Anda di halaman 1dari 28

BAB II

KERANGKA PEMIKIRAN

Letak geografis Indonesia yang berada pada jalur lempeng bumi

menyebabkan potensi bencana sangat besar di beberapa wilayah di Indonesia.

Setiap waktu lempengan-lempengan tersebut mengalami pergeseran sehingga

potensi bencana akan selalu ada dan perlu untuk diantisipasi. Adanya potensi

bencana yang sedemikian tinggi, maka jelas perlu dilakukan usaha dalam rangka

menyiapkan masyarakat agar tanggap bencana. Masyarakat tanggap bencana

dapat meminimalisir jatuhnya korban jiwa. Berbagai macam program pencegahan

perlu dilakukan untuk menjadikan masyarakat menjadi tanggap bencana. Salah

satu program pencegahan dapat dilakukan melalui rangkaian kegiatan social

marketing dalam rangka membangun kesadaran tentang bahaya bencana.

Kabupaten Jember adalah satu dari delapan Kabupaten di Jawa Timur

yang termasuk zona I daerah rawan bencana. Hal tersebut dikarenakan letak

geografis Kabupaten Jember berada di lintasan ring of fire dan pertemuan

lempeng IndoAustralia dengan lempeng Eurasia. Posisi Kabupaten Jember juga

berhadapan langsung dengan Laut Selatan atau Samudra Hindia. Dengan letak

geografis dan struktur daratan yang rawan tersebut, maka sudah sewajarnya

apabila masyarakatnya sadar tentang pentingnya tanggap bencana. Dengan

masyarakat yang telah memiliki edukasi tentang mitigasi bencana, nantinya akan

berdampak pada jumlah korban yang dapat diminimalisir ketika terjadi bencana.

Masyarakat juga akan lebih paham dalam menghadapi situasi darurat yang terjadi

dari skala kecil, menengah hingga besar.

8
Untuk dapat menciptakan masyarakat yang tanggap bencana, perlu

dilakukan berbagai usaha yang terencana dan tertata dengan baik. Menciptakan

masyarakat tanggap bencana sendiri sebenarnya masuk ke dalam ranah sosial

yang dapat dikaji dengan konsep social marketing. Secara umum, konsep social

marketing merupakan suatu strategi yang ditujukan untuk menyelesaikan

permasalahan sosial dengan menggunakan prinsip dan teknik komunikasi serta

pemasaran. Meskipun demikian, konsep social marketing yang digunakan juga

jelas tidak terlepas dari konsep komunikasi bencana sendiri, baik itu dalam

konteks pra, in, maupun pasca bencana.

2.1 Komunikasi Sosial

Komunikasi merupakan hal pokok yang dibutuhkan manusia untuk

berinteraksi dengan manusia yang lain. Melalui komunikasi akan terbentuk

interaksi manusia sebagai makhluk sosial. Dalam interaksinya manusia akan

saling bertukar pesan, saling mempengaruhi dan kemudian terjadi kontak

sosial. Menurut Everett M. Rogers dan D. Lawrence Kincaid (1981) dalam

Cangara (2010), Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau

lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama

lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang

mendalam. Shannon dan Weaver (1949) juga menyebutkan bahwa

komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi

satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk

komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi

muka, lukisan, seni, dan teknologi.

9
Jadi dapat dipahami bahwa komunikasi merupakan proses alamiah

penyampaian pesan oleh komunikator (pengirim pesan) kepada komunikan

(penerima pesan). Proses penyampaian pesan tersebut terjadi baik secara

langsung maupun melalui media untuk mencapai tujuan (efek) tertentu. Pesan

yang disampaikan tentunya sudah diolah sehingga isi dan makna atau maksud

dapat dipahami.

Menurut Frank Dance (1976) dalam Mulyana (2013), ada tiga dimensi

konseptual penting yang mendasari definisi-definisi komunikasi. Definisi

pertama adalah tingkat observasi (level of observation), atau derajat

keabstrakannya. Definisi kedua adalah kesengajaan (intentionality) dimana

sebagian definisi mencakup hanya pengiriman dan penerimaan pesan yang

disengaja, sedangkan sebagian definisi lainnya tidak menuntut syarat ini.

Dimensi ketiga adalah penilaian normatif dimana sebagian definisi

meskipun secara implisit menyertakan keberhasilan atau kecermatan dan

sebagian lainnya tidak seperti itu.

Susanto (1988) menjelaskan bahwa Komunikasi sosial memiliki

fungsi sebagai dasar tindakan atau kegiatan komunikasi yang menjadi alat

untuk mengatur atau mengendalikan anggota komunitas dan anggota ini

mengetahui apa yang diharapkan oleh pihak lain terhadap dirinya dalam

hidup bermasyarakat. Secara tidak langsung, artinya komunikasi disini

memiliki peranan untuk menjaga lingkungan sosial agar tetap harmonis.

Wilbur Schram dalam Lestari (2011) mendeskripsikan empat fungsi

komunikasi sosial, yaitu :

10
1. Komunikasi sebagai radar sosial, yaitu komunikasi berfungsi

untuk memberi keyakinan atau memastikan kepada pihak lain

mengenai informasi yang sedang berlangsung.

2. Komunikasi sebagai manajemen, yaitu kegiatan atau dasar

tindakan komunikasi yang menjadi alat untuk mengendalikan atau

mengatur anggota-anggota komunitas.

