Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang telah diciptakan Tuhan di muka bumi ini
karena manusia memiliki akal pikiran yang dapat berkembang. Hal inilah yang menjadi kelebihan
manusia dibandingkan makhluk-makhluk lain yang diciptakan Tuhan di muka bumi.

1.2 TUJUAN PENULISAN


 Untuk mengetahui tujuan manusia sebagai makhluk budaya, hakikat manusia,
kepribadian manusia dan etika dan estetika berbudaya
 Sebagai referensi bagi mahasiswa untuk membuat makalah sosioantropologi tentang
manusia sebagai makhluk budaya, hakikat manusia sebagai makhluk budaya,
kepribadian manusia, etika dan estetika berbudaya
 Untuk memenuhi tugas mata kuliah sosioantropologi

1.3 CARA MEMPELAJARI MAKALAH


1. Dengan melakukan diskusi dengan teman satu kelompok tentang pokok bahasan
materi pada kelompk kami.
2. Membaca banyak sumber refrensi dari berbagai situs internet.
3. Melakukan pengkajian ulang tentang apa yang telah kelompk kami dapatkan dari
hasil diskusi dan membaca.

1.4 PETUNJUK MEMPELAJARI MAKALAH


1. Bacalah daftar isi terlebih dahulu, agar pembaca tahu urutan materi yang dibahas.
2. Bacalah latar belakang dan tujuan penulisan agar pembaca tahu apa manfaat ia
membaca materi.
3. Setelah selesai membaca, cobalah untuk mejawab pertanyaan uraian atau pilihan
ganda yang telah disediakan,
4. Setelah menjawab, cocokkanlah jawabanmu dengan kunci jawaban yang tersedia.
5. Lihatlah glosarium untuk mencari kosakata yang tidak anda ketahui.

1
BAB II
ISI

2.1 MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA


a. Apakah kebudayaan?
Pengertian kebudayaan ditinjau dari bahasa sansakerta “budhayah” (jamak),
budhi=budi/akal. Jadi kebudayaan adalah hasil akal manusia untuk mencapai kesempurnaan
EB. Taylor mengartikan kebudayaan sebagai keseluruhan kompleks yang didalamnya
terkandung ilmu pengetahuan serta yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat. Atau
diartikan pula segala sesuatu yang diciptakan manusia baik materi maupun non material
melalui akal. Budaya itu tidak diwariskan secara generative (biologis) tapi melalui belajar.
Menurut Koentjaraningrat: kebudayaan adalah keseluruhan system gagasan, tindakan,
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar.
b. Apakah makhluk budaya?
Makhluk budaya artinya makhluk yang berkemampuan melakukan hal-hal yang
positif, menciptakan kebaikan, kebenaran, keadilan dan bertanggung jawab. Sebagai makhluk
berbudaya, manusia mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan baik bagi
dirinya maupun bagi masyarakat demi kesempurnaan hidupnya.
c. Menjelaskan, membuktikan, memberikan contoh bahwa manusia makhluk berbudaya!
Manusia sebagai makhluk berbudaya berarti manusia adalah makhluk yang memiliki
kelebihan dari makhluk lain, yaitu manusia memiliki akal yang dapat dipergunakan untuk
menghasilkan ide dan gagasan yang selalu berkembang seiring dengan berjalannya waktu.
Sebagai catatan bahwa dengan pikirannya, manusia mendapatkan ilmu pengetahuan. Dengan
kehendaknya, manusia mengarahkan perilakunya dan dengan perasaannya manusia dapat
mencapai kebahagiaan. Tujuan dari pemahaman bahwa manusia sebagai makhluk budaya,
agar dapat dijadikan dasar pengetahuan dalam mempertimbangkan dan mensikapi berbagai
problematik budaya yang berkembang dimasyarakat sehingga manusia tidak semata-mata
merupakan makhluk biologis saja, namun juga sebagai makhluk sosial, ekonomi, politik, dan
makhluk budaya.
Bukti bahwa manusia makhluk berbudaya adalah kita dapat mengembangkan potensi
perilau yang baik untuk bergaul dengan masyarakat dan lingkungan sosial sebagai insan yang
berbudaya dengan cara mengenal, memahami, dan menghargai budayanya sendiri.
Mengembangkan sikap sopan, ramah, dan rendah hati dalam berinteraksi secara efektif
dengan para seniman dan budayawan, lingkungan sosial. Kita harus dapat menempatkan diri
sebagai cerminan bangsa yang berbudaya dalam pergaulan dunia.
Contoh-contoh yang menentukan manusia sebagai makhluk berbudaya, misalnya
kebiasaan masyarakat Islam untuk mengadakan sholawatan dalam rangka menyambut maulid
nabi besar Muhammad SAW, budaya bau nyale di wilayah Nusa Tenggara Barat, saweran
pada acara pernikahan, dan berbagai macam budaya lain di Nusantara ini yang sampai

2
sekarang masih tetap dilaksanakan karena kepercayaan mereka kepada nenek moyang mereka
sekaligus sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk berbudaya.

2.2 Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Budaya

Manusia merupakan salah satu makhluk ciptaan tuhan yang ada dimuka bumi. Artinya manusia
bukan satu-satunya makhluk ciptaan tuhan. Makhluk tuhan di dunia (bumi) terbagi menjadi empat
macam dan memiliki sifat yang berbeda-beda, yaitu :
1. Alam: memiliki sifat wujud
2. Tumbuhan: Memiliki sifat wujud dan hidup
3. Binatang: memiliki sifat wujud, hidup, dan dibekali nafsu
4. Manusia: manusia memiliki sifat wujud, hidup, dibekali nafsu, serta akal budi.

Akal budi merupakan pemberian tuhan dan sekaligus potensi diri manusia yang tidak dimiliki
oleh makhluk lain. Akal merupakan kemampuan berfikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki
untuk memecahkan masalah-masalah hidup yang dihadapi. Manusai berfikir menggunakan otaknya.
Dengan daya kerja otaknya ia dapat membantu tubuhnya dan mempermudah memenuhi kebutuhan
hidupnya. Apa saja kebutuhan hidup manusia ? secara umum, kebutuhan manusia dalalm kehidupan
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Kebutuhan yang bersifat kebendaan (saran dan prasarana) atau badani, ragawi, atau
jasmani/biologis. contohnya adalah makanan, minum, bernafas, istirahat dan seterusnya.
2. Kebutuhan yang bersifat rohani, mental atau psikologis. Contohnya adalah: Kasih
sayang, pujian, perasaan aman, kebebasan dan sebagainya.

Manusia menggunakan akal budi ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga
untuk mempertahankan dan meningkatkan derajatnya sebagai makhluk yang tinggi bila dibandingkan
dengan makhluk lainnya.
Lebih lanjut, dengan akal budi pula, manusia mampu menciptakan kebudayaan. Oleh sebab
itu, kebudayaan dapat dikatakan sebagai hasil akal budi manusial dalam interaksinya, baik interaksi
dengan alam maupun interaksi dengan manusia lainnya. Sebagai makhluk pencipta kebudayaan, maka
manusia disebut sebagai makhluk yang berbudaya. Tidak sampai disitu saja, manusia dengan
kemampuan akal budinya dapat pula mempengaruhi dan mengembangkan kebudayaan untuk
kepentingan hidup.
Dalam kajian sosiologi, manusia daan kebudayaan dianggap sebagai "dwitunggal", artinya
walaupun kedduanya berbeda tetapi merupakan suatu kesatuan. manusia menciptakan kebudayaan
dan setelah kebudayaan itu tercipta, maka kebudayaan itu tercipta, maka kebudayaan itulah yang
kemudian mengatur hidup manusia agar sesuai dengannya sehingga manusia tersebut dapat dikatakan
makhluk yang berbudaya. Manusia tidak bisa dilepaskan dari kebudayaan karena kebudayaan
merupakan perwujudan dari manusia itu sendiri. Apa yang terkandung dalam kebudayaan tidak akan
jauh menyimpang dari kemauan manusia yang membuatnya.

3
Pada hakikatnya, kebudayaan mempunyai dua segi/bagian yang tidak dapat dilepaskan
hubungannya satu sama lain, yaitu (soek ono, 1973:9):
1. Segi kebendaan, yaitu meliputi segala benda buatan manusia sebagai perwujudan dari
akalnya, serta bisa diraba.
2. Segi kerohaniana,terdiri atas akal pikiran dan kumpulan perasaan yang tersusun secara
teratur. keduanya tidak bisa diraba.

Manusia yang disebut sebgai makhluk yang berbudaya tidak lain adalah makhluk yang
senantiasa mendayagunakan akal budinyauntuk menciptakan kebahagiaan, karena yang
membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya sesuatu yang baik, benar, dan adil yang terkandung
dalam kebudayaan. Oleh karena itu hanya manusia yang selalu berusaha menciptakan kebaikan,
kebenaran, dan keadilan sajalah yang berhak menyandang gelar manusia berbudaya.
Manusia yang berbudaya akan berfikir tentang bagaimana caranya menggunakan benda hewan
atau binatang untuk lebih memudahkan kerja manusia dan menambah hasil usahanya dalamkaitannya
untuk pemenuhan kepentingan dan kebutuhan hidup sehari-hari. Contohnya: untuk membajak sawah,
manusia bisa menggunakan tenaga hewan (kerbau), untuk bepergian jauh manusia bisa menggunakan
tenaga kuda, dan lain sebagainya. Manusia yang berbudaya juga mampu beradaptasi dengan budaya
yang dianut oleh manusia pendukung budaya lain yang sama sekali berbeda dengan budayanya.

2.3 Kepribadian manusia


1. Sanguinis
Disebut sanguinis karena cairan dalam tubuh yang paling dominan adalah cairan
sanguis. Seseorang yang bertipe sanguinis adalah seseorang yang memiliki kepribadian yang
khas, diantaranya hidup mudah berganti haluan, ramah, mudah bergaul, lincah, periang,
mudah senyum, dan tidak mudah putus asa. Tipe sanguinis terkenal banyak bicara, memiliki
kemampuan komunikasi yang baik serta menguasai pembicaraan. Ia memiliki hasrat untuk
bersenang senang yang tinggi, suka akan ketenaran, perhatian, kasih sayang, dan dukungan
dari orang lain.
Sifat negatif sanguinis yaitu cepat berubah, sesaat dapat terlihat bahagia namun
beberapa saat kemudian dapat tiba-tiba menangis. Orang tipe sanguis umumnya berfikiran
pendek, sulit berkonsentrasi dan tidak teratur.

2. Melankolis
Cairan yang lebih dominan dalam tubuh ini adalah cairan melanchole. Seorang
melancholis adalah orang yang memiliki tipe kepribadian yang khas seperti mudah kecewa,
daya juang kecil, muram, pesimistis, penakut, dan kaku.
Ia menganggap segala sesuatu amat penting. Di segala tempat mereka menemukan
alasan untuk merasa khawatir dan selalu memperhatikan kesulitan-kesulitannya. Ia sibuk
berfikir dan berprasangka akan pergaulannya dengan orang lain yang terus membuatnya
khawatir. Hal inilah yang membuatnya kurang bahagia.
Melankolis adalah seorang pemikir, sensitif, romantis, dan teratur. Ia mempunyai rasa
empati yang tinggi, sehingga dapat menjadi pendengar yang baik. Ia juga dikenal sebagai
sosok yang romantis dan mempunyai rasa seni tinggi. Seorang melankolis juga bertipe yang
perfeksionis (sempurna) yang low profile (tidak suka menonjolkan diri).
Sisi negatifnya, melankolis sangatlah sensitif. Ia senang menyendiri dan terkadang terjebak di masa
lalu yang membuatnya meratapi kisah-kisah sedih. Ia juga dikenal suka meremehkan diri sendiri

4
akibat ketidakpercayaan dirinya. Di lain sisi, melankolis umumnya tertutup dan hanya berbagi dengan
orang yang sangat ia percaya.

3. Plegmatis
Cairan yang lebih dominan dalam tubuh seorang plegmatis adalah cairan phlegma.
Seorang plegmatis memiliki tipe kepribadian yang khas seperti tidak suka terburu-buru,
tenang, tidak mudah dipengaruhi, setia, dingin, santai dan sabar.
Umumnya plegmatis menghindari konflik dan menjadi pihak netral. Ia juga baik hati,
pribadinya tenang, rendah hati dan juga penyabar. Tak sedikit pula tipe plegmatis
yang mempunyai selera humor yang tinggi sehingga menyenangkan untuk diajak bicara.
Plegmatis adalah tipe pendengar, sehingga akan menyenangkan dapat berbagai dengan para
plegmatis.
Keburukannya, plegmatis adalah orang simple sehingga sulit mengambil keputusan.
Ia kurang bersemangat dan pemalas. Bahkan beberapa plegamtis juga dikenal kikir, sedikit
egois dan penakut.

4. Koleris
Cairan yang lebih dominan dalam tubuh seorang koleris yaitu cairan chole.
Ia memiliki tipe kepribadian yang khas seperti hidup penuh semangat, keras, hatinya mudah
terbakar, daya juang besar, optimistis, garang, mudah marah, pengatur, penguasa, pendendam,
dan serius Selain itu, seorang koleris menyukai penampilan, kemegahan dan formalitas. Ia
penuh dengan kebanggaan dan cinta diri sendiri. Seseorang dengan tipe ini biasanya suka
mengatur dan memerintah orang.
Negatifnya, ia bukanlah tipe penyabar, mudah marah, dan suka berperilaku kasar.
Para koleris juga suka akan kontoversi dan pertengkaran, bertolak belakang dengan dengan
plegmatis yang cinta damai. Orang koleris sedikit mirip dengan sanguis yaitu mudah bergaul
dan optimistis. Tak hanya itu, koleris juga bisa berkomunikasi dengn baik dan terbuka dengan
orang lain.

2.4 Etika dan Estetika Kebudayaan

1.Etika Manusia dalam Berbudaya


Kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos. Secara etimologis, etika adalah
ajaran tentang baik–buruk, yang diterima umum atau tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dan
sebagainya. Etika bisa disamakan artinya dengan moral (mores dalam bahasa latin), akhlak,
atau kesusilaan. Etika berkaitan dengan masalah nilai, karena etika pada pokoknya
membicarakan masalah–masaah yang berkaitan dengan predikat nilai susila, atau tidak susila,
baik dan buruk. Dalam hal ini, etika termasuk dalam kawasan nilai, sedangkan nilai etika itu
sendiri berkaitan dengan baik–buruk perbuatan manusia.
Namun, etika memiliki makna yang bervariasi. Bertens menyebutkan ada tiga jenis makna
etika sebagai berikut :
1. Etika dalam arti nilai–nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
kelompok orang dalam mengatur tingkah laku.
2. Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral (yang dimaksud disini adalah kode
etik)
3. Etika dalam arti ilmu atau ajaran tentang yang baik dan yang buruk . Disini etika
sama artinya dengan filsafat moral
Etika sebagai nilai dan norma etik atau moral berhubungan dengan makna etika yang
pertama. Nilai–nilai etik adalah nilai tentang baik buruk kelakuan manusia. Nilai etik
diwujudkan kedalam norma etik, norma moral, norma kesusilaan.
Norma etik berhubungan dengan manusia sebagai individu karena menyangkut
kehidupan pribadi. Pendukung norma etik adalah nurani individu dan bukan manusia sebagai

5
makhluk sosial atau sebagai anggota masyarakat yang terorganisir. Norma ini dapat
melengkapi ketidakseimbangan hidup pribadi dan mencegah kegelisahan diri sendiri.
Norma etik ditujukan kepada umat manusia agar tebetuk kebaikan akhlak pribadi
guna penyempurnaan manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan jahat.
Membunuh, berzina, mencuri, dan sebagaiya. Tidak hanya dilarang oleh norma kepercayaan
atau keagamaan saja, tetapi dirasaan juga sebagai bertentangan dengan (norma) kesusilaan
dalam setia hati nurani manusia. Norma etik hanya membebani manusia dengan kewajiban–
kewajiban saja.
Asal atau sumber norma etik adalah dari manusia sendiri yang bersifat otonom dan
tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia. Batinnya
sendirilah yang mengancam perbuatan yang melanggar norma kesusilaan dengan sanksi.
Tidak ada kekuasaaan diluar dirinya yang memaksakan sanksi itu. Kalau terjadi pelanggaran
norma etik, misalnya pencurian atau penipuan, maka akan timbullah dalam hati nurani si
pelanggar itu rasa penyesalan, rasa malu, takut, dan merasa bersalah.
Daerah berlakunya norma etik relatif universal, meskipun tetap dipengaruhi oleh
ideologi masyarakat pendukungya. Perilaku membunuh adalah perilaku yang amoral, asusila
atau tidak etis. Pandangan itu bisa diterima oleh orang dimana saja atau universal. Namun,
dalam hal tertentu, perilaku seks bebas bagi masyarakat penganut kebebasan kemungkinan
bukan perilaku yang amoral. Etika masyarakat Timur mungkin berbeda dengan etika
masyarakat barat.
Norma etik atau norma moral menjadi acuan manusia dalam berperilaku. Dengan
norma etik, manusia bisa membedakan mana perilaku yang baik dan juga mana perilaku yang
buruk. Norma etik menjadi semacam das sollen untuk berperilaku baik. Manusia yang
beretika berarti perilaku manusia itu baik sesuai dengan norma–norma etik.
Budaya atau kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia. Manusia yang
beretika akan menghasilkan budaya yang memiliki nilai–nilai etik pula. Etika berbudaya
mengandung tuntutan atau keharusan bahwa budaya yang diciptakan manusia mengandung
nilai–nilai etik yang kurang lebih bersifat universal atau diterima sebagian besar orang.
Budaya yang memiliki nilai–nilai etik adalah budaya yang mampu menjaga,
mempertahankan, bahakan mampu meningktkan harkat dan martabat manusia itu sendiri.
Sebaliknya, budaya yang beretika adalah kebudayaan yang akan merendahkan atau bahkan
menghancurkan martabat kemanusiaan.
Namun demikian, menentukan apakah suatu budaya yang dihasilkan manusia itu
memenuhi nilai–nilai etik ataukah menyimpang dari nilai etika adalah bergantung dari paham
atau ideologi yang diyakini masyarakat pendukung kebudayaan . Hal ini dikarenakan
berlakunya nilai–nilai etik bersifat universal, namun amat dipengaruhi oleh ideologi
masyarakatnya.
Contohnya, budaya perilaku berduaan dijalan antara sepasang muda mudi, bahkan
bermesraan di hadapan umum. Masyarakat individual menyatakan haldemikian bukanlah
perilaku yang etis, tetapi akan ada sebagian orang
ataumasyarakatyangberpandanganhaltersebutmerupakansuatupenyimpangan etik.
2.Estetika Manusia dalam Berbudaya
Estetika dapat dikatakan sebagai teori tentang keindahan atau seni. Estetika berkaitan
dengan nilai indah–jelek (tidak indah). Nilai estetika berari nilai tentang
keindahan.Keindahandapat diberi makna secara luas, secara sempit, dan estetik murni.
 .Secaraluaskeindahanmengandungidekebaikan,bahwasegalasesuatunya yang baik
termasuk yang abstrak maupun nyata yangmengandung idekebaikan adalah indah.
Keindahan dalam arti luas meliputi banyakhal, seperti watak yang indah, hukum yang

6
indah, ilmu yangindah, dankebajikan yang indah. Indah dalam arti luas mencakup
hampirseluruhyangadaapakahmerupakanhasilseni,alam,moral,danintelektual.
 Secara sempit, yaitu indah yang terbatas pada lingkup persepsi penglihatan(bentuk
dan warna).
 .Secara estetik murni, menyangkut pengalaman estetik seseorang dalam hubungannya
dengan segala sesuatu yang diresapinya melalui penglihatan, pendengaran perabaan
dan perasaan, yang semuanya dapat menimbulkan persepsi (anggapan) indah.
Jika estetika dibandingkan dengan etika, maka etika berkaitan dengan nilai tentang baik–
buruk, sedangkan estetika berkaitan dengan hal yang indah–jelak. Sesuatu yang estetik berarti
memenuhi unsur keindahan (secara estetik murni maupun secara sempit, baik dala bentuk,
warna, garis, kata, ataupun nada). Budaya yang estetik berarti budaya tersebut memiliki unsur
keindahan.
Apabila nilai etik bersifat relatif universal, dalam arti bisa diterima banyak orang, namun
nilai estetik amat subjektif dan partikular. Sesuatu yang indah bagi seseorang belum tentu
indah bagi orang lain. Misalkan dua orang memandang sebuah lukisan. Orang yang pertama
akan mengakui keindahan yang terkandung dalam lukisan tersebut, namun bisa jadi orang
kedua sama sekali tidak menemukan keindahan di lukisan tersebut.
Oleh karena subjektif, nilai estetik tidak bisa dipaksakan pada orang lain.Kita tidak bisa
memaksa seseorang untuk mengakui keindahan sebuah lukisan sebagaimana pandangan kita.
Nilai–nilai estetik lebih bersifat perasaan, bukan pernyataan.
Budaya sebagai hasil karya manusia sesungguhnya diupayakan untuk memenuhi unsur
keindahan. Manusia sendiri memang suka akan keindahan. Di sinilah manusia berusaha
berestetika dalam berbudaya. Semua kebudayaan pastilah dipandang memiliki nilai–nilai
estetik bagi masyarakat pendukung budaya tersebut. Hal–hal yang indah dan kesukaannya
pada keindahan diwujudkan dengan menciptakan aneka ragam budaya.
Namun sekali lagi, bahwa suatu produk budaya yang dipandang indah oleh masyarakat
pemiliknya belum tentu indah bagi masyarakat budaya lain. Contohnya, budaya suku–suku
bangsa Indonesia. Tarian suatu suku berikut penari dan pakaiannya mungkin dilihat tidak ada
nilai estetikanya, bahkan dipandang aneh oleh warga dari suku lain, demikian pula
sebaliknya.
Oleh karena itu, estetika berbudaya tidak semata–mata dalam berbudayaharus memenuhi
nilai–nilai keindahan. Lebih dari itu, estetika berbudaya menyiratkan perlunya manusia
(individu atau masyarakat) untuk menghargai keindahan budaya yang dihasilkan manusia
lainya. Keindahan adalah subjektif, tetapi kita dapat melepas subjektivitas kita untuk melihat
adanya estetika daribudaya lain. Estetika berbudaya yang demikian akan mampu memecah
sekat–sekat kebekuan, ketidak percayaan,kecurigaan,danrasainferioritasantarbudaya.

7
BAB III
LATIHAN MEMAHAMI ISI
3.1 PERTANYAAN URAIAN

Anda mungkin juga menyukai