Portofolio HEG
Portofolio HEG
PREEKLAMPSIA
Oleh
PENDAMPING
No RM : 216874
Tanggal Presentasi :
- Diagnostik
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini
sebelumnya, baik pada kehamilan ini maupun kehamilan sebelumnya
4. Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga lain yang pernah menderita keluhan
seperti ini
5. Riwayat Pekerjaan : Pasien adalah seorang ibu rumah tangga
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tinggal bersama suami dan 1 orang anak di
rumahnya
7. Lain-lain : -
Daftar Pustaka :
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Hiperemesis Gravidarum
2. Tatalaksana pasien Hiperemesis Gravidarum
3. Edukasi mengenai komplikasi Hiperemesis Gravidarum
1. Subjektif :
KU : Muntah sering
Telaah : Hal ini dialami pasien sejak 4 hari sebelum masuk RS. Muntah disertai mual.
Frekuensi muntah 6-7 kali dalam sehari. Isi muntah adalah apa yang dikonsumsi.
Muntah bercampur darah dijumpai 1 hari ini. Riwayat muntah darah sebelumnya
disangkal. Muntah menyembur disangkal. Pasien sebelumnya pernah mengalami
keluhan seperti ini. Keluhan dialami saat kehamilan anak pertama dan dirawat 3 hari
di RS. Pasien sedang hamil dengan HPHT 25-10-2016, pasien juga mengeluhkan
penurunan nafsu makan dan badan terasa lemah. Riwayat keluar darah dari kemaluan
disangkal. BAK dan BAB pasien biasa.
Riwayat kehamilan/abortus/persalinan : 3/1/1
I : tahun 2012, 3200gr, perempuan, cukup bulan, spontan, ditolong bidan, hidup
II : tahun 2016 bulan Agustus, abortus, dilakukan kuretase
III : hamil ini
Riwayat pendidikan/pekerjaan : tamat SLTA/ibu rumah tangga.
Riwayat kebiasaan : merokok tidak ada, alkohol tidak ada, obat-obatan tidak ada.
Riwayat haid : menarche usia 13 tahun, haid teratur 1x/bulan, selama 4-6 hari, ganti duk 1-
2x/hari.
2. Objektif :
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 92x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu : 36.8oC
BB hamil : 64 kg
BB sebelum hamil : 60 kg
TB : 160 cm
Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (+)
Thorak :
Paru : Inspeksi : gerakan dada simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama murni, teratur, bising (-)
Abdomen : status ginekologis
Genitalia : status ginekologis
Ekstremitas : Reflek fisiologis +/+, reflek patella +/+, reflek patologis -/-, edema -/-
Status obstetrikus
Abdomen
Inspeksi : tampak membuncit sesuai usia kehamilan
Palpasi : TFU 2 jari bawah umbilicus, nyeri tekan (-), H/L tidak teraba
Genitalia
Inspeksi : vulva/uretra tenang PPV : (-)
c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- Hb : 12,5 g/dl
- Ht : 38%
- Leukosit : 9700/mm3
- Trombosit : 209.000/mm3
- Glukosa R : 95 mg/dl
3. Follow Up pasien di ruangan
Tanggal SOA Planning
7/1/2017 S : muntah (+) 3x, mual (+), demam (-) -Bed rest
O: -Puasa sementara
Kes: CM -IVFD D5% : RL :
TD: 100/70 mmHg NaCl 0,9% (2:1:1)
HR: 88x/menit 28gtt/i
RR:18x/menit -Drip ondansetron 1
T : 36,5°C ampul dalam NaCl
-Inj. Ranitidin 2x1 gr
Mata : mata cekung (+), anemis (-), ikterik (-)
(IV)
Abdomen : TFU 2 jari bawah umbilicus, nyeri
tekan (-)
Genitalia : v/u tenang, PPV (-)
A : G3P1A1H1 10-11 mgg + Hiperemesis
Gravidarum
8/1/17 S : muntah (+) 2x, mual (+), demam (-) -Bed rest
O: -Puasa sementara
Kes: CM -IVFD D5% : RL :
TD: 100/80 mmHg NaCl 0,9% (2:1:1)
HR: 86x/menit 28gtt/i
RR:20x/menit -Inj. Ranitidin 2x1 gr
T : 37,0°C (IV)
Mata : cekung (-), anemis (-), ikterik (-)
Abdomen : TFU 2 jari bawah umbilicus, nyeri
tekan (-)
Genitalia : v/u tenang, PPV (-)
A : G3P1A1H1 10-11 mgg + Hiperemesis
Gravidarum
11/1/17 S : muntah (-), mual (+), demam (-), mata kuning -Bed rest
(+), batuk (+) -Diet porsi kecil tapi
O: sering
Kes: CM -IVFD RL 28gtt/i
TD: 120/80 mmHg -Ondansetron tab 3 x
HR: 80x/menit 1 (PO)
RR:20x/menit -Ambroxol tab 3 x 1
T : 36,9°C (PO)
-Antasid syr 3 x 1 cth
Mata : cekung (-), anemis (-), ikterik (+)
-Susul konsul bagian
Pupil isokor, diameter 2mm/2mm, RC (+/+)
Penyakit Dalam
Abdomen : TFU 2 jari bawah umbilicus, nyeri
tekan (-), H/L tidak teraba
Genitalia : v/u tenang, PPV (-)
Konsul PD : belum ada
A : G3P1A1H1 10-11 mgg + Hiperemesis
Gravidarum + gangguan fungsi hepar ec (?)
