Cor Pulmonale Acute
Cor Pulmonale Acute
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan hikmat
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca. Kami sadar sepenuhnya bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kami sangat
penugasan ini.
PENULIS
1
DAFTAR ISI
BAB I
A. PENDAHULUAN ........................................................ 3
B. TUJUAN ........................................................ 3
A. Definisi ........................................................ 5
B. Etiologi ........................................................ 5
C. Epidemiologi ........................................................ 6
D. Patofisiologi ........................................................ 6
E. Gambaran Klinis ........................................................ 9
F. Diagnosis ........................................................ 9
G. Tata Laksana ........................................................ 10
H. Komplikasi dan prognosis.............................................. 13
KESIMPULAN ........................................................ 15
2
BAB I
A. PENDAHULUAN
Cor pulmonal ini menurut onset terjadinya dibagi menjadi dua yaitu cor
pulmonal akut dan cor pulmonal kronis. Cor pulmonal akut adalah peregangan
atau pembebanan akibat hipertensi pulmonal akut, sering terjadi emboli paru yang
masif. Pada cor pulmonal akut ini lah yang sifatnya lebih emergensi. Cor
pulmonal akut ini dilaporkan sebanyak 164 pasien dari total pasien yang ada yaitu
752 pasien, lalu dilaporkan 22% pasien dengan kor pulmonal akut mempunyai
prognosis yang buruk karena terkena cor pulmonal akut berat.1,3
Oleh karena itu pada penugasan ini akan lebih dibahas mengenai cor
pulmonal akut, mulai dari definisi hingga penatalaksanaan dan bagaimana pula
prognosis serta komplikasi yang mungkin akan timnbul akibat cor pulmonal akut.
B. TUJUAN
3
Untuk media pembelajaran dan menjadi bekal ilmu untuk kelak menjadi
dokter.
Sebagai bahan penilaian penugasan kelompok di blok 20 (emergensi).
4
BAB II
ISI
A. Definisi
Cor pulmonale adalah pembesaran ventrikel kanan sekunder terhadap
penyakit paru, toraks atau sirkulasi paru. Kadang-kadang disertai dengan gagal
ventrikel kanan. Tipe cor pulmonale disebut akut jika dilatasi belahan jantung
kanan setelah embolisasi akut paru, tipe kronis ditentukan lamanya gangguan
pulmoner yang membawa ke pembesaran jantung. Berapa lama dan sampai tahap
apa jantung tetap membesar akan bergantung pada fluktuasi-fluktuasi pada
ketinggian tekanan arterial pulmoner.4
B. Etiologi
5
5. Kelainan primer pembuluh darah
C. Epidemiologi
D. Patofisiologi
6
interventrikular dan deviasi menuju ke ventrikel kiri pada saat diastolik, sehingga
mengganggu pengsisan ventrikel kiri. Manifestasi yang terjadi pada
interventrikular juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan aliran transmitral
normal dengan kontraksi atrium kiri. Tekanan ventrikel kanan yang berlebihan
juga dapat meningkatkan tegangan dinding dan menyebabkan iskemia melalui
peningkatan kebutuhan oksigen miokardium pada kondisi suplai yang terbatas.