3. Komunikasi sebagai sarana sosialisasi untuk menyampaikan

pengetahuan atau pendidikan bagi masyarakat ataupun generasi

baru yang ada dalam kehidupan bermasyarakat.

4. Kegiatan komunikasi yang berfungsi sebagai media hiburan dan

melepaskan ketegangan hidup bermasyarakat. Misal: kegiatan

pentas seni atau pagelaran wayangan.

2.2 Manajemen Komunikasi Bencana

Definisi manajemen komunikasi bencana memang belum memiliki

konsep paten yang dikemukakan oleh para ahli. Namun konsep ini dapat

dijabarkan berdasarkan definisi terminologi dari masing-masing konsep

yang terkandung didalamnya. Dengan demikian, perlu diketahui pengertian

dari konsep manajemen & komunikasi terlebih dahulu.

Menurut Terry dalam Amirullah dan Budiyono (2004), manajemen

merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan

perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang

dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah

ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber

11
lainnya. Dengan demikian, istilah manajemen mengacu pada sebuah proses

yang mengintegrasikan berbagai aktifitas agar menjadi lebih efektif dan

efisien. Manajemen menjadi suatu hal yang penting untuk diterapkan dalam

aktivitas agar tujuan yang dikehendaki dapat tercapai sesuai target.

Komunikasi merupakan bagian dari keseharian manusia.

Komunikasi adalah aktivitas yang tak pernah lepas dari berbagai aspek

kehidupan. Ada banyak definisi komunikasi yang dikemukakan oleh para

ahli. Salah satunya yang cukup populer adalah definisi komunikasi yang

dikemukakan oleh Laswell:

“(Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah


dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says Waht
In Wich Channel To Whom With What Effect?” Atau Siapa
Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan
Pengaruh Bagaimana?” (Mulyana, 2013:69).
Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi

adalah sebuah proses penyampaian pesan yang melibatkan berbagai elemen

yaitu komunikator, komunikan, pesan, saluran dan efek. Namun yang perlu

diperhatikan dan tak kalah pentingnya pula adalah konteks apa yang

menjadi latar belakang dari komunikasi tersebut. Ini dikarenakan konteks

juga mampu mempengaruhi pemaknaan dari pesan yang disampaikan oleh

komunikator ke komunikan.

Dari definisi konsep-konsep tersebut, Lestari (2011) menjabarkan

pengertian dari konsep manajemen komunikasi bencana sebagai pengaturan

penganggulangan masalah bencana yang melibatkan proses komunikasi,

koordinasi antara masyarakat, pemerintah, pendonor, dan lembaga swadaya

12
masyarakat. Lebih lanjut Lestari (2006) menggambarkan kerangka konsep

manajemen komunikasi bencana sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Manajemen Komunikasi Bencana


(Sumber: Lestari, 2006 : 199)

Komunikasi berbagai arah

Perencanaan

Kepemimpinan Efektivitas Pengorganisasian Kerjasama


Pengendalian
(kemitraan)
motivasi Sumber Daya

Penanggulangan
Bencana

Evaluasi

Koordinasi

Berdasarkan bagan tersebut, dapat dijabarkan bahwa inti dari manajemen

komunikasi bencana adalah penanggulangan masalah-masalah bencana

yang dilakukan oleh organisasi penanggulangan dengan strategi yang efektif

dan efisien. Kegiatan manajemen komunikasi bencana ini harus dilandasi

oleh kepemimpinan yang proaktif, mempunyai sense of crisis dan tidak

melupakan birokrasi yang ada. Selain itu kegiatan ini perlu juga didasari

adanya hubungan baik antara manusia.

13
Gambar 2.2. Komunikasi Bencana
(Sumber: Lestari, 2011: 89)

Proaktif

Kepemimpinan Biroaktif
Sense of crisis
Komunikasi

Antarmanusia
Organisasi penanggulangan bencana
dalam bencana

Manajemen penanggulangan bencana

2.3 Komunikasi Mitigasi Bencana

Wijanarko (2006) dalam Wardyaningrum (2014) mengartikan

mitigasi sebagai setiap tindakan yang berkelanjutan yang dilakukan untuk

mengurangi atau menghilangkan resiko jangka panjang terhadap harta dan

jiwa manusia. Dengan demikian mitigasi merupakan mekanisme yang dapat

diterapkan agar masyarakat dapat menghindari dampak dari bencana.

Tindakan mitigasi ini dapat berfokus pada penghindaran penempatan

manusia dan harta benda di daerah berbahaya, termasuk usaha untuk

mengendalikan bahaya melalui berbagai pembangunan fasilitas khusus dan

penerapan teknologi tertentu. Selain itu, mengedukasi tentang potensi resiko

bencana dan bagaimana menghadapinya juga menjadi hal penting untuk

dilakukan. Tanpa adanya pengetahuan dan kesadaran akan potensi resiko

14
bencana yang mengancam, akan sulit untuk meminimalisir jatuhnya korban

di kemudian hari.

Komunikasi mitigasi bencana dapat dikategorikan sebagai

komunikasi lingkungan. Dengan konteks untuk keselamatan lingkungan

ketika mengantisipasi terjadinya bencana, komunikasi mitigasi bencana

menjadi sarana untuk menyampaikan informasi penting berkaitan dengan

hal-hal yang akan terjadi. Komunikasi mitigasi bencana sangat penting

karena dapat mengurangi dampak kerugian yang sangat besar mulai dari

korban jiwa, infrastruktur, materi dan lain-lain.

Menurut Haddow (2008) dalam Roskusumah (2013:61),

Komunikasi mitigasi bencana merupakan komunikasi yang dilakukan dalam

upaya pencegahan terjadinya bencana. Komunikasi kaitannya dengan

mitigasi bencana sangat diperlukan karena adanya kebutuhan untuk

mengurangi ketidakpastian di lingkungan masyarakat sehingga dapat

bertindak secara efektif. Tujuan utama dari komunikasi mitigasi bencana

adalah meminimalisir terjadinya korban jiwa. Menekan jumlah korban

manusia dan harta benda masyarakat yang berada di kawasan rawan

bencana ketika terjadi bencana. Komunikasi mitigasi bencana merupakan

tindakan yang harus menjadi prioritas untuk dipikirkan dan dilakukan

kepada masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah rawan bencana. Tentu

saja poin utama dari komunikasi mitigasi bencana adalah mengungsi ketika

bencana terjadi.

15
Komunikasi mitigasi bencana diharapkan dapat menjadi

jembatan antara kepentingan pemegang kewenangan dan yang

bertanggungjawab ketika terjadi bencana. Dalam hal ini BNPB (Badan

Nasional Penanggulangan Bencana) dan atau BPBD (Badan

Penanggulangan Bencana Daerah) selaku perwakilan Pemerintah dengan

masyarakat di daerah rawan bencana. Langkah tersebut dalam rangka

menyadarkan masyarakat untuk mempersiapkan diri dan lingkungan apabila

terjadi bencana. Komunikasi mitigasi bencana yang diselenggarakan dengan

baik diproyeksikan dapat menekan dan mengurangi kebingungan informasi

saat bencana. Kemudian diharapkan dapat menciptakan masyarakat tanggap

bencana sehingga meminimalisir jumlah korban jiwa ketika terjadi bencana.

2.4 Konsep Social Marketing

Selama ini, social marketing telah muncul sebagai primadona untuk

menjawab berbagai permasalahan sosial. Mulai dari masalah kesehatan,

sosial, hingga politik telah banyak yang diurai dan diselesaikan dengan

menggunakan berbagai prinsip social marketing. Begitu juga halnya dengan

bencana alam yang memiliki potensi memunculkan berbagai dampak

permasalahan sosial.

2.4.1 Definisi Social Marketing

Konsep Social Marketing sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Philip

Kotler (1989) menyebutkan bahwa social marketing mulai populer di dunia

pada tahun 1970-an (Adnan, 2013:3). Pada awalnya social marketing menjadi

16
harapan banyak orang untuk menyelesaikan berbagai permasalah sosial yang

muncul khususnya kesehatan. Sejak pertama kali muncul konsep social

marketing banyak berkembang begitupun dengan definisinya. Penggunaan

istilah social marketing sendiri sebenarnya untuk menjelaskan penggunaan

prinsip dari teknik pemasaran untuk menyelesaikan berbagai permasalahan

sosial. Seiring dengan perkembangannya, konsep social marketing tidak

hanya sekedar sebatas mempergunakan prinsip pemasaran dalam

penyelesaian permasalah sosial, tetapi juga menggabungkan berbagai teknik-

teknik komunikasi untuk lebih memaksimalkan hasil.

Definisi pemasaran sosial sendiri menurut Philip Kotler (1989) dalam

Pudjiastuti (2016) adalah:

“Suatu upaya atau strategi Public Relations untuk mengubah


sikap dan perilaku khalayak dalam rangka mengatasi berbagai
masalah sosial. Social marketing adalah suatu penerapan
konsep pemasaran pada aktivitas non-komersial yang
berhubungan dengan kepedulian kemasyarakatan,
kesejahteraan rakyat dan pelayanan sosial.”

Seperti juga yang dikemukakan oleh W. Smith dari Academy for

Educational Development dalam Adnan (2013:4) social marketing adalah:

”a process for influencing human behaviour on a large scale,


using marketing principles for the purpose of societal benefit
rather than commercial profit.”

17
Pudjiastuti dalam bukunya Social Marketing: Strategi Jitu Mengatasi

Masalah Sosial di Indonesia (2016) menyatakan:

“Social Marketing atau Pemasaran Sosial merupakan suatu


strategi yang bertujuan untuk mengatasi berbagai masalah
sosial yang berkembang di masyarakat. Strategi ini
memanfaatkan dua bidang ilmu, yaitu menggunakan teknik-
teknik komunikasi dan mempertimbangkan prinsip-prinsip
pemasaran.”
Jadi, penyelesaian permasalahan sosial yang ada didalam masyarakat

dilakukan dengan menerapkan strategi-strategi. Strategi yang dirumuskan

berlandaskan dua disiplin ilmu, yaitu teknik komunikasi dan prinsip

pemasaran.

2.4.2 Prinsip-prinsip Social Marketing

Social marketing jelas menggunakan prinsip pemasaran dalam

aktivitasnya. Sama seperti pemasaran, prinsip dasar yang digunakan adalah

Product, Price, Place dan Promotion, atau yang lebih dikenal dengan 4P.

Prinsip 4P ini diungkapkan oleh Kotler (2004). Pada perkembangannya

Seymour H. Fine (1990) menambahkan tiga prinsip lainnya yaitu Producer,

Purchaser, dan Probing (Adnan, 2013: 18-27). Berikut adalah tujuh prinsip

dalam social marketing yang mempengaruhi perumusan strategi dan

program:

a. Producer (produsen) adalah pihak yang menghasilkan sesuatu atau

produk agar bisa dibeli atau dimanfaatkan oleh target sasaran. Dalam

perspektif social marketing, produsen berarti pihak yang bertujuan untuk

menyampaikan produk sosial agar diadopsi oleh sasarannya. Produsen

bisa jadi adalah pemerintah, organisasi non-profit, LSM hingga lembaga

18
komersial yang memiliki kepedulian pada masalah-masalah sosial yang

terjadi di masyarakat.

b. Purchaser (target adopter atau sasaran) adalah sasaran potensial yang

ditentukan berdasarkan segmen tertentu. Pemetaan purchaser atau target

sasaran adalah salah satu langkah awal yang penting karena akan

menentukan apa dan bagaimana produk akan disampaikan. Segmentasi

target sasaran sebaiknya sedetail mungkin agar program yang dibuat

nantinya bisa lebih efektif. Kesalahan pada pemetaan target sasaran bisa

berakibat fatal pada keseluruhan program kedepannya.

c. Product (produk) merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan

kepada target sasaran dalam rangka mengatasi masalah sosialnya. Kotler

(1989) mengkategorikan produk sosial ke dalam tiga macam tipe yaitu:

Gambar 2.3. Tipe Produk Sosial (Sumber: Pudjiastuti, 2016:13)

TANGIBLE
IDE PRACTICE OBJECT
BELIEF ACT
ATTITUDE
VALUE BEHAVIOUR

1. Belief adalah persepsi mengenai sesuatu yang di dalamnya tidak

mengandung penilaian dan evaluasi.

2. Attitude adalah penilaian positif atau negatif tentang sesuatu, bisa

berupa ide, gagasan, orang atau peristiwa.

3. Value adalah keseluruhan pemikiran mengenai apa yang salah

dan apa yang benar mengenai sesuatu.

19
4. Practice produk sosial dalam tipe ini terbagi menjadi dua yaitu

act yang merupakan tindakan tunggal dan behaviour yang

merupakan tindakan berulang.

5. Tangible Object merupakan alat atau benda yang digunakan

untuk melakukan praktik sosial. Tangible object berupa benda

fisik yang menyertai dalam program social marketing

(Pudjiastuti, 2016: 13-14).

Berdasarkan penjabaran tersebut dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan produk dalam konsep social marketing tidaklah harus

selalu memiliki wujud fisik. Produk sosial juga bisa berupa ide maupun

gagasan yang bisa menjadi solusi bagi masalah sosial. Pudjiastuti (2016)

berpendapat, produk dari social marketing umumnya berupa sesuatu

yang agak abstrak namun bisa dirasakan kehadirannya.

d. Price (harga) adalah biaya atau pengorbanan yang harus dikeluarkan atau

dilakukan untuk mendapatkan produk sosial. Secara umum, bentuk price

dalam social marketing terbagi menjadi dua sifat, yaitu tangible dan

intangible. Kotler (Kotler & Roberto, 1989) sendiri membagi bentuk

price kedalam dua kelompok, non monetary cost dan monetary cost.

Gambar 2.4. Bentuk Price oleh Kotler (1989)

B E N T U K P R I C E

MONETARY COST NON MONETARY COST

UANG TIME COST PERCIEVE RISK

20
Secara sederhana monetary cost adalah sejumlah uang yang harus

dibayarkan untuk mendapatkan produk sosial, sedangkan non monetary

cost pengorbanan selain uang yang harus dikeluarkan. Non monetary cost

dapat berupa time cost (waktu) dan perciece risk yang bisa berupa resiko

menanggung rasa malu atau dimusuhi kelompok tertentu.

Menentukan harga yang tepat juga merupakan strategi yang perlu

diperhatikan. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan agar produk

sosial dapat diterima. Kotler (Kotler & Roger :1989) berpendapat ada

empat faktor yang perlu diperhatikan. Keempat faktor tersebut adalah

siapa yang menjadi target adopter atau sasaran, perbandingan harga

dengan benefit yang didapatkan, tujuan dari program social marketing,

dan ada tidaknya tangible object.

e. Place (tempat): meliputi tempat dan distribusi dari produk sosial.

Penempatan dan distribusi dari produk sosial tangible dan intangible

jelas memiliki perbedaan. Untuk distribusi produk tangible yang fisiknya

jelas, dapat dilakukan seperti halnya pendistribusian produk komersial.

Lain halnya dengan produk sosial yang bersifat intangible. Pada produk

sosial yang berupa ide atau gagasan ini, pendistribusiannya dilakukan

melalui komunikasi. Secara lebih lengkap, proses pendistribusian produk

yang bersifat intangible menurut Kotler dapat dilakukan berdasarkan tiga

model yaitu one step flow, two step flow dan multi step flow (Kotler &

Roger, 1989).