4. Diskusi Kasus
Telah dilaporkan kasus seorang pasien wanita berumur 32 tahun dirawat di bangsal
kebidanan RSUD M. Zein Painan dengan diagnosis G3P1A1H1 gravid 10-11 mgg +
Hiperemesis Gravidarum, janin hidup tunggal intrauterine.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami keluhan mual muntah dalam
frekuensi sering dalam kehamilan trimester pertama. Selain itu didapati adanya muntah
bercampur lendir darah satu hari sebelum masuk RS. Selain itu dijumpai juga penurunan
nafsu makan dan badan terasa lemah yang mengakibatkan gangguan aktivitas. Dari keluhan
tersebut dapat diarahkan diagnosis kepada hiperemesis gravidarum
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran komposmentis
kooperatif, tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi : 92x/menit, Frekuensi napas :
20x/menit, dan suhu : 36.8oC. Didapat adanya mata cekung pada pasien yang merupakan
tanda dehidrasi. Hal ini merupakan salah satu komplikasi dari hiperemesis gravidarum.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium awal yaitu darah rutin tidak menunjukkan
kelainan. Pemeriksaan darah rutin pada kasus ini bertujuan untuk menyingkirkan penyakit
lain yang mungkin menyertai kehamilan seperti anemia dalam kehamilan ataupun infeksi.
Dalam penatalaksanaan awal pasien dilakukan bed rest, kemudian dilakukan
penghentian pemberian makanan sementara, dan diberikan cairan dextrose serta RL dan
normal saline sesuai kebutuhan pasien. Obat-obatan yang diberikan antara lain ondansetron
drip serta ranitidine. Hal ini dilakukan untuk mencegah muntah semakin berat serta
mengatasi komplikasi hiperemesis yang terjadi yaitu dehidrasi ringan. Pada hari ketiga
rawatan tanda dehidrasi ringan tidak dijumpai lagi pada pasien. Muntah juga tidak ada sejak
hari ketiga rawatan sehingga dapat diberikan makanan peroral dengan cara porsi sedikit tapi
sering untuk meringankan kerja system pencernaan. Pemberian vitamin B6 seharusnya
dilakukan pada pasien dengan hiperemesis gravidarum, namun pada pasien ini tidak
diberikan.
Pada hari ketiga rawatan pasien mengeluhkan matanya menjadi berwarna kuning.
Muntah tidak dijumpai lagi meskipun rasa mual masih dirasakan pasien. Pasien juga
menyangkal terasa demam. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan dijumpai sclera ikterik
dengan hepar dan lien yang tidak teraba. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang menunjukkan gangguan fungsi hepar dengan SGOT,SGPT, Bilirubin
meningkat. Pemeriksaan Hbs Ag menunjukkan hasil negatif. Urinalisis menunjukkan adanya
bilirubin positif tiga (+++).
Adanya ikterik pada pasien dengan kehamilan mengarahkan kepada beberapa
kemungkinan yaitu Intra Hepatic Cholestasis of Pregnancy (IHCP), adanya batu pada saluran
empedu, adanya hepatitis akut dengan kemungkinan infeksi virus Hepatitis (A,B,C yang
sering), atau ikterus yang diakibatkan penyakit hiperemesis gravidarum sendiri. Menurut satu
case report oleh Larrey dkk pada tahun 1984, timbulnya jaundice pada pasien dengan
hiperemesis gravidarum sering didapati pada pasien yang kehamilan sebelumnya mengalami
hiperemesis. Dalam case report tersebut dijelaskan pula bahwa kemungkinan jaundice terjadi
akibat puasa beberapa hari akibat muntah berlebihan tersebut. Puasa dalam waktu lama dapat
menurunkan laju ekskresi cairan empedu sehingga terjadi keadaan seperti kolestasis ringan
pada pasien yang dapat bermanifestasi jaundice.
Pada pasien ini kemungkinan IHCP dapat disingkirkan dengan alasan bahwa IHCP
umumnya terjadi pada trimester ketiga kehamilan. Selain itu tidak adanya manifestasi gatal di
sekujur tubuh yang menjadi tanda khas pada penyakit ini juga dapat menyingkirkan diagnosis
IHCP.
Diagnosis batu saluran empedu juga sepertinya tidak memungkinkan dikarenakan
tidak ada nyeri kolik yang diasosiasikan dengan diagnosis ini. Namun pada pasien ini USG
Abdomen sebagai pemeriksaan diagnostic untuk batu saluran empedu belum dilakukan
sehingga kemungkinan diagnosis ini belum dapat disingkirkan.
Salah satu kemungkinan diagnosis lainnya pada pasien ini yaitu hepatitis akut. Namun
dari hasil pemeriksaan fisik tidak dijumpai peningkatan suhu tubuh, pembesaran hepar.
Pemeriksaan penunjang untuk hepatitis B yaitu Hbs Ag juga negatif. Pemeriksaan spesifik
untuk strain virus hepatitis lain tidak tersedia sehingga belum dapat disingkirkan adanya
infeksi virus hepatitis yang dapat menyebabkan gejala ikterus.
Pasien ini kemudian dihentikan puasanya dan diberi diet makan biasa dengan porsi
kecil tapi sering, obat-obatan simptomatik untuk mencegah muntah berulang, serta
dikonsulkan ke bagian Penyakit Dalam. Oleh bagian Penyakit Dalam ditegakkan diagnose
tambahan sementara Hepatits Akut dan diberikan obat-obatan asam ursodeoxycholic serta
hepatoprotektor. Pasien kemudian direncanakan untuk dilakukan USG Abdomen dan pindah
ruang rawatan ke bangsal Penyakit Dalam.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Mual dan muntah sering terjadi pada pada minggu-pertama kehamilan, dan hal
tersebut merupakan hal yang normal yang biasa disebut dengan emesis gravidarum. Mual dan
muntah yang biasa dapat berlanjut menjadi suatu keadaan yang jarang terjadi, yaitu menolak
semua makanan dan minuman yang masuk, hal tersebut dapat menyebabkan dehidrasi,
segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat turun, turgor kulit
berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuria.6 Sedangkan dari literatur lain
menyebutkan bahwa hiperemesis gravidarum adalah muntah yang cukup parah sehingga
menyebabkan kehilangan berat badan, dehidrasi, asidosis dari kelaparan, alkalosis dari
2.2 Etiologi
Penyebab pasti mual dan muntah yang dirasakan ibu hamil belum diketahui, tetapi
terdapat beberapa teori yang mengajukan keterlibatan faktor-faktor biologis, sosial dan
psikologis. Faktor biologis yang paling berperan adalah perubahan kadar hormon selama
kehamilan. Menurut teori terbaru, peningkatan kadar human Chorionic gonadotropin (hCG)
akan menginduksi ovarium untuk memproduksi estrogen, yang dapat merangsang mual dan
muntah. Perempuan dengan kehamilan ganda atau mola hidatidosa yang diketahui memiliki
kadar hCG lebih tinggi daripada perempuan hamil lain mengalami keluhan mual dan muntah
yang lebih berat. Progesteron juga diduga menyebabkan mual dan muntah dengan cara
menghambat motilitas lambung dan irama kontraksi otot-otot polos lambung. Penurunan
biasa. 2
Beberapa faktor risiko penyakit hiperemesis gravdarum antara lain adalah usia ibu,
usia gestasi, jumlah gravida, tingkat sosial ekonomi, kehamilan ganda, kehamilan mola,
kondisi psikologis ibu dan adanya infeksi H.pilory. Usia ibu merupakan faktor risiko dari
