Anda di halaman 1dari 34

SUBDURAL HEMATOMA

oleh
Irene Fausta Wijono
406152029

Pembimbing
dr. Lisa Irawati, Sp. Rad

KEPANITERAAN ILMU RADIOLOGI


RUMAH SAKIT HUSADA JAKARTA
PERIODE 5 JUNI 8 JULI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
DEFINISI

Penimbunan darah di dalam rongga subdural (di


antara duramater dan arakhnoid)
ANATOMI
1. Kulit kepala
ANATOMI Skin (kulit)
Connective tissue (jaringan penghubung)
Aponeurosis (galea aponeurotika)
Loose of connective tissue
Pericranium
2. Tulang tengkorak

Calvaria Basis cranii


Meningen
Duramater
Arachnoid
Piamater
Klasifikasi
SUBAKUT
AKUT KRONIS
Gejala defisit
Gejala defisit
neurologis
neurologis
muncul dalam
muncul dalam Gejala defisit
waktu 4 21
waktu <72 jam neurologis
hari post
post trauma muncul dalam
trauma
Tebal waktu > 21
Tidak sadar
perdarahan < 5 hari post
membaik
mm tapi dapat trauma
tidak sadar
melebar luas
CT-scan : lesi
CT-scan : lesi CT-scan : lesi
isodens atau
hiperdens hipodens
hipodens
EPIDEMIOLOGI

SDH akut 5-25% pasien trauma kepala berat.


SDH kronik 1-3 kasus per 100.000 populasi.
laki-laki : perempuan = 3:1.
Mayoritas subdural hematoma berhubungan dengan
faktor umur yang merupakan faktor resiko pada
cedera kepala (blunt head injury).
ETIOLOGI
1. Trauma kepala

a. Berat akibat benturan yang keras


b. Ringan biasanya pada orang tua

2. Non trauma
a. pasien dengan konsumsi obat-obat
antikoagulan
b. Aneurisma
c. Tumor intra kranial
Sumber perdarahan:
d. Post operasi bridging veins di subdural
arteri kortikal
Lokasi perdarahan: di daerah parietal, sebagian
di daerah temporal, fissura interhemisferik
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi

Trauma

Otak tergeser dan P.darah terfiksasi

Bridging Vein

Hematom Subdural
TANDA-TANDA HERNIASI OTAK

Tanda-tanda
peningkatan TIK
Penurunan kesadaran
Pupil anisokor
Hemiparesis
kontralateral
1, subfalcine; 2, herniation of the
Kejang uncus and hippocampal gyrus of the
temporal lobe into the tentorial
Lucid interval notch, causing pressure on the third
nerve and
mid-brain; 3, brainstem caudally;
4, cerebellar tonsils through foramen
magnum
GEJALA KLINIS DIAGNOSIS
a. Nyeri kepala penurunan
a. ANAMNESIS
kesadaran b. PEMERIKSAAN FISIK
b. Mual dan muntah c.PEMERIKSAAN
c. Gangguan motorik PENUNJANG
d. Anisokor pupil LABORATORIUM
FOTO KEPALA
CT-Scan
MRI
Pemeriksaan Radiologi
1. CT SCAN CT scan kepala dapat
dibuat dalam dua window
Pemeriksaan ini level, yaitu: window jaringan
merupakan metode (window normal) untuk
diagnostic standar melihat hematoma intra dan
terpilih (gold standard) ekstrakranial; window tulang
untuk melihat fraktur
untuk kasus cedera neurocranium maaupun
kepala dan prosedur ini viscerocranium. Densitas lesi
tidak bersifat invasive dapat dibagi atas high density
atau hiperdens, isodensiti dan
low density atau hipodense
Pada hematoma Adanya hematoma di
subdural akut tampak daerah fissure
gambaran hyperdens interhemisfer dan
sickle (seperti bulan tentorium juga
sabit) dekat tabula menunjukan adanya
interna, terkadang sulit hematoma subdural.
dibedakan dengan
hematoma epidural.
Batas medial hematom
bergerigi.
Gambar 3: Gambaran crescent shape yang hiperdens dan
bilateral
Gambaran CT Scan untuk
hematom subdural kronik
ialah kompleks perlekatan,
transudasi, kalsifikasi yang
disebabkan oleh bermacam-
macam perubahan, oleh
karena itu tidak ada pola
tertentu. Tampak juga area
hipodens, isodens atau
sedikit hiperdens, berbentuk
bikonveks, berbatas tegas
melekat pada tabula.
Gambar 4: Gambaran subdural hematoma setelah 3
minggu. Gumpalan darah telah terserap dan density
rendah.10
Jadi prinsipnya,
gambaran hematoma
subdural akut adalah
hiperdens. Semakin
lama densitas ini
semakin menurun,
sehingga menjadi
isodense, bahkan
akhirnya menjadi
hipodens
Gambar 8: Kronik subdural hematom pada gambaran CT scan dengan
potongan coronal7
CT-SCAN
Gambaran CT-scan
2. MRI
Pemeriksaan MRI memiliki keunggulan untuk
melihat perdarahan kronis maupun kerusakan
otak yang kronis. Dalam hal ini MRI T2 mampu
menunjukkan gambaran yang lebih jelas
terutama lesi hipodens pada CT Scan atau lesi
yang sulit dibedakan densitasnya dengan
korteks
Gambaran hematoma MRI membantu pada fase
subdural pada MRI subakut, dimana hematoma
tergantung pada status tampak isodens atau
biokemikal hipodens di gambaran CT
hemoglobinnya, yang scan. Kewujudan
methemoglobin di
berbeda-beda mengikut
hematoma subdural
usia hematoma. memberikan signal intensity
Hematoma subdural akut yang tinggi. Signal tinggi
isointens pada T1W1 dapat dibedakan secara jelas
berbanding otak dan pada pengumpulan cairan
hipointens pada T2W1 non-hemoragik
Hematoma akut Pada fase lanjut subakut
pembekuan akan terjadi secara
memberikan gambaran TR menyeluruh hiperintens. Apabila
yang gelap kerana efek darah mula diserap kembali
suseptibel. Pada awal fase secara perlahan-lahan, signal
subakut gambaran perifer intensitas akan berkurang pada T1
menjadi hipointens atau isointens
yang terang dengan berbanding white matter tapi
sentral yang hipointens lebih intens dari cairan
kerna adanya cerebrospinal kerna kandungan
protein.5 Pada fase kronik, MRI
terbentuknya extracellular
dapat mengklasifikasikan kepada
methemoglobin di bagian lima tipe yaitu; low, high, mixed
perifer. intensity, isointensity dan layered
Gambar 9: gambaran MRI (T1-weighted) subdural hematoma pada Gambar 10: Gambaran subdural hematoma bilateral
hemisfera kiri10
3. DWI
DWI memberikan
gambaran hematoma
subdural dengan
intensitas yang berbeda
tergantung usi
hematoma. Kelebihan
penggunaan DWI ialah
kemampuannya untuk
deteksi mendasari atau
terkait lesi parenchymal
Diagnosis Banding
Gambaran pada CT :
- Tampak sebagai bentuk BULAN
SABIT
- Adanya pemisahan jaringan otak
dengan skull
EDH - Akut > Hyperdens
- Sub Akut > Isodens
- Kronis > Hyperdens

Gambaran pada CT :
- Tampak sebagai bentuk
Mendatar
- Mengikuti kontur dari cranium
bagian dalam.
SDH - Perdarahan akut > hyperdens
- Sub akut > isodens
- Kronis > hypodens.
DIAGNOSIS BANDING

a. Stroke
b. Encephalitis
c. Abses otak
d. Adverse drugs reactions
e. Tumor otak
f. Perdarahan subarachnoid
g. Hydrocephalus
PENATALAKSANAAN
1. Non-operatif / Medikamentosa
Intubasi dan oksigenasi
Elevasi kepala 30
Cairan isotonis untuk resusitasi
Manitol 0,25-1 g/kgBB
Furosemid 0,3-0,5 mg/kgBB
Antikonvulsan (Fenitoin) untuk mengatasi kejang 15-20
mg/kgBB
Neurotropik
Citicoline 1 g/hari
Piracetam 24-30 mg/hari
2. Operatif, jika:

a. Pasien SDH tanpa melihat GCS, dengan ketebalan > 10 mm


atau pergeseran midline shift > 5 mm pada CT-scan
b. Semua pasien SDH dengan GCS < 9 harus dilakukan
monitoring TIK
c. Pasien SDH dengan GCS < 9, dengan ketebalan perdarahan <
10 mm dan pergeeran struktur midline shift. Jika mengalami
penurunan GCS > 2 poin antara saat kejadian sampai saat
masuk rumah sakit
d. Pasien SDH dengan GCS < 9, dan/atau didapatkan pupil
dilatasi asimetris/fixed
e. Pasien SDH dengan GCS < 9, dan/atau TIK > 20 mmHg.
Pasien di operasi/tidak berdasarkan
pengamatan dari kondisi klinis pasien Teknik operasi:
dengan foto radiologi nya (CT-Scan)
Kraniotomi
Burr hole
KOMPLIKASI PROGNOSIS

a. Mortalitas 60-70 %
a. Medis : kejang dan infeksi (16,9%)
b. SDH akut yang sedikit (diameter
b. Operasi : massa subdural,
< 1 cm), prognosanya baik
hematom intraparenkim, atau tension
c. Operasi pada SDH kronis
pneumocephalus (2,3% )
prognosis sekitar 90 % kasus
c. Meningitis atau abses serebri (< 1
sembuh total.
%)
d. SDH disertai lesi parenkim otak
mortalitas > tinggi sekitar 60 %.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai