Anda di halaman 1dari 16

PATOFISIOLOGI1,2

Aterosklerosis pembuluh koroner merupakan penyebab penyakit arteri


koronaria yang paling sering ditemukan. Aterosklerosis menyebabkan
penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga secara
progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka
resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah
miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan
diikuti perubahan pembuluh darah yang mengurangi kemampuan pembuluh darah
untuk melebar. Dengan demikian keseimbangan antara penyediaan dan kebutuhan
oksigen menjadi tidak stabil sehingga membahayakan miokardium yang terletak
di sebelah distal daerah lesi.

Dinding sel arteri terdiri atas lapisan konsentrik tempat sel-sel endotel, sel-sel
otot polos, dan matriks ekstrasel dengan serabut elastis dan kolagen yang dapat
terlihat dengan jelas. Ketiga lapisan itu adalah tunika intima, tunika media, tunika
adventisia. Lapisan intima terdiri dari sel-sel endotel yang membatasi arteri dan
satu-satunya bagian dinding pembuluh darah yang berinteraksi dengan komponen
darah. Hal penting mengenai endotel adalah:

1. Endotel mengandung reseptor untuk LDL-C dan bekerja sebagai sawar


dengan permeabilitas yang sangat selektif.
2. Memberikan permukaan non-trombogenik oleh lapisan heparin dan oleh
sekresi PGI₂ dan oleh sekresi plasminogen.
3. Mensekresikan oksida nitrat, dan,
4. Berinteraksi dengan trombosit, monosit, makrofag, limfosit T, dan sel-sel
otot polos melalui berbagai sitokin dan faktor pertumbuhan.

Lapisan media merupakan bagian otot dinding arteri dan terdiri atas sel-sel
otot polos, kolagen, dan elastin. Lapisan media bertanggung jawab atas
kontraktilitas dan kerja pembuluh darah. Lapisan adventisia merupakan lapisan
terluar dari pembuluh darah dan terdiri atas sebagian sel-sel otot polos dan
fibroblast, lapisan ini juga mengandung vasa vasorum, yaitu pembuluh darah kecil
yang menghantarkan suplai darah ke dinding pembuluh.

Lesi biasanya diklasifikasikan sebagai endapan lemak, plak fibrosa, dan


lesi komplikata sebagai berikut:

a. Endapan lemak, yang terbentuk sebagai tanda awal aterosklerosis,


dicirikan dengan penimbunan makrofag dan sel-sel otot polos terisi
lemak (terutama kolesterol oleat) pada daerah fokal tunika intima.
b. Plak fibrosa/plak ateromatosa merupakan daerah penebalan tunika
intima yang meninggi dan dapat diraba yang mencerminkan lesi paling
khas aterosklerosis lanjut dan biasanya tidak timbul hingga usia
dekade ketiga. Plak fibrosa terdiri atas inti pusat lipid dan debris sel
nekrotik yang ditutupi oleh jaringan fibromuskuler yang mengandung
banyak sel-sel otot polos dan kolagen. Plak fibrosa biasanya muncul
pada daerah-daerah percabangan, lekukan, atau penyempitan arteri.
Sejalan dengan semakin matangnya lesi, terjadi pembatasan aliran
darah koroner dari ekspansi abluminal, remodeling vaskuler, dan
stenosis luminal. Setelah itu terjadi perbaikan plak dan disrupsi
berulang yang menyebabkan rentan timbulnya fenomena yang disebut
“ruptur plak” dan akhirnya trombosis vena.
c. Lesi lanjut atau komplikata terjadi bila suatu plak fibrosa rentan
mengalami gangguan akibat kalsifikasi, nekrosis sel, perdarahan,
trombosis, atau ulserasi dan dapat menyebabkan infark miokard.

Meskipun penyempitan lumen berlangsung progresif dan kemampuan


pembuluh darah untuk berespons juga berkurang, manifestasi klinis penyakit
belum tampak sampai proses aterogenik mencapai tingkat lanjut. Fase preklinis
dapat berlangsung 20-40 tahun. Lesi bermakna secara klinis yang mengkibatkan
iskemia dan disfungsi miokardium biasanya menyumbat lebih dari 75% lumen
pembuluh darah.
Gambar 1. Proses patogenesis aterosklerosis

Proses patologi terakhir yang akhirnya menimbulkan manifestasi klinis terjadi


melalui:

a. Penyempitan lumen progresif akibat pembesaran plak


b. Perdarahan pada plak atheroma
c. Pembentukan trombus yang diawali agregasi trombosit
d. Embolisasi trombus atau fragmen plak
e. Spasme arteri koronaria

Penting diketahui bahwa lesi-lesi aterosklerosis biasanya berkembang pada


segmen epikardial di sebelah proksimal dari arteri koronaria, yaitu pada tempat
lengkungan tajam, percabangan, atau perlekatan. Lesi-lesi ini cenderung
terlokalisasi dan fokal dalam penyebarannya, tetapi pada tahap lanjut lesi-lesi
yang tersebar difus menjadi menonjol.

