Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tanaman
II.1.1 Klasifikasi Tanaman

Gambar 1 pohon Loa

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)


Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Urticales
Famili : Moraceae (suku nangka-nangkaan)
Genus : Ficus
Spesies : Ficus racemosa L.
II.1.2 Deskripsi Tanaman
Loa atau Ficus racemosa (Ficus glomerata Roxb) nama binomial
adalah jenis spesies tanaman dalam keluarga Moraceae. Pohon Loa ini dikenal
sebagai Cluster Fig Tree atau Goolar (gular). Loa banyak adalah tumbuhan asli
yang banyak dijumpai di Australia, Malesia, Asia Tenggara dan benua India. Di
Indonesia sendiri banyak sekali dijumpai di beberapa daerah hutan tropis dan
banyak juga yang hidup di rawa, sungai dan kali. Karena pohon Loa ini banyak
sekali mengandung air.
Pohon Loa juga banyak dimanfaatkan sebagai tanaman rindang serta
bagi penggemar bonsai, pohon Loa banyak dijadikan sebagai bakalan bonsai loa.
sendiri saat ini sangat populer dikalangan pecinta hoby bonsai tanah air. Bonsai
Loa bisa mencapai jutaan bahakan puluhan juta jika memiliki kriteria bonsai loa
yang baik, serta kriteria lainnya.
II.1.3 Kandungan Kimia
penelitian sebelumnya telah dilaporkan kandungan metabolit sekunder
yang terdapat pada tumbuhan Loa ( Ficus racemosa L ) , diantaranya yaitu β –
Sitosterol, leukosianidin 3- O- β- D- glukopiranosida, lupeol asetat, α - amirin
asetat, β- sistosterol dan stigmasterol yang berhasil diisolasi dari kulit batang,
kemudian dari buahnya terdapat senyawa gluanol asetat, taraksesterol, lupeol
asetat, friedelin, dan senyawa baru tetrasiklik triterpen gluanol asetat (Anita dan
Stuti, 2011)
II.1.4 Khasiat Tanaman

II.2 Isolasi Bahan Alam


II.2.1 Penyiapan sampel

II.2.2 Ekstraksi
Menurut Departemen Kesehatan RI (2006), ekstraksi adalah proses
penarikan kandungan kimia yang dapat larut dari suatu serbuk simplisia,
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut. Beberapa metode yang
banyak digunakan untuk ekstraksi bahan alam antara lain:

