Dosen Pengampu:
Muhammad Yunus, S. Thl., M. Thl,.
Disusun oleh:
Kelompok 2
Dosen Pengampu:
Muhammad Yunus, S. Thl., M. Thl,.
Disusun oleh:
Kelompok 2
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini pada waktu yang telah ditentukan.
Adapun tujuan dari makalah yang berjudul “Munakahat” ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam 2 semester 2 jurusan Bahasa Inggris Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan tahun pelajaran 2015/2016.
Dengan selesainya makalah ini tidak luput dari bantuan segala pihak. Penulis tak lupa
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Yunus sebagai dosen Pendidikan Agama Islam 2 yang telah membimbing kami.
2. Orang tua yang telah mendukung penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa hasil makalah ini masih jauh dari sempurna, seperti kata
pepatah tak ada gading yang tak retak dan tak ada mawar yang tak berduri.
Walaupun makalah ini sangat sederhana, namun mudah-mudahan memberi manfaat bagi
penulis untuk pelatihan, dan khususnya bagi pembaca untuk pembelajaran.
Penulis
DAFTAR ISI
Judul Makalah…………………………….………………………………………………….. i
Kata Pengantar………………………...……………………………………………………… ii
Daftar Isi………………………………………...……………………………………………. iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang……………….……………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………… 1
C. Tujuan dan Manfaat………..………………………………………………………... 1
BAB II Pembahasan
A. Definisi Munakahat……………………….…………………………………………... 2
B. Konsep Pernikahan Dalam Islam………………….………………………………….. 2
C. Hukum Dilakukannya Pernikahan……………………………………………………. 4
D. Syarat dan Rukun Pernikahan………………………………………………………… 5
E. Hikmah Munakahat…………………………………………………………………… 7
F. Larangan Pernikahan Dalam Islam…………………………………………………… 8
G. Kafaah Dalam Munakahat……………………………………………………………. 10
BAB III Penutup…………………………………………………………………………….... 12
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………… iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang universal, agama yang mencakup semua sisi kehidupan.
Tidak ada suatu masalah pun dalam kehidupan ini yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada
satupun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan
sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam.
Allah telah menciptakan segala sesuatu yang berpasang-pasangan. Ada lelaki, ada
wanita. Allah memberi karunia kepada manusia berupa pernikahan untuk memasuki jenjang
hidup abru yang bertujuan untuk melajutkan dan melestarikan generasinya.
Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana
mencari kriteria bakal calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya saat
ia resmi menjadi sanga penyejuk hati. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana
mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan
tidak melanggar tuntunan Rasulullah SAW, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana
namun tetap penuh pesona. Islam mengajarkannya. Oleh karena itu, melalui makalah ini,
kami ingin membahas pernikahan yang sesuai dengan syariatNya.
B. Rumusan Masalah
Adapun tujuan utama dalam pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan
pengetahuan yang lebih rinci mengenai materi mata kuliah Agama Islam 2 yang dipelajari di
semester dua yang belum diketahui sebelumnya, yaitu tentang munakahat (pernikahan dalam
Islam).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Munakahat
Kata munakahat yang tedapat dalam bahsa Arab yang berasal dari akat kata na-ka-ha,
yang terdapat dalam bahasa Indonesia berarti pernikahan. 1 Munakahat atau pernikahan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.2 Pernikahan adalah suatu cara yang Allah tetapkan sebagai jalan bagi
manusia untuk beranak, berkembang biak, dan menjaga kelestarian hidupnya, setelah
masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan
tujuan pernikahan.3 Selain itu, perkawinan adalah sunatullah yang dengan sengaja
diciptakan oleh Allah yang tujuannya untuk melanjutkan keturunan dan tujuan-tujuan
lainnya.4 Allah SWT berfirman:
“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran
Allah.” (Al Qur’an surat Adh-Dhariyat : 49)5
1. Minta pertimbangan.
Bagi seorang lelaki, sebelum ia memutuskan untuk menikahi seorang wanita
untuk menjadi istrinya, hendaklah ia juga meminta pertimbangan dari kerabat dekat
wanita tersebut yang baik agamanya. Mereka hendaknya orang yang tahu benar tentang
3. Khitbah (peminangan).
8 Khabib Mustofa, “Proses Tata Cara Pernikahan Yang Islami”, dalam http://www.khabib.staff.ugm.ac.id/index.
(15 Mei 2016)
9 Ibid.
10 Ibid.
11 Ibid.
12 Ibid.
6. Walimah.
Walihatul urusy hukumnya wajib. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW
kepada Abdurrahman bin Auf :
“…Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing.” (Hadits Rimawat Abu
Dawud disahihkan oleh Al-Alabni dalam Shahih Abu Dawud no. 1854.)
c. Sedapat mungkin memotong seekor kambing atau lebih sesuai dengan taraf
ekonominya.13
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukum nikah, ada yang mengatakan
wajib, sunah, hara, makruh, dan mubah.