Mekanisme yang menyababkan gangguan pertukaran gas termasuk
ketidakseimbangan ventilasi terhadap perfusi meningkatkan total dead space dan
shunting kanan ke kiri. Hipoksemia arterial dan peningkatan gradien oksigen
alveolar arterial adalah 2 hal yang paling sering menyebabakan gangguan
pertukaran gas.6
7
pada mikorsirkulasi paru menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah paru yang menginisiasi terjadinya edema paru. Kedua, mikrotrombus
intravascular dapat berkembang dari ketidakseimbangan antara prokoagulan dan
aktivitas fibrinolitik dengan adanya infalamasi akut dan injuri endote. Ketiga,
penurunan kapasitas residual fungsional dapat meningkatkan resistensi pembuluh
darah paru. Keempat, tekanan petilasi positif dapat menyebabkan volume paru
tinggi di beberapa daerah paru dan menekan pembuluh alveolar yang
menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah paru. Hasil kapasitas
residual fungsional residual yang lebih tinggi juga dapar menyebabkan
peningkatan resistensi pembuluh darah paru. Kelim, vasokonstriksi pulmonal bisa
berlanjut menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah pulmonal, Semua
mekanisme tersebut dapat berkontribusi pada peningkatan resistensi pembuluh
darah pulmonal yang dapat terjadi 49 jam setelah onset ARDS. Peningkatan
resistensi pembuluh darah pulmonal juga dapat diperburuk dengan adana
hiperkapnia dan asidosis. Pada kondisi normal, ventrikel kanan memompa darag
melawan resistensi pembuluh darah pulmonal yang rendag, teteapi dalam kondisi
peningkatan resistensi yang akut hal tersesbut dapat menyebabkan penigkatan
afterload. Ventrikel kanan mencoba untuk mengimbangi dengan meningkatkan
end ssiolik dan volume end diastolic. Jika kenaikan afterload terjadi secara terus
menerus, terjadi penurunan fungsi sistolik ventrikel kanan dan gerakan septum
interventrikuler yang menyabkan berkurangnya curah jantung dan terjadinya cor
pulmonal akut dengan syok dan gagal jantung kanan.7
8
E. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari kor pulmonale diawali dari PPOK kemudian disertai
dengan hipertensi pulmonal dan terakhir dengan gagal jantung kanan. Pada PPOK
ditemukan tanda-tanda seperti asidosis, hiperkapnia, hipoksia, polisitemia dan
hiperviskositas darah, hipertensi pulmonal, hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan
serta gagal jantung kanan. Hipertensi pulmonal tanda-tandanya ditemukan pada
pemeriksaan klinis. Kemudian pada pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan P
pulmonal mengalami deviasi aksis ke kanan dan hipertrofi ventrikel kanan.
Pemeriksaan foto thoraks terlihat adanya pelebaran daerah cabang paru di hilus.
Pemeriksaan ekokardiografi ditemukan hipertrofi ventrikel kanan. Selain itu,
pemeriksaan foto thoraks, elektrokardiografi, ekokardiografi, CT scan, MRI dapat
digunakan untuk melihat adanya hipertrofi dan dilatasi dari ventrikel kanan. Gagal
jantung kanan tandanya didapatkan dari pemeriksaan klinis berupa peningkatan
vena jugularis, hepatomegali, asites, serta edema tungkai.1
F. Diagnosis
Untuk diagnosis kor pulmonale terutama didasarkan pada dua kriteria yakni
adanya penyakit pernapasan disertai dengan hipertensi pulmonal, dan bukti
adanya hipertrofi ventrikel kanan. Kemudian adanya hipoksemia yang menetap,
hiperkapnia, asidosis, atau terjadi pembesaran dari ventrikel kanan pada
pemeriksaan radiogram dapat menunjukkan kemungkinan penyakit paru yang
mendasari. Gambaran diagnosis kor pulmonale cenderung mengabur dikarenakan
adanya emfisema, selain itu akibat dari gejala emfisema ini timbul dispnea.
Dispnea yang mengalami perburukan mendadak atau kelelahan, pingsan saat
bekerja, perasaan tidak enak angina pada substernal dapat menunjukkan adanya
keterlibatan jantung.8
Pada pasien dengan gagal ventrikel kanan terdapat irama gallop (suara
jantung S3 dan S4), distensi vena jugularis dengan gelombang A menonjol,
hepatomegali, serta edema perifer. Kemudian, untuk tanda-tanda fisik hipertensi
pulmonal antara lain kuat angkat sistolik pada area parasternal, mengerasnya
9
bunyi pulmonik kedua, serta adanya bising akibat insufisiensi katup trikuspidalis
dan pulmonalis.8
G. Tatalaksana1
10
a. Heparin
Pemberian heparin dapat dilakukan dengan berbagai cara menurut
keadaan pasien yaitu (1) drip heparin dengan infus intravena (2)
suntikan intravena intermiten dan (3) suntikan subkutan. Pemberian
drip heparin lewat infus kontinu intravena lebih disukai dibandingkan
pemberian intravena intermiten karena efek samping perdarahan yang
lebih jarang terjadi. Dosis heparin adalah bolus 3000- 5000 unit
intravena diikuti sebanyak 30.000- 35.000 unit/ hari dalam infus
glukosa 5% atau NaCl 0,9% atau disesusaikan sampai dicapai hasil
pengobatan heparin yaitu pemeriksaan PTT (partial thrombloplastin
time) mencapai 1,5- 2 kali nilai normal. Lama pengobatan diberikan 7-
10 hari selanjutnya obat antikoagulan oral. Pada emboli paru masif,
dosis heparin ditingkatkan menjadi 10.000 unit tiap 4 jam.