1. Maserasi
Maserasi merupakan metode seder- hana yang paling banyak
digunakan. Cara ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala
industri.(Agoes,2007). Metode ini dilakukan dengan memasukkan serbuk
tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada
suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai kesetimbangan antara
konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman.
Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan.
Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah memakan banyak waktu,
pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa
senyawa hilang. Selain itu, beberapa sen-yawa mungkin saja sulit diekstraksi
pada suhu kamar. Namun di sisi lain, metode maserasi dapat menghindari
rusaknya senyawa -senyawa yang bersifat termolabil.
2. Perkolasi
Ada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam
sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian
bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan
dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini
adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan kerugiannya
adalah jika sampel dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit
menjangkau seluruh area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak
pelarut dan memakan banyak waktu.
3. Soxhlet
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam
sarung selulosa (dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang
ditempatkan di atas labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai
dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas diatur di bawah suhu reflux.
Keuntungan dari metode ini adalah proses ektraksi yang kontinyu, sampel
terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehing-ga tidak membutuhkan
banyak pelarut dan tidak memakan banyak waktu. Kerugiannya adalah
senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi karena ekstrak yang
diperoleh terus menerus berada pada titik didih.
4. Reflux dan Destilasi Uap
Pada metode reflux, sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam
labu yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga
mencapai titik didih. Uap terkondensasi dan kembali ke dalam labu. Destilasi
uap memiliki proses yang sama dan biasanya digunakan untuk
mengekstraksi minyak esensial (campuran berbagai senyawa menguap).
Selama pemanasan, uap terkondensasi dan destilat (terpisah sebagai 2 bagian
yang tidak saling bercampur) ditampung dalam wadah yang terhubung
dengan kondensor. Kerugian dari kedua metode ini adalah senyawa yang
bersifat termolabil dapat terdegradasi (Seidel V 2006).
II.2.3 Partisi
II.2.4 Kromatografi Lapis Tipis
II.2.5 Kromatografi
Langkah berikutnya setelah diperoleh ekstrak dalam isolasi
senyawa organik bahan alam adalah pemisahan komponen-komponen
yang terdapat dalam ekstrak tersebut. Teknik yang banyak
digunakan adalah kromatografi. Kromatografi adalah teknik pemisahan
campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen
dalam medium tertentu. Pada kromatografi komponen komponennya akan
dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase
diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak
akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan
pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut
dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.
1. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan pemisahan komponen-komponen
campuran suatu senyawa yang melibatkan partisi suatu senyawa
di antara padatan penyerap (adsorbent, fasa diam) yang dilapiskan pada
pelat kaca atau aluminium dengan suatu pelarut (fasa gerak) yang
mengalir melewati adsorbent (padatan penyerap). Pengaliran pelarut
dikenal sebagai proses pengembangan oleh pelarut (elusi). KLT
mempunyai peranan penting dalam pemisahan senyawa organik
maupun senyawa anorganik, karena relatif sederhana dan
kecepatan analisisnya. Di dalam analisis dengan KLT, sampel
dalam jumlah yang sangat kecil ditotolkan menggunakan pipa kapiler
di atas permukaan pelat tipis fasa diam (adsorbent), kemudian pelat
diletakkan dengan tegak dalam bejana pengembang yang berisi sedikit
pelarut pengembang. Oleh aksi kapiler, pelarut mengembang naik sepanjang
permukaan lapisan pelat dan membawa komponen-komponen yang
terdapat dalam sampel.
Pemilihan fasa gerak yang tepat merupakan langkah yang sangat penting
untuk keberhasilan analisis dengan KLT. Umumnya fasa gerak dalam KLT
ditemukan dengan coba-coba dan jarang sekali yang didasarkan pada
pengetahuan yang mendalam. Sifat-sifat pelarut pengembang juga merupakan
faktor dominan dalam penentuan mobilitas komponen-komponen campuran.
Umumnya kemampuan suatu pelarut pengembang untuk menggerakkan
senyawa pada suatu adsorben berhubungan dengan polaritas pelarut.
Kemampuan ini disebut kekuatan elusi, dan urutan kekuatan elusi
beberapa pelarut yaitu air > metanol > etanol > aseton > etil asetat > kloroform
> dietil eter > metilen diklorida > benzena > toluena > karbon tetraklorida >
heksan > petrolatum eter. Identifikasi senywa yang telah terpisah pada lapisan
tipis dapat dilakukan dengan menggunakan reaksi penampak noda maupun
dideteksi menggunakan lampu UV (254 atau 356 nm) untuk senyawa-senyawa
yang dapat menyerap warna.
2. Kromatografi vakum cair
Kromatografi vakum cair digunakan untuk fraksinasi ekstrak total secara
cepat. Teknik ini dapat dilakukan dengan menggunakan kolom kromatografi
yang dihubungkan dengan pompa vakum, dengan isian kolom silica gel
untuk TLC ( 10-40 m). Sebagai eluen digunakan campuran pelarut dari
yang non polar secara bertahap ke yang polar. Hasil pemisahan dari
kromotografi vakum cair adalah fraksi-fraksi yang dapat dikelompokkan
menjadi kelompok senyawa non polar, semi polar, dan polar. fraksinasi
ekstrak total secara cepat. Teknik ini dapatyang dihubungkan dengan pompa
vakum, dengan eluen digunakan campuran pelarut dari yang nonpolar secara
bertahap ke yang polar. Hasil pemisahan dapat dikelompokkan menjadi
kelompok senyawa non polar, semi polar, dan polar.
Kromatografi vakum cair ini merupakan modifikasi dari kromatografi
kolom grafitasi. Metode ini lebih banyak digunakan untuk fraksinasi sampel
dalam jumlah besar (10-50 g). Kolom yang digunakan biasanya terbuat dari
gelas dengan lapisan berpori pada bagian bawah. Ukuran kolom bervariasi
tergantung ukurannya. Kolom disambungkan dengan penampung eluen yang
dihubungkan dengan pompa vakum. Pompa vakum akan menghisap eluen
dalam kolom, sehingga proses pemisahan berlangsung lebih cepat. Penggunaan
tekanan dimaksudkan agar laju aliran eluen meningkat sehingga meminimalkan
terjadinya proses difusi karena ukuran silika gel yang biasanya digunakan pada
lapisan kromatografi KLT sebagai fasa diam dalam kolom yang halus yaitu
200-400 mesh. Kolom yang digunakan berukuran lebih pendek daripada
ukuran kromatografi gravitasi dengan diameter yang lebih besar (5 -10 cm).
Kolom KVC dikemas kering dalam keadaan vakum agar diperoleh
kerapatan kemasan maksimum. Sampel yang akan dipisahkan biasanya sudah
diadsorbsikan ke dalam silika kasar terlebih dahulu (ukuran silika kasar 30-70
mesh) agar pemisahannya lebih teratur dan menghindari sampel kangsung
menerobos ke dinding kaca tanpa melewati adsorben terlebih dahulu, yang
dapat berakibat gagalnya proses pemisahan. Pelarut yang kepolarannya rendah
dituangkan ke permukaan penyerap yang sebelumnya sudah dimasukkan
sampel. Kolom dihisap perlahan-lahan ke dalam kemasan dengan
memvakumkannya. Kolom dielusi dengan campuran pelarut yang cocok, mulai
dengan pelarut yang kepolarannya rendah lalu kepolaran ditingkatkan
perlahan-lahan. Kolom dihisap sampai kering pada setiap pengumpulan fraksi
sehingga kromatografi vakum cair disebut juga kolom fraksinasi.

3. Kromatografi garvitasi
Kromatografi Gravitasi dapat digunakan untuk pemisahan dan
pemurnian senyawa yang telah difraksinasi menggunakan
kromatografi vakum cair. Teknik ini dapat dilakukan dengan kolom
diameter ukuran 1-3 cm dan panjang kolom 50 cm. Sebagai adsorben
digunakan silika gel GF 60 (200-400 mesh). Tinggi adsorben yang biasa
digunakan berkisar 15-20 cm. Eluen yang digunakan menggunakan
campuran pelarut polar dan non polar dengan perbandingan yang sesuai
pemisahan pemisahan dengan kromatografi kolom gravitasi biasanya akan
diperoleh hasil yang baik apabila digunakan campuran pelarut yang dapat
memisahkan komponen pada Rf kurang dari 0,3 pada uji coba dengan KLT.

Kromatotron atau sentrifugal kromatografi merupakan kromatografi


menggunakan alat yang disebut kromatotron, teknik pemisahannya
menggunakan gaya sentrifugal dan gravitasi. Dalam teknik ini digunakan
silika gel for TLC yang berflourecent. Perinsip pemisahan dengan
kromatotron sama dengan kromatografi yang lainnya. Tetapi, pemisahan akan
berlangsung lebih cepat, oleh karena ada gaya sentrifugal yang akan
mempercepat proses penyerapan pelarut yang membawa komponen yang
dipisahkan
Gambar 2 beberapa teknik kromatografi KVC (A), KG (B), Kromatotron
(C)

