Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Sirosis hepatis (SH) merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis yang ditandai
dengan penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan nodul regeneratif (benjolan
yang terjadi sebagai hasil dari sebuah proses regenerasi jaringan yang rusak) akibat
nekrosis hepatoseluler, yang mengakibatkan penurunan hingga hilangnya fungsi hati (PPHI,
2011).

Diagnosis klinis SH dibuat berdasarkan kriteria Soedjono dan Soebandiri tahun


1973, yaitu bila ditemukan 5 dari 7 keadaan berikut: eritema palmaris, spider nevi, vena
kolateral atau varises esofagus, asites dengan atau tanpa edema, splenomegali, hematemesis
dan melena, rasio albumin dan globulin terbalik.. Timbulnya komplikasi-komplikasi seperti
asites, ensefalopati, varises esofagus menandai terjadinya pergantian dari SH fase
kompensasi yang asimtomatik menjadi SH dekompensasi. Menurut laporan rumah sakit
umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis hepatis adalah 3,5% dari seluruh
pasien yang dirawat dibangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien
penyakit hati yang dirawat. Di negara-negara maju seperti Inggris Raya dan Amerika Serikat,
jumlah kematian akibat SH meningkat setiap tahunnya (PPHI, 2011).

Karena kasus ini termasuk cukup sering ditemui pada pasien yang dirawat inap di RSUD
WAHIDIN, dan kebanyakan kasus sudah masuk dalam stadium lanjut, maka kami tertarik
untuk melaporkan satu kasus sirosis hepatis pada seorang pasien laki-laki 61 tahun yang
dirawat inap di RSUD WAHIDIN pada bulan agustus 2018

1
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

 Nama : Ny. S

 Umur : 52 tahun 25/02/1956

 Jenis kelamin : Perempuan

 Agama : Islam

 Suku : Jawa

 Alamat : tawang sari mojokerto

 Pekerjaan : Rumah tangga

 Tanggal pemeriksaan : 12 Juli 2018

 Masuk Rumah Sakit : 12 juli 2018 jam 22;30

 Ruangan : kencono wungu ruangan 2 nomer 6

2
Riwayat penyakit

1. Keluhan Utama

Nyeri perut

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD dr. Wahidin Sudiro Husodo dengan nyeri perut
selama kurang lebih 2 minggu dan membesar sebah sesak di dada mual (+)
muntah (-) BAB normal dan batuk gatal ditenggorokan.

Riwayat Penyakit

Pasien mengalami perut membesar asites (+) selama ini menjalani fungsi asites
12x selama 2 tahun, 1 kali fungsi asites 7 botol aqua 1 liter.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi (+)

Riwayat DM (+)

Jantung (+)

4. Riwayat Pengobatan

Belum pernah berobat sebelumnya

5. Riwayat Alergi

Riwayat alergi terhadap makanan dan obat disangkal

6. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada

3
A. Keadaan umum

 Kesadaran

 Kualitatif : Compos mentis

 Kuantitatif : GCS 4-5-6

 Vital sign

 Tekanan darah : 160/100 mmHg

 Nadi : 94x/menit, reguler, kuat angkat

 RR : 20 x/menit, reguler

 Suhu : 37 oC
 SPo2 :98

B. Kepala

 Bentuk : Normochepal, bulat

 Mata

 Sklera : ikterik (-/-)

 Konjungtiva : anemis (+/+)

 Lagofthalmus (+) Sinistra

 Telinga/ hidung : sekret (-), perdarahan (-)

 Mulut : sianosis (-)

4
C. Leher

 Struma : (-)

 Bendungan vena : (-)

 Pembesaran KGB : (-)

D. Thorax

Jantung

 Inspeksi : tidak terlihat

 Palpasi : tidak teraba

 Perkusi :

Batas kiri atas : ICS II Linea parasternal sinistra

Batas kiri bawah : ICS V L. midclavicularis sinistra

Batas kanan atas : ICS II L.Parasternalis dextra

Batas kanan bawah : ICS IV L.Parasternal dextra

 Auskultasi : S1S2 Tunggal, reguler, gallop (-), murmur (-)

E. PARU

 Inspeksi : simetris, retraksi (-/-), ketinggalan gerak (-/-)

 Palpasi : fokal fremitus kanan = kiri

 Perkusi : Paru kanan sonor = paru kiri

 Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan

whezzing (-/-), ronkhi (-/-)

5
F. ABDOMEN

 Inspeksi : Datar, luka operasi (-) , membesar(+)

 Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), tak teraba massa, hepar

lien tidak teraba

 Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen

 Auskultasi : Bising usus (+) N

 Shifting dullness: acites (+)

 Undulasi : Acites (+)

 Ekstremitas

 Atas : Akral hangat (+/+), edema (-/-)

 Bawah : Akral hangat (+/+), edema (-/-)

Status Psikiatri Singkat

 Emosi dan Afek : adekuat

 Proses Berfikir

 Bentuk : logis, realistis

 Arus : koheren

 Isi : waham (-) halusinasi (-)

 Kecerdasan : dbn

 Pencerapan : dbn

 Kemauan : dbn

 Psikomotor : dbn

Ingatan : dbn

6
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG EKG 12-08-2018

\
7
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG FOTO THORAX 12-08-2018

Cor : Tampak membesar CRT = 68%

Pulmo : Tampak infiltrat di parahiler kiri

Sinus Costophrenicus kanan kiri tumpul

Kesimpulan : terdapat efusi pleura

Cardiomegali

Pneumonia

8
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG LAB PATOLOGI KLINIK
J. Pemeriksaan Laboratorium (12 juli 2018)
Parameter Nilai Normal range

WBC 8.3 6.0 / 9.0

HB 6.4 11 / 16

PLT 221 150 / 400

RBC 3.43 4,0 / 6,20

HCT 27.9 35 / 55

MCV 91 80 / 100

MCH 27.3 80 / 100

MCHC 32.4 31 / 35

GDA 129 100/110


RDW 13,6 10 / 20

ALBUMIN 3 3,5/5,2

9
K. ASSESMEN
DIAGNOSA:

Sirosis hepatis + acites permagna + ispa + diabetes melitus + hipertensi

L. DiAGNOSA BANDING:
 Hepatoma
 Fatty liver

10
M. PLANNING 1

PL. DIAGNOSIS PL. TERAPI PL. PL. MONITORING


TINDAKAN

 Cek lab  Infus pz • MRS TTV


 Foto thorak  Inj furosemide 3x1 • GDA
 Cek  Inj ranitidine • Pungsi

albumin  Propranolol 3x10 mg acites

 Prosogan 2x10 mg • Tirah


Baring
 Obh syirup

11
N. FOLLOW UP
1. 13 agustus 2018
S O A P
Ku;lemah KU: lemah Sh+acites Terapi tetap
Gelisah batuk Vital Sign: permagna+ispa  Inf. PZ 20 tpm
gatal TD: 130/70 mmHg  Inj furosemide 3x1
ditenggorokan Nadi : 89x/menit  Inj ranitidine
perut sebah Suhu : 36,2 °C  Propranolol 3x10
nyeri tekan Pemeriksaan Fisik: mg
k/l : a/i/c/d: +/-/-/-
mual(-) Thorax :  Prosogan 2x10 mg
muntah(-) bak Cor : S1S2 tunggal regular,
murmur (-), gallop (-) Obh syirup
dbn bak DBN Pulmo :
Inspeksi : - Pernapasan
Susah tidur simetris
- Retraksi (-)
Palpasi :. - fremitus raba
simetris
Perkusi : - sonor
Auskultasi :
ves + rh - wh - ves + rh - wh -
ves + rh + wh - ves + rh + wh-
ves + rh + wh - ves + rh + wh-

Abdomen :
Inspeksi : - flat(-) , jejas (-)
Palpasi : soepel, nyeri tekan
(+):

- - -
- - -
- - -

Perkusi : Timpani,
Auskultasi : Bising usus (+)
normal

Ekstremitas : akral hangat,


tidak terdapat edema, crt < 2dtk
++/++,

Penunjang :
Albumin 2,7 menurun
Gda: 130 mg/dl:

12
Gambar :

FOLLOW UP

1. 14 agustus 2018
S O A P
Ku;lemah KU: lemah Sh+acites Pungsi acites
Gelisah batuk gatal Vital Sign: permagna+ispa
ditenggorokan TD: 110/80 mmHg
perut sebah nyeri Nadi : 89x/menit
tekan mual(-) Suhu : 36,2 °C
muntah(-) bak dbn
bak DBN Pemeriksaan Fisik:
k/l : a/i/c/d: +/-/-/-
Susah tidur Thorax :
Cor : S1S2 tunggal regular, murmur (-),
gallop (-)
Pulmo :
Inspeksi : - Pernapasan simetris
- Retraksi (-)
Palpasi :. - fremitus raba simetris
Perkusi : - sonor
Auskultasi :
ves + rh - wh - ves + rh - wh -
ves + rh + wh - ves + rh + wh-
ves + rh + wh - ves + rh + wh-

13
Abdomen :
Inspeksi : - flat(-) , jejas (-)
Palpasi : soepel, nyeri tekan (+):

- - -
- - -
- - -

Perkusi : Timpani,
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : akral hangat, tidak


terdapat edema, crt < 2dtk ++/++,

Penunjang :
Albumin 2,7 menurun
Gambar;

14
FOLLOW UP

1. 15 juli 2018
S O A P
Ku;cukup KU: cukup Sh+acites krs
Perut membaik Vital Sign: permagna+ispa
setelah di pungsi TD: 110/80 mmHg
acites 4/5 botol Nadi : 90x/menit
aqua Suhu : 36,2 °C
Pemeriksaan Fisik:
k/l : a/i/c/d: +/-/-/-
Thorax :
Cor : S1S2 tunggal regular,
murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
Inspeksi : - Pernapasan simetris
- Retraksi (-)
Palpasi :. - fremitus raba
simetris
Perkusi : - sonor
Auskultasi :
ves + rh - wh - ves + rh - wh -
ves + rh + wh - ves + rh + wh-
ves + rh + wh - ves + rh + wh-

Abdomen :
Inspeksi : - flat(-) , jejas (-)
Palpasi : soepel, nyeri tekan (-):

- - -
- - -
- - -

Perkusi : Timpani,
Auskultasi : Bising usus (+)
normal

Ekstremitas : akral hangat, tidak


terdapat edema, crt < 2dtk ++/++,

Penunjang :

15
O. Terapi Non farmakologis

EDUKASI :

 Menjelaskan kepada pasien bahwa pasien dan keluarga tentang kondisi pasien bahwa
pasien masih membutuhkan perawatan beberapa hari di Rs mengontrol kondisi pasien
serta menunggu tindakan di pungsi acites.

 contro makan yang asin-asin untuk hipertensinya

 Banyak makan yang berserat

 Puasa gluten karna pasien gula darahnya stabil diabetesnya

 Jika pasien krs sering control rutin di poli kulit kelamin

16
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara
anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan
nekrosis. Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat, dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001:1154).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh perubahan sususnan
hati normal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang
mengalami regenerasi yang tidak berhubungan dengan susunan normal (Sylvia
Anderson, 2001:445).

----

B. EPIDEMIOLOGI
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketifa pada pasien
yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh
dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang
meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. belum ada data resmi secara nasional
tentang sirosis hati di indonesia. Namun dari beberapa laporan rumah sakit umum
pemerin tah di indonesi berdasar diagnosis klinik saja, dapat dilihat bahwa prevalensi
sirosis hati yang di rawat di bangsal penyakit dalam umumnya berkisar antara 3,6 –
8,4% di jawa dan di sumatra, sedangkan di sulawesi dan kalimantan di bawah 1%.
Secara keseluruahan rata-rata prevalensi sirosis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang
di rawat di bangsal penyakit dalam, atau rata-rata 47,4 % dari seluruh pasien penyakit
hati yang di rwat disini. Perbandingan pria dan wanita rata-rata 2,1:1, dan usia rata-rata
44 tahun. Rentang usia 13-88 tahun (Hernomo, 2015)

17
C. ETIOLOGI
Sirosis terjadi di hati sebagai respon terhadap cedera sel berulang dan reaksi
peradangan yang di timbulkan. Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi misalnya hepatitis
dan obstruksi saluran empedu yang menyebabkan penimbunan empedu di kanalikulus dan
ruptur kanalikulus, atau cedera hepatosit akibat toksin (Kelompok Diskusi Medikal Bedah
Universitas Indonesia, tt).
Penyebab lain dari sirosis hepatis, yaitu:

1. Alkohol, suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama di daerah Barat.
Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol.
Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-
sel hati. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati, yaitu
dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang
lebih serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.
2. Sirosis kriptogenik, disebabkan oleh (penyebab-penyebab yang tidak teridentifikasi,
misalnya untuk pencangkokan hati). Sirosis kriptogenik dapat menyebabkan
kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis, dan dapat pula menjurus
pada kanker hati.
3. Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan berakibat pada akumulasi
unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan jaringan dan sirosis.
Contohnya akumulasi besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit
Wilson). Pada hemochromatosis, pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk
menyerap suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan.
4. Primary Biliary Cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh
suatu kelainan dari sistem imun yang ditemukan pada sebagian besar wanita. Kelainan
imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan yang kronis dari
pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu adalah
jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu
cairan yang dihasilkan oleh hati yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk
pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus serta produk-produk sisa, seperti
pigmen bilirubin (bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin dari
sel-sel darah merah yang tua).

18
5. Primary Sclerosing Cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum yang
seringkali ditemukan pada pasien dengan radang usus besar. Pada PSC, pembuluh-
pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi meradang, menyempit, dan
terhalangi. Rintangan pada aliran empedu menjurus pada infeksi-infeksi pembuluh-
pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang menguning) dan akhirnya menyebabkan
sirosis.
6. Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan
sistem imun yang ditemukan lebih umum pada wanita. Aktivitas imun yang abnormal
pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel
hati (hepatocytes) yang progresif dan akhirnya menjurus pada sirosis.
7. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia)
kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus pada
akumulasi gula-gula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, ketidakhadiran
dari suatu enzim spesifik dapat menyebabkan sirosis dan luka parut pada paru
(kekurangan alpha 1 antitrypsin).
8. Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang tidak
umum pada beberapa obat-obatan dan paparan yang lama pada racun-racun, dan juga
gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia
(terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu
parasit (schistosomiasis) adalah penyebab yang paling umum dari penyakit hati dan
sirosis (Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt).

19
D. ANATOMI

Gambar;anatomi hepar 1,1

Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia
terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas,
yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan
atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas
organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan
dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan
v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak
diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen
anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligament (Guyton, 2000).

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fung hati
yaitu :
1. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1
sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen,
mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati
akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa
disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam
tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan

20
terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan
energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis
senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).

2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak


Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis
asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES


2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol.


Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid

3. Fungsi hati sebagai metabolisme protein


Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses
deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses
transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan
satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi
produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme protein.∂ - globulin selain dibentuk
di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang β – globulin hanya dibentuk di
dalam hati.albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000

4. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah


Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda
asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada
hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer
biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan
untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.

21
5. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K

6. Fungsi hati sebagai detoksikasi


Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi,
reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun,
obat over dosis.

7. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas


Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui
proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun
livers mechanism.

8. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/
menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di
dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh
faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu
exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran
darah (Guyton, 2000).

22
E. PATOFISIOLOGI

Gambar; patofisiologi hepar 1.2

Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sirosis laennec, sirosis
pascanekrotik, dan sirosis biliaris. Sirosis Laennec disebabkan oleh konsumsi
alkohol kronis, alkohol menyebabkan akumulasi lemak dalam sel hati dan efek
toksik langsung terhadap hati yang akan menekan aktivasi dehidrogenase dan
menghasilkan asetaldehid yang akan merangsang fibrosis hepatis dan terbentuknya
jaringan ikat yang tebal dan nodul yang beregenerasi.
Fibrosis hati adalah terbentuknya jaringan ikat yang terjadi sebagai respon
terhadap cedera hati, diawali oleh cedera hati kronis yang dapat disebabkan oleh infeksi
virus, ketergantungan alkohol, nonalkoholik steatohepatitis dan penyebab lainnya.
Fibrosis hati terjadi dalam beberapa tahap. Jika hepatosit yang rusak mati, diantaranya
akan terjadi kebocoran enzim lisosom dan pelepasan sitokin dari matriks ekstrasel.
Sitokin ini bersama dengan debris sel yang mati akan mengaktifkan sel kupffer di
sinusoid hati dan menarik sel inflamasi (granulosit, limfosit dan monosit). Berbagai
faktor pertumbuhan dan sitokin kemudian dilepaskan dari sel kupffer dan dari sel
inflamasi yang terlibat. Faktor pertumbuhan dan sitokin ini selanjutnya :
- Mengubah sel HSC penyimpan lemak di hati menjadi miofibroblas
- Mengubah monosit yang bermigrasi menjadi makrofag aktif

23
- Memicu prolifrasi fibroblas
Aksi kemotaktik transforming growth factor β (TGF- β) dan protein
kemotaktik monosit (MCP-1), yang dilepaskan dari sel HSC (dirangsang oleh tumor
necrosis factor α (TNF-α), platelet- derived growth factor (PDGF), dan interleukin
akan memperkuat proses ini, demikian pula dengan sejumlah zat sinyal lainnya. Akibat
sejumlah interaksi ini. pembentukan matriks eksraseluler ditingkatkan oleh
miofibroblas dan fibroblas, yang berarti peningkatan penimbunan kolagen (Tipe I, III,
IV), proteoglikan (dekorin, biglikan,lumikan, agrekan), dan glikoprotein (fibronektin,
laminin, tenaskin dan undulin) di ruang disse.
Fibrinolisis glikoprotein di ruang disse menghambat pertukaran zat antara
sinusoid darah dan hepatosit, serta meningkatkan resistensi aliran di sinusoid Jumlah
matriks yang berlebihan dapat dirusak (mula-mula oleh metaloprotease), dan hepatosit
dapat mengalami regenerasi. Jika nekrosis terbatas di pusat lobulus hati, pergantian
struktur hati yang sempurna dimungkinkan terjadi. Namun jika nekrosis telah meluas
menembus parenkim perifer lobulus hati, akan terbentuk septa jaringan ikat. Akibatnya,
regenerasi fungsional yang sempurna tidak mungkin lagi terjadi dan akan terbentuk
nodul yang dikenal dengan sirosis.
Sirosis pascanekrotik disebabkan oleh virus hepatitis B, C, infeksi dan
intoksitifikasi zat kimia, pada sirosis ini hati mengkerut, berbentuk tidak teratur,
terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh jaringan parut dan diselingi oleh
jaringan hati. Sirosis biliaris disebabkan oleh statis cairan empedu pada duktus
intrahepatikum, autoimun dan obstruksi duktus empedu di ulu hati. Dari ketiga
macam sirosis tersebut mengakibatkan distorsi arsitektur sel hati dan kegagalan fungsi
hati. Distorsi arsitektur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal ke dalam
hepar karena darah sukar masuk ke dalam sel hati. Sehingga meningkatkan aliran
darah balik vena portal dan tahanan pada aliran darah portal yang akan menimbulkan
hipertensi portal dan terbentuk pembuluh darah kolateral portal (esofagus, lambung,
rektum, umbilikus). (Smeltzer & Bare, 2002).
Hipertensi portal didefiniskan sebagai peningkatan tekanan vena porta yang
menetap di atas nilai normal yaitu 6-12 cmH2O (Price & Wilson, 2005). Hipertensi
portal meningkatkan tekanan hidrostatik di sirkulasi portal yang akan
mengakibatkan cairan berpindah dari sirkulasi portal ke ruang peritoneum (asites).
Penurunan volume darah ke hati menurunkan inaktivasi aldosteron dan ADH

24
sehingga aldosteron dan ADH meningkat di dalam serum yang akan meningkatkan
retensi natrium dan air, dapat menyebabkan edema.
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrointestinal
dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh darah portal ke dalam pembuluh
darah dengan tekanan yang lebih rendah (Smeltzer & Bare, 2002). Saluran kolateral
penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada esofagus
bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan dilatasi
vena-vena tersebut (varises esofagus). Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena
superfisial dinding abdomen dan timbulnya sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena-
vena sekitar umbilikus (kaput medusa). Sistem vena rektal membantu
dekompensasi tekanan portal sehingga vena-vena berdilatasi dan dapat
menyebabkan berkembangnya hemoroid interna (Price & Wilson, 2005).
Kerusakan fungsi hati; terjadi penurunan metabolisme bilirubin (hiperbilirubin)
menimbulkan ikterus dan jaundice. Terganggunya fungsi metabolik, penurunan
metabolisme glukosa meingkatkan glukosa dalam darah (hiperglikemia), penurunan
metabolisme lemak pemecahan lemak menjadi energi tidak ada sehingga terjadi
keletihan, penurunan sintesis albumin menurunkan tekanan osmotik (timbul
edema/asites), penurunan sintesis plasma protein terganggunya faktor pembekuan
darah meningkatkan resiko perdarahan, penurunan konversi ammonia sehingga
ureum dalam darah menigkat yang akan mengakibatkan ensefalopati hepatikum.
Terganggunya metabolik steroid yang akan menimbulkan eritema palmar, atrofi
testis, ginekomastia. Penurunan produksi empedu sehingga lemak tidak dapat
diemulsikan dan tidak dapat diserap usus halus yang akan meingkatkan peristaltik.
Defisiensi vitamin menurunkan sintesis
vitamin A, B, B12 dalam hati yang akan menurunkan produksi sel darah merah. (PPHI,
2011).

25
F. Gambaran klinis

gambar;jaundice gambar :spider naevi gambar ;gynecomastia

gambar :edema caput medusa gambar ; acites

26
G. Klasifikasi sirosis hati

Gambaran; klasifikasi sirosis hati 1.3

Terdiri atas:

1. Etiologi (dibahas di etiologi sirosis hepatis)


2. Morfologi

Secara makroskopik sirosis dibagi atas:


Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut di seluruh lobul. Sirosis mikronodular
besar nodulnya sampai 3 mm, sedang sirosis makronodular lebih dari 3mm. Sirosis
mikronodular ada yang berubah menjadi makonodular sehingga dijumpai campuran mikro an
makronodular.

Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul
yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar di dalamnya ada daerah luasdengan parenkim
yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
Campuran
Umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.
Fungsional

27
Secara fungsi sirosis hati dibagi atas:

1. Kompensasi baik (laten, sirosis dini)


2. Dekompensasi (aktif disertai kegagalan hati dan hipertensi portal)

Kegagalan hati/ hepatoselular


Dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah, berat badan turun, gembung, mual, dll.
1) Spider nevi/angiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan lengan atas
2) Eritema Palmaris
3) Asites
4) Pertumbuhan rambut berkurang
5) Atrofi testis dan ginekomastia pada pria
Sebagai tambahan dapat timbul:
6) Ikterus/jaundice, subfebris, sirkulasi hiperkinetik dan factor hepatic
7) Ensefalopati hepatic, bicara gagok/ slurred speech, flapping tremor akibat ammonia dan
produksi nitrogen (akibat hipertensi portal dan kegagalan hati)
8) Hipoalbuminemia, edema pretibial, gangguan koagulasi darah/ defisiensi protombin

Hipertensi portal
Bisa terjadi pertama akibat meningkatnya resistensi portal dan splanknik karena
mengurangnya sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat meningkatnya aliran portal karena
transmisi dari tekanan arteri hepatic ke system portal akibat distorsi arsitektur hati. Bisa
disebabkan satu factor saja misalnya peningkatan resistensi atau aliran porta atau keduanya.
Biasa yang dominan adalah peningkatan resistensi. Lokasi peningkatan resistensi bisa:
1) Prehepatik, biasa konginetal, thrombosis vena porta waktu lahir. Tekanan splanknik
meningkat tetapi tekanan portal intra hepatic normal. Peningkatan tekanan prehepatik bisa
juga diakibatkan meningkatnya aliran splanknik karena fistula arteriovenosa atau
mielofibrosis limfa.
2) Intrahepatik
a) Presinusoidal (fibrosis dan parasit)
b) Sinusoidal (sirosis hati)
c) Post-sinusoidal (veno oklusif)
Biasa terdapat lokasi obstruksi campuran

28
3) Posthepatik karena perikarditis konstriktiva, insufiensi trikuspidal (Sjaifoellah, 2000).
Dalam buku Mary Baradero 2008, sirosis hepatis diklasifikasikan menjadi 4, antara lain:
Sirosis Laennec :
Sirosis ini disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Pada awal tahap ini, hepar membesar
dan mengeras. Namun, pada tahap akhir, hepar mengecil dan nodular.
Sirosis Pascanekrotik:
Terjadi nekrosis yang berat pada sirosis ini karena hepatotoksin biasanya berasal dari
hepatitis virus. Hepar mengecil dengan banyak nodul dan jaringan fibrosa.
Sirosis Bilier:
Penyebabnya adalah obstruksi empedu dalam hepar dan duktus koleduktus komunis (duktus
sitikus).
Sirosis Cardiac:
Penyebabnya adalh gagal jantung sisi kanan (gagal jantung kongestif).

H. Manifestasi klinis Sirosis Hepatis

Pembesaran Hati ( hepatomegali ):


Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh
lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui
palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat
sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada
perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut
sehingga menyebabkan pengerutan jaringan hati.

Obstruksi Portal dan Asites:


Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan
sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif akan
berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di
rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditujukan melalui perfusi akan adanya
shifting dullness atau gelombang cairan. Jarring-jaring telangiektasis atau dilatasi arteri
superfisial menyebabkan jarring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui
inspeksi terhadap wajah dan seluruh tubuh.

29
Varises Gastroinstestinal:
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrolintestinal dan
pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembulu darah dengan tekanan
yang lebih rendah.

Edema:
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis.
Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema.
Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi
kalium.

Defisiensi Vitamin dan Anemia:


Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak
memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering
dijumpai khususnya sebagai fenomena hemoragi yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K.
Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak
adekuat dan gangguan fungsi hati akan menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis
hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas
rutin sehari-hari.

Kemunduran mental:
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati.
Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis yang mencakup
perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola
bicara.
Manifestasi lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:

1. Mual-mual dan nafsu makan menurun


2. Cepat lelah
3. Kelemahan otot
4. Penurunan berat badan

30
5. Air kencing berwarna gelap
6. Kadang-kadang hati teraba keras
7. Ikterus, spider navi, erytema palmaris
8. Hematemesis, melena

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Diagnostik

1. Skan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati


2. Kolesistografai/Kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu yang
mungkin sebagai factor predisposisi.
3. Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus
4. Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system vena portal

Pemeriksaan Laboratorium

1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan
trombositopenia.
2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak.
Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
5. masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
6. pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel
hati membentuk glikogen.
7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati
seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila AFP terus meninggi atau >500-1.000
berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer
(hepatoma).

31
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain ultrasonografi (USG),
pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus,
pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan,
pemeriksaan sidikan hati dengan penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan
endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP) (Sjaifoellah, 2000).

J. Komplikasi Sirosis Hepatis

Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah:

1. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul
varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga
timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau
hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah
yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur
dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi).
Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh
pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari
76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya
varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.

2. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum.
Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat
rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma
hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan,
parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum
sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan
berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi
berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke
dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel
hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak

32
dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat
toksik/iritatif pada otak.

3. Ulkus peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah
timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada
mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.

4. Karsinoma hepatoselular
SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan
61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada
Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler
yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang
multiple.

5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita
sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, spellberg infeksi yang sering timbul pada
penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-
paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas
maupun septikemi (Sujono, 2002).

K. Prognosis Sirosis Hepatis


Sampai sat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hepatis revesible. Sirosis yang
disebabkan hemokromatosis dan penyakit Wilson’s ternyata pada proses penyembuhan
timbul regresi jaringan ikat. Sirosis karena alcohol prognosisnya baik bila pasien berhenti
minum alcohol.
Sebaiknya sirosis jangan dianggap penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi, minimal
penyakit ini dapat dipertahankan dalam stadium kompensasi. Secara klasifikasi child yang
dikembangkan maka keadaan di bawah ini dianggap petunjuk suatu prognosis tidak baik dari
pasien sirosis.

1. Ikterus yang menetap atau bilirubin daerah > 1,5 mg%.

33
2. Asites refrakter atau memerlukan diuretic dosis besar.
3. Kadar albumin rendah (<2,5 g%)
4. Kesadaran menurun atau ensefalopati hepatic spontan tanpa factor pencetus luar.
Gagal hati tanpa factor pencetus luar mempunyai prognosis lebih jelek dari pada yang
jelas factor pencetusnya.
5. Hati mengecil
6. Pendarahan akibat pecahnya varises esophagus.
7. Komplikasi
8. Kadar protombin rendah.
9. Kadar natrium darah yang rendah (<120 meq/l), tekanan sistolik kurang dari 100
mmHg.
10. CHE rendah, sedian biopsy yang banyak mengandung nekrosis fokal dan sedikit
peradangan.

Peradangan tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan hepatosesular, beratnya


hipertensi portal dan timbulnya komplikasi lain. Penyebab kematian 500 kasus sirosis hati
(heterogen, Kopenhagen) adalah sebagai berikut
43% Penyebab kematian di luar hati
 22% oleh kardiovaskuler
 9% keganasan ekstra hepatik
 7% infeksi
 5% di luar hati lainnya

57% penyebab kematian pada hati.


 13% kegagalan hati disertai pendarahan saluran cerna
 14% pendarahan saja
 4% kanker hati primer/hepatoma
 2% hati lainnya (Marry, 2008)

34
L. PENATALAKSANAAN TERAPI

Penatalaksaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada. Sebagai
contoh, antasida diberikan untuk mengurangi distress lambung dan meminimalkan
kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan suplemen nutrisi akan meningkatkan
proses kesembuhan pada sel-sel hati yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien.
Pemberian preparat diuretik yang mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin
diperlukan untuk mengurangi asites dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang
umum terjadi pada penggunaan jenis diuretik lainnya (Sjaifoellah, 2000).
Penatalaksaan lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:

1. Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2.000 kalori). Bila
ada ascites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2.000 mg).
Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3.000 kalori) dan tinggi
protein (80-125 g/hari).

Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan
dihentikan (diet hati I) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai
toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau
meningginya hasil metabolisme protein dalam darah visceral dapat mengakibatkan timbulnya
koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.

1. Mengatasi infeksi dengan antibiotik. Diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tiak
hepatotoksik.
2. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asma amino esensial berantai
cabang dan glukosa.
3. Roboransia. Vitamin B Kompleks yang cukup. Dilarang makan-makanan yang
mengandung alkohol.

35
Penatalaksanaan pada asites dan edema, yaitu:

1. Istirahat dan diet rendah garam.


2. Bila istirahat dan diet rendah garam tidak dapat mengatasi, diberikan pengobatan
diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai
300 mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak terdapat perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif) lakukan terapi parasentesis.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1kg/2 hari atau
keseimbangan cairan negative 600-800 ml/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak
dikeluarkan dalam satu saat, dapat mencetus ensefalopati hepatic (Sjaifoellah, 2000).

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :


1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologic

Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon.
Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C
kronik yang belum pernah mendapatkan, pengobatan IFN seperti :
a) kombinasi IFN dengan ribavirin
b) terapi induksi IFN
c) terapi dosis IFN tiap hari

1) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB
1000-2000 mg perhari tergantung berat badan(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg)
yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
2) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3
juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu
selama 48 minggudengan atau tanpa kombinasiRIB

36
3) Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta
unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi
seperti ;
1. Asites
2. Spontaneous bacterial peritonitis
3. Hepatorenal syndrome
4. Ensefalophaty hepatic (Brunner & Suddarth, 2008).

37
BAB III

KESIMPULAN

dapat disimpulkan bahwa keluhan utama pasien sewaktu datang terbanyak adalah
perut membesar sebesar 36,4%, laki-laki yang memiliki proporsi lebih besar (67,7%) dengan
kelompok usia antara 51-60 tahun sebesar 34,3%. Etiologi karena virus hepatitis B penyebab
sirosis terbanyak (60,7%) dengan skor Child-Pugh C (61,5%). Penyakit komorbid terbanyak
adalah sepsis (6,3%), komplikasi terbanyak adalah asites (73,9%). Lama rawatan rata-rata
pasien yang terdiagnosis sirosis hati adalah 9 hari, dengan maksimal lama rawatan 48 hari.

Saran
Pentingnya anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap untuk kelengkapan
data pasien di rumah sakit. Pemeriksaan laboratorium seperti bilirubin, albumin,
prothrombine time dan kreatinin sebaiknya rutin dilakukan pada kasus sirosis hati agar
prognosis penderita dapat ditegakkan. Pemeriksaan serologi HbsAg, anti- HBC dan anti HCV
juga sebaiknya menjadi pemeriksaan rutin untuk mencari riwayat hepatitis B dan C sebagai
penyebab dari sirosis. Upaya pencegahan terhadap terjadinya komplikasi hendaknya
ditingkatkan, misalnya dengan pemeriksaan endoskopi sedini mungkin untuk mencegah
perdarahan varises esofagus. Komplikasi yang timbul perlu mendapat perhatian yang serius
dan penanganan yang lebih baik lagi, mengingat angka kematian penderita sirosis hati akibat
komplikasi cukup tinggi. Untuk hasil yang lebih baik perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
dengan jumlah sampel yang lebih banyak.

38
TINJAUAN PUSTAKA

1. 1. Baradero, mary. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Hati. Penerbit


buku kedocteran egc. Jakarta.
2. Black & Hawks. 2005. Medical surgical nursing : Clinical management for positive
outcome. St.Louis : Elvier Saunders
3. Brunner & Suddarth. 2008. Textbook of medical surgical nursing, eleventh edition.
Philadelpia: Lippincott William & Wilkins
4. Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser.
(1999). Rencana asuhankeperawatan : pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran (EGC
5. Elizabeth J. Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
6. Johnson, M. et.al. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. USA: Mosby
7. McCloskey, J. C. & Bulechek, G. M. 1996. Nursing Interventions Classification
(NIC). USA: Mosby
8. Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
9. Keyman, Withfield. 2006. Dietary proteins intake in patients with hepatic
encephalopahaty and chirrosis : current practice in NSW and ACT. Diakses pada
tanggal 15 seotember 2018 dari
: http://www.healthsystem.virginia.edu/internet/digestive-
10. Krenitsky. 2002. Nutrition for patient with hepatic failure. Diakses tanggal 15
seotember 2018.
Dari:http://www.mja.com.au/public/issues/185_10_201106/hey10248_fm.pdf
11. Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis prose

39

Anda mungkin juga menyukai