Anda di halaman 1dari 68

asuhan keperawatan thypus abdominalis

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji hanya bagi Allah yang telah melimpahkan Taufik, Hidayah dan Inayah-Nya kepada
kita, sehingga kita masih dapat menghirup nafas keIslaman sampai sekarang ini. Shalawat dan
salam semoga tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah berjuang dengan
semangatnya yang begitu mulia yang telah membawa kita dari jaman Jahilliyah kepada jaman
Islamiyah.

Dengan mengucap Alhamdulillah kami dapat menyusun makalah yang berjudul “ASKEP
THYPUS ABDOMINALIS”. Kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Pengampu
yang telah membimbing dalam setiap materi, tidak lupa teman-teman yang senantiasa saya
banggakan yang semoga kita selalu dalam lindungan Allah serta dapat berjuang dijalan Allah
SWT.

Kami menyadari tentunya makalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu saya mohon saran dan
kritik yang sifatnya membangun tentunya. Akhirnya saya mengucapkan terima kasih dan mohon
maaf apabila dalam penulisan masih terdapat kalimat-kalimat yang kurang dapat dipahami agar
menjadi maklum.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Parepare, 1 November 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. 1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….. 2

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar belakang………………………………………………………………………. 3
2. Tujuan penulisan……………………………………………………………………. 5
3. Manfaat Pemulisan………………………………………………………………… 5

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………. 6

BAB III TINJAUAN KASUS………………………………………………………….. 25

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan………………………………………………………………………….. 68
2. Saran…………………………………………………………………………………… 68

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………… 69

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
kesadaran.

Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem atau masalah yang serius
bagi kesehatan masyarakat di Negara-negara yang berkembang seperti halnya Indonesia yang
memiliki iklim tropis banyak di temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus Abdominalis
yang di temukan sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan oleh salmonella tyhpi . Bila
salmonella tyhpi berjalan bersama makanan atau terkontaminasi, ia berserang dijaringan limfoid
pada dinding usus. Aliran limfe membawa organ ini kedalam hati dan empedu.

Gejala demam tipoid atau Typhus abdominalis adalah suhu tubuh meningkat hingga 40c dengan
frekuensi nadi relative lambat. Sering ada nyeri tekan di perut.

Insiden infeksi Typhus abdominalis tertinggi terjadi pada usia 1- 4 tahun. Kenyataannya
sekarang penderita penyakit typhus di RS Roemani masih tinggi khususnya pada tahun 2008-
2009 tercatat penderita typhus mencapai 70%, terdiri dari 50% penderita laki-laki , 20%
penderita perempuan dan pada tahun 2009 , sampai april mencapai 414 penderita untuk kasus ini
masuk dalam kategori 10 jenis penyakit terbesar Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi
akut pada usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama
dengan enteritis akut, oleh karena itu penyakit ini disebut juga penyakit demam enterik.

Penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C, selain
demam enterik kuman ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan
septikemia (tidak menyerang usus).

Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak tertutup kemungkinan untuk orang
muda/dewasa. Kuman ini terdapat didalam kotoran, urine manusia, dan juga pada makanan dan
minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh lalat. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal
dengan nama thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut Tyfoid fever atau thypus
abdominalis, karena pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka, dan
menyebabkan perdarahan, serta bisa pula terjadi kebocoran usus.

Di Indonesia, diperkirakan insiden demam enterik adalah 300 – 810 kasus per 100.000 penduduk
per tahun. Menurut hasil SKRT tahun 1986 bahwa 3 % dari seluruh kematian (50.000 kematian)
disebabkan oleh demam enterik. Penyakit ini meskipun sudah dinyatakan sembuh, namun
penderita belum dikatakan sembuh total karena mereka masih dapat menularkan penyakitnya
kepada orang lain (bersifat carrier). Pada perempuan kemungkinan untuk menjadi carrier 3 kali
lebih besar dibandingkan pada laki-laki. Sumber penularan utama ialah penderita demam enterik
itu sendiri dan carrier, yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman Salmonella
typhi dalam tinja dan tinja inilah yang merupakan sumber pencemaran.

Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang biak kemudian
menembus dinding usus menuju saluran limfa, masuk ke dalam pembuluh darah dalam waktu
24-72 jam. Kemudian dapat terjadi pembiakan di sistem retikuloendothelial dan menyebar
kembali ke pembuluh darah yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.

Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi dalam dunia
kedokteran disebut TYPHOID FEVER atau Thypus abdominalis, karena berhubungan dengan
usus pada perut.

1. Tujuan

Penulisan dalam makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pencegahan dan
pengobatan penyakit Thypus tersebut. Serta dapat mengetahui apa- apa saja yang menjadi dasar
dari penyebab penyakit Thypus ini.

1. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah kita bisa mengetahui penyebab timbulnya penyakit
Thypus tersebut, serta manfaatnya pun kita bisa mengetahui pencegahan apa saja yang bisa kita
lakukan agar terhindar dari penyakit Thypus.

BAB II

PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN TYPHOID


ABDOMINALIS

1. Pengertian
2. Demam tyfoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifatdifus, pembentukan
mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum (Soegeng Soegijanto, 2002).
3. Typus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala,
kelesuan, anoreksia, bradikardi, kadang-kadang pembesaran hati/limpa/atau keduanya.
4. Typoid adalah suatu penyakitpada usus yang menimbulkan gejal-gejala sistemik yang
disebabkan oleh salmonella typosa, salmonellatype A,B,C penularan terjadi secara pecal,
oral, melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief. M, 2009).
(http://pend.amanah-unik_blogspot.com/2007/08/typus abdominalis.html)

2. Etiologi

Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasive yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri
perut, konstipasi, diare. Etiologi tipoid dan paratyphoid adalah S.typhi, S. Paratyhpi A, S.
Paratyhpi B, S. Paratyhpi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 2007), yaitu :

1. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora
yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu : Antigen O (somatic,
terdiri dari zat komplek liopolisakarida), Antigen H (flagella), Antigen V1 dan protein
membrane hialin.
2. Salmonella paratyphi A, B, dan C merupakan bagian dari virus Salmonella yang dapat
ditentukan dengan adanya pemeriksaan laboratorium.
3. Faces dan urine dari penderita thypus (Rahmat Juwono, 2006)

(http://pend.amanah-unik_blogspot.com/2007/08/typus abdominalis.html)

3. Patologi
Pada dasarnya tyipus abdominalis merupakan penyakit system retikuloendotelial yang
menunjukkan diri terutama pada jaringan limfusus, limpa, hati, dan sum-sum tulang. Di usus,
jaringan limf terletak antemesenterian pada dindingnya, dan dinamai plakat Peyer*.

Usus yang terserang tifus umumnya ileum terminale, tetapi kadang bagian lain ussu halus dan
kolon proksimal juga dihinggapi. Pada permulaan plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar,
menonjol, dan tampak seperti infiltrate atau hyperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu
pertama infeksi terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum daripada di kolon
sesuai dengan ukuran plakat Peyer yang ada disana. Kebanyakan tukaknya dangkal, tapi kadang
lebih dalam sampai menimbulkan pendarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang menembus
serosa. Setelah penderita sembuh biasanya ulkus membaik tanpa menimbulkan jaringan parut
dan fibrosis.

Jaringan retikuloendeotelial lain juga mengalami perubahan. Kalenjar limf mesentrial penuh
fagosit sehingga kalenjar besar dan melunak. Hati menunjukkan proliferasi sel polimor fonuklear
dan mengalami nekrosis fokal.

Jaringan system lain hampir selalu terlibat. Kandung empedu selalu terinfeksi, dan bakteri hidup
dalam empedu. Seduah sembuh, empedu penderita dapat tetap mengandung bakteri, yang
bersangkutan menjadi pembawa kuman. Sel ginjal mengalami pembengkakan keruh yang
mengandung koloni bakteri. Itu sebabnya pada minggu pertama ditemukan kumannya dalam air
kandung kemih. Bila sembuh penderita demikian menjadi pembawa kuman yang menularkan
lewat kemihnya. Parotitis dan orkitis kadang ditemukan pada penderita demam tifoid, sedangkan
bronchitis hamper selalu ada. Kadang terjadi pneumonia pada tifus abdominalis lebih sering
terjadi sekunder oleh infeksi pneumokokus.

Otot jantung membengkak dan menjadi melunak serta memberikan gambaran miokarditis.
Biasanya tekanan darah turun dengan nadi lambat (bradikardia relative) akibat miokarditis
tersebut. Vena sering mengalami thrombosis terutama v.femoralis, v.safena, dan sinus di otak.
Otot lurik dapat mengalami degenerasi Zenker* berupa hilangnya striae transversals disertai
pembengkakan otot. Otot yang sering terserang adalah otot diafragma, m.rektus abdomis, dan
otot paha. Ini yang mendasari kelemahan otot pada penderita.toksin di otot dapat juga
menyebabkan rupture spontan disertai pendarahan local. Infeksi sekunder kemudian
menyebabkan abses di otot bersangkutan.

Tulang dapat menunjukkan lesi supuratif berupa abses. Osteomielitis itu dapat berlangsung
sampai bertahun-tahun. Yang paling sering terkena adalah tibia, sternum, iga, dan ruas tulang
belakang. Pada demam tifoid sering didapat gambaran piogenik disertai adanya basil tifus yang
hidup darah. Ifeksi disumsum tulang dapat ditunjukkan dengan gambaran leokopenia disertai
dihilangnya sel polimorfonuklear dan eosinofil, dan bertambahnya sel mononuclear.

Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap usus halus masuk ke dalam peredaran
darah sampai di organ-organ terutamahati dan limfe. Basil yang tidak hancur berkembang biak di
dalam hati dan limfe sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri dan perabaan.
Kamudian bila basil kembali masuk ke dalam darah (bakteriemia) dan melanjutkan ke seluruh
tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkantukakberbentuk lonjong pada
mukosa di atas plak nyeri, tukak tersebut dapat mengakibatkan pendarahan dan perforasi usu
halus, gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan oleh kelainan pada usus.

4. Patofisiologi

Penyakit typhoid disebabkan oleh basil Salmonella typhosa. Penularan dapat terjadi melalui
mulut lewat makanan yang tercemar kemudian kuman mengadakanpenetrasi ke usu halus dan
jaringan limfoid dan berkembang biak.

Selanjutnya kuman masuk ke aliran darah dan mencapai retikuloendoteal pada hati dan limpa,
sehingga organ-organ tersebut membesar disertai rasa nyeri pada perabaan.

Proses ini terjadi pada masa tunas 10-14 hari dan berakhir saat sel-sel retikuloendoteal
melepaskan kuman ke dalam darah. Kuman-kuman selanjutnya ke dalam beberapa organ-organ
tubuhterutama kelenjar lymphoid usus halus dan menimbulkan tukak yang berbentuk lonjong
pada mukosa di atas plak pejeri. Tukak dapat menyebabkan terjadinya pendarahan dan perforasi
usus.

5. Manifestasi Klinik

Gejala klinik yang pertama timbul disebabkan oleh bakteremia yang mengakibatkan gejala toksis
umum seperti letargi, sakit kepala, demam, dan beradikardia.

Selanjutnya gejala disebabkan oleh gangguan sistem retikulo endothelial, umpanya kelainan
hematologi, gangguan faal hati dan nyeri diperut. Kelompok gejala lainnya disebabkan oleh
komplikasi seperti ulserasi di usus dengan penyakitnya.

Masa tunas biasanya 5 sampai 14 hari, tetapi dapat sampai 5 minggu. Pada kasus ringan dan
sedang, penyakit biasanya berlangsung 4 minggu. Timbulnya berangsur, mulai dengan tanda
malaise, anoreksia, nyeri kepala, nyeri seluruh badang, letargi, dan demam. Demam ini tidak
selalu khas, kadang mirip dengan demam pada influenza .

Pada minggu pertama terdapat demam remiten* yang berangsur makin tinggi dan hampir selalu
disertai dengan nyeri kepala. Biasanya terdapat batuk kering dan tidak jarang ditemukan
epitaksis (mimisan). Hampir selalu ada rasa tidak enak atau nyeri diperut. Konstifasi sering ada,
tetapi diare juga sering ditemukan.

Kelainan maskulopapural berupa roseola berdiameter 2-5 mm terdapat pada kulit perut bagian
atas dan dada bagian bawah. Kelainan yang berjumlah kurang lebih 20 buah ini hanya tampak
selama 2-4 hari pada minggu pertama.

Pada minggu kedua demam umumnya menetap tinggi (demam kontinu) dan penderita tampak
sakit berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan sistem pencernaan. Diare dapat mulai,
kadang disertai perdarahan saluran cerna. Keadaan berat ini berlangsung sampai dengan minggu
ketiga. Selain alergi penderita mengallami delirium bahkan sampai koma akibat endotoksemia.
Pada minggu ketiga ini tampak gejala fisik lain berupa bradikardia relatif dengan limpa
membesar lunak.

Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir minggu ketiga dengan suhu badan menurun dan
keadaan umum tampak baik.

Tifus abdominalis dapat kambuh satu sampai dua minggu setelah demam hilang. Kambuhan ini
dapat ringan saja, tetapi dapat berat, dan mungkin terjadi dua atau tiga kali.

Gambaran klinik yang biasa ditemukan adalah:

1. Demam

Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat remiten dan suhu tinggi sekali
selama minggu pertama, suhu badan berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada
pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua pasienterus
berada dalam keadaan demam,pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normalkembali.

1. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (rageden) lidah
tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor pada abdomen
dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri palpasi.
Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.

1. Gangguan kesadaran umum

Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berada dalam kondisi apatis, sampa
samnolen jarang terjadi stupor, koma, atau gelisah (kecualipenyakit berat dan terlambat
mendapat pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik-bintik kemerahan karena emboli basil
dalam kapiler kulit, yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang
ditemukan pula bradikardi dan epistaksis (mimisan) pada anak besar.
6. Komplikasi

Dapat terjadi pada:

1. Usus halus,umumnya jarang terjadi akan tetapi sering total yaitu:


o Pendarahan usus, bila pendarahan hanya sedikit ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin.jika pendarahan banyak terjadi melena, dapat
disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
o Perporasi usus, timbil biasanya pada minggu ketigaatau setelah itu terjadi pada
bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertaiperitonitis hanya dapat ditemukan
bila terdapat udara di rongga peritoneum. Yaitu pekak hati menghilang dan
terdapat udara di antara hati dan diafragma pada foto abdomen yang dibuat dalam
keadaan tegak.
o Peritonitis, biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut yaitunyeri perut yang hebat, dinding abdomen
tegang dan nyeri tekan.
2. Komplikasi luar usus terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis maningitis,
koleistisis, encepalopati, dan lain-lain. Terjadi karena infeksi sekunder yaitu :
bronkopneumonia.

7. Pemeriksaan Laboratorium
8. Pemeriksaan darah tepi:dapat ditemukan leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia,
trombositopenia, anemia.
9. Biakan empedu: basil salmonella typhi ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam
minggu pertama sakit.
10. Uji widal: adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan thypoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu:

 Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
 Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
 Aglutini Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa,
makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

1. Pemeriksaan SGOPT dan SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah
sembuhnya typhoid.
8. Penatalaksanaan

Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:

1. Pemberian antibiotik ; untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman.


Antibiotik yang dapat digunakan :
2. Kloramfenikol ; dosis hari pertama 4X250 mg, hari kedua 4X500 mg, diberikan selama
demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi
4X250 mg selama 5 hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk. Di RSUP
Persahabatan), penggunaan klomfenikol msih memperlihatkan hasil penurunan suhu 4
hari, sama seperti obat-obat terbaru dari jenis kuinolon.
3. Ampisilin/amoksisilin ; dosis 50-150 mg/kg/BB, diberikan selama 2 minggu.
4. Kotrimoksazol ; 2X2 tablet (1 tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol-80 mg
trimetoprim, diberikan selama dua minggu pula.
5. Sefalosporin generasi II dan III dapat berhasil mengatsi demam dengan baik. Demam
pada umumnya mereda pada hari ke-3 atau menjelang hari ke-4. Regimen yang dipakai
adalah:

 Seftriakson 4 g/hari selama 3 hari.


 Norfloksasin 2 X 400 mg/hari selama 14 hari.
 Siprofloksasin 2 X 500 mg/hari selama 6 hari.
 Ofloksasin 600 mg/hari selama 7 hari.
 Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari.
 Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari.

1. Istirahat dan perawatan professional

Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring
absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi
dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali
dijaga higiene perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh
pasien. Pasien dapat kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk mencegah
dekubitus, dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena
kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi urin.

1. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suporatif).

Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai tingkat
kesembuhan pasien. Namun bebrapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat
dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayur dengan serat kasar) dapat
diberikan dengan aman. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk
mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan hemoestasis,
sistem imun akan tetap berfungsi dengan optimal.
Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi
parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi bebrapa obat yang bekerja secara
sinergis dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan septik.
Prognosis tidak begitu baik pada kedua keadaan di atas.

Namun berbeda dengan pengobatan pada penderita demam tifoid yaitu untuk wanita hamil.
Tidak semua antibiotik dapat diberikan. Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada trimister
ketiga kehamilan, karena dapat menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan
sindrom Gray pada neonatus. Demikian pula dengan tiamfenikol yang mempunyai efek
teratogenik terhadap fetus. Namun pada kehamilan lebih lanjut tiamfenikol dapat diberikan.
Selain itu, kotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh diberikan.

Antibiotik yang aman bagi kehamilan adaah golongan penisil (ampisin, amoksisilin), dan
sefalosporin generasi ketiga, kecuali pasien yang hipersensitif terhadap obat tersebut.

9. Konsep Asuhan Keperawatan:

 Pengkajian:

1. Identitas

Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no.registrasi, status
perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal MR.

1. Keluhan Utama

Pada pasien typhoid biasanya mengeluh perut mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas,
dan demam.

1. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada umumnya penyakit pada pasien Typhoid adalah demam, anoreksia, mual, diare, perasaan
tidak enak di perut, pucat (anemia), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan
kesadaran berupa somnolen sampai koma.

1. Riwayat Kesehatan dahulu

Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit dan dirawat dengan yang sama, atau apakah
menderita penyakit lainnya.

1. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita yang sama atau sakit yang lainnya.
1. Riwayat Psikososial

Intrapersonal: perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih).

Interpersonal: hubungan dengan orang lain.

1. Pola fungsi kesehatan

 Pola nutrisi dan metabolism

Biasanya nafsu makan klien berkurang, adanya mua, muntah selama sakit, lidah kotor, dan terasa
pahit waktu makan sehingga dapat memepengaruhi status nutrisi berubah karena terjadi
gangguan pada usus halus.

 Pola istirahat dan tidur

Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan sakit pada perutnya,
mual, muntah, kadang diare. Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan
yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.

 Pola persepsi dan tatalaksana kesehatan

Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.

 Pola aktifitas dan latihan

Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami
keterbatasan gerak akibat penyakitnya.

 Pola eliminasi

Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi referensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi,
konsumsi cairan tidak sesuai dengan kebutuhan.

 Pola reproduksi dan seksual

Mengalami perubahan pada pasien yang telah menikah.

 Pola persepsi dan pengetahuan

Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan memengaruhi pengetahuan dan kemampuan
dalam merawat diri.

 Pola persepsi dan konsep diri

Di dalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
 Pola penanggulangan stress

Stress timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.

 Pola hubungan interpersonal

Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap berhubungan interpersonal dan peran serta
mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.

 Pola tata nilai dan kepercayaan

Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan
kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.

1. Pemeriksaan Fisik

 Kesadaran dan keadaan umum pasien

Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui
berat ringannya prognosis penyakit pasien.

 Tanda – tanda vital dan keadaan umum

TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien /
kondisi pasien. Disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB
karena peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi
yang dibutuhkan. Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual,
perut tidak enak, anorexia.

 Kepala dan leher

Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata
cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi
pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

 Dada dan abdomen

Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.

 Sistem respirasi

Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.

 Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi
bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.

 Sistem integument

Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.

 Sistem eliminasi

Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami
penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.

 Sistem muskuloskoletal

Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.

 Sistem endokrin

Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil.

 Sistem persyarafan

Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.

 Diagnosa Keperawatan
 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia,
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik.
 Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
pengeluaran cairan yang berlebihan (mual/muntah).
 Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pencernaan.
 Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan respon imun.
 Resiko integritas kulit berhubungan dengan program terapi bedrest total.
 Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi.

 Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1 : Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.
Tujuan : Suhu tubuh normal

Intervensi :

 Observasi suhu tubuh klien

R/ mengetahui perubahan suhu tubuh.

 Beri kompres dengan air hangat pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas

R/ melancarkan aliran darah dalam pembuluh darah.

 Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang tipis dan dapat menyerap keringat
seperti katun

R/ menjaga kebersihan badan, agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu
mengurangi penguapan tubuh

 Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh.

R/ klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi
kecemasan yang timbul.

 Observasi TTV tiap 4 jam sekali.

R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

 Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum.

R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu


diimbangi dengan asupan cairan yang banyak (2,5 liter / 24 jam).

 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiuretik

R/ menurunkan panas dengan obat.

Diagnosa Keperawatan 2. : Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan anoreksia,

Tujuan : Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi.

Kriteria hasil :

– Nafsu makan meningkat


– Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan

Intervensi :

 Kaji pola nutrisi klien

R/ mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan waktu makan.

 Kaji makan yang di sukai dan tidak disukai

R/ meningkatkan status makanan yang disukai dan menghindari pemberian makan yang tidak
disukai.

 Anjurkan tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase akut

R/ penghematan tenaga, mengurangi kerja tubuh.

 Timbang berat badan tiap hari

R/ mengetahui adanya penurunan atau kenaikan berat badan.

 Anjurkan klien makan sedikit tapi sering.

R/ mengurangi kerja usus, menghindari kebosanan makan.

 Hindari pemberian laksatif.

R/ penggunaannya berakibat buruk karena digunakan sebagai pembersih makanan/kalori tubuh


oleh pasien.

 Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.

R/ untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan
meningkat.

 Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang,
maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.

R/ untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.

 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral.

R/ antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika
kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.

 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet


R/ mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan dan makanan yang tidak boleh dikonsumsi.

Diagnosa keperawatan 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan


metabolik.

Tujuan : Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.

Intervensi :

 Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan
(mis : Miring kanan, miring kiri).

R/ pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.

 Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).

R/ untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.

 Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.

R/ untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.

 Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.

R/ untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.

Diagnosa Keperawatan 4 : Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan


dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (mual/muntah).

Tujuan : Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi.

Kriteria hasil : Turgor kulit meningkat, Wajah tidak nampak pucat

Intervensi :

 Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.

R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.

 Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.

R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan, 2,5 liter / 24 jam.


 Anjurkan pasien untuk banyak minum.

R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan.

 Diskusikan strategi untuk menghentikan muntah dan penggunaan laksatif/diuretik.

R/ membantu pasien menerima perasaan bahwa akibat muntah dan/atau penggunaan


laksatif/diuretik mencegah kehilangan cairan lanjut.

 Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).

R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).

Diagnosa Keperawatan 5 : Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pencernaan.

Tujuan : Nyeri tidak dirasakan.

Kriteria hasil : Individu akan menyampaikan kepuasan setelah tindakan pereda nyeri diberikan.

Intervensi :

 Catat keluhan nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0 – 10).

R/ membantu diagnosa keluhan nyeri.

 Kaji faktor yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.

R/ membantu menegakkan diagnosa dan kebutuhan terapi.

 Kolaborasi dalam pemberian obat yang diresepkan (analgesik)

R/ menghilangkan nyeri.

Diagnosa Keperawatan 6 : Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan respon imun.

Tujuan : Mencegah infeksi dialami oleh klien.

Kriteria hasil : Individu dapat menyebutkan faktor resiko yang berkaitan dengan infeksi dan
kewaspadaan yang dibutuhkan.

Intervensi :
 Kaji adanya faktor prediktif.

R/ Faktor prediktif adalah factor terkontrol yang sudah teridentifikasi mampu meningkatkan
resiko infeksi dan menurunkan pertahanan hospes.

 Kaji adanya faktor penyulit.

R/ faktor penyulit dapat memperbesar resiko infeksi.

 Kurangi masuknya kuman ke dalam tubuh.

R/ mengurangi kontaminasi resiko infeksi silang.

Diagnosa Keperawatan 7 : Resiko integritas kulit berhubungan dengan program terapi bedrest
total.

Tujuan : Mencegah terjadinya gangguan integritas kulit.

Kriteria hasil : Individu dapat mempertahankan kebersihan kulit ( personal hygiene)

Intervensi :

 Kaji faktor penyebab.

R/ menetapkan terapi yang dapat dilakukan.

 Beri kesempatan klien beradaptasi dalam aktivitas perawatan diri.

R/ Meningkatkan kemampuan klien dalam aktivitas perawatan diri.

 Observasi tanda-tanda gangguan integritas kulit.

R/ Melindungi klien dari resiko integritas kulit.

 Diskusikan pentingnya perubahan posisi sering, perlu untuk mempertahankan aktivitas.

R/ Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dan mencegah tekanan lama pada jaringan.

Diagnosa Keperawatan 8 : Kurangnya pengetahuan tentang penyakit berhubungan


dengan kurang informasi

Tujuan : Pengetahuan klien dan keluarga meningkat


Intervensi :

 Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya

R/ Mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya.

 Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien

R/ pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan pencegahan penyakit typhoid.

 Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada yang belum
dimengerti

R/ Mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga pasien setelah di beri penjelasan
tantang penyakitnya.

 Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat

R/ Memberikan rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan sakitnya.

BAB III

TINJAUN KASUS

1. PENGKAJIAN
2. Identitas klien

Nama : TN “A”

Umur : 59 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia

Status perkawinan : Kawin

Pendidikan : D III

Pekerjaan : Guru

Alamat : Ujung Lero Pinrang


1. Identitas Penanggung

Nama : NY “N”

Umur : 50 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia

Status perkawinan : Kawin

Pendidikan : SMU

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Ujung Lero Pinrang

Hubungan dengan klien : istri

2. Keluhan Utama

Demam

 Riwayat keluhan utama :

klien mengalami demam sejak 2 minggu yang lalu. Klien minum obat penurun demam tapi tidak
ada perubahan. Akhirnya keluarga membawanya ke rumah sakit dan dokter memutuskan untuk
di opname.

– Sifat keluhan : terus menerus

– Lokasi dan penyebarannya : Seluruh tubuh.

– Hal-hal yang meringankan : Pada saat istirahat.


– Hal-hal yang memberatkan pada saat beraktivitas.

3. Riwayat kesehatan
4. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien masuk rumah sakit dengan demam keluhan dirasakan ± 2 minggu yang lalu, klien sudah
berobat dipuskesmas tetapi tidak ada perubahan sehingga klien memutuskan untuk berobat ke
RSUD Makassau Parepare pada hari Sabtu, tanggal 24 Juni 2006 di poli klinik Internal dan klien
dianjurkan untuk opname untuk mendapatkan perawatan dan perawatan yang intensif, kondisi
klien saat dikaji klien demam, kadang mual dan muntah.

P (Provokasi) : Demam disebabkan infeksi pada usus halus

Q (Qualitatif) : Remitten

R (Regio) : Seluruh tubuh

S (Skala) : Suhu tubuh 48 oC

T (Time) : Demam , sejak 22 Juni 2006

1. Riwayat Kesehatan lalu klien

 Tidak pernah menderita penyakit yang sama


 Klien tidak pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya
 Tidak ada riwayat alegi dan trasfusi
 Tidak ada ketergantungan obat-obatan

1. Riwayat kesehatan keluarga

Genogram

GI

GII
50
59
65
67

GIII

GIV

30
29
35

Keterangan :

: Laki – laki

: Perempuan

: Klien

: Meninggal

: Garis keturunan

——- : Tinggal serumah

GI : Meninggal karena usia lanjut

GII : Meninggal karena faktor ketuaan

GIII : Meninggal karena penyakit yang tidak diketahui

GIV : 1,2,3,4, meninggal karena prematur, penyakit paru – paru dan kecelakaan
4. 4. Pemeriksaan Fisik
5. a. Keadaan Umum : KU nampak lemah

b.Kesadaran : Composmentis

c.Tanda-tanda vital :

T : 120/60 mmHg

N : 84 x/menit

S : 40 °C

P : 20 x/menit

1. Kepala

Inspeksi : – keadaan kulit kepala : bersih,tidak ada ketombe

– Penyebaran rambut merata

– Warna Putih

– Tidak ada alopesia

Palpasi : – tidak teraba adanya massa

-. Nyeri tekan tidak ada

1. Muka

Inspeksi : – Bentuk wajah Lonjong

-. Wajah simetris kiri dan kanan

– tidak ada pergerakan abnormal

– ekspresi wajah meringis

– wajah Nampak merah

Palpasi : – tidak teraba adanya massa

 Nyeri tekan tidak ada

1. Mata
Inspeksi : – Matasimetris kiri dan kanan

– Palpedra tidak Oedema

– Konjuntiva tidak pucat

– Sklera tidak ictrus

– Pupil isokor

Palpasi : – Tidak teraba adanya massa

-. Nyeri tekan tidak ada

1. Hidung

Inspeksi : – Lubang hidung simetris kiri dan kanan

– Tidak nampaknya adanya pembesaran polip

– Sekret tidak ada

Palpasi : – Tidak teraba adanya massa

-. Nyeri tekan tidak ada

1. Telinga

Inspeksi : – Aurikula simetris kiri dan kanan

– Meatus akustikus ekstermus nampak bersih

– tidak ada serumen

– Tidak memakai bantu pendengar

Palpasi : – Tidak teraba adanya massa

– Nyeri tekan tidak ada

1. Rongga Mulut

Inspeksi :

1. Gigi : – Gigi nampak bersih


– Tidak ada caries gigi

– Jumlah gigi lengkap

1. Gusi : – Gusi nampak merah mudah

– Tidak nampak tanda-tanda perdarahan dan peradangan

1. Lidah : – Lidah nampak kotor

– Tidak nampak tanda-tanda perdarahan dan peradangan

1. Mulut : – Mukosa mulut kering

– Tidak ada sianosis

1. Leher

Inspeksi : – Tidak nampak adanya pembesaran kelenjar tiroid

– Tidak nampak adanya pembesaran kelenjar limfa

– Tidak nampak adanya pelebaran vena jugularis

Palpasi : – Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid

– Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar limfa

– Tidak teraba adanya pembesaran vena jugularis

– Tidak ada nyeri tekan

1. k. Toraks dan pernapasan

Inspeksi : – Bentuk dada normal chest

– Frekuensi nafas 20 x/ mnt

– Irama teratur

Palpasi : – Tidak ada nyeri tekan

– Tidak teraba adanya massa

– Vokal premitus teraba dikedua paru


Perkusi : – sonor pada semua lapang paru

Auskultasi : – Terdengar vesikuler di semua lapang paru

– Tidak terdengar adanya bunyi tambahan

1. l. Jantung

Inspeksi : – Ictus kordis tidak nampak

– Tidak nampak adanya pembesaran jantung

Palpasi : – Tidak ada nyeri tekan

– Tidak ada pembesaran jantung

Auskultasi : – Bunyi jantung I : LUB pada ics 4 dan 5

– Bunyi jantung II : DUB pada ics 2 kiri dan kanan

– Tidak ada bunyi tambahan

1. Abdomen

Inspeksi : – Tidak tampak adanya luka bekas operasi

– Tidak tampak adanya distensi abdomen

– Perut tampak datar, umbilikus tidak menonjol

Palpasi : – Nyeri tekan pada kuadran kanan

– Tidak teraba adanya pembesaran hepar

– Tidak teraba adanya massa

Perkusi : – Suara perkusi tympani

Auskultasi : – Peristaltik usus 3 kali /menit

– Tidak terdengar adanya bising aorta

1. Genetalia dan anus

– Tidak tampak adanya hemoroid


1. Ekstremitas

Atas : – Kedua lengan simetris kiri dan kanan

– Kekuatan otot kiri dan kanan nilai 4

– Terpasang infus di lengan kanan dengan RL 20 tts/ mnt

Bawah : – Kedua tungkai simetris kiri dan kanan

– Kekuatan otot kiri dan kanan nilai 4

1. Status Neurologi
2. Nervus I ( Olfaktorius ) : mampu mebedakan bau-bauan
3. Nervus II ( Optikus ) : lapang pandang 90’C
4. Nervus III ( Okulomotoris ) : IV (Troklearis) VI (Abdusens) : pupil isikor, refleks kornea
baik, gerakan bola mata kesegala arah
5. Nervus V (Trigeminus) : Pergerakan otot messeter saat mengunyahbaik, dapat merasakan
goresan kapas
6. Nervus VII (fasialis) : mampu tersenyum, mengangkat alis, mengerutkan dahi,
mengembangkan pipih
7. Nervus VII (Auditorius) : fungsi pendengaran baik
8. Nervus IX (Glassofarineus) : fungsi pengecapan baik
9. Nervus X (Vagus) : refleks menelan baik
10. Nervus XI (Assesorius) : dapat menahan tekanan saat disuruh menoleh, dan dapat
menahan bahu
11. Nervus XII (Hypogiosus) : gerakan lidah baik
12. Pola Kegiatan Sehari-hari
13. Nutrisi

NO KEBIASAAN SBELUM SAKIT SELAMA SAKIT


1
Jenis makanan Bubur kering
Nasi, lauk, sayur dan
buah
TKTP
2
3 x sehari
Frekuensi 3 x sehari porsi

Tidak dihabiskan
3
Baik
Nafsu makan Kurang
4
Bakso
Makanan kesukaan –
5

Makanan pantangan Makanan keras
1. Cairan

NO KEBIASAAN SEBELUM SAKIT SELAMA SAKIT


1 Jenis minuman Air putih Air putih

2 Frekuensi 6-8 gelas/hari 2-3 gelas/hari

3 Cara pemasukan Lewat mulut Mulut

1. Eliminasi
2. BAK

NO KEBIASAAN SEBELUM SAKIT SELAMA SAKIT


1 Frekuensi 4-6 kali/hari 4-6 kali/hari

2 Warna Kuning Kuning

3 Bau Pesing Pesing

4 Kesulitan BAK – –

5 Tempat pembuangan WC POT

2. BAB

NO KEBIASAAN SEBELUM SAKIT SELAMA SAKIT


1 Frekuensi 1-2 kali/hari Belum pernah

2 Warna Kuning –

3 Konsisten Lembek –

4 Kesulitan BAB – Konstipasi

5 Tempat pembuangan WC

1. Istirahat Tidur
NO. KEBIASAAN SEBELUM SAKIT SELAMA SAKIT
1. Tidur malam 22.00 – 05.00 21.00 – 06.00

2. Tidur siang 14.00 – 15.00 Tidak teratur

1. Personal Hygiene

NO. KEBIASAAN SEBELUM SAKIT SELAMA SAKIT


1. Mandi 2 kali sehari 1 x sehari (diwaslap)

2. Sikat gigi 2 kali sehari 1 x sehari

3. Cuci rambut 2 kali seminggu –

4. Ganti pakaian 2 kali sehari 1 x sehari

1. Olahraga dan Rekreasi

Sebelum sakit : Klien kadang jalan – jalan pagi dan berkunjung kerumah keluarga dihari libur

Selama sakit : pasien bedrest.

6. Riwayat Psikososial
7. Interaksi sosial
8. Klien berinteraksi dengan baik terhadap keluarga, perawat dan tim kesehatan lainnya
9. Orang terdekat dengan klien adalah istrinya
10. Riwayat spiritual
11. Klien menganut agama islam dan percaya kepada Allah SWT
12. Klien menganggap penyakitnya adalah cobaan dari Allah SWT
13. Klien kadang mengikuti pengajian di daerahnya
14. Selama sakit klien selalu berdoa
15. Riwayat psikologi
16. Pola konsep diri : klien menganggap penyakitnya adalah cobaan dari Allah SWT
17. Pola kognitif : klien dapat berinteraksi dengan baik, klien mampu mengenal perawat,
dokter dan tim kesehatan lainnnya.
18. Pola koping : bila ada masalah klien membicarakan dengan istrinya
19. Pola interaksi : hubungan dengan keluarga, perawat, dan tim kesehatan lainnya baik.
20. Pemeriksaan Diangnostik

Laboraturium
HB : 12,1 Lg/dl (12,0 – 18,0)

LED : 70 mm/jam (< 15 mm/jam)

SGOT : 42 mg/dl ( < 37 (37oC)

SGPT : 34 mg/dl (< 40 (37oC)

UMUM : 62,0 mg/dl (10 – 50 )

KREATININ : 1,4 mg/dl (0,6 – 1,1)

Wdal

 Titer O :–
 Titer H : 1/80
 Titer AH : 1/60
 Titer BH :–

8. Perawatan dan Pengobatan


9. Perawatan
10. Isolasi
11. Bedrest
12. Observasi TTV
13. Diet bubur sering TKPT
14. Pengobatan
15. IVFD RI 20 tts/mnt
16. Klorampenikol 3 x 1
17. Parastamol 3 x 1
18. Neurodex 1 x 1
19. Propiretik 3 x 1
20. Dulcolax supposituria
21. DATA FOKUS ( CP.IA )

DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF


– Klien mengatakan badannya
– KU lemah
panas
– Badan klien teraba panas
– Klien mengeluh lemah
– Mukosa bibir kering
– Klien mengeluh nyeri pada
bagian perut
– Lidah kotor
– Klien mengeluh kurang nafsu
makan – Klien nampak pucat

– Klien mengatakan kadang – Porsi makan tidak dihabiskan


mual dan muntah
– Peristaltik usus 3 x/menit
– Klien mengatakan susah untuk
BAB – Nyeri tekan pada abdomen
kuadran kanan
– Klien mengatakan belum
pernah BAB, sejak 3 hari yang lalu – Ekspresi wajah meringis

– Klien mengatakan aktivitasnya – Kebutuhan nampak dilayani di


dibantu oleh keluarga tempat tidur

– Tonus otot nilai 4

– Tanda – tanda vital

TD : 160/80 mmHg

N : 84 x/menit

P : 20 x/menit

S : 40oC

– Klien nampak muntah

1. ANALISA DATA (CP.I.B)

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS :
Intoksin salmonella thyposa Peningkatan
suhu tubuh
– Klien

mengatakan badannya
panas
Masuk ke dalam usus
– Klien

mengeluh sakit kepala
Masuk ke dalam aliran darah
– Klien
mengeluh lemah

Bakteri melepas endotoksin


DO :

– Badannya klien
Peradangan di usus halus
teraba panas

– Mukosa bibir
kering
Masuk ke dalam darah dan
menuju ke otak
– Lidah kotor

– TTV :
Mengeluarkan zat pirogen
S : 40 o C

Suhu badan meningkat

Hipertermi


DS :
Peningkatan suhu tubuh
– klien mengeluh
kurang nafsu makan

– klien mengatakan
Peradangan di usus halus Pemenuhan
2 kadang mual dan
nutrisi kurang
muntah
↓ dari kebutuhan
– klien mengatakan
S.U.H Infeksi usus halus

DO: ↓

– klien Nampak lemah Merangsang nervus vagus

– porsi makan tidak ↓


dihabiskan
Sekresi asam lambung
– lidah kotor meningkat

– mukosa bibir kering ↓

Intake kurang

DS : ↓

-Klien mengeluh nyeri Pemenuhan nutrisi kurang


pada bagian perut. dari kebutuhan

DO :

– KU lemah

– Nyeri tekan pada


abdomen kuadran
kanan Gangguan

– Ekspresi wajah Peradangan di usus halus Rasa nyaman


meringis
3 ↓ Nyeri
-klien tempak pucat
Kerusakan mukosa usus halus
-TTV

TD :200/60 mmHg
Menegeluarkan Neuron
N :42x/mnt Transmister
(bradikirin,histamine,serotonin)


DS:
Sistem saraf Pusat
-Klien mengatakan
susah untuk BAB ↓
sejak 3 hari yang lalu Persepsi nyeri

DO ↓

-Klien lemah Gangguan rasa nyaman nyeri

-peristaltik 3x/mnt

Infeksi pada usus halus Gangguan


eliminasi

BAB
4 Suhu tubuh meningkat

Peningkatan reabsorbsi cairan di


usus menurun


DS :
Molitik usus menurun
-klien mengeluh lemah

-Klien mengatakan
aktifitasnya hanya di Vaeces mengeras
bantu

DO:
Kostipasi
KU Lemah

-klien nampak bedres
Gangguan
-Kebutuhan nampak
dilayani ditempat tidur eliminasi BAB

-Tonus otot nilai 4

Proses inflamasi Intolerancy


↓ Activity

5 Masuk kedalam darah

Mempengaruh kerja organ tubuh

DS : Metabolisme glukosa terganggu

Klien mengatakan ↓
kadang mual dan
muntah Pemberian ATP dan ADP
Terganggu


DO
Energi berkurang /penurunan
-Mukosa bibir tonus otot

TTV ↓

Suhu 40Oc Kelemahan

-Klien nampak pucat ↓

-Klien mual dan Intolerancy avtivity


muntah

Infeksi usus halus

Merangang nerfus fagus

↓ Resiko

Sekresi asam lambung Kekurangan


meningkat
6 Volume Cairan

Mual dan muntah

Anorexia

Intake kurang

Resiko kekurangan cairan

D.DATA KEPERAWATAN (CP.II)

NO MASALAH DIAGNOSA TGL DITEMUKAN TGL TERATASI


1 03 Juli 2006 07 Juli 2006
Peningkatan suhu tubuh
berhubungan dengan infeksi
pada usus halus

Resiko kekurangan volume


cairan berhubungan dengan
2 03 Juli 2006 06 Juli 2006
mual dan muntah

Gangguan rasa nyeri


berhubungan dengan mukosa
usus halus
3 03 Juli 2006 06 Juli 2006
Pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan
dengan intake yang tidak
adekuat

Gangguan eliminasi BAB


4 03 Juli 2006 07 Juli 2006
berhubungan dengan
peradangan pada usus halus

Intoleran activity berhubungan


dengan kelemahan fisik
5 03 Juli 2006 07 Juli 2006

6 03 Juli 2006 07 Juli 2006

1. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN (CP.III)

NO DIAGNOSA/DATA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1 Suhu tubuh 1. Observasi
Peningkatan suhu 1. Suhu tubuh dapat
dalam batas TTV terutama
tubuh berhubungan menunjukkan proses infeksi
normal suhu tubuh setiap
dengan infeksi di usus berat atau ringan dalam pola
dengan 2 jam
halus, ditandai dengan : demam sehingga menjadi
criteria :
indikatorperkembangan
DS : penyakit dan dapat menentukan
– Bibir
intervensi selanjutnya
lembab
– Klien
mengatakan badannya 2. Kompres air hangat dapat
– Lidah
panas membantu menurunkan demam
bersih
2. Kompres air
– Klien mengeluh 3. Peningkatan suhu tubuh
– Klien hangat di dahi dan
sakit kepala menimbulkan penguapan yang
tidak axial
bangak sehingga membantu
mengeluh
– Klien mengeluh menurunkan panas
sakit kepala 3. Beri asupan
lemah
minum yang
4. Membatasi aktivitas
– KU adekuat
DO : sebagai tindakan untuk
baik
mencegah terjadinya respon
– Badan klien panas
teraba panas

– Mukosa bibir
4. Anjurkan
kering 5. Agar tidak menahan
klien untuk bedrest
pengeluaran panas secara
– Lidah kotor konveksi

– TTV : S= 40`C
5. Ganti baju 6. Untuk membantu :
klien dengan
pakaian tipis dan – menurunkan suhu tubuh
menyerap keringat
– mencegah infeksi
6.
Penatalaksanaan – mengganti cairan secara
pemberian : cepat akibat evaporasi

– Antipiretik

– Antibiotic 1. Memberikan informasi


tentang keseimbangan cairan
– Cairan dan pedoman untuk penggantian
parental cairan

2.
Hypotensi,tahikardi,dea=mam
1. Pantau intake dapat menunjukan respon tubuh
dan output klien atau efek
2
3. Kompres hangat
Resiko kekurangan Kekurangan memperlancar peredaran darah
volume cairan volume cairan ke otak lancar sehingga suhu
berhubungan dengan tidak terjadi, kembali normal
mual dan muntah, dengan 2. Observasi
ditandai dengan : kriteria : TTV : 4. Mengganti cairan yang
keluar melalui evaporasi
DS : – TTV : Tensi,nadi suhu
5. Mempertahankan
Klien mengatakan S : 36°C - keadekutan volume cairan
kadang mual dan 37°C dengan cepat
muntah 3. Berikan
T : 120/60 kompres air hangat
DO : x/mnt pada dahi dan
axilla
– mukosa bibir N : 80 x/mnt
kering 4. Anjurkan 1. Untuk mengetahui sejauh
– Bibir klien untuk banyak mana nyeri yang dirasakan
– klien nampak lembab minum sehingga dapat menentukan
pucat intervensi selanjutnya
– Klien tidak 5.
– TTV : pucat Penatalaksanaan 2. Dapat menunjukkan
pemberian cairan dengan tepat pencetus/factor
S : 40°C – Klien tidak intravena yang memperberat dan
mual dan
T : 130/90 mmHg muntah mengidentifikasi hasil

1. Kaji tingkat terjadinya komplikasi


nyeri, lokasi dan
intensitas 3. Dengan menarik nafas
panjang terjadi relaksasi otot
3 sehungga mengurangi
timbulnya nyeri
Gangguan rasa nyaman
nyeri berhubungan
dengan kerusakan 2. Kaji ulang
mukosa usus halus factor yang
ditandai dengan : Gangguan memperkuat nyeri
rasa nyaman 4. Meningkatkan relaksasi
DS : nyeri teratasi dan memfokuskan kembali
dengan perhatian
Klien mengeluh nyeri criteria :
pada bagian perut
– Klien 3. Ajarkan
DO : melaporkan teknik relaksasi
nyeri hilang
– KU lemah

– Nyeri tekan Ekspresi 5. Analgetik dapat
pada abdomen kuadran wajah rileks mengurangi nyeri
kanan
– TTV:
– Klien tampak T, N dalam
pucat batas normal
4. Beri tindakan
– Ekspresi wajah kenyamanan untuk 1. untuk mengetahui
meringis mengurangi nyeri, kebiasaan makan klien sehingga
mis : massage dapat menentukan intervensi
– TTV : punggung dan selanjutnya
rubah posisi
T= 130/90 mmHg 2. untuk memenuhi nutrisi
5. tubuh dan menghindari
N= 88x/mt Penatalaksanaan komplikasi pendarahan
pemberian
analgetik 3. pemberian makanan
sedikit tapi sering mengurangi
kejenuhan klien dan member
kesempatan usus untuk
1. Kaji pola mengabsorbsi makanan
makan klien
4 Kebutuhan 4. Mulut yang bersih
nutrisi meningkatkan nafsu makan
Pemenuhan tubuh terpenuhi 2. Beri bubur
kurang dari kebutuhan dengan saring TKTP
tubuh berhubungan criteria :
dengan intake yang 5. Agar klien dan keluarga
tidak adekuat ditandai – KU mengetahui bahwa makanan
dengan : baik penting untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi serta
DS : – Nafsu 3. Anjurkan membantu penyembuhan
makan baik klien makan
– Klien mengeluh sedikit tapi sering 6. Suplemen vitamin untuk
kurang nafsu makan – Porsi memenuhi kebutuhan dan
makan menambah nafsu makan
– Klien dihabiskan
mengatakan kadang
mual dan muntah – Lidah
tidak kotor 1. Dengan mengetahui
DO : kebiasaan eliminasi BAB
4. Anjurkan sehingga dapat menentukan
– KU lemah perawatan mulut intervensi selanjutnya
sebelum dan
– Porsi makan sesudah makan 2. Peristaltic yang kuat
tidak dihabiskan menunjukkan rangsangan
5. Jelaskan
– Lidah kotor tentang pentingnya 3. Makanan berserap
makanan untuk membantu mempercepat proses
– Mukosa bibir proses eliminasi
kering penyembuhan
4. Agar ada pergerakan
sehingga ada relaksasi otot

6.
Pentalaksanaan
pemberian 5. Laktasil sebagai
suplemen vitamin perangsang keluarnya feces

1. Kaji pola 1. Untuk mengetahui


eliminasi BAB kemampuan aktivitas yang
klien dimiliki sehingga dapat
menentukan intervensi
selanjutnya

5 Gangguan eliminasi Kebutuhan 2. Auskultasi 2. Agar keluarga dank lien


BAB berhubungan eliminasi peristaltic usus dapat bekerja sama dengan baik
dengan peradangan terpenuhi setiap 6 jam untuk tujuan yang direncanakan
pada usus halus dengan
ditandai dengan : criteria : 3. Anjurkan
makan makanan
DS : – Klien yang berserat
melaporkan
– Klien mengeluh sudah BAB 4. Anjurkan 3. Memudahkan dalam
lemas untuk mobilisasi aktivitas ringan klien dalam
– secara bertahap memenuhi kebutuhannya.
– Klien Peristaltic sesuai indikasi
mengetakan susah usus dalam
untuk BAB keadaan 5.
normal 5- Penatalaksanaan 4. Agar kebutuhan klien
– Klien mengeluh 35x/mt pemberian laktasil terpenuhi dan klien merasa
tidak pernah BAB diperhatikan..
sejak 3 hari yang lalu – KU
baik
1. Kaji
kemampuan pola 5. Aktivitas yang berlebihan
klien beraktivitas dapat meningkatkan kebutuhan
energi sehingga dapat
Intoleransi aktivitas memperberat infeksi pada usus
berhubungan dengan halus.
kelemahan fisik
6 ditandai dengan : Kebutuhan
aktifitas 2. Libatkan
DS : terpenuhi keluarga dan
dengan pasien dalam
– Klien mengeluh criteria : merencanakan
lemas pemenuhan
– KU kebutuhan klien
– Klien baik
mengatakan 3. Dekatkan
aktivitasnya dibantu – Klien barang dan alat
dapat kebutuhan klien di
DO : melakukan tempat yang
aktifitas mudah dijangkau.
– KU lemah secara mandiri
4. Bantu klien
– Klien nampak – Tonus libatkan keluarga
bedrest otot 5 dalam personal
– Kebutuhan hygiene
klien nampak dilayani
di tempat tidur 5. Anjurkan
pada klien untuk
– Tonus otot nilai tidak melakukan
4 aktivitas yang
berlebihan.

1. CATATAN TINDAKAN (CP.IV)

PEMBERI
HARI/TGL NO.DX JAM TINDAKAN KEPERAWATAN TINDAKAN DAN
TTD
Senin, 3-7-
I 09.00 1. Mengobservasi TTV
2006
terutama suhu tubuh tiap 2 jam

Hasil : S : 40°C

2. Memberikan kompres hangat


09.10 pada dahi dan axilla

3. Memberikan asupan minum


yang adekuat
10.15
Hasil : klien minum air putih 1 x ¼
gelas

4. Menganjurkan klien untuk


bedrest

Hasil : klien istirahat di tempat


09.20 tidur

5. Menganjurkan klien
memakai pakaian tipis dan
menyerap keringat

Hasil : klien memakai baju yang


berbahan katun
09.25
6. Penatalaksanaan pemberian
antiperetik dan cairan parenteral

Hasil :

– paracetamol 3×1

– IVFD RL 20 tetes/menit

09.30 1. Pemantauan intake dan


output klien

Hasil : input : 1500 cc

Output : 1200 cc

2. Observasi TTV

Hasil : S : 40 oC

3. Memberikan kompres air


hangat pada dahi dan axilla

II 11. 30 4. Menganjurkan klien banyak


minum

5. Penatalaksanaan pemberian
cairan intravena

Hasil : infus RL 20 tetes/menit

11. 40

1. Mengkaji tingkat nyeri,


lokasi, dan intensitas nyeri.
11. 50
Hasil : nyeri skala 2 (nyeri sedang,
pada abdomen, nyeri hilang timbul

11. 55 2. Mengkaji faktor yang


memperberat nyeri.

12. 00 Hasil : makanan yang keras

3. Mengajarkan teknik relaksasi

Hasil: klien menarik nafas yang


panjang dan menghembuskan
secara perlahan-lahan melalui
mulut
III 10.10
4. Memberikan tindakan
kenyamanan

Hasil : massage pada punggung

12.00 1. Mengkaji pola makan klien

Hasil : porsi makan tidak


dihabiskan

2. Memberi bubur saring TKTP


10.15
3. Menganjurkan klien untuk
makan sedikit tapi sering

4. Menganjurkan keluarga
untuk menyediakan makanan
dalam ventilasi yang baik dan
lingkungan yang menyenangkan

10.20
1. Mengkaji pola eliminasi
klien

Hasil : klien belum pernah BAB

2. Mengauskultasi peristaltik
usus setiap jam
Hasil : peristaltik usus 3 x/mnt

IV 09.45 3. Mengajukan pada klien


makan makanan yang berserat

4. Mengajukan untuk mobilisasi


secara bertahap sesuai indikasi

12.00 5. Penatalaksanaan pemberian


laksatil
09.55
Hasil : Dulcolax supposutoria

10.00
1. Mengkaji kemampuan pola
aktivitas klien

Hasil : klien dibantu dalam

Melakukan aktivitasnya

2. Melibatkan klien dan


keluarga dalam merencanakan
V 10.30 pemenuhan kebutuhan klien

3. Mendekatkan barang-barang
dan alat-alat kebutuhan klien di
tempat yang mudah dijangkau

10.35 4. Membantu dan melibatkan


keluarga dalam personal hygiene

5. Menganjurkan kepada klien


untuk tidak melakukan aktivitas
yang berlebihan
10.40

1. Mengobservasi vital sign


10.45 terutama suhu badan tiap 2 jam

2. Kompres air hangat di dahi


11.00 dan axilla

3. Memberikan asupan minum


yang adekuat

Hasil : klien minum air putih 4 – 5


gelas/hari

VI 08.00 4. Menganjurkan klien untuk


bedrest

Hasil : klien istirahat di tempat


tidur

5. Penatalaksanaan pemberian
antipiretik, antibiotik, dan cairan
parental.

08.10 Hasil : PCT 3 x 1, kloromfenikol 3


x 1, infus RL 20 tetes/menit

1. Memantau intake dan output


08.20 klien

2. Mengobservasi TTV

Hasil : S : 37,7 oC

3. memberikan kompres air hangat

08.25 4. menganjurkan klien untuk


banyak minum

5. penatalaksanaan pemberian
cairan parental

09.00

1. Mengkaji tingkat nyeri,


lokasi dan intensitas nyeri.

Hasil : Nyeri skala 2 (nyeri


Selasa, 4-7- sedang), pada daerah abdomen
2006 I 08. 00 2. Mengkaji ulang faktor yang
memperberat nyeri

Hasil : makan makanan yang keras


seperti nasi

08. 10 3. Menganjurkan teknik


relaksasi

Hasil : klien melakukan teknik


08. 15 relaksasi dengan tarik nafas
panjang

4. Memberi tindakan
kenyamanan

Hasil : merubah posisi klien

08. 20 5. Penatalaksanaan pemberian


analgetik

Hasil : propiretik 3 x 1

1. Mengkaji pola makan klien


08. 25
Hasil : bubur saring TKTP 3 x 1,
porsi tidak dihabiskan

2. Menganjurkan klien makan


sedikit tapi sering

3. Menyediakan makanan
selingan dalam ventilasi yang baik
dan lingkungan menyenangkan

4. Menjelaskan tentang
pentingnya makanan untuk proses
penyembuhan
II 09. 05
5. Penatalaksanaan pemberian
suplemen vitamin

09. 10 Hasil : Neurodex 1 x 1


09. 20 1. Mengkaji pola eliminasi
BAB

Hasil : klien mengatakan belum


09. 25 BAB

2. Mengauskultasi peristaltik
usus tiap 6 jam
09. 30
Hasil : peristaltik usus 4 x/menit

3. Menganjurkan makan
makanan yang berserat

III 12. 00 Hasil : klien makan buah pepaya

4. Menganjurkan untuk
mobilisasi secara bertahap sesuai
indikasi

Hasil : klien miring kiri dan kanan

12. 10

1. Mengkaji pola kemampuan


aktivitas klien

Hasil : klien masih dibantu dalam


melakukan aktivitas

08. 40 2. Melibatkan keluarga dalam


merencanakan pemenuhan
kebutuhan klien

3. Membantu dan melibatkan


keluarga dalam personal hygiene

4. Menganjurkan kepada klien


12. 15 untuk tidak melakukan aktivitas
yang berlebihan

1. mengobservasi TTV,
12. 25 terutama suhu tubuh tiap 2 jam,

Hasil : S : 38 o C

2. memberi kompres air hangat


pada dahi dan axilla

3. memberi asupan minum yang


IV 12. 00 adekuat

4. menganjurkan klien untuk


bedrest

5. penatalaksanaan pemberian
08. 35 antipiretik, antibiotik, dan cairan
parental

Hasil : PCT 3 x 1, infus RL 20


08. 40 tetes/menit

1. Memantau intake dan output


klien

2. Mengobservasi TTV
08. 45
Hasil : S : 37,5 oC

3. Memberikan kompres air


hangat pada dahi dan axilla

08. 00 4. Menganjurkan klien untuk


banyak minum

5. Penatalaksanaan pemberian
cairan intravena

Hasil : infus RL 20 tts/menit

V 08. 10

1. Mengkaji tingkat nyeri,


lokasi dan intensitas nyeri

Hasil : Nyeri skala 2 (nyeri


08. 15 sedang)

2. Mengkaji teknik relaksasi

3. Memberikan tindakan
kenyamanan

08. 20
1. mengkaji pola makan klien

Hasil : porsi makan tidak


dihabiskan

2. Berikan bubur saring TKTP

08. 25 3. Menganjurkan klien makan


sedikit tapi sering

4. Menjelaskan tentang
pentingnya makan untuk proses
penyembuhan

5. Penatalaksanaan pemberian
suplemen vitamin

Hasil : Neurodex 1 x 1

VI 08. 30

1. Mengkaji pola eliminasi


BAB

Hasil : klien sudah BAB 1x

2. Mengauskultasi peristaltik
08. 40 usus

Hasil : peristaltik usus 7 x/menit

08. 50 1. Menganjurkan untuk


mobilisasi secara bertahap

2. Mengkaji kemampuan
aktivitas klien

09. 00 Hasil : aktivitas klien terbatas

3. Melibatkan keluarga dalam


pemenuhan kebutuhan klien

4. Menganjurkan kepada klien


Rabu, 5-7- untuk tidak melakukan aktivitas
2006
I 09. 00

1. Mengobservasi TTV
terutama suhu tubuh

2. Menganjurkan klien untuk


09. 10 bedres

3. Penatalaksaan pemberian
antibiotik dan cairan parental
09. 20
Hasil : Kloramfenikol 3×1

Infus RL 20 tetes/ menit


09. 25

1. Membantu intake atau output


12. 00 klie

Hasil : intake : 1500 cc

Output : 3000 cc

2. Mengobservasi TTV

Hasil : S : 36, 7 oC

3. Penatalaksanaan pemberian
intravena
II 10. 45
Hasil : infus RL 20 tts/ menit

10. 50
1. Mengkaji tingkat nyeri

11. 00 Hasil : Nyeri ringan (1)

2. Menganjurkan melakukan
tehnik relaksasi
11. 05
3. Penatalaksanaan pemberian
analgetik

11. 20 Hasil : propetik 3×1

1. Mengkaji pola makan klien

2. Memberikan bubur saring


TKTP
III 12. 00
3. Menganjurkan klien ; makan
sedikit tapi sering

4. Penatalaksanaan pemberian
suplemen vitamin

10. 00
1. Mengkaji pola eliminasi
12. 10 BAB

Hasil : klien sudah BAB

2. Mengaustatik peristatik usus

IV 09. 30 Hasil : peristatil usus 7 x/ menit

3. Menganjurkan untuk makan


makanan berserat

4. Menganjurkan untuk
12. 00 mobilisasi secara bertahap sesuai
indikasi
09. 40

1. Mengkaji pola kemampuan


09. 50 aktivitas klien

Hasil : klien mengatakan pola


aktivitasnya masi dibantu

2. Melibatkan kleuarga dalam


09. 45 pemenuhan kebutuhan klien

3. Membantu dan melibatkan


keluarga dalam personal hygine

4. Menganjurkan kepada klien


untuk tidak melakukan aktivitas
yang berlebihan
V 10. 15

1. Mengobservasi TTV,
10. 20 terutama suhu tubuh

2. Menganjurkan klien untuk


bedres

3. Penatalaksanaan pemberian
antibiotik dan cairan parental

Hasil : kloromfenikol 3×1

VI 10. 25 Infus RL 20 tts/menit

10. 30 1. Mengkaji tingkat nyeri

Hasil : nyeri tidak ada (o)

10. 35 2. Penatalaksanaan pemberian


analgetik

10. 40
1. Mengkaji pola makan klien
Hasil : porsi makan dihabiskan

Kamis, 6-7- 2. Berikan bubur saring TKTP


2006
I 08.00 3. Menganjurkan klien untuk
makan tapi sering

4. Penatalaksanaan pemberian
08.10 suplemen vitamin

Hasil : Neurodex 1×1

08.15

1. Mengkaji semua aktivitas


klien

Hasil : klien melakukan


aktivitasnya sendiri

2. Melibatkn keluarga dalam


pemenuhan kebutuhan klien
II 09.45
3. Menganjurkan kepada klien
untuk tidak melakukan aktivitas
yang berlebihan

09.55

10.00

III 12.10
12.15

13.30

IV 08.20

12.00

08.15

12.00

V 08.30

08.35

08.40

08.45
VI 09.00

09.10

09.15

09.20

Jumat, 7-7-
2006
I 09.00

09.05

12.00
II 10.05

10.15

III 12.05

12.00

12.15

10.00

IV 09.00

11.00
11.20

1. CATATAN PERKEMBANGAN (CP.V)

HARI/TGL NO DX JAM EVALUASI/SOAP


I 12.00
Senin, 3-7- S : – klien mengatakan badannya masih
2006 panas

O : – Ku lemah

– Suhu tubuh 40 oC

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S:–
II 13.30
O:– Mukosa bibir kering

– Klien nampak pucat

– TTV

TD : 120/60 S : 40 oC

N : 84 x/menit

S : Klien masih mengeluh nyeri pada perut


III 12.30
O:– Expresi wajah meringis
– KU lemah

– Nyeri tekan pada abdomen

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

IV 12.15 S : – Klien mengatakan kurang nafsu


makan

– Klien mengatakan sedang mual

O:– Porsi makan tidak dihabiskan

– Mukosa bibir kering

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S : Klien mengatakan belum BAB


V 12.45
O : Peristaltik usus 3x/menit

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S : Klien mengeluh lemah


VI 13.00
O:– KU lemah

– Kebutuhan nampak dilayani ditempat


tidur

– Aktivitas klien terbatas

A : Masalah belum teratasi


P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S : – Klien mengatakan badannya masih


panas
Selasa, 4-7- I 12.00
2006 – Klien mengeluh sakit kepala

O:– Mukosa bibir kering

– Suhu tubu 38 oC

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S:–

O : -Suhu tubuh 38,7°C


II 13.15
-Mukosa bibir kering

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S : Klien masih mengeluh nyeri pada perut

O : – Ekspresi wajah meringis


III 12.30
– KU lemah

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S : Klien mengeluh nafsu makan kurang

O:– Lidah kotor, porsi makan tidak


IV 12.15 dihabiskan

– Mukosa bibir kering

A : Masalah belum teratasi

S : Klien mengatakan sudah BAB

O : -Peristaltik usus 6x/mnt

V 12.45 -KU lemah

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan dengan pertahanan


intervensi 1,2,3,4

S : Klien mengeluh lemah

O : -Tonus nilai 4

-Kebutuhan Nampak dilayani ditempat tidur


VI 13.30
A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S : Klien masih mengeluh sakit kepala

O : -Mukosa bibir kering

-Suhu tubuh 38,5°C

-KU lemah
Rabu, 5-7- I 12.30
2006 A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5


S : Klien mengatakan tidak mual dan muntah

O : -Suhu tubuh 37,5°C

-Mukosa bibir kering

II A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S : Klien mengatakan nyeri sudah berkurang

O : -KU lemah

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3 dan 4

III 13.00

S : Klien mengatakan nafsu makan


berkurang

O : -KU lemah

-Lidah kotor

-Porsi makan tidak dihabiskan

A : Masalah belum teratasi


IV 12.45
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 5

S : Klien mengatakan sudah BAB

O : – KU lemah

– Peristaltik usus 7x/mnt


A : Masalah teratsi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3, dan 4

V 13.15

S : Klien masih mengeluh lemah

O : -aktivitas klien terbatas

-KU lemah

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3, dan 4

VI 13.30

S : -Klien tidak mengeluh sakit kepala

-Klien mengatakan badannya tidak panas

O : -KU lemah

-Suhu tubuh 36,8°C

-Bibir kering

Kamis, 6-7- I A : Masalah teratasi sebagian


2006
P : Lanjutkan intervensi 1,2 dan 3

S : klien mengatakan nyeri berkurang

O : -KU baik

-TTV

TD : 120/80 mmHg

N : 80x/mnt

A : masalah teratasi sebagian


II P : Lanjutkan intervensi 1,2,3 dan 4

S : Klien mengatakan nafsu makan membaik

O : -KU baik

-Bibir lembab

-Porsi makan belum dihabiskan sebagian

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3 dan 4

III

S : Klien sudah mengatakan sudah BAB

O : -KU baik

-Peristaltik usus 7x/mnt

A : Masalah teratasi

P:–

S : Klien dapat melakukan aktivitasnya


sendiri

O : -KU baik
IV 12.00
-Tonus otot 5

A : Masalah teratasi sebagian

P:–

S : – Klien mengatakan badannya tidak


panas
V 13.00 O : – KU baik

– suhu tubuh 36,5°C

-Bibir lembab

A : Masalah teratasi

P:–

S : klien mengatakan nyeri berkurang

Jumat, 7-7- I 13.30 O : -KU baik


2006
-TTV

TD : 120/80 mmHg

N : 80x/mnt

A : masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 1,2,3 dan 4

S : Klien mengatakan nafsu makan baik

II 12.00 O : – KU baik

-Bibir lembab

-Porsi makan sudah dihabiskan

A : Masalah teratasi

P:–

S : Klien dapat melakukan aktivitasnya


sendiri
III 12.00 O : -KU baik

-Tonus otot 5

A : Masalah teratasi

P:–

IV 13.00

BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari makalah di atas dapat di simpulkan bahwa pengertian penyakit Typhus adalah penyakit
infeksi menular yang dapat terjadi pada anak maupun orang dewasa. Tetapi demam tifoid lebih
sering menyerang anak. Walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan daripada orang dewasa
Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem atau masalah yang serius
bagi kesehatan masyarakat di Negara-negara yang berkembang seperti halnya Indonesia yang
memiliki iklim tropis banyak di temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus Abdominalis
yang di temukan sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan oleh salmonella tyhpi.

1. Saran

Melalui makalah ini kami selaku penyusun makalah ini berharap agar pembaca senantiasa
memperdulikan akan kesehatannya sendiri, lingkungan dan sekitarnya agar terhindar dari
penyakit menular khususnya penyakit Typhus dengan melakukan pencegahan sejak dini
sehinnga penyakit ini tidak menjadi suatu Kejadian Luar Biasa (KLB).

DAFTAR PUSTAKA

Gupte, S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Alih bahasa Julius ES. Binarupa Aksara. Edisi III.

Simanjuntak, C H. 1990. Masalah Demam Tifoid di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran No.60

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI, “Mikrobiologi Kedokteran”, P.T. Binarupa Aksara,
Jakarta, 1993.

Staf pengajar FKUNDIP. 1996. Pengendalian Demam Tifoid. Jen. I.

Sudibjo, HR, “Jurnal Kedokteran YARSI”, Vol.4 No. 1 Jakarta, 1996, Januari.

Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol.1. Jakarta : EGC.

Soepaman, Sarwono Waspadji. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Jevuska. 2008. Demam Tifoid (Typhoid Fever), <http://www.jevuska.com/2008/05/10-
/demam-tifoidtyphoid- fever, tanggal akses: 26 September 2009>.

http://www.mediastore.co.id/kesehatan/news/0602/08/095423.htm

http://www.infokesehatan.co.id

Anda mungkin juga menyukai