II.2.6Pemurnian
II.2.6.1 Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan cara yang paling efektif untuk memurnikan
zat – zat organik dalam bentuk padat. Oleh karena itu teknik ini secara rutin
digunakan untuk pemurnian senyawa hasil sintesis atau hasil isolasi dari bahan
alami, sebelum dianalisis lebih lanjut, misalnya dengan instrumebn spektoskopi
seperti UV, IR, NMR, dan MS. Sebagai metoda pemurnian padatan,
rekristalisai memiliki sejarah yang panjang seperti distilasi. Wa;aupun
beberapa metoda yang lebih rumit telah dikenalkan, rekristalisasi adalah
metoda yang paling penting untuk pemurnian sebabkemudahannya ( tidak
perlu alat khusus ) dank arena keefektifannya. Ke depannya rekristalisasi akan
tetap metoda standar untuk memurnikan padatan.
Metoda ini sederhana, material padayan ini terlarut dalam pelarut yang
cocok pada suhu tinggi ( pada atau dekat titik didih pelarutnya ) untuk
mendapatkan jumlah larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas
perlahan didinginkan, Kristal akan mengendap karena kelarutan padatan
biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak
akan pengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk
mencapai jenuh. Walaupun rekristalisasi adalah metoda yang sangat sederhana,
dalam prakteknya bukan berarti mudah dilakukan. Adapun saran – saran yang
dibutuhkan untuk melakukan metoda kristalisai adalah sebagai berikut : 1.
Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang
besar pada suhu. Misalnya, ketergantungan pada suhu NaCl hampir dapat
diabaikan. Jadi pemurnian NaCl dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan. 2.
Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan pendinginan karena
mungkin terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini penambahan Kristal
bibt, mungkin akan efektif. Bila tak ada Kristal bibit, menggaruk dinding
mungkin akan berguna. 3. Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat
terlarut, penggunaan pelarut non polar lebih disarankan. Namun, pelarut non
polar cenderung merupakan pelarut yang buruk untuk senyawa polar. 4.
Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan. Namun sekali
lagi pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan
pelarut biasanya bukan masalah sederhana
II.3 Karakterisasi Senyawa
Identifikasi golongan senyawa dapat dilakukan dengan uji warna,
penentuan kelarutan, bilangan Rf dan ciri spectrum UV (Harborne, 1998).
Identifikasi yang paling penting dan digunakan secara luas ialah pengukuran
spektrum serapan dengan menggunakan spektrofotometer. Pengukuran ini
tidak merusak senyawa dan senyawa dapat dipakai lagi untuk uji-uji yang lain.
Seringkali gabungan kromatografi dan spektrofotometri memungkinkan
fraksinasi menjadi sempurna terhadap campuran alami yang sangat kecil
jumlahnya dan identifikasi setiap komponennya secara pasti.Tiga jenis
spektrum serapan telah dikenal yaitu sinar tampak, ultraviolet dan infra merah.
Kesamaan spektrum inframerah suatu senyawa murni yang tidak diketahui
dengan senyawa pembanding dapat dianggap sebagai bukti bahwa kedua
senyawa itu sama. Spektrum serapan ultraviolet-visibel tidak didasarkan pada
getaran atom dalam molekul akan tetapi pada kenyataannya elektron tertentu
yang terikat longgar dapat ditingkatkan ke arah energi yang lebih tinggi dengan
menyerap radiasi dengan panjang gelombang tertentu.
Spektra UV digunakan untuk mengetahui keberadaan ikatan rangkap
terkonjugasi pendek misalnya aromatik dan panjang misalnya karotenoida.
Spektra IR digunakan untuk mengetahui gugus fungsi dan perkiraan jenis
senyawa (Harborne, 1998).
II.3.1 Spektrofotometer UV
Daerah pengukuran spektrofoto meter UV adalah pada panjang
gelombang 200 - 400 nm. Spektrum UV disebut juga spektrum elektronik
karena terjadi sebagai hasil interaksi radiasi UV terhadap molekul yang
mengakibatkan molekul tersebut mengalami transisi elektronik. Apabila radiasi
elektromagnetik dikenakan pada suatu molekul atau atom maka sebagian dari
radiasi tersebut diserap oleh molekul atau atom tersebut sesuai dengan
strukturnya yang mempunyai gugus kromofor (Mulja, 1990)
II.3.2. Spektrofotometer IR
Radiasi infrared (IR) atau infrared merupakan bagian dari spektrum
elektro-magnetik antara daerah gelombang cahaya tampak dan gelombang
mikrowafe. Penggunaan terbesar terhadap kimia organik adalah pada panjang
gelombang 4000 - 400 cm -1. Frekuensi radiasi IR kurang dari 100 cm-
1diabsorbsi dan diubah oleh molekul organik menjadi energi rotasi molekul.
Serapan ini diukur. Radiasi IR dalam daerah panjang gelombang 10000-100
cm-1diabsorbsi dan diubah oleh sebuah molekul organik ke dalam energi
vibrasi molekul. Serapan ini juga dihitung. Tapi, spektrum vibrasi muncul
sebagai tanda lebih baik karena sebuah perubahan energi vibra tunggal diikuti
oleh sejumlah perubahan energi rotasi. Absorbsi frekuensi atau panjang
gelombang tergantung pada massa relatif atom, gaya konstan ikatan dan
geometri atom. Posisi tanda dalam spektrum IR disajikan dalam jumlah
gelombang yang memiliki satuan cm-1. Jenis ikatan yang dapat ditunjukkan
pada daerah serapan 1300 - 800 cm -1 (C - C, C-O, C- N), 1900-1500 cm-1
(C═O, C═N, N═O), 2300 - 2000 cm- 1(C≡C, C≡N), dan 3000 - 2200 (C - H,
O - H, N - H) (Silverstain, 1998)
II.4 Uji Bioaktivitas (Bioassay)
II.4.1 Antioksidan
II.4.1.1 Uji DPPH (1,1 –Difenil -2-Pikrilhidrazin)