hiperemesis gravidarum yang berhubungan dengan kondisi psikologis ibu hamil. Literatur
menyebutkan bahwa ibu dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun lebih
sering mengalami hiperemesis gravidarum. Usia gestasi atau usia kehamilan juga merupakan
faktor risiko hiperemesis gravidarum, hal tersebut berhubungan dengan kadar hormon
korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron di dalam darah ibu. Kadar hormon korionik
gravidarum. Kadar hormon gonadotropin dalam darah mencapai puncaknya pada trimester
pertama, tepatnya sekitar minggu ke 14-16. Oleh karena itu, mual dan muntah lebih sering
terjadi pada trimester pertama.4 Peningkatan kadar hCG mengakibatkan perubahan atau
gangguan (dismotilitas) sistem pencernaan serta gangguan sistem imun humoral yang diduga
psikologis ibu hamil dimana ibu hamil yang baru pertama kali hamil akan mengalami stress
yang lebih besar dari ibu yang sudah pernah melahirkan dan dapat menyebabkan hiperemesis
gravidarum, ibu primigravida juga belum mampu beradaptasi terhadap perubahan korionik
gonadotropin, hal tersebut menyebabkan ibu yang baru pertama kali hamil lebih sering
hiperemesis gravidarum. Pekerjaan berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi yang juga
2.4 Patofisiologi
Ada teori yang menyebutkan bahwa perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya
kadar korionik gonadotropin, estrogen dan progesteron karena keluhan ini mucul pada 6
minggu pertama kehamilan yang dimulai dari hari pertama haid terakhir dan berlangsung
progesteron ini masih belum jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat akibat
Secara umum berdasarkan berbagai teori, pada hiperemesis gravidarum terjadi mual,
muntah dan penolakan semua makanan dan minuman yang masuk, sehingga apabila terus-
menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya kadar elektrolit dalam darah.
Selain itu hiperemesis gravidarum mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis
terpakai untuk keperluan energi karena energi yang didapat dari makanan tidak cukup, lalu
karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam
aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah sehingga menimbulkan asidosis.
berkurang, hal tersebut menyebabkan pasokan zat makanan dan oksigen berkurang dan juga
mengakibatkan penimbunan zat metabolik yang bersifat toksik didalam darah. Kemudian,
hiperemesis gravidarum juga dapat menyebabkan kekurangan kalium akibat dari muntah dan
ekskresi lewat ginjal, yang menambah frekuensi muntah yang lebih banyak, dan membuat
2.5 Klasifikasi
gravidarum tingkat I, II dan III. Hiperemesis gravidarum tingkat I ditandai oleh muntah yang
terus-menerus disertai dengan penurunan nafsu makan dan minum. Terdapat penurunan berat
badan dan nyeri epigastrium. Pertama-tama isi muntahan adalah makanan, kemudian lendir
beserta sedikit cairan empedu, dan dapat keluar darah jika keluhan muntah terus berlanjut.
Frekuensi nadi meningkat sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik menurun.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan mata cekung, lidah kering, penurunan turgor kulit dan
Pada hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien memuntahkan semua yang dimakan
dan diminum, berat badan cepat menurun, dan ada rasa haus yang hebat. Frekuensi nadi
berada pada rentang 100-140 kali/menit dan tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg.
Pasien terlihat apatis, pucat, lidah kotor, kadang ikterus, dan ditemukan aseton serta bilirubin
dalam urin.11
Hiperemesis gravidarum tingkat III sangat jarang terjadi. Keadaan ini merupakan
kelanjutan dari hiperemesis gravidarum tingkat II yang ditandai dengan muntah yang
berkurang atau bahkan berhenti, tetapi kesadaran pasien menurun (delirium sampai koma).
Pasien dapat mengalami ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung dan dalam urin
2.6 Diagnosis
Pada diagnosis harus ditentukan adanya kehamilan dan muntah yang terus menerus,
sehingga mempengaruhi keadaan umum (sering muntah lebih dari 10 kali per 24 jam).
Pemeriksaan fisik pada pasien hiperemesis gravidarum biasanya tidak memberikan tanda-
tanda yang khusus. Lakukan pemeriksaan tanda vital, keadaan membran mukosa, turgor kulit,
nutrisi dan berat badan. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai dehidrasi, turgor kulit yang
menurun, perubahan tekanan darah dan nadi. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan
antara lain, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan kadar elektrolit, keton urin, tes fungsi
hati, dan urinalisa untuk menyingkirkan penyebab lain. Pada pemeriksaan laboratorium
pasien dengan hiperemesis gravidarum dapat diperoleh peningkatan relatif hemoglobin dan
hematokrit, hiponatremia dan hipokalemia, badan keton dalam darah dan proteinuria. Bila
2.7 Penatalaksanaan
Tata laksana awal dan utama untuk mual dan muntah tanpa komplikasi adalah
istirahat dan menghindari makanan yang merangsang, seperti makanan pedas, makanan
berlemak, atau suplemen besi. Perubahan pola diet yang sederhana, yaitu mengkonsumsi
makanan dan minuman dalam porsi yang kecil namun sering cukup efektif untuk mengatasi
mual dan muntah derajat ringan.1 Jenis makanan yang direkomendasikan adalah makanan
ringan, kacang-kacangan, produk susu, kacang panjang, dan biskuit kering. Minuman
elektrolit dan suplemen nutrisi peroral disarankan sebagai tambahan untuk memastikan
terjaganya keseimbangan elektrolit dan pemenuhan kebutuhan kalori. Menu makanan yang
banyak mengandung protein juga memiliki efek positif karena bersifat eupeptic dan efektif
meredakan mual. Manajemen stres juga dapat berperan dalam menurunkan gejala mual.2
2.7.2 Farmakologi
rehidrasi dengan cairan natrium klorida atau ringer laktat, penghentian pemberian makanan
per oral selama 24-48 jam, serta pemberian antiemetik jika dibutuhkan. Penambahan glukosa,
dapat menghentikan pemecahan lemak. Untuk pasien dengan defisiensi vitamin, tiamin 100
pasien dapat mentoleransi cairan per oral dan didapatkan perbaikan hasil laboratorium.
Pemberian obat secara intravena dipertimbangkan jika toleransi oral pasien buruk.
Obat-obatan yang digunakan antara lain adalah vitamin B6 (piridoksin), antihistamin dan
sebagai farmakoterapi lini pertama yang aman dan efektif. Dalam sebuah randomized trial,
kombinasi piridoksin dan doxylamine terbukti menurunkan 70% mual dan muntah dalam
terjadi, tetapi perlu diwaspadai jika terdapat muntah berat yang disertai dengan gejala okular,
Antiemetik konvensional, seperti fenotiazin dan benzamin, telah terbukti efektif dan
mual dan muntah dengan cara menghambat postsynaptic mesolimbic dopamine receptors
melalui efek antikolinergik dan penekanan reticular activating system. Obat-obatan tersebut
penyakit kardiovaskuler berat, penurunan kesadaran berat, depresi sistem saraf pusat, kejang
yang tidak terkendali, dan glaucoma sudut tertutup. Namun, hanya didapatkan sedikit
Prochlorperazine juga tersedia dalam sediaan tablet bukal dengan efek samping sedasi yang
lebih kecil. Dalam sebuah randomized trial, metoklopramid dan prometazin intravena
memiliki efektivitas yang sama untuk mengatasi hiperemesis, tetapi metoklopramid memiliki
efek samping mengantuk dan pusing yang lebih ringan. Studi kohort telah menunjukkan
badan lahir rendah, persalinan preterm, atau kematian perinatal. Namun, metoklopramid
memiliki efek samping tardive dyskinesia, tergantung durasi pengobatan dan total dosis
kumulatifnya. Oleh karena itu, penggunaan selama lebih dari 12 minggu harus dihindari.
tetapi efek samping sedasi ondansetron lebih kecil. Ondansetron tidak meningkatkan risiko
efektif untuk mual dan muntah dalam kehamilan, tetapi sekarang jarang digunakan karena
sebelum, selama dan tiga jam setelah pemberian droperidol perlu dilakukan.
