Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Perkembangan Farmakognosi

Pharmakognosi berasal dari penggabungan dua kata Yunani, yaitu Pharma


kon (obat) dan Gnosis (pengetahuan) yang berarti, pengetahuan tentang obat-
obatan. Penamaan ‘Pharmacognosy’digunakan pertama dan terutama oleh CA
Seydler, mahasiswa kedokteran di Halle / Saale, Jerman, yang dengan sungguh-
sungguh mengerjakan Analetica Pharmacognostica sebagai judul utama tesisnya
pada tahun 1815.
Selain itu, penelitian lebih lanjut telah mengungkapkan bahwa Schmidt
telah menggunakan istilah ‘Pharmacognosis’ dalam sebuah buku monografi
berjudul Lehrbuch der Materia Media (yaitu, Lecture Notes on Medical Matter)
sebelum 1811, di Wina. Kompilasi ini secara eksklusif berhubungan dengan
tanaman obat dan karakteristik yang sesuai.
Dari penelitian tersebut, kemudian berkembang orang Mesir kuno, Cina,
India, Yunani, dan Roma menggunakan Kamper yang diketahui memiliki manfaat
yang sangat besar dalam pengobatan dan penyembuhan berbagai penyakit,
misalnya: secara internal sebagai stimulans dan karminatif; secara eksternal yakni
sebagai antipruritic, counterirritant dan antiseptic.
Awalnya kamper diperoleh dengan hanya pendinginan minyak volatile
dari sasafras, rosemery, lavender, sage, sedangkan orang-orang Yunani dan
Romawi kuno memperolehnya dari produk dalam pembuatan anggur. Saat ini,
kamper diperoleh pada skala besar secara sintetik (campuran rasemik) dari α-
pinene yang terdapat dalam minyak terpentin.
Orang asli Afrika telah menggunakan ekstrak tumbuh-tumbuhan dalam
upacara-upacara ritual mereka dimana subjek akan kehilangan gerakan tubuh yang
lengkap tetapi mental harus tetap waspada selama 2 atau 3 hari. Kemudian,
peradaban sebelumnya juga menemukan sejumlah minuman fermentasi
karbohidrat yang berasal dari tumbuhan kaya zat yang mengandung alkohol dan
cuka. Dengan berlalunya waktu mereka juga secara eksklusif produk-produk
tumbuhan tertentu digunakan untuk meracuni tombak dan panah mereka dalam
memangsa dan membunuh musuh-musuh. Menariknya, mereka menemukan
bahwa beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan memiliki properti unik untuk menjaga
kesegaran dan juga untuk masker dengan rasa dan aroma yang tidak
menyenangkan.
Banyak kemajuan yang telah didapat di abad 19 ketika ahli-ahli kimia
secara serius mengambil tantangan untuk mensintesis sejumlah besar senyawa
organik dasar atau ‘prototype active biology’. Beberapa secara murni ‘disintesis
senyawa’ pada dasarnya memiliki struktur kompleksitas yang terus meningkat dan
kemudian, setelah evaluasi secara sistematis pada farmakologis dan mikrobiologi
terbukti menghasilkan efek yang sangat baik dan berguna secara terapeutik. Jelas,
bahwa kebanyakan dari ‘tailor-made’ senyawa yang telah ditandai dan dinyatakan
memiliki indeks terapeutik ditemukan berada di luar dunia ‘pharmacognosy’ atau
lebih secara khusus ‘phytochemistry’ yang sama sekali baru dengan
muncul ‘jamu kimia’. Namun, disiplin khusus ini hampir terbengkalai sejak era
parcelsus. Tetapi sekarang, ‘jamu kimia’ telah diakui layak dan mendapat
pengakuan yang luas di seluruh dunia karena manfaat dan keuntungannya.
Pada kurang lebih 2500 tahun sebelum masehi, penggunaan tanaman obat
sudah dilakukan orang, hal ini dapat diketahui dari lempeng tanh liat yang
tersimpan di Perpustakaan Ashurbanipal di Assiri, yang memuat simplisia antaara
lain kulit delima, opium, adas manis, maud, ragi, minyak jarak. Juga orang
Yunani kuno misalnya Hippocrates (1446 sebelum masehi), seorang tabib telah
mengenal kayu manis, hiosiamina, gentian, kelembak, gom arab, bunga kantil dan
sebagainya.
Pada tahun 1737 Linnaeus, seorang ahli botani Swedia, menulis buku
“Genera Plantarum” yang kemudian merupakan buku pedoman utama dari
sistemik botani, farmakognosi modern dirintis oleh Martiuss. Seorang apoteker
Jerman dalam bukunya “Grundriss Der Pharmakognosie Des Planzenreisches”
telah menggolongkan simplisa menurut segi morfologi, cara- cara untuk
mengetahui kemurnian simplisa.
Farmakognosi mulai berkembang pesat setelah pertengahan abad ke 19 dan
masih terbatas pada uraian makroskopis dan mikroskopis. Dan sampai dewasa ini
perkembangannya sudah sampai ke usaha-usaha isolasi, identifikasi dan juga
teknik-teknik kromatografi untuk tujutan analisa kualitatif dan kuantitatif.
Pentingnya seorang farmasis mempelajari farmakognosi ialah dengan
mengetahui manfaat dan khasiat tanaman obat disekitar kita maka semakin
banyak bahan baku obat herbal yang lebih diketahui masyarakat dan dapat
menyembuhkan berbagai macam penyakit .
TUGAS FARMAKOGNOSI

“ SEJARAH PERKEMBANGAN FARMAKOGNOSI “

OLEH :

INDAH ARYSHA PUTRI

G 701 17 049

Anda mungkin juga menyukai