Menurut Bendra (2012) DPPH merupakan radikal bebas yang stabil
pada suhu kamar dan sering digunakan untuk menilai aktivitas antioksidan
beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam.Prinsip uji DPPH adalah
penghilang warna untuk antioksidan yang langsung menjangkau radikal
DPPH dengan pemantauan absorbansi dengan panjang gelombang 517 nm
menggunakan spektrofotometer. Radikal DPPH dengan nitrogen organik
terpusat adalah radikal bebas stabil dengan warna ungu gelap yang ketika
direduksi menjadi bentuk nonradikal oleh antioksidan menjadi warna
kuning.
Prinsip dari uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH yaitu
reaksi penangkapan atom hidrogen dari senyawa antioksidan oleh radikal
bebas DPPH untuk mendapatkan pasangan elektron dan mengubahnya
menjadi difenil pikril hidrazin (DPPH).
Metode peredaman radikal DPPH ini berdasarkan reaksi reduksi
larutan metanol radikal DPPH yang berwarna oleh penghambatan radikal
bebas.Prosedurnya melibatkan Uji Kombinasi Ekstrak, Mohamad Hasan
Furqon, Fakultas Farmasi, UMP, 2016 10 pengukuran penurunan serapan
DPPH pada panjang gelombang maksimum yang sebanding dengan
konsentrasi penghambat radikal bebas yang ditambahkan ke larutan
DPPH.Aktivitas antioksidan dinyatakan sebagai Inhibition concentration 50
% merupakan nilai yang menunjukkan kemampuan penghambatan proses
oksidasi sebesar 50 %. Semakin kecil nilai menunjukkan semakin tingginya
aktivitas antioksidan suatu senyawa. Suatu senyawa dikatakan memiliki
aktivitas antioksidan sangat tinggi jika nilai kurang dari 50 μl/mL,
dikatakan memiliki aktivitas antioksidan tinggi jika nilai 50 - 100 μl/mL,
aktivitas antioksidan sedang jika nilai 100 - 150 μl/mL, dan
dikatakan aktivitas antioksidan rendah jika nilai lebih dari 150 μl/mL
(Blois, 1958).
II.4.4.2 Uji ABTS (Asam 2,2' -Azinobis(3 -etilbenzatiazolin) -6-sulfonat)
Prinsip Uji ABTS adalah penghilang warna kation ABTS untuk
mengukur kapaitas antioksidan yang langsung beraksi dengan radikal
kation ABTS. ABTS adalah suatu radikal dengan pusat nitrogen yang
menpunyai warna karakteristik biru -hijau yang bila tereduksi oleh
antioksidan akan berubah menjadi nonradikal, dari berwarna menjadi tidak
berwarna. Kemampuan aktivitas antioksidan secara spektrofotometer pada
panjang gelombang 734. Hasilnya dibandingkan dengan standar yakni
senyawa trolox (Bendra, 2012)
II.4.4.3.Uji Penghambatan Radikal Superoksida
Uji ini mengukur antioksidan menggunakan molekular nitroblue
tentrazolium (NBT), dalam meredam radikal superoksida yang dihasilkan
sistem enzimatik hipoxantin-xantin oksidase (HPX- XOD).NBT memiliki
warna kunin yang oleh radikal superoksid membentuk formazan yang
berwarna biru, dan terukur pada panjang gelombang 560 nm dengan
spektrofotometer.Kemampuan ekstrak untuk penghambatan warna
hingga50% diukur dalam (Bendra, 2012)
Tabel 2.1 Tingkat Kekuatan antioksidan (Jun M, 2006)
Intensitas Antioksidan Nilai IC50 ((μg/mL)
Sangat kuat <50
Kuat 50-100
Sedang 100-250
Lemah 250-500
Tidak aktif >500
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat
Alat yang digunakan yaitu seperangkat alat destilasi, alat rotary
evaporator (Heidolph Laborota 4000), oven, kolom kromatografi, neraca
analitik, chamber, pipa kapiler, plat KLT, Lampu UV (λ 254 dan 356 nm),
Melting Point (Stuart SMP10), spektrofotometer ultraviolet visible (Shimadzu
Pharma Spec UV-1700), spektro fotometer inframerah (Thermo Scientific
Nicolet iS10), autoklaf, inku, tabung reaksi, spiritus dan beberapa peralatan
gelas yang umum digunakan.
III.1.2 Bahan
Bahan - bahan yang digunakan adalah kulit batang Loa (Ficus
racemosa L), heksana (Merck), etil asetat (Merck), metanol (Merck), silika gel 60
F 254 (Merck), plat KLT DC- Alufolien Kieselgel 60 F 254 Merck (20x20 cm),
pereaksi Mayer, pereaksi Liebermann Burchard yaitu anhidrida asetat (Merck)
dan asam sulfat pekat (Merck), magnesium (Merck), asam klorida pekat (Merck),
besi(III) klorida (Merck), natrium hidroksida (Merck), akuades (Merck), kertas
saring, aluminium voil. Bahan yang digunakan untuk uji antioksidan yaitu DPPH
(1,1- difenil - 2- pikrilhidrazil).
III.2 Metode Kerja
III.2.1 Uji profil fitokimia
Sampel uji yang digunakan yaitu kulit batang Loa (Ficus
racemosa L). Pengujian yang dilakukan diantaranya uji kandungan fenolik
dengan reagen besi (III) klorida, uji flavonoid dengan Sianidin test, uji
saponin, uji triterpenoid dan steroid dengan reagen Liebermann-Burchard, uji
alkaloid dengan pereaksi Meyer, dan uji kumarin dengan natrium hidroksida
(Khalaf, N. A, 2008)
III.2.2 Ekstraksi
Sebanyak 1050 gram sampel yang telah berupa serbuk halus, diekstrak
dengan metode maserasi berturut-turut dengan menggunakan pelarut heksana dan
etil asetat. Maserasi (perendaman) dengan pelarut heksana dilakukan selama 3-4
hari (sambil digoncang sekali-kali) kemudian disaring dan dilakukan berulang kali
hingga maserat tidak lagi memberikan warna yang keruh. Hasil dari maserasi
kemudian digabungkan dan diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotary
evaporator dengan suhu 40ᵒC.
Ampas yang didapat dari maserasi pertama yaitu dari heksana, di
maserasi lagi menggunakan etil asetat selama 3-4 hari. Banyaknya Pengulangan
ekstraksi yang dilakukan sama dengan banyaknya pengekstrakan menggunakan
heksana. Hasil dari maserasi kemudian digabungkan dan diuapkan pelarutnya
dengan menggunakan rotary evaporator dengan suhu 40ᵒC.
III.2.2. Kromatografi
Pemisahan senyawa dari ekstrak kental etil asetat dilakukan dengan
kromatografi kolom vakum cair dengan fasa diam silika gel dan fasa gerak
heksana dan etil asetat. Fraksi etil asetat yang akan di kromatografi sebanyak 10 g
dan dicampur dengan silika gel dengan perbandingan 1 : 1. Kemudian
dimasukkan secara hati – hati ke dalam kolom kromatografi yang sebelumnya
telah disiapkan. Selanjutnya kolom dielusi secara Isokratik dengan perbandingan
eluen Etil asetat : n - heksana (6 : 4), yang mana perbandingan eluen ini
digunakan berdasarkan uji KLT pendahuluan dengan berbagai macam
perbandingan eluen, sehingga didapatlah perbandingan eluen yang cocok untuk
dilakukan pemisahan. Hasil elusi dari kolom ditampung kedalam vial-vial yang
kemudian di KLT untuk mengetahui pola pemisahan nodanya sehingga
didapatkan 8 Fraksi (A-H).
Fraksi dengan pola noda sederhana (Fraksi D) direkromatografi kolom
dengan metoda SGP (Step Gradient Polarity) menggunakan perbandingan eluen
- heksana 100% sampai dengan etil asetat 100% dan hasilnya di KLT kembali
sehingga didapatkan lima subfraksi (D1-D5). Selanjutnya, terhadap subfraksi D2
dilakukan pemurnian dengan cara rekristalisasi hingga didapatkan noda tunggal
pada plat KLT dengan menggunakan berbagai reagen pengungkap noda.
III.2.3 Uji Kemurnian dan Karakterisasi
Kemurnian senyawa hasil isolasi diuji dengan kromatografi lapis tipis
(KLT) yang dielusi dengan beberapa perbandingan eluen. Hasil elusi dilihat
dengan menggunakan pengungkap noda lampu UV λ 254 nm dan λ 365 nm,
ammonia dan natrium hidroksida. Selanjutnya dikarakterisasi menggunakan
spektroskopi UV dan IR.
III.2.4 Pengujian aktifitas antioksidan
Pengujian antioksi dan menggunakan metoda DPPH dikembangkan
berdasarkan literature yang telah dimodifikasi (Kumar,2012) Larutan DPPH 0,05
mM dibuat dengan cara melarutkan DPPH 0,0019 gram dengan metanol hingga
volume 100 mL dalam labu ukur. Sebanyak 10 mg masing - masing ekstrak
dilarutkan dengan metanol dalam labu ukur 10 mL, sehingga diperoleh
konsentrasi 1000 mg/L (larutan induk).
Kemudian dibuat larutan uji dari larutan induk dengan berbagai
konsentrasi sehingga diperoleh larutan ekstrak n-heksana dan etil asetat dengan
konsentrasi 10 ; 20 ; 30 ; 40 dan 50 mg/L. Kemudian 10 ; 30 ; 50 ; 70 ; dan 90
mg/L untuk konsentrasi larutan uji senyawa hasil isolasi. Kemudian sebagai
pembanding asam askorbat dengan konsentrasi 0,5 ; 2 ; 3,5 ; 5 dan 6,5
mg/L.Sebagai larutan kontrol pada pengujian ini adalah 0,2 mL metanol ditambah
3,8 mL DPPH. Untuk masing -masing larutan uji diambil sebanyak 0,2 mL
kemudian ditambahkan 3,8 mL DPPH dan didiamkan selama 30 menit, campuran
dihindarkan dari cahaya. Setelah itu diukur absorbansi larutan campuran.
Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 515 nm. Dari nilai
absorbansi kemudian ditentukan persen inhibisi dan IC50..
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
IV.1.1 Profil fitokimia sampel
Pemeriksaan kandungan metabolit sekunder dari kulit batang Loa
(Ficus racemosa L) menunjukkan adanya beberapa kandungan senyawa metabolit
sekunder yaitu kumarin, triterpenoid, dan steroid.
IV.1.2 Ekstraksi
Proses ekstraksi dengan metoda maserasi diperoleh ekstrak pekat n-
heksana sebanyak 8,133 gram dan ekstrak etil asetat sebanyak 15 gram.
IV.1.3 Analisis senyawa hasil isolasi
Senyawa hasil isolasi diperoleh berupa amorf bewarna putih
kekuningan (3 mg) pada subfraksi D2. Dari uji KLT didapatkan noda tunggal
berfluoresensi biru pada lampu UV panjang gelombang 365 nm dan tidak ada
noda pada UV 254 nm dengan Rf 0,42. Uji dengan pereaksi basa (natrium
hidroksida dan amonia) pada plat KLT menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
Fluoresensi setelah penambahan pereaksi tersebut yang manandakan adanya
pembukaan cincin lakton pada struktur senyawa hasil isolasi.
Berdasarkan spektrum UV senyawa hasil isolasi (Gambar 1) diperoleh
serapan maksimum pada panjang gelombang 203,60 nm; 260 ,60 nm dan 325, 6
0 nm. Hal tersebut mendukung untuk mengindikasikan bahwa senyawa termasuk
senyawa kumarin karena terdapat transisi n → π* yang diperkirakan merupakan
transisi katan rangkap pada cincin benzene dan transisi n → π* yang diperkirakan
transisi gugus karbonil pada cincin piran.
Data spektrum inframerah (Gambar 2) menunjukkan bahwa senyawa
hasil isolasi memiliki gugus fungsi – OH pada bilangan gelombang 3408, 93 cm-1
hal ini didukung oleh adanya regangan C-O alkoksi pada daerah bilangan
gelombang 1257,52 cm-1dan 1166,27 cm-1. Vibrasi O-H ini mengarah keluar
bidang yang ditunjukkan pada bilangan gelombang 668,43 cm-1.
Regangan C-OC eter ditunjukkan pada bilangan gelombang 1047,39
cm-1. Pada bilangan gelombang 2921,75 cm-1 diketahui adanya vibrasi C-H
streching yang didukung dengan vibrasi CH3 pada bilangan gelombang 1377,27
cm-1.pada bilangan gelombang 2850,91cm -1
diketahui adanya vibrasi CH2 yang
didukung dengan adanya spektrum pada bilangan gelombang 1463,96 cm-1.
Vibrasi C=O karbonil ditunjukkan pada bilangan gelombang 1719,00 cm -1. Dan
vibrasi ikatan rangkap berkonjugasi ditunjukkan pada bilangan gelombang
-1
1654,34 cm yang didukung dengan adanya vibrasi cincin benzen pada bilangan
gelombang 837,29 cm-1 yang merupakan ciri khas dari senyawa kumarin.