Berkurangnya kadar oksigen karena iskemia mendorong miokardium


untuk mengubah metabolisme aerob menjadi anaerob. Metabolisme anaerob
melalui jalur glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan
metabolisme aerob melalui fosforilasi oksidatif dan siklus Krebs. Asam laktat
sebagai hasil khir metabolisme anaerob akan tertimbun sehingga menurunkan pH
sel. Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta asidosis
dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah
miokardium yang terserang menjadi berkurang, serabutnya menjadi memendek,
dan daya serta kecepatannya menjadi berkurang.
Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah
peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Pola
ini merupakan respon kompensasi simpatis terhadap kurangnya fungsi
miokardium.

Berbagai presentasi klinis SCAD berhubungan dengan mekanisme berbeda


yang mendasari meliputi: (i) obstruksi arteri epikardial yang berhubungan dengan
plak; (ii) spasme fokal atau difus dari arteri normal atau plak; (iii) disfungsi
mikrovaskular dan (iv) disfungsi ventrikel kiri yang disebabkan oleh nekrosis
miokardial akut sebelumnya dan / atau hibernasi (ischaemic cardiomyopathy).
Mekanisme-mekanisme ini dapat berperan sendiri atau bersamaan. Namun, plak
koroner stabil dengan dan tanpa revaskularisasi sebelumnya juga dapat tidak
bermanifestasi secara klinis.

Pada SCAD, iskemia miokard dan hipoksia disebabkan oleh


ketidakseimbangan kebutuhan metabolik dan suplai darah yang bersifat
sementara. Dampak dari iskemia tersebut akan terjadi urutan kejadian yang
melibatkan:

1. Peningkatan konsentrasi H+ dan K+ dalam darah vena yang memperdarahi


daerah iskemik.

2. Tanda-tanda disfungsi ventricular diastolik dan kemudian sistolik dengan


kelainan kontraktilitas.

3. Perubahan segmen ST-T

4. Nyeri jantung iskemik (angina)


DIAGNOSIS

Manifestasi Klinis1

1. Nyeri Dada

Nyeri dada diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu tipe tipikal, atipikal, dan
non-angina.

Tabel 1. Klasifikasi Nyeri Dada

Nyeri dada yang muncul dipengaruhi oleh aktivitas dapat disebabkan oleh
stenosis epikardial, disfungsi mikrovaskular, vasokonstriksi pada bagian yang
mengalami stenosis, atau dapat juga karena kombinasi dari ketiganya. Nyeri dada
yang muncul saat istirahat dapat disebabkan karena vasospasme (fokal atau difus).
Nyeri dada yang timbul asimptomatik dapat timbul karena iskemia atau disfungsi
ventrikel kiri.
Karakteristik nyeri dada yang terjadi karena iskemia miokardium
dikategorikan dalam 4 kategori:
- Letak

Sering pasien merasakan nyeri dada di daerah sternum atau di bawah sternum
(substernal), atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang menjalar ke lengan kiri,
dapat menjalar ke punggung, rahang, leher, atau ke lengan kanan. Nyeri dada juga
dapat timbul di tempat lain seperti di daerah epigastrium, leher, rahang, gigi,
bahu.

- Kualitas
Pada angina, nyeri dada biasanya seperti tertekan benda berat, atau seperti
di peras atau terasa panas, kadang-kadang hanya mengeluh perasaan tidak enak di
dada karena pasien tidak dapat menjelaskan dengan baik, lebih-lebih jika
pendidikan pasien kurang.

- Hubungan dengan aktivitas

Nyeri dada pada angina pektoris biasanya timbul pada saat melakukan
aktivitas, misalnya sedang berjalan cepat, tergesa-gesa, atau sedang berjalan
mendaki atau naik tangga. Pada kasus yang berat aktivitas ringan seperti mandi
atau menggosok gigi, makan terlalu kenyang, emosi, sudah dapat menimbulkan
nyeri dada. Nyeri dada tersebut segera hilang bila pasien menghentikan
aktivitasnya. Serangan angina dapat timbul pada waktu istirahat atau pada waktu
tidur malam.

