Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

I.​​ ​
​ ​ ​Latar Belakang
Tidak ada lingkungan bisnis organisasi yang bersifat statis, karena semua pasti
akan mengalami perubahan. Perubahan yang diakibatkan oleh keadaan lingkungan yang
dinamis dan kompetitif tersebut akan membawa dampak pada perubahan yang lebih besar
lagi (Evanita, 2013). Tanpa adanya kompetensi yang didukung oleh sumber daya
manusia yang handal, maka organisasi akan mengalami kesulitan untuk dapat bersaing
dengan organisasi lain (Nabilah, 2012).
Kondisi ini tentu berlaku bagi semua sektor industri di berbagai bidang termasuk
industri rumah sakit yang semakin bertumbuh pesat baik dalam kuantitas maupun
kualitas (Nabilah, 2012). Dalam survei yang dilakukan oleh Michael West, ​et al pada
tahun 2009 tentang ​NHS Staff Management and Health Service Quality​, menunjukan
bahwa sebanyak 32 % dari staf telah menerima penilaian baik – struktur 12 bulan
sebelumnya, dan selanjutnya 39% tidak terstruktur, atau kualitas buruk, penilaian. Hal
serupa ditunjukan dalam ​U.S. Bureau of Labor Statistics pada 1.008 responden, bahwa
baik buruknya kinerja karyawan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya sebanyak
40% dipengaruhi oleh gaji, 37% karena organisasi yang buruk dan 38% karena
mentoring, pelatihan dan pengembangan yang buruk. Temuan didukung pula oleh
penelitian yang dilakukan oleh Hendreson (2010) bahwa terjadinya ​sevice quality y​ ang
buruk disebabkan disebakan oleh proses kerja yang overload (40%), jenjang karir yang
lama (33%), lingkungan kerja yang tidak nyaman (25%), dan shift yang sangat padat
(12%).
Salah satu faktor yang mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam menurunkan angka adalah
pelatihan dan pengembangan yang maksimal. Dalam survei ​CareerBuilder terhadap professional
dan karyawan di rumah sakit yang ditawarkan oleh top manajemen sejumlah program yang
berbeda untuk pelatihan karyawan. Dari 10 program yang tercantum, hanya satu, ​in house-
training ​keterampilan, dijawab " ya" oleh lebih dari 50 persen dari survei - taker. Berikut adalah
hasil lengkap: ​in-house training keterampilan (57%), peningkatan pendidikan (43%), pelatihan
teknologi (43%), jadwal kerja yang fleksibel (42%), cross - pelatihan (40%), kesempatan untuk
membimbing orang lain (37%), otonomi dalam posisi (33%), peluang untuk inovasi ( 24% ),
insentif berbasis kinerja (22%), bonus (8%). Penelitian yang dilakukan oleh Kate Hutchings,
Cherrie J. Zhu, Brian K. Cooper, Yiming Zhang dan Sijun Shao ( 2009) di Cina pada 310 pekerja
tentang persepsi efektivitas pelatihan mengungkapkan bahwa nilai yang dirasakan karyawan dari
pelatihan berbeda berdasarkan usia dan posisi di tempat kerja. 52,3 % responden menyatakan
bahwa praktek pelatihan tidak memberi mereka kenaikan gaji, 36,2 % responden menyatakan
bahwa pelatihan tidak memberi mereka kesempatan untuk promosi jabatan, 25,2 % responden
lainnya menyatakan bahwa pelatihan memberikan pengaruh yang cukup besar ketika mereka
pertama kali bergabung dengan pekerjaan . Namun, responden-responden tersebut menyatakan
bahwa pelatihan dan pengembangan praktek memiliki dampak positif untuk mempersiapkan
mereka menjadi lebih efektif dalam pekerjaan mereka, meningkatkan kemampuan teknis,
kemampuan interpersonal, kerjasama tim, kepercayaan kerja dan motivasi kerja.
Dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia, diikuti perubahan dalam gaya hidup
masyarakat, jenisjenis penyakit yang berhubungan dengan gaya/cara hidup akan menjadi
kontributor lebih besar pada sector penanganan kesehatan di Indonesia, utamanya di perkotaan.
Dalam laporan “Market Study” tahun 2012, KPMG melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia
juga meningkatkan permintaan akan layanan kesehatan berkualitas. Dalam rangka memenuhi