gambar 4.1 spektrum UV senyawa hasil isolasi

gambar 4.2 spektrum IR senyawa hasil isolasi

IV.1.5 Pengujian aktifitas antioksidan


Uji antioksidan dilakukan terhadap ekstrak n-heksan, etil asetat, serta
senyawa hasil isolasi dan digunakan asam askorbat sebagai standar. Hasil uji
antioksidan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Suatu senyawa atau ekstrak dapat
bersifat antioksidan dilihat dari nilai IC50. Semakin rendah nilai IC50 suatu
senyawa maka semakin aktif senyawa tersebut sebagai antioksidan dan
sebaliknya, semakin besar nilai IC50 suatu senyawa maka semakin berkurang sifat
antioksidan suatu senyawa bahkan dapat dikatakan tidak aktif sebagai antioksidan.
Tabel 1. Hasil uji antioksidan masing-masing ekstrak, senyawa hasil isolasi dan
Asam askorbat
no Sampel uji IC50 (mg/L)
1 Ekstrak n-heksan 509
2 Ekstrak etil asetat 29,651
3 Senyawa hasil isolasi 516,5
4 Asam askorbat 6,42
Menurut Jun et.al 2003, suatu senyawa bersifat sebagai antioksidan
jika nilai IC50 kurang dari 500 mg/L (Febriani, K. 2012)Berdasarkan tabel diatas
dapat dilihat bahwa ekstrak etil asetat memiliki nilai IC50 dibawah 500 mg/L,
maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak etil asetat bersifat sebagai antioksidan, hal
ini diperkirakan banyaknya senyawa fenolik yang terdapat pada ekstrak etil asetat
dibandingkan ekstrak n-heksan, sehingga lebih banyak mendonorkan atom H dari
gugus hidroksil untuk meredam radikal bebas DPPH. Nilai IC50 ekstrak etil asetat
hampir mendekati nilai IC50 asam askorbat sebagai standar. Sedangkan ekstrak n-
heksana dan senyawa hasil isolasi memiliki nilai IC50 yang jauh lebih besar yaitu
> 500mg/L, jadi ekstrak etil asetat lebih aktif sebagai antioksidan dibandingkan
ekstrak n-heksan dan senyawa hasil isolasi
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Senyawa hasil isolasi diperoleh dari ekstrak etil asetat kulit batang Loa
(Ficus racemosa L) berupa amorf berwarna putih kekuningan yang
terdekomposisi pada suhu 1850C. Senyawa hasil isolasi berupa kumarin yang
dibuktikan dengan uji kualitatif melalui KLT dan menggunakan pereaksi basa.
Hasilnya menunjukkan spot tunggal dengan fluoresensi biru dibawah sinar UV
pada panjang gelombang 365 nm dan juga didukung oleh data spektroskopi UV
dan IR. Uji antioksidan menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat sangat aktif
sebagai antioksidan dengan nilai IC50 29,651mg/L, dan untuk senyawa hasil
isolasi tidak aktif sebagai antioksidan dengan nilai IC50 516,5 mg/L.
DAFTAR PUSTAKA
Khalaf, N. A, 2008 , Antioxidant Activity of Some Common Plants,Faculty of
Pharmacy and Medical Sains, Jordan, 32,51- 55.