21
Pada model one step flow, produk sosial akan langsung didistribusikan

kepada target sasaran. Sedang pada model two step flow, produk sosial

akan disampaikan terlebih dahulu pada initial adopter baru kemudian

diteruskan kepada target sasaran akhir. Initial adoptor bisa jadi mereka

yang memiliki peran penting dalam penyebaran awal sebuah inovasi

seperti para opinion leader ataupun para early adopter. Pada model

ketiga multi step model, produk sosial didistribusikan melalui agen

periklanan terlebih dahulu. Setelah itu disampaikan kepada initial

adopter dan selanjutnya baru disampaikan kepada target sasaran akhir.

f. Promotion (promosi): adalah cara untuk menyampaikan keberadaan

produk sosial sebagai solusi dari permasalahan sosial. Promosi dapat

dilakukan melalui berbagai macam saluran komunikasi. Secara umum,

aktivitas promosi dapat dikategorisasikan dalam dua cara yaitu secara

langsung atau dengan melalui perantara media massa. Penentuan saluran

dan cara yang tepat merupakan strategi yang penting untuk disusun agar

produk sosial nantinya dapat diterima dan mengubah behaviour dari

target sasaran. Pemilihan saluran dan cara untuk promosi sendiri harus

disesuaikan dengan siapa purchaser atau target sasaran yang dituju.

Karenanya, setiap strategi promosi bisa sangat khas dan berbeda antara

satu kasus dengan kasus lainnya. Berikut ini dua cara pendekatan

berdasarkan target atau purchaser yang dituju:

22
1. Pendekatan melalui Komunikasi Massa

Menurut Kotler (1989) ada tiga hal penting dalam

melakukan promosi melalui komunikasi massa, yaitu:

Gambar 2.5. Tiga Elemen Penting Komunikasi Massa


(Sumber: Pudjiastuti, 2016:24)

PROSES KOMUNIKASI

EVALUASI KEPUTUSAN KOMUNIKASI

a) Proses Komunikasi

Menurut Pudjiastuti dalam bukunya Social Marketing:

Strategi Jitu Mengatasi Masalah Sosial di Indonesia, ada tiga

proses komunikasi yang dapat digunakan dalam social

marketing (2016:24-26), yaitu:

1) The Learn-Feel-Do Model

Model ini dimulai terlebih dahulu dengan tahap learn,

yaitu mempengaruhi pengetahuan target sasaran tentang

suatu produk sosial. Tahapan selanjutnya yaitu aktifitas

komunikasi yang bertujuan untuk mengubah sikap (feel)

yang kemudian diharapkan nantinya akan berpengaruh pada

perilakunya (do). Model ini biasanya diterapkan pada

produk sosial yang baru dan belum diketahui oleh

masyarakat.

23
2) The Feel-Learn-Do Model

Pada model ini, proses komunikasi dimulai dengan

aktivitas mempengaruhi perasaan atau emosi (feel) dari

target sasaran terlebih dahulu. Setelah khalayak

menunjukkan penerimaan atau sikap yang positif, maka

mereka akan berusaha memahami atau mempelajari (learn)

produk sosial yang ditawarkan. Setelah mereka semakin

mengerti manfaat dari produk sosial tersebut, maka mereka

akan bertindak (do) sesuai dengan produk sosial yang

ditawarkan.

3) The Do-Feel-Learn Model

The Do-Feel-Learn model adalah model yang

biasanya digunakan untuk menyelesaikan masalah sosial

yang sudah sangat mendesak untuk diselesaikan. Proses dari

model ini dimulai langsung dari tahapan mempengaruhi

perilaku khalayak (do) terlebih dahulu, kemudian ditindak

lanjuti dengan usaha komunikasi yang bertujuan untuk

mempengaruhi perasaan dan sikapnya (feel). Berdasarkan

kedua tahap ini kemudian diharapkan khalayak yang

menjadi target sasaran akan mau mempelajari lebih lanjut

tentang produk sosialnya (learn). Tahapan pada model ini

dimulai dari do karena keterdesakan situasi yang tidak

memungkinkan target sasaran untuk mempelajari produk

sosial terlebih dahulu.

24
b) Keputusan Komunikasi

Menurut Kotler (1989), ada lima hal penting yang harus

dipertimbangkan dengan tepat dalam pemanfaatan media

sebagai sarana mempromosikan produk sosial. Lima hal yang

dimaksudkan adalah tujuan komunikasi, pesan komunikasi,

media komunikasi, waktu komunikasi, dan eksekusi.

c) Evaluasi

Evaluasi merupakan tahapan akhir yang harus

diperhatikan dalam melakukan promosi melalui media massa.

Tahapan ini penting dilakukan untuk mendeteksi kendala yang

dialami, menyesuaikan antara perencanaan dengan pelaksanaan,

serta dampaknya pada masyarakat atau puchaser. Hasil evaluasi

tersebut dapat dimanfaatkan untuk bahan pertimbangan dalam

melakukan kegiatan serupa di masa yang akan datang.