1. Wajib nikah
Banyak dari ulama mengatakan bahwa seseorang yang mampu (secara fisik dan
ekonomi) untuk menikah, maka wajib baginya untuk menikah, karena pada dasarnya
perintah itu menunjukkan kewajiban, dan di dalam pernikahan tersebut terdapat
maslahat yang agung.14
2. Sunah nikah
Nikah hukumnya sunah bagi orang yang mempunyai syahwat, dan mempunyai
harta, tetapi tidak khawatir terjerumus dalam maksit dan perzinaan. Imam Nawawi di
dalam Syareh Shahih Muslim menyebutkan judul dalam Kitab Nikah sebagai berikut :
“Bab Dianjurkannya Menikah Bagi Orang yang Kepingin Sedangkan Dia Mempunyai
Harta.”15
3. Haram nikah
Orang yang belum mampu membiayai rumah tangga, atau diperkirakan tidak
dapat memenuhi nafkah lahir batin, maka haram baginya menikah, sebab akan menyakiti
perasaan wanita yang akan dinikahinya. Demikian juga diharamkan menikah, apabila
ada tersirat niat menipu wanita itu atau menyakitinya.16
4. Makruh nikah
13 Ibid.
14 An Nawawi, Syark Shahih Muslim (Jakarta : Darus Sunah, 2010), 171.
15 Ibid,
172.
16 M. Ali Hasan, Pedoman…7.
Orang yang tidak dapat memenuhi nafkah lahir batin, tetapi tidak sampai
menyusahkan wanita itu. Kalau dia orang berada dan kebutuhan biologisnya tidak begitu
menjadi tuntutan, maka terhadap orang itu dimakruhkan menikah. Sebab, nafkah lahir
batin menjadi kewajiban suami, entah itu diminta atau tidak oleh istri. 17
5. Mubah nikah
Pada dasarnya hukum nikah adalah mubah, karena tidak ada dorongan atau
larangan untuk menikah, sebagaimana telah disebutkan di atas. 18
Setiap perbuatan hukum -hukum negara dan hukum Islam- harus memenuhi dua unsur,
yaitu rukun dan syarat. Rukun ialah pokok (tiang) dalam setiap perbuatan hukum.
Sedangkan syarat ialah unsur pelengkap dalam setiap perbuatan hukum. Jika kedua unsur ini
tidak terpenuhi, maka perbuatan itu dianggap tisak sah menurut hukum. 19 Rukun juga bisa
diartikan dengan sesuatu yang mesti ada sebagai penentu sah dan tidaknya suatu pekerjaan
(ibadah), dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan tersebut. 20 Secara rinci, rukun
nikah adalah :
3. Wali nikah
a) Beragama Islam
b) Laki-laki
c) Baligh
d) Berakal
e) Jelas orangnya
17 Ibid.
18 Ibid.
19 Departemen Agama RI, Pedoman Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam, 1997), 16
20 Abd. Rahmad Ghozaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Prenada Media, 2003), 46
21 Ibid, 48.
22 Nasiri, Praktik Pronstitusi Gigolo Ala Yusuf Al-Qardawi (Surabaya: Khalista, 2010), 16.
f) Dapat memberikan persetujuan
g) Tidak terdapat halangan perkawinan, seperti tidak dalam keadaan ihram dan umrah.
b) Perempuan.
c) Jelas orangnya.
e) Tidak terdapat halangan perkawinan, seperti tidak dalam keadaan ihram dan umrah.
a) Laki-laki.
b) Dewasa.
d) Beragama Islam.
e) Dewasa.
e) Orang yang terkait dengan ijab dan qabul tidak sedang dalam keadaan haji dan
umrah.
f) Majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri paling kurang empat orang, yaitu calon
mempelai pria atau wakilnya, wali dan calon mempelai wanita atau wakilnya, dan
dua orang saksi.
Dalam KHI, tentang rukun nikah ini disebutkan dalam Pasal 14 yaitu untuk
melaksanakan perkawinan harus ada : calon suami, calon istri, wali nikah, dua orang
saksi dan ijab serta qabul.23 Mengenai syarat-syarat melakukan perkawinan dijelaskan
dalam pasal 15 sampai dengan pasal 38. 24 Berkaitan dengan kedua calon mempelai yang
akan melangsungkan pernikahan disyaratkan juga ketentuan-ketentuan sebagaimana
yang tercantum dalam UU No. 1/1974 tentang Perkawinan Pasal 6 dan Pasal 7. 25
A. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah ialah suatu perkawinan yang dalam jangka waktunya ditetapkan,
baik dalam akad nikah maupun dalam perjanjian sebelum atau sesudahnya. 26 Nikah
mut’ah atau nikah yang sifatnya sementara ini merupakan suatu bentuk perkawinan
terlarang yang dijalin dalam tempo yag singkat untuk mendapakan perolehan yang
ditetapkan.27 Maksud dan tujuan dari nikah mut’ah hanya untuk memperoleh kesenangan
seksual, dan tidak ada tujuan untuk membentuk rumah tangga yang abadi, kekal,
sakinah, mawaddah wa rahmah, dan itu bertentangan dengan tujuan pernikahan yang
disyariatkan dalam Islam.28
B. Nikah Muhallil
Nikah muhallil adalah nikah yang dimaksudkan untuk menghalalkan mantan istri
yang telah ditalak tiga kali. Nikah yang semacam ini termasuk dosa besar dan mungkar
yang diharamkan oleh Allah dan pelakunya mendapat laknat. 29
C. Nikah Syighar
Nikah syighar adalah pernikahan yang didasarkan pada janji atau kesepakatan
penukaran, yaitu menjadikan dua orang perempuan sebagai mahar atau jaminan masing-
masing. Ucapan aqad adalah “saya nikahkan Anda dengan anak saya atau saudara
perempuan saya, dengan syarat Anda menikahkan anak atau saudara perempuan Anda.”
Jika pernikahan ini terjadi, maka pernikahannya batal. 30 Rasulullah melarang kawin
semacam ini dalam Hadits Riwayat Muslim juz 2, sebagaiman sabdanya :
F. Hikmah Pernikahan
Pernikahan adalah ikatan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri. Ia
merupakan pintu gerbang kehidupan berkeluarga yang mempunyai pengaruh terhadap
keturunan dan kehidupan masyarakat. Keluarga yang kokoh dan baik menjadi syarat penting
bagi kesejarteraan masyarakat dan kebahagiaan umat manusia pada umumnya. Islam
mengajarkan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang suci, baik, dan mulia. Pernikahan
menjadi dinding kuat yang memelihara manusia dari kemungkinan jatuh ke lembah dosa
yang disebabkan oleh nafsu birahi yang tak terkendalikan. Banyak sekali hikmah yang
terkandung dalam pernikahan, yaitu:
A. Menentramkan jiwa.32
Allah menciptakan hambaNya hidup berpasangan dan tidak hanya manusia saja,
tetapi juga hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hal itu adalah sesuatu yang alami, yaitu pria
tertarik kepada wanita dan begitu juga sebaliknya. Bila sudah terjadi aqad nikah, si
wanita merasa jiwanya tenteram, karena merasa ada yang melindungi dan ada yang
bertanggung jawab dalam rumah tangga. Suami pun merasa tentekan karena ada
pendampingnya untuk mengurus rumah tangga, tempat menumpahkan perasaan suka
dan duka, dan bermusyawarah dalam menghadapi berbagai persoalan. Allah berfirman :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri - istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikanNya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Al-Qur’an surat Ar-Ruum : 21)
“Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu
dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-
31 Ibid, 38.
32 Yazid bin Abdul Qadir Jawas, “Konsep Islam Tentang Perkawinan”, dalam https://almanhaj.or.id/173-konsep-
islam-tentang-perkawinan.html (15 Mei 2016)
33 Ibid.
baik. Maka mengapakan mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat
Allah?” (Al Qur’an surat An Nahn : 72)
Berdasarkan ayat tersebut di atas jelas, bahwa Allah menciptakan manusia ini
berpasang-pasangan supaya berkembang biak mengisi bumi ini dan memakmurkannya.
Atas kehendak Allah, naluri manusia pun menginginkan demikian.
Hampir semua orang yang sehat jasmani dan rohaninya menginginkan hubungan
seks. Pemenuhan kebutuhan ini harus diatur melalui lembaga perkawinan, supaya tidak
terjadi penyimpangan, tidak lepas begitu saja sehingga norma-norma adat-istiadat dan
agama dilanggar. Kecenderungan cinta lawan jenis dan hubungan seksual sudah ada
tertanam dalam diri manusa atas kehendak Allah. Allah menghendaki demikian
sebagaimana firman-Nya :
“Bagaimana kamu akan mengambilkanya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul
(bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah
mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (Al Qur’an surat An-Nisa : 21)
Pada dasarnya, Allah menciptakan manusia di dalam kehidupan ini, tidak hanya
untuk sekedar makan, minum, hidup kemudian mati seperti yang dialami oleh makhluk
hidup lainnya. Lebih jauh lagi, manusia diciptakan supaya berpikir, menentukan,
mengatur, mengurus segala persoalan, mencari dan memberi manfaat untuk umat.
34 Ibid
35 Ibid
36 Ibid
dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah
SAW bersabda :
Kafaah dalam terminologi hukum Islam ialah menyaratkan agar suami muslim mesti
sederajat, sepadan, atau lebih unggul dibandingkan sitrinya, meskipun seorang perempuan
boleh memilih pasangannya dalam perkawinan. Ini bertujuan agar ia tidak kawin dengan
laki-laki yang derajatnya berada di bawahnya. 37
Hasbullah Bakry menjelaskan bahwa pengertian kafaah ialah kesepakatan di antara calon
suami dan istri setidak-tidaknya dalam tiga perkara, yaitu :
Dalam hal kafaah, baik Imam Abu Hanafi, Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, maupun
Imam Hambali memandang penting faktir agama sebagai unsur yang harus diperhitungkan.
Bahkan Imam Asy-Syafi’i dan Imam Malik lebih menekankan pentingnya unsur ketaatan
dalam beragama.39 Sedangkan Nabi Muhammad SAW memberikan ajaran mengenai
ukuran-ukuran kafaah dalam perkawinan agar mendapatkan kebahagiaan dalam rumah
tangga berdasarkan hadits nabi :
“Dari Said bin Abu Su’bah dari ayahnya dari Abu Hurairah dari Nabi SAW :
Sesungguhnya beliau bersabda : “Nikahilah perempuan karena empat perkaa : pertama
karena hartanya, kedua karena derajatnya, (nasabnya), ketiga kecantikannya, ke empat
agamanya, maka pilihlah karena agamanya, maka terpenuhi semua kebutuhanmu.””40
Meskipun masalah kafaah itu tidak diatur dalam Undang-Undang Perkawinan, akan
tetapi masalah tersebut sangat penting untuk mewujudkan suatu rumah tangga yang harmonis
dan tenteram, sesuai dengan tujuan perkawinan itu sendiri, yakni ingin mewujudkan suatu
keluarga yang bahagia berdasarkan cinta dan kasih saying sehingga masakah keseimbangan
dalam perkawinan itu perlu diperhatikan demi mewujudkan tujuan perkawinan. 41
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu.” (Al Qur’an surat Al Hujarat : 13)43
PENUTUP
Kata munakahat yang tedapat dalam bahsa Arab yang berasal dari akat kata na-ka-ha,
yang terdapat dalam bahasa Indonesia berarti pernikahan. Munakahat atau pernikahan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
A. Minta pertimbangan.
B. Shalat istikharah.
C. Khitbah (peminangan).
D. Melihat wanita yang dipinang.
E. Aqad nikah
F. Walimah.
B. Sunah nikah, jika orang tersebut mempunyai syahwat, dan mempunyai harta, tetapi tidak
khawatir terjerumus dalam maksit dan perzinaan.
C. Haram nikah, untuk orang yang belum mampu membiayai rumah tangga, atau diperkirakan
tidak dapat memenuhi nafkah lahir batin.
D. Makruh nikah, untuk orang yang tidak dapat memenuhi nafkah lahir batin, tetapi tidak
sampai menyusahkan wanita itu.
E. Mubah nikah. Pada dasarnya hukum nikah adalah mubah, karena tidak ada dorongan atau
larangan untuk menikah, sebagaimana telah disebutkan di atas.
C. Nikah Syighar : nikah syighar adalah pernikahan yang didasarkan pada janji atau
kesepakatan penukaran.
A. Menentramkan jiwa.
B. Mewujudkan keturunan.
C. Memenuhi kebutuhan biologis.
D. Latihan memikul tanggung jawab.
E. Membentengi akhlak yang luhur.
Meskipun masalah kafaah itu tidak diatur dalam Undang-Undang Perkawinan, akan
tetapi masalah tersebut sangat penting untuk mewujudkan suatu rumah tangga yang
harmonis dan tenteram, sesuai dengan tujuan perkawinan itu sendiri, yakni ingin
mewujudkan suatu keluarga yang bahagia berdasarkan cinta dan kasih saying sehingga
masakah keseimbangan dalam perkawinan itu perlu diperhatikan demi mewujudkan tujuan
perkawinan.
DAFTAR PUSTAKA