permintaan layanan kesehatan berkualitas dan meningkatkan keberadaan rumah sakit dan dokter,
infrastruktur layanan kesehatan dan pengadaan tenaga kerja pun harus ditingkatkan. Hal ini
menyebabkan industri rumah sakit sangat berkembang pesat di Indonesia.
Dalam menjaga eksistensinya, suatu usaha pasti dihadapkan oleh berbagai macam tantangan baik
dari eksternal maupun internal. Tantangan dari eksternal bisa berupa munculnya
competitor-kompetitor baru. Sedangkan tantangan yang muncul dari internal merupakan
masalah-masalah yang menyangut sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan
penggerak utama atu penggerak paling dasar dalam perusahaan untuk menjalankan bisnisnya.
Oleh karena itu, perusahaan harus mampu mengelola sumber daya manusia agar bisa mencapai
tujuan dari organisasi.
Rumah Sakit X.Tbk, sebagai perusahaan bisnis menyadari benar akan pentingnya sumber daya
manusia -dalam hal ini berupa tenaga kesehatan- dalam menjalankan bisnisnya. Namun, Rumah
Sakit X sangat menyadari bahwa mereka belum mampu mengelola tenaga kesehatan dengan
baik. Banyak masalah yang muncul yang dari tenaga kesehata, dan masalah yang sering muncul
adalah tingginya angka ​turnover di rumah sakit X. Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, angka
turnover di Rumah Sakit X mencapai 200 orang tenaga kesehatan, dimana jumlah ini didominasi
oleh perawat.
Banyak hal yang mendasari atau alasan seorang karyawan untuk meninggalakn atau keluar dari
perusahaan. Mulai dari permasalahn gaji (kompensasi dan ​benefit​), lingkungan kerja, hingga
masalah pelatihan dan pengembangan. Berdasarkan hasil wawancara kecil penulis terhadap
ex-karyawan Rumah Sakit X, didapatkan hasil bahwa 4 dari 7 orang yang diwawancarai
mengatakan mereka keluar dari Rumah Sakit X karena merasa kurang jelasnya jenjang karir
yang akan mereka raih selama mereka bekerja di rumah sakit x.
Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini dan agar Rumah Sakit X dapat tetap bertahandi
industry bisnis yang semakin meningkat ini dengan cara pengelolaan yang baik dibidang
sumberdaya manusia, perlu dilakukannya pelatihan dan pengembangan bagi para karyawan.
Dalam jurnal yang ditulis oleh Agus Suroso (2008) dikataka bahwa pelatihan dan pengembangan
sangat membantu daya saing organisasional dengan membantu retensi karyawan. Selain itu,
dengan pelatihan dan pengembangan dapat menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja
yang dapat mendukung tujuan bisnis.
Pelatihan dan pengembangan, selain untuk meningkatkan kinerja para karyawan, hal ini juga bisa
meningkatkan motivasi dalam bekerja. Khusus untuk pengembangan, seseorang akan meningkat
motivasinya dalam bekerja adalah ketika mereka tahu jenjang karir yang akan dicapainya. Ketika
seseorang sudah meningkatkan motivasinya maka akan tercipta suatu keterikatan antara
karyawan dengan pekerjan dan perusahaan. Sehingga karyawan tersebut akan menjadi lebih
loyal terhadap perusahaan.
Sebagai salah satu industry yang menghasilkan jasa pelayanan kesehatan sebagai produk jualnya,
sudah sewajarnya jika Rumah Sakit X menjadikan sumber daya manusia sebagai unsure
terpenting di dalam organisai/perusahaan yaitu dengan implikasi bahwa pengembangaanya harus
dianggap sebagai investasi, dengan cara melaksanakan progam pelatihan dan pengembangan
yang terencana sesuai dengan analisis kebutuhan dari karyawan. Jika pelaksanaan pelatihan dan
pengembangan tidak dijalankan dengan baik, maka rumah sakit x akan sangat suit
mempertahankan loyalitas dari karyawan, dan angka ​turnover pun akan semakin meningkat dan
menyebabkan Rumah Sakit X akan mengalami kesulitan untuk memenangi persaingan industry
ini. Dengan melihat kondisi tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti “Pengembangan
Model ​Training dan ​Development Berbasis Kompetensi Untuk Menurunkan ​Turnover Pada
Rumah Sakit X, Tbk – Jakarta 2015”

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Signifikansi Penelitian
E. Keterbatasan Penelitian
BAB II
Kajian Teori

1. Pelatihan
1.1 ​Pengertian Pelatihan
Handoko (dalam, Layna 2012) menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan (development)
mempunyai ruang lingkup yang lebih luas untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan,
kemampuan, sikap dan sifat-sifat kepribadian.
Sedangkan Hasibuan (dalam, Layna 2012) memberikan pengertian pendidikan dan pelatihan
adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral
karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan pelatihan.
1.2 ​Tujuan Pelatihan
Menurut Hasibuan (dalam, Layna 2012) ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dengan
mengadakan pendidikan dan pelatihan antara lain sebagai berikut:
a. Produktivitas kerja.
Dengan pendidikan dan pelatihan maka produktivitas kerja karyawan akan meningkatkan,
kualitas dan kuantitas produksi semakin baik, karena technical skill, managerial skill karyawan
yang semakin baik.
b. Efisiensi.
Pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi tenaga kerja, waktu, bahan
baku, dan mengurangi pemakaian mesin-mesin secara berlebihan. Pemborosan berkurang,
biaya produksi relatif kecil sehingga daya saing perusahaan semakin besar.
c. Kerusakan
Pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk mengurangi kerusakan barang, produksi dan
mesin-mesin karena karyawan semakin ahli dan terampil dalam melaksanakan pekerjaannya.
d. Kecelakaan
Pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk mengurangi tingkat kecelakaan karyawan, sehingga
jumlah biaya pengobatan yang keluarkan perusahaan berkurang.

e. Pelayanan
Pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik dari
karyawan kepada nasabah perusahaan, karena pemberian pelayanan yang baik merupakan
daya menarik yang sangat penting bagi rekanan-rekanan perusahaan bersangkutan.
f. Moral
Dengan pendidikan dan pelatihan, maka moral karyawan akan lebih baik karena keahlian dan
keterampilan sesuai dengan pekerjaannya sehingga mereka antusias untuk menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik.
g. Karier
Dengan pendidikan dan pelatihan, kesempatan untuk meningkatkan karier karyawan semakin
besar, karena keahlian, keterampilan dan kinerjanya lebih baik. Promosi ilmiah biasanya
didasarkan kepada keahlian dan kinerja seseorang.
h. Konseptual
Dengan pendidikan dan pelatihan, manajer semakin cakap dan cepat dalam pengambilan
keputusan yang lebih baik, karena technical skill, human skill dan managerial skill-nya telah
lebih baik.
i. Kepemimpinan
Dengan pendidikan dan pelatihan, kepemimpinan seorang manajer akan lebih baik, human
relations-nya lebih luwes, motivasinya lebih terarah sehingga pembinaan kerjasama vertikal dan
horizontal semakin harmonis.
j. Balas jasa
Dengan pendidikan dan pelatihan, maka balas jasa (gaji, upah insentif dan benefits) karyawan
akan meningkat karena kinerja mereka semakin besar.
k. Konsumen
Pendidikan dan pelatihan perlu dilakukan oleh setiap perusahaan karena akan memberikan
manfaat bagi perusahaan, karyawan dan masyarakat konsumen.

3.​​ ​Faktor-faktor yang mempengaruhi pelatihan


a. Peserta
Peserta pelatihan mempunyai latar belakang yang tidak sama atau heterogen seperti
pendidikan dasarnya, pengalaman kerjanya, usianya dan lain sebagainya. Hal ini akan
menyulitkan dan menghambat kelancaran pelaksanaan latihan dan pendidikan karena daya
tangkap, persepsi dan daya nalar mereka terhadap pelajaran yang diberikan berbeda.

b. Pelatih/Instruktur
Pelatih atau instruktur yang ahli dan cakap mentransfer pengetahuannya kepada para peserta
latihan sulit didapat. Akibatnya sasaran yang diinginkan tidak tercapai. Misalnya, ada pelatih
yang ahli dan pintar tetapi tidak dapat mengajar dan berkomunikasi secara efektif atau teaching
skillnya tidak efektif, jadi dia hanya pintar serta ahli untuk dirinya sendiri.
c. Fasilitas
Pendidikan dan Pelatihan Fasilitas sarana dan prasarana dibutuhkan untuk pelatihan itu sangat
kurang atau tidak baik. Misalnya, buku-buku, alat-alat, mesin-mesin yang akan dipergunakan
untuk praktek kurang atau tidak ada. Hal ini akan menyulitkan dan menghambat lancarnya
pelatihan.
d. Kurikulum
Kurikulum yang ditetapkan dan diajarkan kurang serasi atau menyimpang serta tidak sistematis
untuk mendukung sasaran yang diinginkan oleh pekerjaan atau jabatan peserta bersangkutan.
Untuk menetapkan kurikulum dan waktu mengajarkannya yang tepat sangat sulit.
e. Dana Pelatihan
Dana yang tersedia untuk p pelatihan sangat terbatas, sehingga sering dilakukan secara
terpaksa, bahkan pelatih maupun sarananya kurang memenuhi persyaratan yang dibutuhkan.

2. Kompetensi
Kompetensi merupakan karakter dasar orang yang mengindikator cara berperilaku atau
berpikir, yang berlaku dalam cakupan situasi yang sangat luas dan bertahan untuk waktu yang
lama. Kompetensi merujuk pada karakteristik yang mendasari perilaku yang mengambarkan
motif, karakteristik pribadi, konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa
seseorang yang berkinerja unggul di tempat kerja.
Kompetensi atau yang dalam bahasa Inggris ditulis competencies, menggunakan bentuk
jamak, yang menunjukkan bahwa ini merupakan suatu kumpulan, dalam aplikasinya sering juga
disebut behaviors (perilaku), success factor (faktor penentu keberhasilan, dimensions (dimensi),
atau values (nilai).
Kompetensi merujuk pada karakteriatik yang mendasari perilaku yang mendasari
perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi, konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan,
atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul di tempat kerja.
Jadi, menurut saya kompetensi merupakan bagian dari kepribadian seseorang yang
mengarahkan orang tersebut untuk menampilkan kinerja yang memuaskan (superior
performance) yang dapat digunakan untuk meramalkan perilaku orang tersebut dalam berbagai
situasi kerja.
Palan (2008) membedakan kompetensi menjadi dua, yaitu kompetensi threshold dan
differentiating. Kompetensi threshold adalah kompetensi minimum yang harus dimiliki untuk
melakukan sebuah pekerjaan dan biasanya berupa knowledge and skill. Sementara itu,
differentiating adalah kompetensi yang membedakan mereka yang superior dengan orang biasa
dan biasanya terdiri dari beberapa soft competency. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar berikut:

Makna lima tipe Karakteristik Kompetensi, yaitu sebagai berikut:


1. Motif adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan orang yang
menyebabkan tindakan. Motif mendorong, mengarahkan, dan memilih perilaku menuju
tindakan atau tujuan tertentu.
2. Sifat adalah karakteristik fisik dan respons yang konsisten terhadap situasi atau informasi.
Misalnya, Kecepatan reaksi dan ketajaman mata merupakan ciri fisik kompetensi seseorang
pilot tempur.
3. Konsep diri adalah sikap, nilai-nilai, atau citra diri seseorang. Percaya diri merupakan
keyakinan orang bahwa mereka dapat efektif dalam hampir setiap situasi adalah bagian dari
konsep diri seseorang.
4. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang spesifik. Pengetahuan
adalah kompetensi yang kompleks.
5. Keterampilan adalah kemampuan mengerjakan tugas fisik atau mental tertentu. Kompetensi
mental atau keterampilan kognitif termasuk berfikir analitis dan konseptual.

2.1 Indikator Kompetensi


Menurut Spencer and Spencer (1993) Kompetensi individual dapat diklasifikasikan
menjadi tiga yaitu:
● Kompetensi intelektual adalah karakter sikap dan perilaku atau kemauan dan kemampuan
intelektual individu (dapat berupa pengetahuan, keterampilan, pemahaman profesional,
pemahaman konseptual dan lain-lain) yang bersifat relatif stabil ketika menghadapi
permasalahan di tempat kerja, yang dibentuk dari sinergi antara watak konsep diri. Motivasi
internal, serta kapasitas pengetahuan konstektual.
● Kompetensi emosional adalah karakter sikap dan perilaku atau kemauan dan kemampuan
untuk menguasai diri dan memahami lingkungan secara objektif dan moralis sehingga pola
emosinya relatif stabil dalam menghadapi permasalahan ditempat kerja, yang dibentuk dari
sinergi antara watak konsep diri, Motivasi internal, serta kapasitas pengetahuan emosional.
● Kompetensi sosial adalah karakter sikap dan perilaku atau kemauan dan kemampuan
untuk membangun simpul-simpul kerja sama dengan orang lain yang relatif bersifat stabil
ketika menghadapi permasalahan di tempat kerja yang terbentuk melalui sinergi antara
watak, konsep diri motivasi internal serta kapasitas pengetahuan sosial konseptual.

Ada beberapa cara alternatif lain untuk mengklasifikasikan kompetensi seperti yang
diberikan di bawah ini (Spencer and Spencer 1993) :
● Kompetensi untuk keunggulan individu atau untuk mengelola diri.
● Kompetensi untuk hubungan interpersonal.
● Kompetensi manajerial yang dapat lebih diklasifikasikan sebagai : 1) organisasi, 2) peran
terkait, dan 3) orang-orang yang terkait.

2.2 Tipe Kompetensi


Tipe kompetensi yang berbeda dikaitkan dengan aspek perilaku manusia dan dengan
kemampuannya mendemonstrasikan kemampuan perilaku tersebut, beberapa Tipe Kompetensi
sebagai berikut (Spencer and Spencer, 1993):
● Planning Competency, dikaitkan dengan tindakan tertentu seperti menetapkan tujuan,
menilai resiko dan mengembangkan urutan tindakan untuk mencapai tujuan.
● Influence Competency, dikaitkan dengan tindakan seperti mempunyai dampak pada orang
lain, memaksa melakukan tindakan tertentu atau membuat keputusan tertentu, dan
memberi inspirasi untuk bekerja menuju tujuan organisasional.
● Comunication Competency, dalam bentuk kemampuan berbicara, mendengarkan orang
lain, komunikasi tertulis dan nonverbal
● Interpersonal Competency, meliputi: empati, membangun konsensus, networking, persuasi,
negoisasi, diplomasi, manajemen konflik, menghargai orang lain, dan menjadi team player.
● Thinking Competency, berkenaan dengan: berpikir strategis, berpikir analistis, berkomitmen
terhadap tindakan, memerlukan kemampuan kognitif, mengidentifikasi mata rantai dan
membangkitkan gagasan kreatif.
● Organizational competency, meliputi kemampuan: merencanakan pekerjaan,
mengkorganisasi sumber daya, mendapatkan pekerjaan dilakukan, mengukur kemajuan
dan mengambil resiko yang diperhitungkan.
● Human Resources Management Competency, merupakan kemampuan dalam bidang :
Team building, mendorong pertisipasi, mengembangkan bakat, mengusahakan umpan
balik kinerja, dan menghargai keberagaman.
● Leadership Competency, merupakan kompetensi yang meliputi kecakapan memosisikan
diri, pengembangan organisasional, mengelola transisi, orientasi strategis, membangun
visi, merencanakan masa depan, menguasai perubahan dan mempelopori kesehatan
tempat kerja.
● Client Service Competency, merupakan kompetensi yang berupa: mengidentifikasi dan
menganalisis pelanggan, orientasi pelayanan dan pengiriman, bekerja dengan pelanggan,
tindak lanjut dengan pelanggan, membangun partnership dan berkomitnterhadap kualitas.
● Business Competency, meliputi : manajemen Finansial, keterampilan pengambilan
keputusan bisnis, bekerja dalam sistem, menggunakan ketajaman bisnis, membuat
keputusan bisnis dan membangkitkan pendapatan.
● Self Management Competency, kompetensi yang berkaitan dengan menjadi motivasi diri,
bertindak dengan percaya diri, mengelola pembelajaran sendiri, mendemonstrasikan
fleksibilitas, dan berinisiatif.
● Technical/Operasional Competency, kompetensi yang berkaitan denan mengerjakan tugas
kantor, bekerja dengan teknologi computer, menggunakan peralatan lain,
mendemonstrasikan keahlian teknis dan professional dan membiasakan bekerja dengan
data dan angka.