Pemberian heparin subkutan lebih menguntungkan karena
pemberiannya lebih mudah dan mobilisasinya lebih cepat sehingga
bisa diberikan pada pasien rawat jalan. Dosis mulai dengan suntikan
bolus intravena 3.000- 5.000 unit bersama subkutan pertama kemudian
suntikan subkutan diberikan 5.000 unit per 4 jam atau 10.000 unit per
8jam atau 15.000- 20.000 unit tiap 12 jam sampai dicapai PTT 1,5- 2,5
kali nilai normak. Heparin tidak boleh diberikan secara intamuskular
karena dapat menimbulkan hematom pada tempat sutikan.
b. Warfarin
Obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas vitamin K
yaitu dengan mempengaruhi sintesis prokoagulan primer (faktor II,
VII dan X). Pada awal warfarin memiliki waktu kerja yang lembat
sehingga pemberian warfarin dilakukan setelah heparin. Warfarin
diberkan pada pasien dengan emboli paru berulang. Dosis yang
diberikan 10-15 mg/kgBB dengan target sampai terjadi
pemanjangan lebih dari 15- 25% dari nilai normal waktu
protrombin yang maksimum. Pemberiannya melalui oral dan
diberukan selama 3 bulan terus menerus.
11
- Pengobatan trombolitik
Pengobatan ini merupakan pengobatan definitif karena bertujuan
untuk menghilangkan sumbatan mekanik karena tromboemboli. Cara
obat ini adalah mengadakan trombolisis. Obat yang tersedia adalah
streptokinase dan urokinase. Keduanya bekerja dengan cara
memperkuat aktivitas plasmin. Plasmin dapat langsung melisiskan dan
mempunyai edek sekunder sebagai antikoagulan. Terapi trombolitik
selain mempercepat resolusi emboli paru juga dapat menurunkan
tekanan di arteri pulmonalis dan jantung kanan serta memperbaiki
fungsi ventrikel kanan dan kiri. Terapi trombolitik sering diindikasikan
untuk pasien emboli paru masif akut, emboli paru dengan gangguan
hemodinaik dan terdapat penyakit jantung dan tidak membaik setelah
pemberian heparin. Selama pemberian trombolitik, pasien tidak boleh
disuntik secara intravena, intraarteri dan intramuskular selain itu juga
tidak boleh diberikan obat antikoagulan dan antiplatelet bersama.
Dosis awal streptokinase 250.000 unit dalam larutan garam fisiologis
atau glukosa 5% diberikan intravena selama 30 menit. Dosis
pemeliharaannya adalah 10.000 unit/jam diberikan selama 24- 72 jam.
Dosis awal urokinase asalah 4.400 unit/kgBB dalam larutan garam
fisiologis atau glukosa 5% diberikan secara intravena selama 15- 39
menit. Dosis pemeliharananya 4.400 unit/kgBB/jam selama 12-24 jam.
Keberhasilan terapi dapat dilihat dalam waktu 12 jam untuk urokinase
dan 24 jam untuk streptokinase. Evaluasi terapi dilakukan sebelum,
selama dan sesudah terapi dan parameter yang diukur adalah waktu
trombin, PTT, waktu protrombin dan FDP (fibrin degeneration
product).
3. Pengobatan lainnya
Pengobatan pembedahan pada emboli paru diperuntukan bagi
pasien yang tidak adekuat atau tidak dapat diberikan terapi heparin.
Tindakan pembedahan ini dapat dilakukan dengan (1) venous intterupttion
dengan tujuan mencegaj emboli ulang dari trombus vena dalam tungkai
12
bawah. (2) tindakan embolektomi dulunya dilakukan jika terdapat
kontraindikasi terhadap pemakaian antikoagulan. Karena risiko kematian
cukup besar maka tindakan ini sekarang ditinggalkan.
4. Vasodilator
Nitrat, hidralaxin, antagonis kalsium, agonisalfa adrenergik,
inhibitor ACE dan prostaglandin sampai saat ini belum direkomendasikan
pemakaiannya secara rutin. Terdapat beberapa pedoman untuk
menggunakan vasodilator yaitu bila didapatkan 4 respons hemodinamik
sebagai berkut (1) resistensi vaskular paru diturunkan minimal 20% (2)
curah jantung meningkat atau tidak berubah (3) tekanan arteri pulmonal
menurun atau tidak berubah (4) tekanan darah sistemik tidak berubah
secara signifikan.
5. Diuretik
Diuretik hanya diberikan bila ada gagal jantung kanan. Pemberian
diuretik yang berlebihan dapat menimbulkan alkalosis metabolik dan dapat
menyebabkan kekurangan cairan yang menyebabkan preload ventrikel
kana dan curah jantung menurun.
Komplikasi yang dapat timbul dari cor pulmonal antara lain gagal jantung
kronik, gagal nafas, gagal ginjal akut, hemoptosis, deep vein thrombosis.
Prognosis pada keadaan akut karena emboli paru yang berat atau sindrom
gangguan pernafasan akut (ARDS) sebelumnya tidak terbukti tergantung pada ada
13
tidaknya cor pulmonale. Namun, sebuah penelitian kohort prospektif multicenter
oleh Volschan dkk, menunjukkan bahwa pada kasus emboli paru, cor pulmonale
dapat menjadi prediktor kematian di rumah sakit. Para penulis mengumpulkan
data demografi, komorbiditas, dan manifestasi klinis pada 582 pasien yang
dirawat di unit perawatan darurat atau intensif dan didiagnosis dengan emboli
paru. Menilai informasi menggunakan analisis regresi logistik, para peneliti
membangun sebuah model prediksi. Hasil mereka menunjukkan bahwa pada
pasien hemodinamik stabil dengan emboli paru, faktor berikut mungkin
merupakan prediktor independen terhadap angka kematian di rumah sakit:
14
BAB III
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati, et al., 2014., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I., Edisi VI.,
Jakarta: Interna Publishing.
2. Leong D. 2016. Cor Pulmonale Overview of Cor Pulmonale Management.
Available at: https://emedicine.medscape.com/article/ . (Accessed on 4
November 2017).
3. Dessap M. 2016. Acute Cor Pulmonale During Protective Ventilation for
Acute Respiratory Distress Syndrome: Prevalence, Predictors, and Clinical
Impact. Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/ (Accessed
on 4 November 2017).
4. Kurt J. Isselbacher, Eugene Braunwald, Jean D. Wilson, Joseph & Martin,
Anthony S Fauci, Dennis L Kasper, edis bahasa Indonesia; Ahmad H.
Asdie Prof. dr. Sp.PD,. 2002. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam
Harrison. Edisi 15, Vol 3 p1222-1226.
5. Repesse. X. et al., 2015. Acute Cor Pulmonale in ARDS Rationale for
Protecting the Right Ventricle. Contemporary Reviews in Critical Care
Medicine Vol 7 No 1 p259-265.
6. Piazza, G. and Goldhaber, S. Z. 2007. Acute Pulmonary Embolism.
Circulation American Heart Association Vol 114 p28-32.
7. Guerin, C and Matthay, M.A. 2016. Acute Cor Pulmonale and the Acute
Respiratory Distress Syndrome. Intensive Care Med Vol 42 p934-936
8. Price. S.A. dan Wilson. L.M., 2014., Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit Volume 1. Edisi 6., Jakarta: EGC.
9. MDGuidelines, 2017. Cor Pulmonale, Acute and Chronic. MDGuidelines.
Available: https://www.mdguidelines.com/cor-pulmonale-acute-and-
chronic
16