muntah dalam kehamilan. Efek samping metilprednisolon sebagai sebuah glukokortikoid juga
patut diperhatikan. Dalam sebuah metaanalisis dari empat studi, penggunaan glukokortikoid
sebelum usia gestasi 10 minggu berhubungan dengan risiko bibir sumbing dan tergantung
dosis yang diberikan. Oleh karena itu, penggunaan glukokortikoid direkomendasikan hanya
Terapi alternatif seperti akupunktur dan jahe telah diteliti untuk penatalaksanaan mual
dan muntah dalam kehamilan. Akar jahe (Zingiber officinale Roscoe) adalah salah satu
pilihan nonfarmakologik dengan efek yang cukup baik. Bahan aktifnya, gingerol, dapat
menghambat pertumbuhan seluruh galur H. pylori, terutama galur Cytotoxin associated gene
(Cag) A+ yang sering menyebabkan infeksi. Empat randomized trials menunjukkan bahwa
ekstrak jahe lebih efektif daripada plasebo dan efektivitasnya sama dengan vitamin B6. Efek
samping berupa refluks gastroesofageal dilaporkan pada beberapa penelitian, tetapi tidak
ditemukan efek samping signifikan terhadap keluaran kehamilan Dosisnya adalah 250 mg
kapsul akar jahe bubuk per oral, empat kali sehari. Terapi akupunktur untuk meredakan
gejala mual dan muntah masih menjadi kontroversi. Penggunaan acupressure pada titik
akupuntur Neiguan P6 di pergelangan lengan menunjukkan hasil yang tidak konsisten dan
penelitiannya masih terbatas karena kurangnya uji yang tersamar. Dalam sebuah studi yang
besar didapatkan tidak terdapat efek yang menguntungkan dari penggunaan acupressure,
pada pasien tanpa profilaksis antiemetik. Stimulasi ini dapat mengurangi risiko mual. Terapi
stimulasi saraf tingkat rendah pada aspek volar pergelangan tangan juga dapat menurunkan
2.8 Komplikasi
dapat menyebabkan dehidrasi. Jika terus berlanjut, pasien dapat mengalami syok. Dehidrasi
yang berkepanjangan juga menghambat tumbuh kembang janin.11 Oleh karena itu, pada
pemeriksaan fisik harus dicari apakah terdapat abnormalitas tanda-tanda vital, seperti
peningkatan frekuensi nadi (>100 kali per menit), penurunan tekanan darah, kondisi
subfebris, dan penurunan kesadaran. Selanjutnya dalam pemeriksaan fisis lengkap dapat
dicari tanda-tanda dehidrasi, kulit tampak pucat dan sianosis, serta penurunan berat badan.
Selain dehidrasi, akibat lain muntah yang persisten adalah gangguan keseimbangan
elektrolit seperti penurunan kadar natrium, klor dan kalium, sehingga terjadi keadaan
gravidarum yang berat juga dapat membuat pasien tidak dapat makan atau minum sama
sekali, sehingga cadangan karbohidrat dalam tubuh ibu akan habis terpakai untuk pemenuhan
kebutuhan energi jaringan. Akibatnya, lemak akan dioksidasi. Namun, lemak tidak dapat
hidroksibutirik, dan aseton, sehingga menyebabkan ketosis. Salah satu gejalanya adalah bau
aseton (buah-buahan) pada napas. Pada pemeriksaan laboratorium pasien dengan hiperemesis
gravidarum dapat diperoleh peningkatan relatif hemoglobin dan hematokrit, hiponatremia dan
Robekan pada selaput jaringan esofagus dan lambung dapat terjadi bila muntah terlalu
sering. Pada umumnya robekan yang terjadi kecil dan ringan, dan perdarahan yang muncul
dapat berhenti sendiri. Tindakan operatif atau transfusi darah biasanya tidak diperlukan. 3
Perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum dan kenaikan berat badan dalam
kehamilan yang kurang (<7 kg) memiliki risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan bayi
dengan berat badan lahir rendah, kecil untuk masa kehamilan, prematur, dan nilai APGAR
2.9 Prognosis
Tujuan terapi emesis atau hiperemesis gravidarum adalah untuk mencegah komplikasi
seperti ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat badan lebih dari 3 kg atau 5%
berat badan. Penilaian keberhasilan terapi dilakukan secara klinis dan laboratoris. Secara
klinis, keberhasilan terapi dapat dinilai dari penurunan frekuensi mual dan muntah, frekuensi
dan intensitas mual, serta perbaikan tanda-tanda vital dan dehidrasi. Parameter laboratorium
Literatur lain menyebutkan, prognosis hiperemesis gravidarum umumnya baik, namun dapat
menjadi fatal bila terjadi deplesi elektrolit dan ketoasidosis yang tidak dikoreksi dengan tepat
dan cepat.12