2.3 Model Kompetensi


Pada umumnya di dalam merancang model kompetensi setiap perusahaan hendaknya
lebih dahulu menarik garis pemisah yang jelas antara apa yang dianggap spesifik dan apa yang
dianggap terlalu umum (sehingga cenderung rancu). Perusahaan sebaiknya mengidentifikasi
kompetensi berdasarkan pada pemahaman tentang apa saja yang dapat menciptakan atau
mewujudkan kesempurnaan di dalam perusahaan yang bersangkutan.
Dalam dekade-dekade terakhir abad 20, perusahaan mulai menyadari bahwa
menjalankan bisnis terbaik adalah berarti lebih banyak berinvestasi pada sumber daya
manusia. Tujuan-tujuan bisnis tidak lagi hanya berorientasi profit tetapi bagaimana menciptakan
bisnis yang berkelanjutan. Sumber daya manusia yang memiliki kompetensi menjadi dasar
dalam melakukan pekerjaan secara lebih efektif dan efisien.
Model kompetensi dapat diterapkan dalam berbagai fungsi manajemen sumber daya
manusia, bahkan dapat dikatakan bahwa model kompetensi ini merupakan landasan sistem
sumber daya manusia. Dari bagan di bawah ini dapat dilihat bahwa model kompetensi
mempunyai kaitan langsung dengan berbagai kegiatan manajemen sumber daya manusia,
yaitu rekrutmen dan seleksi, perencanaan suksesi, pelatihan dan pengembangan, penilaian
kinerja, dan kompensasi.
Dalam hal perencanaan suksesi, model kompetensi akan berguna untuk menjaring
karyawan-karyawan yang diperkirakan cocok untuk menduduki posisi yang lebih tinggi sesuai
dengan kompetensi yang dimilikinya. Pelatihan dan pengembangan juga dapat dirancang
sesuai dengan kebutuhan serta tepat guna untuk meningkatkan kompetensi karyawan yang
pada akhirnya juga akan meningkatkan kinerjanya. Pada akhirnya, karyawankaryawan akan
mendapatkan kompensasi sesuai dengan kontribusi yang diberikannya dalam mencapai tujuan
organisasi.
Untuk mengoperasionalkan kompetensi yang dibutuhkan, perlu disusun sebuah model
kompetensi yang menyediakan informasi yang signifikan bagi organisasi untuk melakukan
rekrutmen, seleksi, pelatihan, pengupahan, pengembangan dan berbagai hal lain dalam
pengelolaan sumber daya manusia mereka (Lucia&Lepsinger, 1999).
Suatu model kompetensi dapat dirancang untuk suatu perusahaan secara keseluruhan,
maupun untuk segmen-segmen tertentu di dalam organisasi atau perusahaan tersebut (seperti
misalnya, peran, fungsi atau tugas tertentu). Jenis model kompetensi seperti apa yang akan
digunakan oleh perusahaan atau organisasi, sangat bergantung dan ditentukan oleh
kebutuhan-kebutuhan serta sasaran-sasaran perusahaan tersebut. Model kompetensi dapat
disusun dengan beberapa pendekatan. Salah satu yang sesuai untuk diimplementasikan adalah
model kompetensi Roman Pavilion (lihat gambar 2.2). Dalam model kompetensi Roman
Pavilion ini, Palan (2008) mendeskripsikan 4 tipe kompetensi, yaitu:
● Kompetensi Inti (Core Competencies)
Kompetensi ini merupakan atap dari Paviliun Romawi yang menggambarkan kompetensi yang
paling penting bagi keseluruhan suatu organisasi. Kompetensi inti ini bagi organisasi karena
beda perusahaan pasti beda kompetensi intinya. Menurut Professor C.K. Prahalad dan Gary
Hamel (1994), kompetensi inti didefinisikan sebagai sekumpulan keahlian dan teknologi yang
memungkinkan sebuah perusahaan untuk menghasilkan nilai yang jauh lebih tinggi bagi
pelanggan. Ide mereka mengenai kompetensi inti ini bermula dengan mendefinisikan visi, misi
dan nilai-nilai perusahaan serta strategi dan sasaran perusahaan.
● Kompetensi Peran (Role Competencies)
Kompetensi peran hanya relevan bagi karyawan yang memegang posisi
manajerial-manajer dan supervisor. Kompetensi peran dikategorikan ke dalam kompetensi yang
berhubungan dengan aktivitas, orang, sumber daya dan insformasi.
● Kompetensi Perilaku (Behavioural Competencies)
Kompetensi perilaku merupakan karakteristik tersembunyi yang terkait dengan kinerja
efektif atau unggul. Kompetensi perilaku diklasifikasikan menjadi tugas, atribut pribadi,
hubungan antar individu dan pelayanan.
● Kompetensi Fungsional (Functional Competency)
Kompetensi ini terdiri dari komponen pengetahuan dan keahlian untuk suatu pekerjaan
tertentu. Kompetensi fungsional ini diklasifikasikan menjadi tiga bidang yang mencerminkan
klasifikasi pekerjaan yang luas yaitu jasa utama perusahaan, pelayanan terhadap jasa utama
dan pelayanan terhadap organisasi. Dalam kompetensi fungsional, kompetensi jasa utama
berbeda dari organisasi ke organisasi. Namun untuk kompetensi pelayanan jasa utama dan
pelayanan organisasi hanya perlu sedikit perubahan apabila digunakan pada organisasi yang
berbeda.
BAB III
Metodologi Penelitian

