KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah yang telah melimpahkan Taufik, Hidayah dan Inayah-Nya kepada
kita, sehingga kita masih dapat menghirup nafas keIslaman sampai sekarang ini. Shalawat dan
salam semoga tercurah pada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah berjuang dengan
semangatnya yang begitu mulia yang telah membawa kita dari jaman Jahilliyah kepada jaman
Islamiyah.
Dengan mengucap Alhamdulillah kami dapat menyusun makalah yang berjudul “ASKEP
THYPUS ABDOMINALIS”. Kami ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Pengampu
yang telah membimbing dalam setiap materi, tidak lupa teman-teman yang senantiasa saya
banggakan yang semoga kita selalu dalam lindungan Allah serta dapat berjuang dijalan Allah
SWT.
Kami menyadari tentunya makalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu saya mohon saran dan
kritik yang sifatnya membangun tentunya. Akhirnya saya mengucapkan terima kasih dan mohon
maaf apabila dalam penulisan masih terdapat kalimat-kalimat yang kurang dapat dipahami agar
menjadi maklum.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….. 1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….. 2
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar belakang………………………………………………………………………. 3
2. Tujuan penulisan……………………………………………………………………. 5
3. Manfaat Pemulisan………………………………………………………………… 5
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………. 6
BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan………………………………………………………………………….. 68
2. Saran…………………………………………………………………………………… 68
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………… 69
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Typhus Abdominalis ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
kesadaran.
Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem atau masalah yang serius
bagi kesehatan masyarakat di Negara-negara yang berkembang seperti halnya Indonesia yang
memiliki iklim tropis banyak di temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus Abdominalis
yang di temukan sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan oleh salmonella tyhpi . Bila
salmonella tyhpi berjalan bersama makanan atau terkontaminasi, ia berserang dijaringan limfoid
pada dinding usus. Aliran limfe membawa organ ini kedalam hati dan empedu.
Gejala demam tipoid atau Typhus abdominalis adalah suhu tubuh meningkat hingga 40c dengan
frekuensi nadi relative lambat. Sering ada nyeri tekan di perut.
Insiden infeksi Typhus abdominalis tertinggi terjadi pada usia 1- 4 tahun. Kenyataannya
sekarang penderita penyakit typhus di RS Roemani masih tinggi khususnya pada tahun 2008-
2009 tercatat penderita typhus mencapai 70%, terdiri dari 50% penderita laki-laki , 20%
penderita perempuan dan pada tahun 2009 , sampai april mencapai 414 penderita untuk kasus ini
masuk dalam kategori 10 jenis penyakit terbesar Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi
akut pada usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama
dengan enteritis akut, oleh karena itu penyakit ini disebut juga penyakit demam enterik.
Penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C, selain
demam enterik kuman ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan
septikemia (tidak menyerang usus).
Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak tertutup kemungkinan untuk orang
muda/dewasa. Kuman ini terdapat didalam kotoran, urine manusia, dan juga pada makanan dan
minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh lalat. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal
dengan nama thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut Tyfoid fever atau thypus
abdominalis, karena pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka, dan
menyebabkan perdarahan, serta bisa pula terjadi kebocoran usus.
Di Indonesia, diperkirakan insiden demam enterik adalah 300 – 810 kasus per 100.000 penduduk
per tahun. Menurut hasil SKRT tahun 1986 bahwa 3 % dari seluruh kematian (50.000 kematian)
disebabkan oleh demam enterik. Penyakit ini meskipun sudah dinyatakan sembuh, namun
penderita belum dikatakan sembuh total karena mereka masih dapat menularkan penyakitnya
kepada orang lain (bersifat carrier). Pada perempuan kemungkinan untuk menjadi carrier 3 kali
lebih besar dibandingkan pada laki-laki. Sumber penularan utama ialah penderita demam enterik
itu sendiri dan carrier, yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman Salmonella
typhi dalam tinja dan tinja inilah yang merupakan sumber pencemaran.
Kuman tersebut masuk melalui saluran pencernaan, setelah berkembang biak kemudian
menembus dinding usus menuju saluran limfa, masuk ke dalam pembuluh darah dalam waktu
24-72 jam. Kemudian dapat terjadi pembiakan di sistem retikuloendothelial dan menyebar
kembali ke pembuluh darah yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.
Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi dalam dunia
kedokteran disebut TYPHOID FEVER atau Thypus abdominalis, karena berhubungan dengan
usus pada perut.
1. Tujuan
Penulisan dalam makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pencegahan dan
pengobatan penyakit Thypus tersebut. Serta dapat mengetahui apa- apa saja yang menjadi dasar
dari penyebab penyakit Thypus ini.
1. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah kita bisa mengetahui penyebab timbulnya penyakit
Thypus tersebut, serta manfaatnya pun kita bisa mengetahui pencegahan apa saja yang bisa kita
lakukan agar terhindar dari penyakit Thypus.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
2. Demam tyfoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifatdifus, pembentukan
mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum (Soegeng Soegijanto, 2002).
3. Typus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala,
kelesuan, anoreksia, bradikardi, kadang-kadang pembesaran hati/limpa/atau keduanya.
4. Typoid adalah suatu penyakitpada usus yang menimbulkan gejal-gejala sistemik yang
disebabkan oleh salmonella typosa, salmonellatype A,B,C penularan terjadi secara pecal,
oral, melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief. M, 2009).
(http://pend.amanah-unik_blogspot.com/2007/08/typus abdominalis.html)
2. Etiologi
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasive yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri
perut, konstipasi, diare. Etiologi tipoid dan paratyphoid adalah S.typhi, S. Paratyhpi A, S.
Paratyhpi B, S. Paratyhpi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 2007), yaitu :
1. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora
yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu : Antigen O (somatic,
terdiri dari zat komplek liopolisakarida), Antigen H (flagella), Antigen V1 dan protein
membrane hialin.
2. Salmonella paratyphi A, B, dan C merupakan bagian dari virus Salmonella yang dapat
ditentukan dengan adanya pemeriksaan laboratorium.
3. Faces dan urine dari penderita thypus (Rahmat Juwono, 2006)
(http://pend.amanah-unik_blogspot.com/2007/08/typus abdominalis.html)
3. Patologi
Pada dasarnya tyipus abdominalis merupakan penyakit system retikuloendotelial yang
menunjukkan diri terutama pada jaringan limfusus, limpa, hati, dan sum-sum tulang. Di usus,
jaringan limf terletak antemesenterian pada dindingnya, dan dinamai plakat Peyer*.
Usus yang terserang tifus umumnya ileum terminale, tetapi kadang bagian lain ussu halus dan
kolon proksimal juga dihinggapi. Pada permulaan plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar,
menonjol, dan tampak seperti infiltrate atau hyperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu
pertama infeksi terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih besar di ileum daripada di kolon
sesuai dengan ukuran plakat Peyer yang ada disana. Kebanyakan tukaknya dangkal, tapi kadang
lebih dalam sampai menimbulkan pendarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang menembus
serosa. Setelah penderita sembuh biasanya ulkus membaik tanpa menimbulkan jaringan parut
dan fibrosis.
Jaringan retikuloendeotelial lain juga mengalami perubahan. Kalenjar limf mesentrial penuh
fagosit sehingga kalenjar besar dan melunak. Hati menunjukkan proliferasi sel polimor fonuklear
dan mengalami nekrosis fokal.
Jaringan system lain hampir selalu terlibat. Kandung empedu selalu terinfeksi, dan bakteri hidup
dalam empedu. Seduah sembuh, empedu penderita dapat tetap mengandung bakteri, yang
bersangkutan menjadi pembawa kuman. Sel ginjal mengalami pembengkakan keruh yang
mengandung koloni bakteri. Itu sebabnya pada minggu pertama ditemukan kumannya dalam air
kandung kemih. Bila sembuh penderita demikian menjadi pembawa kuman yang menularkan
lewat kemihnya. Parotitis dan orkitis kadang ditemukan pada penderita demam tifoid, sedangkan
bronchitis hamper selalu ada. Kadang terjadi pneumonia pada tifus abdominalis lebih sering
terjadi sekunder oleh infeksi pneumokokus.
Otot jantung membengkak dan menjadi melunak serta memberikan gambaran miokarditis.
Biasanya tekanan darah turun dengan nadi lambat (bradikardia relative) akibat miokarditis
tersebut. Vena sering mengalami thrombosis terutama v.femoralis, v.safena, dan sinus di otak.
Otot lurik dapat mengalami degenerasi Zenker* berupa hilangnya striae transversals disertai
pembengkakan otot. Otot yang sering terserang adalah otot diafragma, m.rektus abdomis, dan
otot paha. Ini yang mendasari kelemahan otot pada penderita.toksin di otot dapat juga
menyebabkan rupture spontan disertai pendarahan local. Infeksi sekunder kemudian
menyebabkan abses di otot bersangkutan.
Tulang dapat menunjukkan lesi supuratif berupa abses. Osteomielitis itu dapat berlangsung
sampai bertahun-tahun. Yang paling sering terkena adalah tibia, sternum, iga, dan ruas tulang
belakang. Pada demam tifoid sering didapat gambaran piogenik disertai adanya basil tifus yang
hidup darah. Ifeksi disumsum tulang dapat ditunjukkan dengan gambaran leokopenia disertai
dihilangnya sel polimorfonuklear dan eosinofil, dan bertambahnya sel mononuclear.
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap usus halus masuk ke dalam peredaran
darah sampai di organ-organ terutamahati dan limfe. Basil yang tidak hancur berkembang biak di
dalam hati dan limfe sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri dan perabaan.
Kamudian bila basil kembali masuk ke dalam darah (bakteriemia) dan melanjutkan ke seluruh
tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkantukakberbentuk lonjong pada
mukosa di atas plak nyeri, tukak tersebut dapat mengakibatkan pendarahan dan perforasi usu
halus, gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan oleh kelainan pada usus.
4. Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh basil Salmonella typhosa. Penularan dapat terjadi melalui
mulut lewat makanan yang tercemar kemudian kuman mengadakanpenetrasi ke usu halus dan
jaringan limfoid dan berkembang biak.
Selanjutnya kuman masuk ke aliran darah dan mencapai retikuloendoteal pada hati dan limpa,
sehingga organ-organ tersebut membesar disertai rasa nyeri pada perabaan.
Proses ini terjadi pada masa tunas 10-14 hari dan berakhir saat sel-sel retikuloendoteal
melepaskan kuman ke dalam darah. Kuman-kuman selanjutnya ke dalam beberapa organ-organ
tubuhterutama kelenjar lymphoid usus halus dan menimbulkan tukak yang berbentuk lonjong
pada mukosa di atas plak pejeri. Tukak dapat menyebabkan terjadinya pendarahan dan perforasi
usus.
5. Manifestasi Klinik
Gejala klinik yang pertama timbul disebabkan oleh bakteremia yang mengakibatkan gejala toksis
umum seperti letargi, sakit kepala, demam, dan beradikardia.
Selanjutnya gejala disebabkan oleh gangguan sistem retikulo endothelial, umpanya kelainan
hematologi, gangguan faal hati dan nyeri diperut. Kelompok gejala lainnya disebabkan oleh
komplikasi seperti ulserasi di usus dengan penyakitnya.
Masa tunas biasanya 5 sampai 14 hari, tetapi dapat sampai 5 minggu. Pada kasus ringan dan
sedang, penyakit biasanya berlangsung 4 minggu. Timbulnya berangsur, mulai dengan tanda
malaise, anoreksia, nyeri kepala, nyeri seluruh badang, letargi, dan demam. Demam ini tidak
selalu khas, kadang mirip dengan demam pada influenza .
Pada minggu pertama terdapat demam remiten* yang berangsur makin tinggi dan hampir selalu
disertai dengan nyeri kepala. Biasanya terdapat batuk kering dan tidak jarang ditemukan
epitaksis (mimisan). Hampir selalu ada rasa tidak enak atau nyeri diperut. Konstifasi sering ada,
tetapi diare juga sering ditemukan.
Kelainan maskulopapural berupa roseola berdiameter 2-5 mm terdapat pada kulit perut bagian
atas dan dada bagian bawah. Kelainan yang berjumlah kurang lebih 20 buah ini hanya tampak
selama 2-4 hari pada minggu pertama.
Pada minggu kedua demam umumnya menetap tinggi (demam kontinu) dan penderita tampak
sakit berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan sistem pencernaan. Diare dapat mulai,
kadang disertai perdarahan saluran cerna. Keadaan berat ini berlangsung sampai dengan minggu
ketiga. Selain alergi penderita mengallami delirium bahkan sampai koma akibat endotoksemia.
Pada minggu ketiga ini tampak gejala fisik lain berupa bradikardia relatif dengan limpa
membesar lunak.
Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir minggu ketiga dengan suhu badan menurun dan
keadaan umum tampak baik.
Tifus abdominalis dapat kambuh satu sampai dua minggu setelah demam hilang. Kambuhan ini
dapat ringan saja, tetapi dapat berat, dan mungkin terjadi dua atau tiga kali.
1. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat remiten dan suhu tinggi sekali
selama minggu pertama, suhu badan berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada
pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua pasienterus
berada dalam keadaan demam,pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normalkembali.
Pada mulut terdapat nafas berbau tak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (rageden) lidah
tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor pada abdomen
dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri palpasi.
Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berada dalam kondisi apatis, sampa
samnolen jarang terjadi stupor, koma, atau gelisah (kecualipenyakit berat dan terlambat
mendapat pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan bintik-bintik kemerahan karena emboli basil
dalam kapiler kulit, yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang
ditemukan pula bradikardi dan epistaksis (mimisan) pada anak besar.
6. Komplikasi
7. Pemeriksaan Laboratorium
8. Pemeriksaan darah tepi:dapat ditemukan leukopenia, limfositosis relatif, aneosinofilia,
trombositopenia, anemia.
9. Biakan empedu: basil salmonella typhi ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam
minggu pertama sakit.
10. Uji widal: adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan thypoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu:
Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
Aglutini Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa,
makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah
sembuhnya typhoid.
8. Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring
absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi
dilakukan bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu sekali
dijaga higiene perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh
pasien. Pasien dapat kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk mencegah
dekubitus, dan pneumonia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena
kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi urin.
Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai tingkat
kesembuhan pasien. Namun bebrapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat
dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayur dengan serat kasar) dapat
diberikan dengan aman. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk
mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan hemoestasis,
sistem imun akan tetap berfungsi dengan optimal.
Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi
parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi bebrapa obat yang bekerja secara
sinergis dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan septik.
Prognosis tidak begitu baik pada kedua keadaan di atas.
Namun berbeda dengan pengobatan pada penderita demam tifoid yaitu untuk wanita hamil.
Tidak semua antibiotik dapat diberikan. Kloramfenikol tidak boleh diberikan pada trimister
ketiga kehamilan, karena dapat menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan
sindrom Gray pada neonatus. Demikian pula dengan tiamfenikol yang mempunyai efek
teratogenik terhadap fetus. Namun pada kehamilan lebih lanjut tiamfenikol dapat diberikan.
Selain itu, kotrimoksazol dan fluorokuinolon juga tidak boleh diberikan.
Antibiotik yang aman bagi kehamilan adaah golongan penisil (ampisin, amoksisilin), dan
sefalosporin generasi ketiga, kecuali pasien yang hipersensitif terhadap obat tersebut.
Pengkajian:
1. Identitas
Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no.registrasi, status
perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal MR.
1. Keluhan Utama
Pada pasien typhoid biasanya mengeluh perut mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas,
dan demam.
Pada umumnya penyakit pada pasien Typhoid adalah demam, anoreksia, mual, diare, perasaan
tidak enak di perut, pucat (anemia), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan
kesadaran berupa somnolen sampai koma.
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit dan dirawat dengan yang sama, atau apakah
menderita penyakit lainnya.
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita yang sama atau sakit yang lainnya.
1. Riwayat Psikososial
Biasanya nafsu makan klien berkurang, adanya mua, muntah selama sakit, lidah kotor, dan terasa
pahit waktu makan sehingga dapat memepengaruhi status nutrisi berubah karena terjadi
gangguan pada usus halus.
Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan sakit pada perutnya,
mual, muntah, kadang diare. Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan
yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami
keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi referensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi,
konsumsi cairan tidak sesuai dengan kebutuhan.
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan memengaruhi pengetahuan dan kemampuan
dalam merawat diri.
Di dalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
Pola penanggulangan stress
Stress timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap berhubungan interpersonal dan peran serta
mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.
Timbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan
kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
1. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui
berat ringannya prognosis penyakit pasien.
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien /
kondisi pasien. Disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB
karena peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi
yang dibutuhkan. Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual,
perut tidak enak, anorexia.
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata
cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi
pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.
Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi
bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami
penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
Sistem muskuloskoletal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil.
Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.
Diagnosa Keperawatan
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia,
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik.
Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
pengeluaran cairan yang berlebihan (mual/muntah).
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pencernaan.
Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan respon imun.
Resiko integritas kulit berhubungan dengan program terapi bedrest total.
Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi.
Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1 : Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.
Tujuan : Suhu tubuh normal
Intervensi :
Beri kompres dengan air hangat pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas
Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang tipis dan dapat menyerap keringat
seperti katun
R/ menjaga kebersihan badan, agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu
mengurangi penguapan tubuh
Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh.
R/ klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi
kecemasan yang timbul.
Kriteria hasil :
Intervensi :
R/ meningkatkan status makanan yang disukai dan menghindari pemberian makan yang tidak
disukai.
R/ untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan
meningkat.
Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang,
maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
R/ antasida mengurangi rasa mual dan muntah. Nutrisi parenteral dibutuhkan terutama jika
kebutuhan nutrisi per oral sangat kurang.
Intervensi :
Beri motivasi pada pasien dan keluarga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan
(mis : Miring kanan, miring kiri).
R/ pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.
Intervensi :
Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.
Kriteria hasil : Individu akan menyampaikan kepuasan setelah tindakan pereda nyeri diberikan.
Intervensi :
R/ menghilangkan nyeri.
Kriteria hasil : Individu dapat menyebutkan faktor resiko yang berkaitan dengan infeksi dan
kewaspadaan yang dibutuhkan.
Intervensi :
Kaji adanya faktor prediktif.
R/ Faktor prediktif adalah factor terkontrol yang sudah teridentifikasi mampu meningkatkan
resiko infeksi dan menurunkan pertahanan hospes.
Diagnosa Keperawatan 7 : Resiko integritas kulit berhubungan dengan program terapi bedrest
total.
Intervensi :
R/ Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dan mencegah tekanan lama pada jaringan.
R/ pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan pencegahan penyakit typhoid.
Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada yang belum
dimengerti
R/ Mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga pasien setelah di beri penjelasan
tantang penyakitnya.
BAB III
TINJAUN KASUS
1. PENGKAJIAN
2. Identitas klien
Nama : TN “A”
Umur : 59 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
Pendidikan : D III
Pekerjaan : Guru
Nama : NY “N”
Umur : 50 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Wiraswasta
2. Keluhan Utama
Demam
klien mengalami demam sejak 2 minggu yang lalu. Klien minum obat penurun demam tapi tidak
ada perubahan. Akhirnya keluarga membawanya ke rumah sakit dan dokter memutuskan untuk
di opname.
3. Riwayat kesehatan
4. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien masuk rumah sakit dengan demam keluhan dirasakan ± 2 minggu yang lalu, klien sudah
berobat dipuskesmas tetapi tidak ada perubahan sehingga klien memutuskan untuk berobat ke
RSUD Makassau Parepare pada hari Sabtu, tanggal 24 Juni 2006 di poli klinik Internal dan klien
dianjurkan untuk opname untuk mendapatkan perawatan dan perawatan yang intensif, kondisi
klien saat dikaji klien demam, kadang mual dan muntah.
Q (Qualitatif) : Remitten
Genogram
GI
GII
50
59
65
67
GIII
GIV
30
29
35
Keterangan :
: Laki – laki
: Perempuan
: Klien
: Meninggal
: Garis keturunan
GIV : 1,2,3,4, meninggal karena prematur, penyakit paru – paru dan kecelakaan
4. 4. Pemeriksaan Fisik
5. a. Keadaan Umum : KU nampak lemah
b.Kesadaran : Composmentis
c.Tanda-tanda vital :
T : 120/60 mmHg
N : 84 x/menit
S : 40 °C
P : 20 x/menit
1. Kepala
– Warna Putih
1. Muka
1. Mata
Inspeksi : – Matasimetris kiri dan kanan
– Pupil isokor
1. Hidung
1. Telinga
1. Rongga Mulut
Inspeksi :
1. Leher
– Irama teratur
1. l. Jantung
1. Abdomen
1. Status Neurologi
2. Nervus I ( Olfaktorius ) : mampu mebedakan bau-bauan
3. Nervus II ( Optikus ) : lapang pandang 90’C
4. Nervus III ( Okulomotoris ) : IV (Troklearis) VI (Abdusens) : pupil isikor, refleks kornea
baik, gerakan bola mata kesegala arah
5. Nervus V (Trigeminus) : Pergerakan otot messeter saat mengunyahbaik, dapat merasakan
goresan kapas
6. Nervus VII (fasialis) : mampu tersenyum, mengangkat alis, mengerutkan dahi,
mengembangkan pipih
7. Nervus VII (Auditorius) : fungsi pendengaran baik
8. Nervus IX (Glassofarineus) : fungsi pengecapan baik
9. Nervus X (Vagus) : refleks menelan baik
10. Nervus XI (Assesorius) : dapat menahan tekanan saat disuruh menoleh, dan dapat
menahan bahu
11. Nervus XII (Hypogiosus) : gerakan lidah baik
12. Pola Kegiatan Sehari-hari
13. Nutrisi
Tidak dihabiskan
3
Baik
Nafsu makan Kurang
4
Bakso
Makanan kesukaan –
5
–
Makanan pantangan Makanan keras
1. Cairan
1. Eliminasi
2. BAK
4 Kesulitan BAK – –
2. BAB
2 Warna Kuning –
3 Konsisten Lembek –
5 Tempat pembuangan WC
1. Istirahat Tidur
NO. KEBIASAAN SEBELUM SAKIT SELAMA SAKIT
1. Tidur malam 22.00 – 05.00 21.00 – 06.00
1. Personal Hygiene
Sebelum sakit : Klien kadang jalan – jalan pagi dan berkunjung kerumah keluarga dihari libur
6. Riwayat Psikososial
7. Interaksi sosial
8. Klien berinteraksi dengan baik terhadap keluarga, perawat dan tim kesehatan lainnya
9. Orang terdekat dengan klien adalah istrinya
10. Riwayat spiritual
11. Klien menganut agama islam dan percaya kepada Allah SWT
12. Klien menganggap penyakitnya adalah cobaan dari Allah SWT
13. Klien kadang mengikuti pengajian di daerahnya
14. Selama sakit klien selalu berdoa
15. Riwayat psikologi
16. Pola konsep diri : klien menganggap penyakitnya adalah cobaan dari Allah SWT
17. Pola kognitif : klien dapat berinteraksi dengan baik, klien mampu mengenal perawat,
dokter dan tim kesehatan lainnnya.
18. Pola koping : bila ada masalah klien membicarakan dengan istrinya
19. Pola interaksi : hubungan dengan keluarga, perawat, dan tim kesehatan lainnya baik.
20. Pemeriksaan Diangnostik
Laboraturium
HB : 12,1 Lg/dl (12,0 – 18,0)
Wdal
Titer O :–
Titer H : 1/80
Titer AH : 1/60
Titer BH :–
TD : 160/80 mmHg
N : 84 x/menit
P : 20 x/menit
S : 40oC
Hipertermi
↓
DS :
Peningkatan suhu tubuh
– klien mengeluh
kurang nafsu makan
– klien mengatakan
Peradangan di usus halus Pemenuhan
2 kadang mual dan
nutrisi kurang
muntah
↓ dari kebutuhan
– klien mengatakan
S.U.H Infeksi usus halus
DO: ↓
Intake kurang
DS : ↓
DO :
– KU lemah
↓
DS:
Sistem saraf Pusat
-Klien mengatakan
susah untuk BAB ↓
sejak 3 hari yang lalu Persepsi nyeri
DO ↓
-peristaltik 3x/mnt
↓
DS :
Molitik usus menurun
-klien mengeluh lemah
↓
-Klien mengatakan
aktifitasnya hanya di Vaeces mengeras
bantu
↓
DO:
Kostipasi
KU Lemah
↓
-klien nampak bedres
Gangguan
-Kebutuhan nampak
dilayani ditempat tidur eliminasi BAB
Klien mengatakan ↓
kadang mual dan
muntah Pemberian ATP dan ADP
Terganggu
↓
DO
Energi berkurang /penurunan
-Mukosa bibir tonus otot
TTV ↓
↓ Resiko
Anorexia
Intake kurang
– Mukosa bibir
4. Anjurkan
kering 5. Agar tidak menahan
klien untuk bedrest
pengeluaran panas secara
– Lidah kotor konveksi
– TTV : S= 40`C
5. Ganti baju 6. Untuk membantu :
klien dengan
pakaian tipis dan – menurunkan suhu tubuh
menyerap keringat
– mencegah infeksi
6.
Penatalaksanaan – mengganti cairan secara
pemberian : cepat akibat evaporasi
– Antipiretik
2.
Hypotensi,tahikardi,dea=mam
1. Pantau intake dapat menunjukan respon tubuh
dan output klien atau efek
2
3. Kompres hangat
Resiko kekurangan Kekurangan memperlancar peredaran darah
volume cairan volume cairan ke otak lancar sehingga suhu
berhubungan dengan tidak terjadi, kembali normal
mual dan muntah, dengan 2. Observasi
ditandai dengan : kriteria : TTV : 4. Mengganti cairan yang
keluar melalui evaporasi
DS : – TTV : Tensi,nadi suhu
5. Mempertahankan
Klien mengatakan S : 36°C - keadekutan volume cairan
kadang mual dan 37°C dengan cepat
muntah 3. Berikan
T : 120/60 kompres air hangat
DO : x/mnt pada dahi dan
axilla
– mukosa bibir N : 80 x/mnt
kering 4. Anjurkan 1. Untuk mengetahui sejauh
– Bibir klien untuk banyak mana nyeri yang dirasakan
– klien nampak lembab minum sehingga dapat menentukan
pucat intervensi selanjutnya
– Klien tidak 5.
– TTV : pucat Penatalaksanaan 2. Dapat menunjukkan
pemberian cairan dengan tepat pencetus/factor
S : 40°C – Klien tidak intravena yang memperberat dan
mual dan
T : 130/90 mmHg muntah mengidentifikasi hasil
6.
Pentalaksanaan
pemberian 5. Laktasil sebagai
suplemen vitamin perangsang keluarnya feces
PEMBERI
HARI/TGL NO.DX JAM TINDAKAN KEPERAWATAN TINDAKAN DAN
TTD
Senin, 3-7-
I 09.00 1. Mengobservasi TTV
2006
terutama suhu tubuh tiap 2 jam
Hasil : S : 40°C
5. Menganjurkan klien
memakai pakaian tipis dan
menyerap keringat
Hasil :
– paracetamol 3×1
– IVFD RL 20 tetes/menit
Output : 1200 cc
2. Observasi TTV
Hasil : S : 40 oC
5. Penatalaksanaan pemberian
cairan intravena
11. 40
4. Menganjurkan keluarga
untuk menyediakan makanan
dalam ventilasi yang baik dan
lingkungan yang menyenangkan
10.20
1. Mengkaji pola eliminasi
klien
2. Mengauskultasi peristaltik
usus setiap jam
Hasil : peristaltik usus 3 x/mnt
10.00
1. Mengkaji kemampuan pola
aktivitas klien
Melakukan aktivitasnya
3. Mendekatkan barang-barang
dan alat-alat kebutuhan klien di
tempat yang mudah dijangkau
5. Penatalaksanaan pemberian
antipiretik, antibiotik, dan cairan
parental.
2. Mengobservasi TTV
Hasil : S : 37,7 oC
5. penatalaksanaan pemberian
cairan parental
09.00
4. Memberi tindakan
kenyamanan
Hasil : propiretik 3 x 1
3. Menyediakan makanan
selingan dalam ventilasi yang baik
dan lingkungan menyenangkan
4. Menjelaskan tentang
pentingnya makanan untuk proses
penyembuhan
II 09. 05
5. Penatalaksanaan pemberian
suplemen vitamin
2. Mengauskultasi peristaltik
usus tiap 6 jam
09. 30
Hasil : peristaltik usus 4 x/menit
3. Menganjurkan makan
makanan yang berserat
4. Menganjurkan untuk
mobilisasi secara bertahap sesuai
indikasi
12. 10
1. mengobservasi TTV,
12. 25 terutama suhu tubuh tiap 2 jam,
Hasil : S : 38 o C
5. penatalaksanaan pemberian
08. 35 antipiretik, antibiotik, dan cairan
parental
2. Mengobservasi TTV
08. 45
Hasil : S : 37,5 oC
5. Penatalaksanaan pemberian
cairan intravena
V 08. 10
3. Memberikan tindakan
kenyamanan
08. 20
1. mengkaji pola makan klien
4. Menjelaskan tentang
pentingnya makan untuk proses
penyembuhan
5. Penatalaksanaan pemberian
suplemen vitamin
Hasil : Neurodex 1 x 1
VI 08. 30
2. Mengauskultasi peristaltik
08. 40 usus
2. Mengkaji kemampuan
aktivitas klien
1. Mengobservasi TTV
terutama suhu tubuh
3. Penatalaksaan pemberian
antibiotik dan cairan parental
09. 20
Hasil : Kloramfenikol 3×1
Output : 3000 cc
2. Mengobservasi TTV
Hasil : S : 36, 7 oC
3. Penatalaksanaan pemberian
intravena
II 10. 45
Hasil : infus RL 20 tts/ menit
10. 50
1. Mengkaji tingkat nyeri
2. Menganjurkan melakukan
tehnik relaksasi
11. 05
3. Penatalaksanaan pemberian
analgetik
4. Penatalaksanaan pemberian
suplemen vitamin
10. 00
1. Mengkaji pola eliminasi
12. 10 BAB
4. Menganjurkan untuk
12. 00 mobilisasi secara bertahap sesuai
indikasi
09. 40
1. Mengobservasi TTV,
10. 20 terutama suhu tubuh
3. Penatalaksanaan pemberian
antibiotik dan cairan parental
10. 40
1. Mengkaji pola makan klien
Hasil : porsi makan dihabiskan
4. Penatalaksanaan pemberian
08.10 suplemen vitamin
08.15
09.55
10.00
III 12.10
12.15
13.30
IV 08.20
12.00
08.15
12.00
V 08.30
08.35
08.40
08.45
VI 09.00
09.10
09.15
09.20
Jumat, 7-7-
2006
I 09.00
09.05
12.00
II 10.05
10.15
III 12.05
12.00
12.15
10.00
IV 09.00
11.00
11.20
O : – Ku lemah
– Suhu tubuh 40 oC
S:–
II 13.30
O:– Mukosa bibir kering
– TTV
TD : 120/60 S : 40 oC
N : 84 x/menit
– Suhu tubu 38 oC
S:–
O : -Tonus nilai 4
-KU lemah
Rabu, 5-7- I 12.30
2006 A : Masalah belum teratasi
O : -KU lemah
III 13.00
O : -KU lemah
-Lidah kotor
O : – KU lemah
V 13.15
-KU lemah
VI 13.30
O : -KU lemah
-Bibir kering
O : -KU baik
-TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 80x/mnt
O : -KU baik
-Bibir lembab
III
O : -KU baik
A : Masalah teratasi
P:–
O : -KU baik
IV 12.00
-Tonus otot 5
P:–
-Bibir lembab
A : Masalah teratasi
P:–
TD : 120/80 mmHg
N : 80x/mnt
II 12.00 O : – KU baik
-Bibir lembab
A : Masalah teratasi
P:–
-Tonus otot 5
A : Masalah teratasi
P:–
IV 13.00
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari makalah di atas dapat di simpulkan bahwa pengertian penyakit Typhus adalah penyakit
infeksi menular yang dapat terjadi pada anak maupun orang dewasa. Tetapi demam tifoid lebih
sering menyerang anak. Walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan daripada orang dewasa
Penyakit typhus abdominallis atau demam thypod merupakan problem atau masalah yang serius
bagi kesehatan masyarakat di Negara-negara yang berkembang seperti halnya Indonesia yang
memiliki iklim tropis banyak di temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus Abdominalis
yang di temukan sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan oleh salmonella tyhpi.
1. Saran
Melalui makalah ini kami selaku penyusun makalah ini berharap agar pembaca senantiasa
memperdulikan akan kesehatannya sendiri, lingkungan dan sekitarnya agar terhindar dari
penyakit menular khususnya penyakit Typhus dengan melakukan pencegahan sejak dini
sehinnga penyakit ini tidak menjadi suatu Kejadian Luar Biasa (KLB).
DAFTAR PUSTAKA
Gupte, S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Alih bahasa Julius ES. Binarupa Aksara. Edisi III.
Simanjuntak, C H. 1990. Masalah Demam Tifoid di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran No.60
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI, “Mikrobiologi Kedokteran”, P.T. Binarupa Aksara,
Jakarta, 1993.
Sudibjo, HR, “Jurnal Kedokteran YARSI”, Vol.4 No. 1 Jakarta, 1996, Januari.
Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol.1. Jakarta : EGC.
Soepaman, Sarwono Waspadji. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
Jevuska. 2008. Demam Tifoid (Typhoid Fever), <http://www.jevuska.com/2008/05/10-
/demam-tifoidtyphoid- fever, tanggal akses: 26 September 2009>.
http://www.mediastore.co.id/kesehatan/news/0602/08/095423.htm
http://www.infokesehatan.co.id