- Lamanya serangan

Lamanya nyeri dada biasanya berlangsung 1-5 menit, kadang-kadang


perasaan tidak enak di dada masih terasa setelah nyeri hilang. Bila nyeri dada
berlangsung lebih dari 20 menit, mungkin pasien mendapat serangan infark
miokard akut dan bukan angina pektoris biasa. Pada angina pektoris dapat timbul
keluhan lain seperti sesak napas, perasaan lelah, kadang-kadang nyeri dada
disertai keringat dingin.

Pemeriksaan Fisik1

Pemeriksaan fisik pada pasien (suspek) angina pectoris penting untuk


menilai adanya anemia, hipertensi, penyakit katub jantung, kardiomiopati
obstruktif hipertrofik, atau aritmia. Dianjurkan juga untuk menilai indeks massa
tubuh (IMT) dan mencari kemungkinan adanya penyakit pembuluh darah non-
koroner yang biasanya asimptomatik (palpasi pembuluh darah perifer, auskultasi
arteri karotis dan arteri femoralis, serta menilai ankle brachial index (ABI), dan
juga menilai gejala komorbiditas lainnya seperti penyakit tiroid, penyakit ginjal,
dan diabetes. Pada saat atau segera setelah episode iskemia miokard terdengar
bunyi jantung ketiga atau keempat, dan insufisiensi katup mitral saat iskemia
terjadi. Tetapi tanda-tanda tersebut sulit dipahami dan tidak spesifik.

Pemeriksaan Laboratorium1

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan


penybab iskemia, menilai faktor risiko kerdiovaskular dan kondisi terkait, serta
menentukan prognosis.

Hemoglobin dan hormone tiroid memberikan informasi terkait


kemungkinan penybab iskemia. Darah lengkap, jumlah leukosit, serta hemoglobin
dapat digunakan untuk menentukan prognosis.

Gula darah puasa dan HbA1c harus diperiksa pada setiap pasien yang
dicurigai CAD. Jika keduanya tidak meyakinkan, tes toleransi glukosa oral
dianjurkan. Peningkatan gula darah puasa dan gula darah post prandial
menunjukkan kemungkinan terjadinya efek merugikan dari SCAD. HbA1c
menujukkan akibat dari diabetes. Profil lipid, sepeti total kolesterol, high density
lipoprotein (HDL), low density lipoprotein (LDL), dan trigliserida dinilai pada
semua pasien denga curiga penyakit iskemik maupun pasien yang telah ditetapkan
memiliki penyakit iskemik, termasuk stable angina, untuk menilai faktor risiko
pada pasien dan tatalaksana lebih lanjut. Profil lipid dan dan glukosa darah harus
diperiksa secara periodic untuk menentukan keberhasilan terapi, dan pada pasien
non-diabetik, untuk menilai kemungkinan terjadinya penyaki diabetes.

Dissfungsi ginjal dapat terjadi terkait hipertensi, diabetes, atau penyakit


renovaskular dan dapat memberikan efek buruk pada prognosis pasien stable
angina pectoris. Fungsi ginjal dapat dinilai dengan menilai glomerular filtration
rate (GFR) menggunakan nilai kreatinin (cystin-C) menurut metode Cockcroft-
Gault.

Jika terdapat kecurigaan unstable CAD, biomarker jantung (troponin T


atau troponin I) dapat diperiksa. Troponin memiliki peran penting dalam
mengidentifikasi pasien unstable, pemeriksaan troponin dianjurkan untuk setiap
pasien yang dirawat dengan gejala SCAD.

Tabel 2. Pemeriksaan laboratorium dalam peneliaian pasien yang diketahui atau


dicurigai angina stabil untuk mengoptimalkan pengobatan1

Elektrokardiografi Istirahat (Resting ECG)1

Semua pasien dengan curiga CAD harus melakukan rekam jantung. Hasil
EKG normal tidak jarang, bahkan pasien angina hebat sekalipun, tidak menutup
kemungkinan diagnosis iskemia. Tetapi, EKG menunjukkan tanda-tanda CAD,
seperti miokardia infark sebelumnyaatau pola repolarisasi abnormal.