3.1 Keragka Analisis

Dalam Sugiyono (2011), Sekarang mengemukakan bahwa, kerangka berpikir

merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai

faktor yang telah diidentifikasi sebagai suatu hal yang penting. Dengan demikian

kerangka berpikir adalah sebuah pemahaman yang melandasi

pemahaman-pemahaman yang lainnya, sebuah pemahaman yang paling mendasar

dan menjadi pondasi bagi setiap pemikiran atau suatu bentuk proses dari keseluruhan

dari penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini kerangka analisis yang

digunakan dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.


3.2 Metode Pengumpulan Data

Data penelitian digali dari sumber primer dan sumber sekunder. Metode pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah :

a. Pengumpulan data primer.

Data primer ini dapat diperoleh dari individu-individu yang menyediakan informasi ketika

wawancara, pengisian kuesioner, ataupun pengamatan. Sumber lain data primer antara

lain adalah ​group depth interviews​ dan juga ​focus group discussion.​

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data primer adalah wawancara.

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan menanyakan pertanyaan

langsung kepada responden untuk mendapatkan informasi mengenai isu yang menjadi

perhatian. Wawancara dalam penelitian ini terdiri dari wawancara terstruktur dengan

mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan yang akan diajukan dan wawancara

informal dan tidak terstruktur melalui perbincangan informal.

Dalam wawancara terstruktur, digunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan

terbuka terkait isu-isu dalam topik penelitian.

b. Pengumpulan data sekunder.

Menurut Sekaran & Bougie (2009), data sekunder merupakan metode yang digunakan

dalam pengumpulan data ini adalah studi literatur dengan mempelajari tulisan-tulisan

dan laporan-laporan terpublikasi, serta studi dokumentasi dengan menganalisa

dokumen-dokumen yang disimpan dalam arsip perusahaan.


3.3 Analisis Data
Tehnik analisis data yang digunakan adalah deskriptif naratif, dengan langkag-langkah

sebagai berikut :

1. Pengumpulan data

2. Reduksi data

3. Penyajian data

4. Penarikan kesimpulan/verifikasi

Arif Sumantri (2011) menyatakan bahwa karena penelitian kualitatif, maka perlu dilakukan uji
validitas untuk mengetahui keabsahan penelitian. Uji validitasnya adalah triangulasi metode
yang dilakukan dengan cara menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data. Dalam
penelitian ini selain mewawancarai informan, peneliti menggunakan ​focus group discussion
untuk mengetahui keabsahan dari penelitian

Anda mungkin juga menyukai