Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

KOLELITIASIS

Pembimbing :

dr. Yarie Hendarman Hudly, Sp.B

oleh :

I Nyoman Trias S.

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

BAGIAN BEDAH RSUD KOTA TASIKMALAYA

TAHUN 2014

0
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. U
Umur : 75 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Jenis Kelamin : Wanita
Agama : Islam
Alamat : Cibodas, TSM

II. KELUHAN UTAMA


 Nyeri perut kanan atas
III. ANAMNESA
Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas sejak kurang lebih 10 hari
SMRS. Nyeri juga kadang dirasakan pada daerah ulu hati, nyeri dirasakan
hingga ke bahu dan punggung kanan. Nyeri dirasakan hilang timbul dan
berlangsung ± 10 menit dan terasa seperti terpelintir, tidak pasti saat timbulnya
baik sebelum ataupun setelah makan dan nyeri hilang dengan sendiri.

Air kencing normal tidak ada perubahan warna seperti berwarna teh.
Sejak 7 hari SMRS pasien tidak BAB. Pasien merasakan mual dan muntah.
Muntah berisi makanan dan cairan lambung, muntah berdarah disangkal, BAB
berdarah disangkal, dan pasien juga mengeluh badan terasa demam. Pasien
menyangkal adanya kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol. Tidak
terdapat perubahan dalam pola makan pasien, nafsu makan pasien menurun.
Pasien juga merasa tidak terjadi perubahan berat badan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat menderita sakit kuning disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga :

 Tidak terdapat keluarga pasien yang mengalami hal serupa.

1
Riwayat Alergi :

 Pasien menyangkal adanya alergi terhadap obat atau makanan tertentu.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Kesadaran : CM
1. Tanda vital
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 80 x/menit
- Pernafasan : 24 x/menit
- Suhu : 36,2ᵒC
2. Pemeriksaan fisik umum
- Kepala-leher : DBN
Anemis (-/-) ikterus (-/-) pembesaran KGB (-)
- Thorax : DBN
- Abdomen : Sesuai status lokalis
- Genitalia : DBN
- Ekstremitas : DBN

Status lokalis : Abdomen

Inspeksi : kulit tampak normal, pelebaran pembuluh darah (-), distensi (-),
ascites (-), massa (-).

Auskultasi : Bising usus (+)

Palpasi : terdapat nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan atas, nyeri
lepas (-), hepar tidak teraba, tidak teraba massa pada ke empat kuadran
abdomen.

Perkusi : timpani pada seluruh lapang abdomen

Pemeriksaan Penunjang
Hematologi

 Hb : 10 mg/dl
• Ht : 31 %
• Leukosit : 13.400 /mm3
2
• Trombosit : 186.000/mm3
• BT : 1.00
• CT : 3.0
Kimia Darah :

 Bilirubin Total : 1,15 mg/dl

 Bilirubin Indirect : 0,7 mg/dl

 Bilirubin direct : 0,45 mg/dl


Faal Ginjal :

 Ureum : 43 mg/dl

 Kreatinin : 1,06 mg/dl


Elektrolit

 Na : 140
 K : 3,7
 Ca : 1,09

USG ABDOMEN
- Kelenjar limpa baik, pancreas tidak ada kelainan. Ginjal tidak tampak
bendungan, buli-buli baik, empedu tampak batu ukuran 2 cm.
- Kesan : Kolelitiasis

V. DIAGNOSIS BANDING
- Kolelitiasis
- Ureterolithiasis dextra
VI. DIAGNOSIS KERJA
- Kolelitiasis
VII. PENATALAKSANAAN
- RL 20 gtt/menit
- Ceftriaxon 1x2 gr (iv ST)
- Ranitidine 2x1 amp iv
- Operasi : kolesistektomi

VIII. PROGNOSIS
Qua ad vitam : Dubia ad bonam

Qua ad fungsionam : Dubia ad bonam

3
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk
suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu atau di
dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya. Sinonimnya dari batu empedu
adalah kolelitiasis, gallstones, dan biliary calculus.1

Gambar. Gambaran batu dalam kandung empedu dan saluran empedu 9

2. ANATOMI
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah advokat yang
terletak pada permukaan visceral hepar dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-
60 ml empedu. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh peritoneum visceral, tetapi
infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan
peritoneum. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu,
bagian infundibulum menonjol seperti kantong yang disebut kantong Hartmann.1
Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk
bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus
berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan.
Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan
4
kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus sistikus yang berjalan dalam omentum minus
untuk bersatu dengan sisi kanan duktus hepatikus komunis membentuk duktus
koledokus.2
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding
lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang
memudahkan cairan empedu masuk kedalam kandung empedu, tetapi menahan aliran
keluarnya. Saluran empedu ekstrahepatik terletak didalam ligamentum
hepatoduodenale yang batas atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya distal
papilla Vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari saluran paling
kecil yang disebut kanalikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu
melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris dan selanjutnya ke duktus hepatikus di
hilus.1
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.
Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara
duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum menembus jaringan
pankreas dan dinding duodenum membentuk papilla Vater yang terletak di sebelah
medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter Oddi, yang
mengatur aliran empedu ke dalam duodenum. Duktus pankreatikus umumnya
bermuara ditempat yang sama oleh duktus koledokus di dalam papilla Vater, tetapi
dapat juga terpisah.1
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan.
V. cystica mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta. Sejumlah arteri yang
sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.2
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak
dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.
Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.2

Gambar. Gambaran anatomi kandung empedu 9


5
3. FISIOLOGI
Sekresi Empedu
Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli.
Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum
interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan
dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini
sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus
sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan
ke duodenum.3
Empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
a. Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak
karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu
membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel
yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah
pankreas, Asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak
yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
b. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk
buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari
penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel-
sel hati.4

Penyimpanan dan Pemekatan Empedu


Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml per hari.
Empedu yang disekresikan secara terus-menerus oleh sel-sel hati disimpan dalam
kandung empedu sampai diperlukan di duodenum. Volume maksimal kandung
empedu hanya 30-60 ml. Meskipun demikian, sekresi empedu selama 12 jam
(biasanya sekitar 450 ml) dapat disimpan dalam kandung empedu karena air,
natrium, klorida, dan kebanyakan elektrolit kecil lainnya secara terus menerus
diabsorbsi oleh mukosa kandung empedu, memekatkan zat-zat empedu lainnya,
termasuk garam empedu, kolesterol, lesitin, dan bilirubin. Kebanyakan absorpsi ini
disebabkan oleh transpor aktif natrium melalui epitel kandung empedu, dan
keadaan ini diikuti oleh absorpsi sekunder ion klorida, air, dan kebanyakan zat-zat
terlarut lainnya. Empedu secara normal dipekatkan sebanyak 5 kali lipat dengan
cara ini, sampai maksimal 20 kali lipat.1,4

6
Pengosongan Kandung Empedu
Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh
hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Empedu
dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.
Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum.
Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum,
kemudian masuk kedalam darah dan menyebabkan kandung empedu berkontraksi.
Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus koledokus
dan sfingter Oddi mengalami relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya
empedu yang kental ke dalam duodenum.1,4
Proses koordinasi aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
1) Hormonal :
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
merangsang mukosa sehingga hormon kolesistokinin akan terlepas. Hormon ini
yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.
2) Neurogen :
 Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase cephalik dari sekresi cairan
lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan
kontraksi dari kandung empedu.
 Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan
mengenai sfingter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu
lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.
Secara normal pengosongan kandung empedu secara menyeluruh berlangsung
selama sekitar 1 jam. Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan
neurologis maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan inti
batu. 4,5

Gambar. Gambaran fisiologi empedu4


7
Komposisi Cairan Empedu
Tabel. Komposisi Empedu 4
Empedu Empedu
Komponen
Hati Kandung Empedu
Air 97,5 gr/dl 92 gr/dl
Garam Empedu 1,1 gr/dl 6 gr/dl
Bilirubin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl
Kolesterol 0,1 gr/dl 0,3 – 0,9 gr/dl
Asam Lemak 0,12 gr/dl 0,3 – 1,2 gr/dl
Lecithin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl
Na+ 145 mEq/L 130 mEq/L
K+ 5 mEq/L 12 mEq/L
Ca+ 5 mEq/L 23 mEq/L
Cl- 100 mEq/L 25 mEq/L
HCO3- 28 mEq/L 10 mEq/L

Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar


(90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam
anorganik.1
Fungsi garam empedu adalah :
 Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam
makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi
partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
 Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin
yang larut dalam lemak.4
Prekursor dari garam empedu adalah kolesterol. Garam empedu yang
masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi
deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90%) garam empedu dalam lumen
usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan
dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu
tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada
daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam
empedu akan terganggu.4
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan
globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi
8
bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma
terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi)
yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan
misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.4

4. PATOGENESIS PEMBENTUKAN BATU EMPEDU


a. Batu Kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kristal kolesterol, dan
sisanya adalah kalsiumkarbonat, kalsiumpalmitat, dan kalsium bilirubinat.
Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan dengan bentuk batu pigmen.
Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa batu soliter
atau multiple. Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat, berduri, dan ada
yang seperti buah marbel.
Proses pembentukan batu kolesterol melalui tiga fase, yaitu:
1) Fase Supersaturasi (penjenuhan empedu oleh kolesterol)
Derajat penjenuhan empedu oleh kolesterol dapat dihitung melalui
kapasitas daya larut. Kolesterol, fosfolipid (lecithin) dan garam empedu adalah
komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu
membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya
dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol
tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam
keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana
kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti
ini kolesterol akan mengendap atau terjadi penjenuhan empedu oleh
kolesterol.1,7
Penjenuhan ini dapat disebabkan oleh bertambahnya sekresi kolesterol
atau penurunan relatif garam empedu atau fosfolipid. Peningkatan ekskresi
kolesterol empedu antara lain terjadi misalnya pada keadaan obesitas, diet
tinggi kalori dan kolesterol, pemakaian obat antikolesterol sehingga mobilitas
kolesterol jaringan tinggi, dan pemakaian obat tablet KB (estrogen) yang
mengakibatkan sekresi kolesterol meningkat dan kadar kenodeoksikolat
rendah, padahal kenodeoksikolat memiliki efek melarutkan batu kolesterol.
Sekresi asam empedu akan menurun pada penderita dengan gangguan absorbsi
di ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi
enterohepatik), gangguan daya pengosongan primer kandung empedu, dan
9
peradangan dinding kandung empedu yang menyebabkan absorbsi air, garam
empedu, dan fosfolipid jauh lebih banyak.1,7
2) Fase Pembentukan Inti Batu (pembentukan nidus dan kristalisasi)
Penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk batu,
kecuali bila ada nidus dan ada proses lain yang menimbulkan kristalisasi.
Nidus dapat berasal dari pigmen empedu, mukoprotein, lendir, protein lain,
bakteria, atau benda asing lain. Setelah kristalisasi meliputi suatu nidus, akan
terjadi pembentukan inti batu.
3) Fase Pertumbuhan Batu
Pertumbuhan batu terjadi karena pengendapan kristal kolesterol di atas
matriks inorganik dan kecepatannya ditentukan oleh kecepatan relatif pelarutan
dan pengendapan. Struktur matriks agaknya berupa endapan mineral yang
mengandung garam kalsium.7

Gambar. Pembentukan Batu Kolesterol 8

10
Batu Bilirubin / Batu Pigmen
Batu pigmen adalah batu empedu yang kadar kolesterolnya kurang dari
25%. Penampilan batu bilirubin yang sebenarnya berisi kalsium bilirubinat dan
disebut juga batu lumpur atau batu pigmen, tidak banyak bervariasi. Batu ini sering
ditemukan dalam bentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah banyak,
warnanya bervariasi antara cokelat, kemerahan, sampi hitam, dan berbentuk seperti
lumpur atau tanah yang rapuh. Batu ini sering bersatu membentuk batu yang lebih
besar. Batu pigmen yang sangat besar dapat ditemukan dalam saluran empedu.
Batu pigmen hitam terbentuk di dalam kandung empedu terutama terbentuk pada
gangguan keseimbangan metabolik seperti anemia hemolitik, dan sirosis hati tanpa
didahului infeksi.1
Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase, yaitu:
1) Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan
eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada
keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin
menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b
glukuronidase yang dihasilkan oleh E. Coli. Pada keadaan normal cairan
empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja
glukuronidase.5
2) Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam kalsium dan sel bisa juga
oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan
bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing
ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti
batu adalah dari cacing tambang. 5
Seperti pembentukan batu kolesterol, terjadinya batu bilirubin berhubungan
dengan bertambahnya usia. Infeksi, statis, dekonjugasi bilirubin dan ekskresi
kalsium merupakan faktor kausal. Pada bakteribilia terdapat bakteri gram negatif,
terutama E.Coli. Pada batu kolesterol pun, E.Coli yang tersering ditemukan dalam
biakan empedu.1
Beberapa faktor yang disangka berperan adalah faktor geografis, hemolisis,
dan sirosis hepatik. Sebaliknya jenis kelamin, obesitas, gangguan penyerapan di
dalam ileum tidak mempertinggi resiko batu bilirubin. Pada kolingitis oriental atau
kolangitis piogenik rekurens ditemukan batu pigmen intrahepatik primer yang
11
menimbulkan kolangitis rekurens. Keadaan lain yang berhubungan dengan batu
pigmen dan kolangitis bakteria gram negatif di Asia Timur ialah investasi parasit
Clonochis sinensis, Fasciola hepatica, dan Ascaris lumbricoides.1
Sebagai pegangan umum, pada penderita batu bilirubin, tidak ditemukan
empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol baik di dalam kandung empedu
maupun di hati. Pada penderita batu bilirubin, konsentarsi bilirubin yang tidak
terkonjugasi meningkat, baik di dalam kandung empedu maupun di dalam hati.1

Gambar . Batu Pigmen9


5. ETIOLOGI
Etiologi batu empedu dan saluran empedu masih belum diketahui dengan
sempurna, akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah
gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis
empedu dan infeksi kandung empedu.6
a. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting
dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu
kolesterol, mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol.
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan
cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.
12
b. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi
progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-unsur tersebut.
Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingter Oddi, atau
keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin
dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung
empedu.
c. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.
Mukus meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat
berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat
dari terbentuknya batu dibanding panyebab terbentuknya batu.

6. EPIDEMIOLOGI
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika
Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan
pada anak-anak jarang. Jumlah wanita berusia 20-50 tahun yang menderita batu
empedu sekitar 3 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50 tahun, rasio
penderita batu empedu hampir sama antara pria dan wanita. Insidensi batu empedu
meningkat seiring bertambahnya usia. Orang gemuk ternyata mempunyai resiko
tiga kali lipat untuk menderita batu empedu. Insiden pada laki-laki dan wanita pada
batu pigmen tidak terlalu banyak berbeda.7,10
Avni Sali membuktikan bahwa diet tidak berpengaruh terhadap
pembentukan batu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi jenis batu yang
terbentuk. Hal ini disokong oleh peneliti dari Jepang yang menemukan bukti
bahwa orang dengan diet berat biasanya menderita batu jenis kolesterol, sedangkan
yang dietnya tetap biasanya menderita batu jenis pigmen. Faktor keluarga juga
berperan dimana bila keluarga menderita batu empedu kemungkinan untuk
menderita penyakit tersebut dua kali lipat dari orang normal.7

7. FAKTOR RISIKO
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin
banyak faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya
kolelitiasis. Faktor resiko tersebut terdiri atas: 12
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
13
terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan,
yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena
kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat
meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas
pengosongan kandung empedu.
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang yang usia yang lebih muda.
c. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih
tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka
kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga menguras garam
empedu serta mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibanding dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih
sedikit berkontraksi.
g. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn
disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
h. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan atau nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.

14
8. DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Setengah sampai dua pertiga penderita batu kandung empedu adalah
asimtomatik. Keluhan yang mungkin timbul berupa dispepsia yang kadang disertai
intolerans terhadap makanan berlemak.
Pada yang simtomatik, kolik bilier merupakan keluhan utama pada
sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi
transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian
bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut. Kolik bilier
biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 – 60 menit,
menetap, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian.
Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada seperti kasus
timbul tiba-tiba. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke puncak bahu,
scapula, punggung bagian tengah, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai
angina pektoris, disertai mual dan muntah. Kolik bilier harus dibedakan dengan
gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau
tanpa kolelitiasis.1,5
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan
perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi
kolangitis. Pada kolangitis sepsis yang berat dapat terjadi kegawatan disertai syok
dan gangguan kesadaran.1
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi dibawa
kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat
kulit dan menbran mukosa berwarna kuning (ikterus). Keadaan ini sering disertai
dengan gejal gatal-gatal pada kulit.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu,
dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored ”
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K
yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi
vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K
dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.10

15
b. Pemeriksaan fisik
1) Batu kandung empedu
Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi
seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung
empedu, empiema kandung empedu, atau pankreatitis.
Pada pemeriksaan didapatkan nyeri tekan dengan punktum maksimun
di daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri
tekan bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang dan sewaktu
kandung empedu tersentuh oleh ujung jari tangan pemeriksa sehingga pasien
berhenti menarik napas, yang merupakan tanda rangsangan peritoneum
setempat karena kandung empedu yang meradang.1
2) Batu saluran empedu.
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau tanda pada fase
tenang. Kadang teraba hati agak membesar dan skelera ikterik. Patut diketahui
bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas.
Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, baru akan timbul ikterus
klinis.
Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi,
akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut.
Kolangitis yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial
nonpiogenik yang ditandai dengan trias Charcot, yaitu demam menggigil, nyeri
didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa
kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul lima gejala pentade Reynold,
berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok dan kekacauan mental atau
penurunan kesadaran sampai koma.
Kalau ditemukan riwayat kolangitis yang hilang timbul, harus dicurigai
kemungkinan hepatolitiasis.1

c. Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat
terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan
ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar
bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus

16
koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.1
d. Pemeriksaan Pendukung Lainnya

Untuk pasien dengan penyakit kolelitiasis bisa dilakukan pemeriksaan


penunjang seperti pemeriksaan radiologi :
1) Foto polos abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.
Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium
tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai
massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara
dalam usus besar, di fleksura hepatika.1
Batu empedu opaque akan dapat dengan mudah diperlihatkan. Tampak
dalam jenis yang bervariasi. Sebagai struktur berlapis yang besar yang
biasanya tunggal dan dalam jumlah sedikit. Disamping itu kalkuli yang kecil
dan multiple dan sangat banyak. Satu batu opaque dalam duktus sistikus atau
duktus biliaris komunis dapat didiagnosa pada posisinya yang relatif terhadap
kandung empedu normal.

Gambar. Gambaran Foto Polos Abdomen11


17
2) Ultra Sonografi (USG)
Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya
sampai 98 % dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini
adalah mudah dikerjakan, aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan
khusus. Selain itu, USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi
kontras, wanita hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati. Ditinjau dari
berbagai segi keuntungannya, pemeriksaan USG dianjurkan dipakai sebagai
langkah pemeriksaan awal. Dengan pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari
batu tersebut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung empedu, ada tidaknya
radang akut yang ditandai dengan menebalnya dinding kandung empedu
karena fibrosis atau udem, ukuran CBD (Common Bile Duct) dan jika ada batu
intraduktal. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit
dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus.1,11

Gambar. Gambaran USG12

3) Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Untuk penderita
tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat
dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan
ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2mg/dl, obstruksi pilorus,
18
dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat
mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian
fungsi kandung empedu.1,10
Batu kandung empedu non opaque misalnya batu kolesterol yang besar
tidak dapat terdiagnosa dengan sinar x biasa maka akan membutuhkan zat
kontras di dalam pemeriksaan dengan cara di minum di sore hari sebelum
pemeriksaan. Pasien tetap melakukan diet bebas lemak sampai dilakukan
pemeriksaan sinar x kira-kira 16 jam kemudian setelah minum kontras. Pada
tingkat ini kandung empedu biasanya terisi dengan baik dengan zat kontras.
Pada pemeriksaan ini akan menimbulkan bayangan filling defect yang
radiolusen.

Gambar. Gambaran Foto kolesistografi8

4) ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)


Foto rontgen dengan kolongipankreatikografi endoskopi retrograd di papila
Vater (ERCP) atau melalui kolongiografi transhepatik perkutan (PTC) berguna
untuk pemeriksaan batu di duktus koledokus. Indikasinya ialah batu kandung
empedu dengan gangguan fungsi hati yang tidak dapat dideteksi dengan
ultrasonografi dan kolesistografi oral, misalnya karena batu kecil. Pemeriksaan
ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat
dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat
optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars
desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut
untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi
serta evaluasi percabangan bilier.1,10

19
Gambar 11. Gambaran ERCP 8

These two fluorospot images taken during an ERCP demonstrates stones


in the common bile duct on the left radiograph, and cystic duct on the
right radiograph (arrows). Cystic duct stones are difficult to remove during
ERCP because the valve spirals. Stones in the common bile duct are quite
removable by ERCP, but some can be too large to be pulled through the
sphincter of Oddi. Sphincterectomy of the sphincter of Oddi may be
needed to widen the opening into the duodenum to remove larger
stones.

5) Magnetic Resonance Colangiopancreatography (MRCP)


Teknik pencitraan ini dengan gema magnet tanpa menggunakan zat
kontras, instrument dan radiasi ion. Pada pemeriksaan ini saluran empedu akan
terlihat jelas sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal
tinggi, sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal
rendah yang dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga
metode ini cocok untuk mendiagnosa batu saluran empedu.
Studi terkini MRCP menujukan nilai sensitifitas antara 91% sampai 100%,
nilai spesifitas antara 92% sampai 100% dan nilai prediktif positif antara 93%
sampai dengan 100% pada keadaan dengan dugaan batu saluran empedu. Nilai
diagnosis MRCP yang tinggi mengakibatkan teknik ini sering dikerjakan untuk
diagnosis atau eksklusi batu saluran empedu khususnya pada pasien dengan
kemungkinan kecil mengandung batu.
MRCP memiliki beberapa kelebihan dibandingkan ERCP. Salah satu
manfaat yang besar adalah pencitraan saluran empedu tanpa resiko yang
berhubungan dengan instrumentasi, zat kontras dan radiasi.
Sebaliknya MRCP juga mempunyai limitasi mayor yaitu bukan merupakan
modalitas terapi dan juga aplikasinya bergantung pada operator, sedangkan
ERCP dapat berfungsi sebagai sarana diagnostik dan terapi yang sama.13

20
Gambar. Gambaran Foto MRCP 8

9. KOMPLIKASI
a. Kolesistitis Akut
Hampir semua kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh
batu yang terjebak dalam kantong Hartmann. Komplikasi ini terdapat pada lima
persen penderita kolesistitis. Kolesistitis akut tanpa batu empedu disebut
kolesistitis akalkulosa, dapat ditemukan pasca bedah.
Pada kolesistitis akut, faktor trauma mukosa kandung empedu oleh batu
dapat menyebabkan pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin di dalam empedu
menjadi lisolesitin, yaitu senyawa toksik yang memperberat proses peradangan.
Pada awal penyakit, peran bakteria agaknya kecil saja meskipun kemudian dapat
terjadi supurasi (nanah/pernanahan). Komplikasi kolesistitis akut adalah empiema,
gangrene, dan perforasi.
Perjalanan kolesistitis akut bergantung pada apakah obstruksi dapat hilang
sendiri atau tidak, derajat infeksi sekunder, usia penderita, dan penyakit lain yang
memperberat keadaan, seperti diabetes mellitus.
Perubahan patologik di dalam kandung empedu mengikuti pola yang khas.
Proses awal berupa udem subserosa, lalu perdarahan mukosa dn bercak-bercak

21
nekrosis dan akhirnya fibrosis. Gangren dan perforasi dapat terjadi pada hari ketiga
setelah serangan penyakit., tetapi kebanyakan pada minggu kedua. Pada penderita
yang mengalami resolusi spontan, tanda radang akut baru menghilang setelah
empat minggu, tetapi sampai berbulan-bulan kemudian sisa peradangan dan nanah
masih tetap ada. Hampir 90% kandung empedu yang diangkat dengan
kolesistektomi menunjukan jaringan parut lama, yang berarti pada masa lalu
pernah menderita kolesistitis, tetapi umumnya penderita menyangkal tidak pernah
merasa ada keluhan.1
b. Kolesistitis Kronik
Kolesistitis kronik merupakan kelainan kandung empedu yang paling
umum ditemukan. Penyebabnya hampir selalu batu empedu. Penentu penting
untuk membuat diagnosa adalah kolik bilier, dispepsia, dan ditemukannya batu
empedu pada pemeriksaan ultrasonografi atau kolesistografi oral. Keluhan
dispepsia dicetuskan oleh makanan “berat” seperti gorengan, yang mengandung
banyak lemak, tetapi dapat juga timbul setelah makan bermacam jenis kol. Kolik
bilier yang khas dapat juga dicetuskan oleh makanan berlemak dank has kolik
bilier dirasakan di perut kanan atas.1
c. Kolangitis Akut
Kolangitis akut dapat terjadi pada pasien dengan batu saluran empedu
karena adanya obstruksi dan invasi bakteri empedu. Gambaran klinis kolangitis
akut yang klasik adalah trias charcot yang meliputi nyeri abdomen kuadran kanan
atas, ikterus dan demam yang didapatkan pad 50% kasus. Kolangitis akut supuratif
adalah trias charcot yang disertai hipotensi, oliguria, dan gangguan kesadaran.
Spektrum dari kolangitis akut mulai dari yang ringan, yang akan membaik
sendiri, sampai denan keadaan yang membahayakan jiwa di mana dibutuhkan
drainase darurat. Penatalaksanaan kolangitis akut ditujukan untuk: a) Memperbaiki
keadaan umum pasien dengan pemberian cairan dan elektrolit serta koreksi
gangguan elektrolit, b) Terapi antibiotic parenteral, dan c) Drainase empedu yang
tersumbat. Beberapa studi acak tersamar memperlihatkan keunggulan drainase
endoskopik dengan ngka kematian yang jauh lebih rendah dan bersihan saluran
empedu yang lebih baik dibandingkan operasi terbuka. Studi dengan control
memperkuat kesimpulan bahwa angka kematian dengan ERCP hanya sepertiga
dibandingkan dengan operasi terbuka pada pasien dengan kolangitis yang berat.
Oleh karenanya, ERCP merupakan terapi pilihan pertama untuk dekompresi bilier
mendesak pada kolangitis akut yang tidak respon terhadap terapi konservatif.13
22
d. Pankreatitis bilier akut atau pankreatitis batu empedu
Pankreatitis bilier akut atau pancreatitis batu empedu baru akan terjadi bila
ada obtruksi transien atau persisten di papilla Vater oleh sebuah batu. Batu empedu
yang terjepit dapat menyebabkan sepsis bilier atau menambah beratnya
pankreatitis.
Sejumlah studi memperlihatkan pasien dengan pancreatitis bilier akut yang
ringan menyalurkan batunya secara spontan dari saluran empedu ke dalam
duodenum pada lebih dari 80% dan sebagian besar pasien akan sembuh hanya
dengan terapi suportif kolangiografi. Sesudah sembuh pada pasien ini didaptkan
insidensi yang rendah kejadian batu saluran empedu sehingga tidak dibenarkan
untuk dilakukan ERCP rutin.
Sebaliknya, sejumlah studi menunjukan bahwa pasien dengan pancreatitis
bilier akut yang berat akan mempunyai resiko yang tinggi untuk mempunyai batu
saluran empedu yang tertinggal bila kolngiografi dilakkan pada tahap dini sesudah
serangan. Beberapa studi terbuka tanpa control memperlihatkan sfingteretomi
endoskopik pada keadan ini tampaknya aman dan disertai penurunan angka
kesaikitan dan kematian.13

10. PENATALAKSANAAN
a. Tindakan Operatif
1) Kolesistektomi
Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan
operasi. Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap
merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu empedu
simptomatik.
Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan,
banyak ahli menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya
berpendapat lain mengingat “silent stone” pada akhirnya akan menimbulkan
gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat bahwa pembedahan
adalah pengobatan yang paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan berlaku
pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik.12
Indikasi kolesistektomi adalah sebagai berikut :
- Adanya keluhan bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat.
- Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.

23
- Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya
Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras
dan sebagainya.12
a) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat
terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka
mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi
yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,
diikuti oleh kolesistitis akut.12
b) Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli
bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut
dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan
tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi
perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat
kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang
belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan
insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat
terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.12

24
Gambar. Gambaran Kolesistektomi 11
Komplikasi kolesistektomi
Saat ini hampir semua melakukan operasi laparoskopi atau
menggunakan key-hole surgery. Dengan menggunakan insisi kecil, batu
empedu dan kantong empedu dibuang. Kantong empedu adalah tempat
penyimpanan empedu, dan organ ini dapat dibuang tanpa berpengaruh terhadap
kesehatan. Setelah pengangkatan kantong empedu, empedu dapat mengalir
langsung dari hati ke usus.11
Proses pemulihan biasanya berlangsung selama 1 sampai 3 hari di
rumah sakit dan pasien dapat beraktivitas normal kembali setelah 1 minggu.
Apabila ada peradangan yang parah, luka atau infeksi kandung empedu, key-
hole surgery mungkin tidak dapat dilakukan sehingga perlu dilakukan operasi
terbuka. Prosedur ini dilakukan dengan membuat insisi 5-6 inchi pada sisi
kanan abdomen dan kantong empedu dapat dibuang. Proses pemulihannya
lebih panjang dibandingkan metode key-hole karena rasa sakit akibat insisi.
Operasi terbuka dilakukan pada 5-8% operasi kolesistektomi.9
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah cedera duktus
empedu, empedu bocor, pembentukan abses, infeksi pada luka dan
pendarahan.9
2) Kolesistostomi
Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi
cabang-cabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita

25
kolesistitis dengan resiko tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi
kolesistektomi dini.
Indikasi dari kolesistostomi adalah
- Kolesistitis akut berat dengan kandung empedu membesar yang terancam
ruptur
- Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis
- Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang
menyertai, kesulitan teknik operasi
- Tersangka adanya pankreatitis
Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar
dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti
dengan kolesistektomi.

1 2 3

4
5

Gambar. Gambaran Kolesistostomi 11


b. Tindakan Non-Operatif
1) Terapi Disolusi
Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA)
yang mampu melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai
sejak 1973 di klinik Mayo, Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak
dijelaskan terjadinya kekambuhan.5
Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan
sempurna batu pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral
dalam dosis 10 – 15 mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan.
Penghentian pengobatan CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi
kolelitiasis.

26
Indikasi pemberian CDCA yaitu :
- Wanita hamil
- Penyakit hati yang kronis
- Kolik empedu berat atau berulang-ulang
- Kandung empedu yang tidak berfungsi. 5
Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan
kerusakan jaringan hati, terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan
diare. Asam Ursodioxycholat (UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat
diterima dan tidak mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun
harganya lebih mahal. Pada saat ini pemakaiannya adalah kombinasi antara
CDCA dan UDCA, masing-masing dengan dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari.
Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan
kolesterol mencapai puncaknya pada malam hari. 5
Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim
HMG Ko-a reduktase sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke
dalam empedu. Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain harganya mahal
juga memerlukan waktu yang lama serta tidak selalu berhasil. 5
2) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)
ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya
adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel
yang lebih kecil. Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar
kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat serta pengeluarannya
melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih
mudah. Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi
untuk membantu melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar
berhasil baik harus memenuhi beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas
dan keamanannya.5
a) Kriteria Munich :
- Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik).
- Penderita tidak sedang hamil.
- Batu radiolusen
- Tidak ada obstruksi dari saluran empedu
- Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke
arah batu.
-
27
b) Kriteria Dublin :
- Riwayat keluhan batu empedu
- Batu radiolusen
- Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal
atau bila multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah
maksimal 3.
- Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik.5
Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila dipandang dari sudut
penderita karena dapat dilakukan secara rawat jalan, sehingga tidak
mengganggu aktifitas penderita. Demikian juga halnya dengan pembiusan dan
tindakan pembedahan yang umumnya ditakutkan penderita dapat dihindarkan.
Namun tidak semua penderita dapat dilakukan terapi ini karena hanya
dilakukan pada kasus selektif. Di samping itu penderita harus menjalankan diet
ketat, waktu pengobatan lama dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, serta
dapat timbul rekurensi setelah pengobatan dihentikan. Faal hati yang baik juga
merupakan salah satu syarat bentuk terapi gabungan ini , karena gangguan faal
hati akan diperberat dengan pemberian asam empedu dalam jangka panjang.
ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak infasif
namun dalam kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang dapat
terjadi misalnya rasa sakit di hipokondrium kanan, kolik bilier, pankreatitis,
ikterus, pendarahan subkapsuler hati, penebalan dinding dan atropi kandung
empedu.7
c. Dietik
Prinsip perawatan dietetik pada penderita batu kandung empedu adalah
memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk
memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk
memberi makanan secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan
cairan tubuh. 5
Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu
kandung empedu tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang
dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan.13
Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering menderita
konstipasi, maka diet dengan menggunakan buah-buahan dan sayuran yang tidak
mengeluarkan gas akan sangat membantu.

28
Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu :
- Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.
- Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori
dikurangi.
- Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
- Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi.

29

Anda mungkin juga menyukai