EKG dapat membantu memperjelas diagnosis jika diambil saat adanya


nyeri dada, dan akan ditemukan adanya perubahan dinamis ST-segment pada
kejadian iskemia. EKG saat nyeri dada dan segera setelahnya sangat membantu
dalam diagnosis pasien dengan vasospasme, karena adanya pergeseran ST-
segment dan akan kembali ketika nyeri dada hilang. EKG juga dapat
menunjukkan abnormalitas irama jantung seperti left ventricular hypertrophy
(LVH), lef or right bundle branch block (LBBB atau RBBB), preeksitasi, aritmia,
atau defek konduksi. EKG membantu dalam menentukan mekanisme terkait nyeri
dada (atrial fibrilasi berhubungan dengan nyeri dada tanpa penyakit koroner
epikardial) untuk menentukan tatalaksana lebih lanjut atau menyesuaikan
pengobatan pasien.

Tabel 3. Elektrokardiografi istirahat untuk pemeriksaan diagnosis awal angina


stabil1

Elektrokardiogram Pada Saat Istirahat1

Elektrokardiogram dua dimensi dan elektrokardiogram Doppler


transthoracic memberikan informasi mengenai struktur dan fungsi jantung.
Meskipun fungsi ventrikel kiri sering kali normal pada pasien ini, kelainan
kontraktilitas dapat dinilai, yang meningkatkan kemungkinan CAD. Penyaki lain
seperti penyakit katup jantung (stenosis aorta) atau kardiomiopati hipertrofik,
dapat disingkirkan sebagai kemungkinan penyabab gejala. Fungsi ventrikel yang
merupakan parameter penting pada pasien SCAD, dapat dinilai.
Elektrokardiogram sangan berguna pada pasien dengan murmur, MI sebelumnya
atau dengan tanda-tanda gagal jantung.

Jika pemeriksaan elektrokardiogram telah dilakukan, USG arteri karotis


dapat dilakukan untuk menilai penebalan tunika intima-media dan/atau adanya
plak yang menyebabkan terjadinya aterosklerosis, untuk pemberian terapi
pencegahan.

Cardiac Magnetic Resonance (CMR)1

Cardiac Magnetic Resonance (CMR) dapat digunakan untuk menilai


kelainan struktur jantung dan fungsi ventrikel. CMR dilakukan pada pasien yang
dengan pemeriksaan echo-contrast agents, transthoracic electrocardiography,
tidak dapat ditegakkan klinisnya.

Chest X-Ray (CXR)1

Pada pasien SCAD, CXR tidak memberikan informasi yang spesifik untuk
diagnosis. CXR sangat membantu pada pasien dengan masalah paru-paru yang
biasanya mengikuti SCAD, atau untuk menyingkirkan penyebab lain nyeri dada
pada gejala yang atipikal.

Tabel 4. CXR untuk diagnosis awal angina stabil1


Invasive Coronary Angiography (ICA)

Invasive Coronary Angiography (ICA) adalah gold standard dalam


diagnosis CAD. Informasi yang diberikan dari pemeriksaan ini hanya mengenai
lumen bukan plak. ICA tidak menggambarkan abnormalitas arteri koroner
epikardial. Sebagai pilihan lain, coronary computed tomography angiography
(CTA) or magnetic resonance imaging (MRI) angiography dapat dilakukan.
Kedua pemeriksaan tersebut memberikan informasi mengenai plak yang
mengelilingi lumen tetapi tidak menggambarkan keadaan fungsi arteri koroner.
Diagnosis SCAD dapat ditunjang dengan pemeriksaan tes fungsional (EKG
aktivitas dan stress test). Pemeriksaan ini memberikan informasi mengenai
hubungan dari penyebab iskemia dan gejala yang terjadi pada pasien.
Tabel 5. Karakteristik pemeriksaan yang biasa digunakan untuk mendiagnosis
keadaan penyakit arteri koroner.1
Tabel 6. Epidemiologi Pasien dengan Gejala Stable Chest Pain1

 Kotak putih PTP = <15%


 Kotak biru PTP = 15-65%
 Kotak merah muda PTP = 66-85%
 Kotak merah PTP = >85%
Gambar 2. Manajemen Awal Diagnosis Pasien Curiga SCAD1
Gambar 3. Pemeriksaan Non-invasive pada suspek SCAD dengan PTP
intermediate1
DAFTAR PUSTAKA

1. European Society of Cardiology (ESC). 2013. Guidelines on The Management of


Stable Coronary Artery Disease

2. Price, Sylvia A, dan Wilson Lorrane M. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai