Anda di halaman 1dari 14

1

EPIDURAL HEMATOM

Oleh :
Suci Soraya Sinaga
110100182
Pembimbing :
dr. Iskandar Nst., Sp.S, FINS

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Epidural Hematom. Makalah ini
disusun sebagai rangkaian tugas kepanitraan klinik di departemen Neurologi
RSUP Haji Adam Malik Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Iskandar Nst., Sp.S, FINS, selaku pembimbing yang telah memberikan arahan
dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat
memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah ini di kemudian hari.

Medan, Februari 2016

Penulis

DAFTAR PUSTAKA
Halaman
Kata Pengantar......................................................................................

ii

Daftar Isi................................................................................................

iii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................

1.1 Latar Belakang.......................................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................


2.1 Definisi..................................................................................
2.2 Epidemiologi.........................................................................
2.3 Etiologi..................................................................................
2.4 Patofisiologi...........................................................................
2.5 Manifestasi Klinis..................................................................
2.6 Diagnosis...............................................................................
2.7 Penatalaksanaan.....................................................................
2.7 Prognosis...............................................................................

3
3
3
4
4
5
7
9
11

BAB 3 KESIMPULAN..........................................................................

12

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas. Cedera traumatik pada kepala menyebabkan lebih dari seperempat
kematian akibat kecelakaan. Pada mereka yang selamat dari cedera kepala, sampai
20% menderita cacat jangka panjang yang berat, dan hampir 5% kasus
menyebabkan keadaan vegetatif permanen. Sebagian besar cedera kepala yang
fatal atau menyebabkan cacat disebabkan oleh trauma tumpul yang berkaitan
dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh dan serangan kriminal dengan subset
penyebab penting lainnya adalah penetrating missile wounds (luka tembak).
Faktor yang meningkatkan resiko

trauma

kepala

adalah

penyalahgunaan

alkohol, riwayat cedera kepala, retardasi mental, dan gangguan kejang.1


Cedera pada kepala dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak
baik secara langsung (primer) yang disebabkan oleh efek mekanik dari luar
ataupun karena perluasan kerusakan dari jaringan otak (sekunder) disebabkan oleh
berbagai faktor seperti: kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak,
gangguan metabolismee otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan
neurotransmitter, eritrosit, opioid endogen, reaksi imflamasi dan radikal bebas.2,3
Duramater adalah membran luar yang membungkus otak, bersifat
semitranslusen dan tidak elastis. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi
sinus-sinus vena dan membentuk periosteum tabula interna. Duramater melekat
erat dengan permukaan bagian dalam tengkorak. Bila duramater robek dan tidak
diperbaiki dengan sempurna dan dibuat kedap udara, akan menimbulkan berbagai
masalah. Duramater memiliki banyak suplai darah. Bagian tengah dan posterior
disuplai oleh arteria meningea media yang bercabang dari arteria vertebralis dan
karotis interna. Pembuluh darah anterior dan etmoidalis juga merupakan cabang
dari arteria carotis interna dan menyuplai fosa anterior. Arteria meningea posterior
yaitu cabang dari arteria oksipitalis, menyuplai darah ke fosa posterior.4

Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan/terdapatnya kumpulan darah


di antara duramater dan periosteum. EDH meyumbang sekitar 2% dari
keseluruhan kasus trauma ( 40.000 kasus per tahun). Insiden lebih banyak pada
laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 4:1.5 Delapan puluh lima
persen (85%) EDH disebabkan oleh putusnya arteri meningea media diantara
tabula interna dan duramater. Perdarahan lain dapat disebabkan oleh pecahnya
vena meningeal media atau sinus dural. Penyebab lain adalah fraktur tulang yang
menyebabkan perdarahan dari diploeica. Predileksi EDH antara lain di hemisfer
sisi lateral (70%) dan regio frontal, oksipital dan fossa posterior (5-10%).2
EDH umumnya disebabkan oleh laserasi traumatik. Karena duramater
berlekatan erat dengan permukaan dalam tengkorak, diperlukan tekanan yang
cukup besar untuk menimbulkan kumpulan cairan pada lokasi ini. Penyebab
tersering adalah fraktur tulang dengan robekan arteri meningea media yang
merupakan pembuluh darah meningeal terbesar. Fraktur ini dapat terjadi tanpa
menimbulkan cedera serius lain pada otak sehingga banyak pasien dengan
perdarahan epidural tetap sadar segera setelah kejadian traumatik dan tidak
kehilangan kesadaran hingga beberapa saat kemudian. Pasien tersebut kemudian
meninggal akibat peningkatan tekanan intrakranial yang cepat. Oleh karena itu
perdarahan harus segera dapat terdiagnosis agar dapat diberi terapi yang tepat dan
tindakan operatif untuk mengeluarkan hematoma agar prognosis pasien lebih
baik.6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi
Epidural hematom (EDH) adalah terdapatnya akumulasi darah di antara

duramater dan periosteum6 atau adanya kumpulan darah di ruang epidural yaitu
ruang potensial antara tabula interna tulang tengkorak dan duramater2.
2.2.

Epidemiologi

Epidural hematom terjadi sekitar 2% dari keseluruhan pasien yang


mengalami trauma kepala (seiktar 40.000 kasus per tahun) dan sekitar 5-15% dari
pasien yang mengalami trauma kepala yang fatal. Spinal epidural hematoma
terjadi 1/1.000.000 orang. Di Amerika, penggunaan alkohol dan intoksikasi obatobatan lainnya mempunyai hubungan dengan peningkatan insidensi terjadinya
epidural hematoma. Angka morbiditas epidural hematoma sekitar 5-50%. Epidural
hematom bilateral memiliki angka mortalitas sekitar 15-20%. Epidural hematom
pada daerah fossa posterior memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi yaitu
sekitar 26%.
Insiden lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan dengan
perbandingan 4:1.5 Delapan puluh lima persen (85%) EDH disebabkan oleh
putusnya arteri meningea media diantara tabula interna dan duramater. Perdarahan
lain dapat disebabkan oleh pecahnya vena meningeal media atau sinus dural.
Penyebab lain adalah fraktur tulang yang menyebabkan perdarahan dari diploeica.
Predileksi EDH antara lain di hemisfer sisi lateral (70%) dan regio frontal,
oksipital dan fossa posterior (5-10%).2
Epidural hematom jarang terjadi pada individu berusia di bawah 2 tahun
dan lebih dari 60 tahun karena pada usia tersebut lapisan duramater menempel
lebih erat dengan tabula interna tengkorak. Sedangkan pada epidural hematom
spinalis meningkat kejadiannya pada usia anak-anak dan pada dekade ke-5 dan
ke-6 kehidupan.5

2.3.

Etiologi
Epidural hematom umumnya disebabkan oleh laserasi traumatik pada

arteri meningeal. Karena perlengketan duramater dengan tabula interna tengkorak


sangat erat, diperlukan tekanan traumatik yang cukup besar untuk menimbulkan
akumulasi cairan/darah pada lokasi ini.6

Sekitar 85%, epidural hematom

disebabkan oleh putusnya arteri meningeal media di antara tabula interna dan
duramater. Perdarahan lain dapat disebabkan oleh pecahnya vena meningeal
media atau sinus dural. Penyebab lain adalah fraktur tulang yang menyebabkan

perdarahan dari diploeica. Predileksi epidural hematom antara lain di hemisfer sisi
lateral (70 %) dan regio frontal, oksipital dan fossa posterior (5-10%).2
2.4.

Patofisiologi4
Epidural hematom paling sering terjadi di daerah parietotempral akibat

robekan arteri arteria meningea media. Robekan ini sering terjadi akibat adanya
fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di
daerah frontal atau oksipital namun sering tidak memberikan tanda-tanda yang
jelas.
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematoma epidural, desakan oleh
hematoma akan memisahkan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga
hematom bertambah besar.
Hematoma yang meluas di daerah temporal menyebabkan tertekannya
lobus temporalis otak ke arah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian
medial lobus (unkus dan sebaian girus hipokampus) mengalami herniasi di bawah
pinggiran

tentorium.

Keadaan

ini

menyebabkan

timbulnya

tanda-tanda

neurologik.
Tekanan herniasi unkus pada sirkulasi arteria ke formatio retikularis di
medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat
nuclei saraf kranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan
dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada jaras kortikospinalis
asendens pada area ini menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral,
refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.
Dengan semakin meluasnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial antara lain kekakuan
deserebrasi, gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur
mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu
beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat,
kemudian kesadaran berangsur menurun.

Masa sadar di antara dua penurunan kesadaran setelah terjadi kecelakaan


disebut lucid interval. Fenomena ini terjadi karena cedera primer yang ringan pada
epidural hematom.
Sumber perdarahan kasus epidural hematom:
- Artery meningea (lucid interval: 2-3 jam)
- Sinus duramatis
- Diploe (lubang yang mengisi kalvaria kranii) yang berisi arteri diploica
dan vena diploica
2.5.

Manifestasi klinis
Berhubung perdarahan kebanyak massif (elibatkan arteri) maka lucid

interval cepat antara beberapa menit, beberapa jam, sampai 2-3 hari. Volume
darah biasa mencapai 75 cc dan melepaskan duramater dari ikatannya dengan
periosteum baru menimbulkan adanya gejala yang nyata yaitu penurunan
kesadaran. Tanda-tanda epidural hematom:7
- Adanya lucid interval yang pendek
- Kesadaran semakin menurun secara progresif
- Hemiparese yang terlambat kontralateral lesi
- Pupil anisokor. Unilateral midriasis karena lesi N.III pada sisi lesi akibat
penekanan daripada herniasi uncus gyrus hipokampus lobus temporalis
-

sehingga N.III terjerat


Babinsky unilateral kontralateral lesi (bisa juga bilateral)
Fraktur kranii yang menyilang
Kejang
Bradikardi
Apabila epidural hematom terletak di fossa kranii posterior maka gejal

yang tampak adalah:7


- Lucid interval tidak jelas
- Fraktur kranii daerah oksipital
- Kehilangan kesadaran terjadi cepat
- Terjadi gangguan pernapasan dan serebellum
- Pupil isokor
Hal ini biasanya terjadi karena sinus tranversus atau confluence sinus pecah dan
prognosisnya jelek bahkan biasanya pasien langsung meninggal.7
Jika tidak ditangani segera, dapat timbul tnda dan gejala seperti: tekanan
darah meningkat, kesulitan bernapas, kerusakan fungsi otak, dan kematian. Pasien
dengan kondisi ini sering tampak memar pada sekitar mata dan belakang telinga.

Sering juga keluar cairan dari hisung atau telinga. Adanya respon chusing yang
menetap dapat timbul sejalan dengan peningkatan tekanan intrakranial, berupa:4
- Hipertensi
- Bradikardi
- Bradipnea

2.6. Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis gejala klinis seperti yang telah dijelaskan akan membantu
mendiagnosis epidural hematom lebih cepatdan tepat (sekitar 80%).
b. Pemriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda epidural hematom,
seperti pemeriksaan neurologis untuk melihat adanya defisit neurologis
seperti lesi di N.III akan didapatkan anisokor pada mata (unilateral midriasis).
c. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium5
Pemeriksaan darah lengkap untuk memonitor keadaan infeksi, penilaian
hematokrik dan platelet terhadap resiko perdarahan lainnya. Tes
hemostasis

berguna

untuk

melihat

waktu

perdarahan

apakah

terganggu/tidak. Cek elektrolit darah, fungsi ginjal, fungsi hati, kadar


-

glukosa dilakukan untuk melihat komplikasi klinis dari epidural hematom.


X-Ray tengkorak
Dilakukan untuk melihat ada/tidaknya fraktur yang menyilang. Dapat
melihat adanya fraktur, biasanya ditemukan pada pasien berusia kurang
dari 30 tahun.2
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai
epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral
dengan sisi yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya

fraktur tulang yang memotong sulcus arteria meningea media.4


Head CT-Scan2,4

Gambaran klasik epidural hematom pada CT-Scan adalah gambaran


hiperintensitas bikonveks (84%). Namun dapat juga ditemukan gambaran
hiperintensitas yang berbentuk garis atau bulan sabit. Epidural hematom
biasanya memiliki intensitas yang homogen, berbatas tegas dan menyatu
dengan tabula interna. Lebih dari 95% terdapat unilateral dan 90-95%
terdapat di supratentorial. Morfologi epidural hematom adalah gambaran
bikonveks atau lentiformis ekstra aksial pada tempat terjadinya cedera,
tidak menyebrang sutura kecuali terdapat diastasis sutura atau fraktur,
tidak menyebrang faks dan tentorium dan menekan parenkim otak dan
lapisan subarakhnoid . Dari CT scan dapat juga ditemukan fraktur
tengkorak.

Gambar 2.1. Gambaran CT-Scan pasien cedera kepala tertutup. (A). Epidural
hematom regio temporalis. (B). Subdural hematom8
-

MRI2,4

MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser


posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI
juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan
salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis
Atreriografi karotis7
EEG : Abnormal7
Lumbal Pungsi
Dapat ditemukan tekanan yang meninggi dan cairan berwarna jernih.7

Penatalaksanaan2

2.7.

Tatalaksana EDH dibagi menjadi 2, yaitu tatalaksana medikamentosa dan


operatif. Tatalaksana medikamentosa diberikan jika terdapat epidural heamtom
subakut atau kronik yang berukuran kecil ( 1 cm ketebalan) dan terdapat gejala
dan tanda neurologius yang minimal. Pada keadaan tersebut, pasien dirawat dan
diobservasi dengan CT scan follow up 1 minggu kemudian jika secara klinis
stabil. Pada 50% kasus, epdural hematom yang kecil akan berkembang
menjadi lebih besar dan diperlukan terapi operasi.
Managemen operatif diindikasikan jika terdapat:
-

Epidural hematom simtomatik


Epidural hematom akut asimtomatik tetapi ketebalan > 1 cm
Epidural hematom pada anak

Tujuan
sehingga

dilakukan

operasi

adalah

untuk

menghilangkan

bekuan

darah

dapat menurunkan tekanan intrakranial, hemostasis dan mencegah

reakumulasi darah di ruang epidural.


Penanganan darurat:
-

Dekompresi dengan trepanasi sederhana


Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom

Terapi medikamentosa
-

Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera
spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurangi tekanan

intracranial dan meningkakan drainase vena.


Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan
dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6

jam), mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) yang bertujuan untuk


mengatasi edema cerebri yang terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi
-

dalam memilih mana yang terbaik.


Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini
mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic
dan

untuk

penggunaan

jangka

panjang

dapat

dilanjutkan

dengan

karbamazepin.
Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat
masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium

bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial.


Barbiturat dapat dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi
dan mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis
yang biasa diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit
dan kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1
mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum 3-4mg%.

Terapi Operatif
Operasi dilakukan bila terdapat :
-

Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)


Keadaan pasien memburuk
Pendorongan garis tengah > 3 mm

Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk
fungsional saving.
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
-

25 cc = desak ruang supra tentorial


10 cc = desak ruang infratentorial
5 cc = desak ruang thalamus

Sedangakan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
-

Penurunan klinis
Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan

penurunan klinis yang progresif.


Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.

10

Gambar 2.2. epidural hematom yang diindikasikan untuk operasi karena


mendesak garis tengah9

2.8.

Prognosis8
Prognosis tergantung pada :

Lokasinya (infratentorial lebih jelek)

Besarnya

Kesadaran saat masuk kamar operasi

Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena
kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara
7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang
mengalami koma sebelum operasi.

11

BAB III
KESIMPULAN
Epidural hematom (EDH) adalah terdapatnya akumulasi darah di antara
duramater dan periosteum. Sekitar 85%, epidural hematom disebabkan oleh
putusnya arteri meningeal media di antara tabula interna dan duramater. Tandatanda epidural hematom: Adanya lucid interval yang pendek, Kesadaran semakin
menurun secara progresif, hemiparese yang terlambat kontralateral lesi, pupil
anisokor. unilateral midriasis karena lesi N.iii pada sisi lesi akibat penekanan
daripada herniasi uncus gyrus hipokampus lobus temporalis sehingga n.iii terjerat,
babinsky unilateral kontralateral lesi (bisa juga bilateral), fraktur kranii yang
menyilang, kejang, dan bradikardi. Tatalaksana EDH dibagi menjadi 2, yaitu
tatalaksana medikamentosa dan operatif. Prognosis akan lebih baik jika ditangani
lebih cepat dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Robbins, Dkk. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC. 2007.
2. Sadewo, Wismaji. Sinopsis Ilmu Bedah Saraf Cetakan Pertama. Jakarta:
Sagung Seto. 2011.
3. Kasan, Umar. 2002. Cedera Otak.
http://images.neurosurg.multiply.multiplycontent.com/journal/item/9
4. Price, Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed-6.
EGC: Jakarta. 2006
5. Libeskind,

D.S.

Epidural

Hematoma.

http://reference.medscape.com/article
6. Baehr, M., Frotscher, M. Diagnosis topik neurologi DUUS Anatomi,
Fisiologi, Tanda, Gejala. Ed. 4. Jakarta: EGC. 2012.
7. Sjahrir, Hasan. Ilmu Penyakit Syaraf: Neurologi Khusus. Medan: USU
PRESS. 1994.
8. Acosta, Jose. Sabiston

Textbook

of

Surgery. 18th ed Saunders,

An

Imprint of Elsevier.
9. Brunicardi, charles. Dkk. Schwartz's Principles of Surgery 8 th edition. The
McGraw-Hill Companies. United States of America. 2004.

Anda mungkin juga menyukai