2. Pendekatan langsung

Ada dua cara yang dapat yang dapat dilakukan dengan

promosi cara pendekatan langsung, yaitu personal communication

dan selective communication. Kotler (1989) dalam Pudjiastuti

(2016: 29-32) menyebutkan beberapa cara yang dapat dilakukan

menggunakan dua metode tersebut:

25
Gambar 2.6. Media Pendekatan Langsung
(Sumber: Pudjiastuti, 2016:30)

SELECTIVE PERSONAL
COMMUNICATION COMMUNICATION

Direct Mail Tatap Muka

Tele
Penyuluhan
Marketing

Media
Pelatihan
Online

g. Probing (penggalian): merupakan aktivitas penggalian informasi yang

menjadi dasar dari penentuan product, purchaser, price, place dan

promotion. Dalam hal ini, aktivitas nyata yang dilakukan dalam probing

adalah riset untuk mencari solusi dari berbagai permasalahan sosial yang

muncul. Kelemahan dalam probing tentu saja dapat berakibat fatal pada

keseluruhan program social marketing nantinya. Aktivitas probing harus

dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan, karena pada dasarnya

masyarakat sebagai purchaser akan terus berubah.

Weinrich (1999) dalam Bunna (2010) menambahkan 4P lainnya,

yaitu: public, partnership, policy dan purse strings.

a. Public

Khalayak dari program social marketing sangat beragam.

Penggolongan publik dapat dibagi menjadi dua, yaitu publik internal

dan publik eksternal. Publik internal terdiri dari khalayak yang terlibat

dalam setiap urusan dengan program mulai dari tahap perencanaan

26
hingga implementasi. Publik eksternal terdiri dari target adopter,

audiens sekunder, pembuat keputusan, dan lain-lain. Public dalam

konsep yang dikemukakan Seymour H. Fine sama dengan purchaser.

b. Partnership (Kemitraan)

Partnership merupakan upaya untuk melibatkan berbagai sektor

kelompok masyarakat, lembaga pemerintahan atau non pemerintah

(CSR Perusahaan, dan lainnya), untuk bekerja sama dalam mencapai

suatu tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan prinsip dan

peranan masing-masing. Keberadaan partnership menjadi penting

untuk mencapai keberhasilan. Ini dikarenakan berbagai pemasalahan

sosial seringkali sangat kompleks sehingga dibutuhkan kerjasama

dengan berbagai pihak untuk menyelesaikannya.

c. Policy (Kebijakan)

Program social marketing mampu memotivasi seseorang untuk

melakukan perubahan perilaku, namun akan sangat sulit untuk

mempertahankan perilaku baru tersebut jika lingkungan tidak

mendukung. Seringkali, perubahan kebijakan merupakan pelengkap

yang efektif dalam program social marketing. Ini dikarenakan

kebijakan juga dapat berfungsi sebagai aturan yang mengikat dalam

pelaksanaan berbagai aktivitas social marketing tersebut.

d. Purse strings (Pendanaan)

Purse strings adalah sebuah usaha atau upaya mendapatkan

donatur untuk membiayai keberlanjutan dari program social

marketing yang akan dilakukan. Lebih lanjut, adalah untuk

27
memastikan kelanjutan dari perubahan yang sudah dicapai atau

dilakukan. Organisasi atau instansi membutuhkan dana dalam

melakukan pengembangan program social marketing. Pendanaan bisa

berasal dari pemerintah maupun non-pemerintah (donasi, yayasan,

NGO). Dana yang cukup dan terdistribusi dengan baik tentu saja akan

memperlancar dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya.

2.5 Komunikasi Mitigasi Bencana Sebagai Bentuk Social Marketing

Bencana termasuk salah satu permasalahan sosial yang perlu

ditangani secara khas. Bencana adalah suatu hal yang sifatnya nyaris tak

dapat diprediksi. Disamping itu, bencana alam juga ternyata memiliki

dimensi komunikasi yang kompleks dalam pencegahan dan penanganannya.

Artinya, komunikasi memiliki peran penting dalam menangani bencana.

Menurut Wood (2006) dalam Susanto (2011), “komunikasi dapat

memberikan pemahaman tentang interaksi antar manusia, yang berlangsung

terus menerus, yang bertujuan menciptakan pemahaman bersama”. Dengan

demikian, komunikasi menjadi jembatan untuk dapat menciptakan

pemahaman bersama tentang bahaya dan tindakan yang harus dilakukan

untuk meminimalisir dampak bencana.

Tak hanya berupa materi, dampak kerugian dari bencana juga bisa

terjadi pada aspek psikologis hingga menimbulkan korban jiwa. Dengan

resiko dampak yang begitu besarnya, maka perlu adanya berbagai macam

usaha dalam rangka meminimalisir dampak kerugian yang dapat ditimbulkan.

28
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak tersebut

adalah menyiapkan masyarakat yang teredukasi dengan baik tentang

kemungkinan bencana dan resikonya. Komunikasi dalam konteks mitigasi

bencana menjadi sangat penting karena dapat mengurangi dampak kerugian

yang sangat besar mulai dari korban jiwa, infrastruktur, materi dan lain-lain.

Menurut Kotler (Kotler & Robert: 1989), untuk mengatasi berbagai

masalah sosial yang ada di masyarakat tidak cukup hanya menyadarkan atau

memberikan pengetahuan saja. Hal ini dikarenakan sikap dan perilakulah

yang dapat mengatasi berbagai masalah tersebut. Perubahan sikap sendiri

jelas membutuhkan proses komunikasi untuk menjual ide maupun produk

yang ditawarkan sebagai solusi permasalahan tersebut. Social Marketing

sebagai strategi mampu membantu membantu menyelesaikan berbagai

permasalahan sosial tersebut. Tak terkecuali kaitannya dengan potensi

dampak dan resiko bencana alam, yaitu mewujudkan masyarakat tanggap

bencana. Hal ini dikarenakan adanya perpaduan berbagai prinsip antara

marketing dan komunikasi yang diterapkan tanpa mengabaikan karakteristik

dan kekhasan masing-masing kasus. Social marketing bisa jadi merupakan

cara ideal untuk menyelesaikan berbagai permasalahan sosial termasuk

bencana. Manajemen social marketing yang matang dan susun berdasarkan

data dan fakta akan mampu mengubah perilaku dan kebiasaan masyarakat

untuk menjadi lebih sadar akan resiko bencana dimanapun.

Bencana alam memiliki dimensi komunikasi yang kompleks. Baik

dalam pencegahan maupun penanganannya memerlukan sinergi antara

berbagai elemen komunikasi. Berbagai problem komunikasi yang muncul

29
akibat kurang tepatnya penentuan strategi jelas berakibat pada ketidak-

tersampaian pesan. Menurut Pj. Prihadi dalam Susanto (2011), kegiatan

penanganan bencana alam yang utama adalah peningkatan kesiapsiagaan

masyarakat dalam menghadapi bencana, yang mencakup:

1. Meningkatkan pemahaman dalam penanganan bencana untuk aparat

pemerintah daerah.

2. Pelatihan kepada masyarakat untuk tanggap bencana.

3. Paket pendidikan masyarakat.

4. Pembuatan peta dan jalur evakuasi.

5. Pembuatan dan pemasangan signboard atau rambu-rambu bencana.

6. Simulasi berkala sistem peringatan dini dan evakuasi (dari BMG ke

Pemerintah Daerah (Pemda), Pemda ke masyarakat, dan pemerintah

melakukan evakuasi.

7. Kampanye melalui media cetak dan elektronik.

8. Pelatihan untuk siswa sekolah.

Perbedaan yang dimiliki oleh para target sasaran menjadikan

mereka perlu mendapatkan perlakuan berbeda. Perbedaan target sasaran

juga akan berpengaruh pada pemilihan model proses komunikasi seperti

yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya. Berbagai pendekatan

komunikasi bencana yang diterapkan bisa jadi memiliki kekhasan masing-

masing karena disesuaikan dengan target tersebut. Meski demikian, ada

berbagai tahapan bagaimana target sasaran merespon peringatan bahaya

terhadap bencana. Tahapan ini dikemukakan oleh Sorensen dan Miletti

(2006) dalam Wardyaningrum (2016) sebagai berikut:

30
a. Mendengar adanya peringatan bahaya bencana.

b. Memahami isi pesan peringatan yang dapat dipercaya dan akurat.

c. Percaya pada peringatan yang dapat dipercaya dan akurat.

d. Memahami peringatan bahaya bencana untuk diri sendiri.

e. Mengkonfirmasikan bahwa peringatan bahaya bencana benar dan

yang lain diabaikan.

f. Melakukan tindakan perlindungan.

Setiap proses komunikasi selalu memiliki faktor penghambat yang

dapat menjadi kendala dalam penyampaian dan penerimaan pesan. Sama

halnya dengan proses komunikasi dalam mitigasi bencana. Beberapa

faktor penghambat tersebut di antaranya skala prioritas yang dikedepankan

oleh kebijakan internal yang dikeluarkan pimpinan dengan mendahulukan

masalah teknis kegeologian maupun kendala dari masyarakat. Ada pula

faktor kendala bahasa, kendala pendidikan, kesadaran pribadi masyarakat

untuk lebih peduli akan lingkungan tempat dia tinggal maupun adanya

tantangan kepercayaan lokal yang dimiliki masyarakat yang menjadi target

sasaran program. Faktor lainnya mencakup pertumbuhan penduduk yang

cepat, pengalaman terjadinya bencana yang tidak merata dan respon

masyarakat terhadap informasi, penyuluhan dan pelatihan yang diadakan

pemerintah.

Berdasarkan berbagai uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan

bahwa komunikasi memiliki peran yang cukup penting untuk mengedukasi

target sasaran dalam hal ini masyarakat agar tanggap bencana. Sedangkan

prinsip-prinsip social marketing menjadi dasar penerapan strateginya.

31
Dengan penerapan prinsip-prinsip social marketing, setidaknya berbagai

peluang hambatan dapat di minimalisir dan potensi sumber daya dapat

dimaksimalkan.

2.6 The Domino Theory

Dalam sebuah proses komunikasi, perubahan yang bernilai positif

pada aspek kognitif, afektif dan bevahiour dari target sasaran jelas merupakan

efek yang diharapkan. Dengan demikian, bentuk aktifitas yang diharapkan

dalam komunikasi mitigasi bencana sebagai bagian dari kegiatan social

marketing adalah komunikasi yang berefek pada perubahan perilaku dari

target sasaran. Agar dapat muncul efek yang diharapkan, maka setidaknya

target sasaran harus diberi informasi yang cukup dan dipahami agar

pengetahuan yang diperoleh mampu membentuk persepsi seperti yang

diharapkan oleh komunikator.

Untuk mendapatkan efek yang diinginkan, maka harus dimulai dari

awal ketika menyampaikan pesan. Apa dan bagaimana pesan tersebut

disampaikan menjadi penting diperhatikan agar pesan tersebut dapat diterima

dengan baik oleh target sasaran. Pesan yang disampaikan haruslah berupa

informasi yang cukup dan dapat dimengerti agar nantinya mampu

membentuk persepsi seperti yang diinginkan oleh komunikator.

Anne Gregory (2000) dalam Pudjiastuti (2016: 42-43),

mengemukakan sebuah teori yang juga membahas bagaimana komunikasi

dapat berefek pada perubahan sikap manusia. The Domino Theory milik

Gregory ini menyatakan bahwa efek komunikasi dimulai dari awal suatu

32
pesan disampaikan kepada target sasaran. Pesan tadi kemudian akan diserap

sehingga menimbulkan terjadinya perubahan pengetahuan, pemahaman dan

persepsi dalam tataran knowledge. Selanjutnya, perubahan knowledge tersebut

akan berpengaruh pada sikap atau kecenderungan bertindak (attitude) dan

akhirnya akan mengubah perilaku atau tindakan (behaviour) dari target

sasaran.

Gambar 2.7. The Communication Process Model by Anne Gregory (2000)


(Sumber: Pudjiastuti, 2016:43)

Message
Knowledge
Attitude
Behaviour

Teori ini mengungkapkan bahwa untuk memicu tindakan seseorang

maka orang tersebut perlu memiliki pengetahuan yang cukup. Pengetahuan

tersebut bisa diperoleh lewat pesan yang disampaikan melalui berbagai

saluran komunikasi. Pesan yang diperoleh ini sebagian nantinya bisa

mengarah ke perubahan sikap. Sikap yang sudah terbentuk tersebut sebagian

saja yang akan mempengaruhi perilaku target sasaran. Dengan proses yang

demikian, artinya seorang komunikator tidak bisa langsung berharap

pesannya akan langsung diterima dan langsung mengubah sikap

komunikannya. Semakin sering seseorang mengulang sikap yang sama,

potensi perubahan perilaku akan semakin besar. Karenanya perlu adanya

aktivitas komunikasi yang sifatnya intensif, berulang, dan terus menerus agar

efek yang didapatkan bisa maksimal.

33
Dari teori tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlu adanya

pengetahuan yang cukup mengenai produk social marketing dalam hal ini

mitigasi bencana untuk memicu perubahan sikap yang mengarah pada

perubahan perilaku. Tentu saja perubahan sikap yang dimaksud adalah target

sasaran menjadi mengerti, memahami dan mampu bertindak sesuai dengan

prosedur apabila terjadi bencana. Kemampuan bertindak sesuai dengan

prosedur bisa menjadi indikator kesuksesan tahapan perubahan sikap

masyarakat. Dari sikap yang sudah terbentuk, hanya sebagian saja yang akan

mempengaruhi perilaku purchaser atau masyarakat. Konsistensi dan

kontinuitas dari komunikator tentu berperan penting untuk mengedukasi

target sasaran agar dapat menjadi masyarakat tanggap bencana.

Berdasarkan penjabaran berbagai konsep sebelumnya, berikut adalah bagan

kerangka pemikiran penelitian ini. Bagan ini menggambarkan bagaimana alur

berpikir peneliti dalam melihat fenomena dan masalah penelitian ini nantinya

akan dikaji.

34
Gambar 2.8. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian

Fenomena: Jember tercatat sebagai salah satu dari Identifikasi


delapan kabupaten di Jawa Timur yang termasuk zona I Masalah:
daerah rawan bencana karena berada di lintasan ring of Masyarakat perlu
fire dan pertemuan lempeng IndoAustralia dengan disadarkan dan
lempeng Eurasia. Hal tersebut menyebabkan Jember diedukasi tentang
sangat rawan terjadi bencana gempa, tsunami dan bencana pentingnya mitigasi
lainnya. Sebagai kabupaten di propinsi Jawa Timur bencana untuk
dengan angka kepadatan penduduk yang sangat tinggi, meminimalisir resiko
masyarakatnya masih minim pengetahuan tentang mitigasi yang mungkin
bencana sehingga belum tercapai masyarakat tanggap muncul.
bencana.

Rumusan Masalah: Untuk menjawab permasalahan


Bagaimana penerapan prinsip-prinsip ini, peneliti menggunakan Metode
social marketing dalam komunikasi Penelitian Kualitatif dengan tipe
mitigasi bencana yang diterapkan oleh penelitian yang digunakan adalah
Badan Penanggulangan Bencana Daerah evaluatif.
Kabupaten Jember.

Konsep Komunikasi Bencana dan Social Marketing


sebagai dasar analisis penerapan prinsip social marketing
dalam komunikasi mitigasi bencana.

Analisis penerapan prinsip social marketing dalam The Domino Theory


komunikasi mitigasi bencana oleh Badan oleh Anne Gregory (2000),
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Jember. sebagai penunjang analisis

Output analysis: Penerapan prinsip social marketing dalam komunikasi mitigasi


bencana yang diterapkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Jember.

Outcome analysis: Berupa rekomendasi berdasarkan kesimpulan dan saran untuk


disampaikan kepada pihak yang berkepentingan

35

Anda mungkin juga menyukai