Kumar, H. V. K, Navyashree, S. N, Rakshitha, H. R, Chauhan, J. B. 2012,


Studieson the free radical scavenging activity of Syagrus romanzoffiana,
International journal of pharmaceutical and biomedical research, 3 (2), 81-
84

Febriani, K. 2012, Uji Aktifitas Aktioksidan dan Fraksi Daun Cocculus


orbiculatus (L) DC. dengan Metode DPPH dan Identifikasi Golongan
Senyawa Kimia dari Fraksi yang Aktif, Skripsi, Jakarta, Universitas
Indonesia

Jun M, Fu HY, Hong J, Wang X,Yang CS, Ho CT, 2006, Comparison


ofantioxidant activities of isoflavonesfrom kudzu root (Pueraria
lobateohwi). J of Food Science. 2006; 2117-22.

Anda mungkin juga menyukai

  • Skrining Resep
    Skrining Resep
    Dokumen16 halaman
    Skrining Resep
    Nurliathy Ilyas
    50% (4)
  • Wa0009
    Wa0009
    Dokumen16 halaman
    Wa0009
    Nurliathy Ilyas
    Belum ada peringkat
  • Wa0009
    Wa0009
    Dokumen16 halaman
    Wa0009
    Nurliathy Ilyas
    Belum ada peringkat
  • Wa0009
    Wa0009
    Dokumen16 halaman
    Wa0009
    Nurliathy Ilyas
    Belum ada peringkat
  • Bab III Lipid
    Bab III Lipid
    Dokumen2 halaman
    Bab III Lipid
    Nurliathy Ilyas
    Belum ada peringkat
  • Makalah Farmakoterapi
    Makalah Farmakoterapi
    Dokumen19 halaman
    Makalah Farmakoterapi
    Nurliathy Ilyas
    Belum ada peringkat
  • Ati
    Ati
    Dokumen6 halaman
    Ati
    Nurliathy Ilyas
    Belum ada peringkat
  • Artikel KTI ATHY
    Artikel KTI ATHY
    Dokumen16 halaman
    Artikel KTI ATHY
    Nurliathy Ilyas
    Belum ada peringkat
  • Jawaban Kimorsin
    Jawaban Kimorsin
    Dokumen4 halaman
    Jawaban Kimorsin
    Nurliathy Ilyas
    Belum ada peringkat
  • Ati
    Ati
    Dokumen6 halaman
    Ati
    Nurliathy Ilyas
    Belum ada peringkat
  • A
    A
    Dokumen15 halaman
    A
    Nurliathy Ilyas
    Belum ada peringkat
  • Bab 1 Aptek
    Bab 1 Aptek
    Dokumen30 halaman
    Bab 1 Aptek
    Nurliathy Ilyas
    Belum ada peringkat
  • Pertanyaan Pankreatitis
    Pertanyaan Pankreatitis
    Dokumen2 halaman
    Pertanyaan Pankreatitis
    Nurliathy Ilyas
    Belum ada peringkat
  • Per Tanya An
    Per Tanya An
    Dokumen5 halaman
    Per Tanya An
    Nurliathy Ilyas
    Belum ada peringkat
  • Bab I Proposal Charla
    Bab I Proposal Charla
    Dokumen16 halaman
    Bab I Proposal Charla
    Nurliathy Ilyas
    Belum ada peringkat
  • Penentuan Retensi PTX Intratumoral Oleh HPLC... Dillah
    Penentuan Retensi PTX Intratumoral Oleh HPLC... Dillah
    Dokumen4 halaman
    Penentuan Retensi PTX Intratumoral Oleh HPLC... Dillah
    Nurliathy Ilyas
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen3 halaman
    Bab Iv
    Nurliathy Ilyas
    Belum ada peringkat