiac dan non-cardiac. Di antara peserta dalam studi jantung
Framingham, 7814 pasien dimasukkan dari 1971 sampai 1998 dan 822
menunjukkan sinkop dimana 9,5% adalah karena jantung. Analisis multivariat
yang disesuaikan menunjukkan bahwa risiko kematian meningkat sebesar 31% di
antara semua pasien dengan sinkop dan dua kali lipat di antara mereka yang
memiliki sinkop cardiac, dibandingkan dengan tanpa sinkop. Penyebab neurologis
sinkop juga dikaitkan dengan risiko tiga kali lipat terkena stroke.

Dengan demikian, prognosis ditentukan oleh etiologi yang mendasari


secara spesifik dan tingkat keparahan penyakit jantung. Dan penting untuk
mengidentifikasi penyebab dan stratifikasi risiko untuk dampak positif dalam
mengurangi morbiditas dan mortalitas.

15
BAB III
KESIMPULAN

Sinkop atau yang sering disebut dengan pingsan adalah hilangnya


kesadaran sesaat yang biasanya berhubungan dengan aliran darah yang tidak
mencukupi ke otak. Sinkop kardiak merupakan akibat dari curah jantung yang
tidak adekuat dan bisa terjadi akibat adanya penyakit jantung struktural yang
mendasarinya. Penyebab sinkop yang berasal dari jantung adalah prediktor
independen dari mortalitas dan kematian mendadak. Penyebab sinkop kardiak
dapat terjadi karena adanya gangguan irama jantung yaitu aritmia atau penyebab
mekanik yaitu adanya obstruktif. Penilaian awal pada pasien dengan TLOC
(transient loss of consciousness) terdiri dari anamnesis riwayat pasien secara teliti
dan cermat, pemeriksaan fisik, termasuk pengukuran tekanan darah ortostatik, dan
pemeriksaan EKG. Terapi yang dilakukan tergantung pada penyakit yang
mendasari begitu pula prognosisnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Silva, Rose MFL. 2014. Syncope: Epidemiology, etiology, and prognosis.


Departemen of International Medicine, Faculty of Medicine, Federal
University of Minas Gerais, Brazil. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4258989/pdf/fphys-05-
00471.pdf. (Accessed on 31 Oktober 2017).
2. American Heart Association. 2017. Guideline for th Evaluation and
Management of Patients With Syncope. AHA. Available at:
https://doi.org/10.1161/CIR.0000000000000499. (Accessed on 31 Oktober
2017).
3. Gunjan J, Shukla, Peter J, Zimetbaun. 2016. Syncope. Cardiology Patient
Page. Available at:
https://doi.org/10.1161/CIRCULATIONAHA.105.602250. (Accessed on
31 Oktober 2017).
4. McCarthy, F and dkk. 2008. Management of syncope in the Emergency
Department: a single hospital observational case series based on the
application of European Society of Cardiology Guidelines. European
Society of Cardiology. Available at:
http://europace.oxfordjournals.org/content/5/1/216.full.pdf. (Accessed on
31 Oktober 2017).
5. Sudoyo , A.R, Setiyohadi, B. Alwi., Simadibrata,M. 2007. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam : Trombosis Vena Dalam dan Emboli Paru. Jilid II.Edisi
IV. Jakarta : FKUI. Hal : 161-166
6. Alboni P, Brignole M, Menozzi C, et. all. 2003. Clinical Spectrum of
neurally mediated reflex syncope. The European Society of Cardiology.
Available: http://europace.oxfordjournals.org/content/6/1/55.full.pdf
7. Arthur, W. and Kaye, G.C. 2007. The pathophysiology of common caises
of syncope. Postgrad Med Journal Volum 76 p750-753
8. Moya, A., Sutton, R., Ammirati, F., et al., 2009. Guidelines for the
diagnosis and management of syncope (version 2009) : The Task Force for

17
the Diagnosis and Management of Syncope of the. European Heart Journal
[online]. Available at : https://www.nvvc.nl/media/richtlijn/29/Syncope-
FT_2009.pdf
9. Setiati, et al., 2014., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I., Edisi VI.,
Jakarta: Interna Publishing.
10. da Silva, R. M. F. L. 2014. ‘Syncope: Epidemiology, etiology, and
prognosis’, Frontiers in Physiology, 5(DEC), pp. 8–11. doi:
10.3389/fphys.2014.00471.

18

Anda mungkin juga menyukai