Disusun Oleh :
KEDIRI
2015/2016
BAB I
MANUSIA DALAM ALAM SEMESTA
a. MALIK IBRAHIM
Maulana malik ibrahim juga dikenal dengan panggilan Maulana
Maghribi atau syekh Magribi, karena berasal dari wilayah Maghribi,
Afrika Utara. Kedatangannya dianggap sebagai permulaan masuknya
Islam di Jawa. Maulana Malik Ibrahim menerapkan metode dakwah
yang tepat untuk menarik simpati masyarakat terhadap Islam.
b. SUNAN AMPEL
Pada awal penyiaran Islam di pulau Jawa, Sunan Ampel
menginginkan masyarakat menganut keyakinan Islam yang murni. Ia
tidak setuju dengan kebiasaan masyarakat Jawa, seperti kenduri,
selamatan dan sesaji. Hal itu terlihat dari persetujuannya ketika
Sunan Kalijaga, dalam ocehannya menarik umat Hindhu dan Budha
mengusulkan agar adat istiadat Jawa itulah yang diberi warna Islam.
c. SUNAN BONANG
Dalam menyebarkan agama Islam, ia selalu menyesuaikan diri
dengan kebudayaan masyarakat yang sangat menggemari wayang
serta musik gamelan. Sunan Bonang memusatkan kegiatan
dakwahnya di Tuban. Dalam aktifitasnnya ia mengganti nama dewa
dengan nama-nama malaikat.
d. SUNAN GIRI
Sunan Giri memulai aktifitas dakwahnya didaerah Giri dan
sekitarnya dengan mendirikan pesantren yang santrinya kebanyakan
berasal dari golongan masyarakat ekonomi lemah. Sunan Giri
terkenal sebagai pendidik yang berjiwa demokratis.
e. SUNAN DRAJAT
Sunan Drajat juga tidak ketinggalan untuk menciptakan tembang
jawa yang sampai saat ini masih digemari masyarakat, yaitu tembang
pangkur. Hal yang paling menonjol dalam dakwah sunan drajat ialah
perhatiannya yang serius pada masalah-masalah sosial, ia selalu
menekan bahwa memberi pertolongan kepada masyarakat umum.
f. SUNAN KALIJAGA
Ketika para wali memutuskan untuk menggunakan pendekatan
kultural termasuk pemanfaatan wayang dan gamelan sebagai media
dakwah, orang yang paling berjasa dalam hal ini adalah Sunan
Kalijaga. Sunan Kalijaga mengarang aneka cerita wayang
bernafaskan Islam terutama mengenai etika.
g. SUNAN KUDUS
Sunan Kudus mengajarkan agama Islam didaerah Kudus dan
sekitarnya, ia mempunyai keahlian khusus dalam ilmu fiqih, urul
fiqih, tauhid, hadits, tafsir dan logika. Oleh karena itu ia mendapat
julukan waliyyul ‘ilmi. Sunan Kudus juga melaksanakan dakwah
dengan pendekatan kultural.
h. SUNAN MURIA
Sunan Muria memusatkan kegiatan dakwahnya di Gunung Muria
yang terletak 18 km sebelah utara kota Kudus. Cara yang
ditempuhnya dalam menyiarkan agama islam adalah dengan
mengadakan kursus-kursus bagi kaum pedagang, para nelayan, dan
rakyat biasa.
i. SUNAN GUNUNG JATI
Sunan gunung Jati lahir di Mekkah pada tahun 1448. ia
mengembangkan ajaran islam di cirebon, majalengka, kuningan,
kawali, sunda kelapa dan banten sebagai dasar bagi
perkembanganislam di Banten
3. perkembangan islam di sulawesi
Masuknya islam di Sulawesi tidak terlepas dari peranan Sunan Giri di
Gresik. Hal itu karena Sunan Giri menyelenggarakan pesantren yang
banyak didatangi oleh santri dari luar Jawa, seperti ternate dan hiu.
Pada abad ke-16 di sulsel telah berdiri kerajaan hindhu gowa dan tallo.
Penduduknya banyak yang memeluk agama islam karena hubungannya
dengan kesultanan Ternate.
4. perkembangan islam di kalimantan
Pada abad ke-16, islam mulai memasuki kerajaan Sukadana. Dibagian
selatan Kalimantan berdiri kerajaan islam banjar pada sekitar tahun
1526. Panngeran Suriansyah merupakan tokoh yang amat penting
dalam sejarah islam di Kalimantan. Dalam usaha mengembangkan
islam/ Syekh muhamad arsyad al-Banjari mendirikan pondok pesantren
untuk menampung santri yang datang dari berbagai pelosok
Kalimantan. Pada masa berikutnya muncul seorang pahlawan
Kalimatan yang sangat berjasa dalam mengembangkan islam. Ia adalah
SULTAN AMIRUDIN KHALIFATUL MUKMININ. Yang lebih
dikenal nama pangeran Antasari.
5. perkembangan islam di maluku dan irian jaya
Penyebaran islam di Maluku tidak lepas dari jasa para santri Sunan
Drajat yang berasal dari Ternate dan Hitu. Di Maluku ada 4 kerajaan
bersaudara yang berasal dari keturunan yang sama yaitu Ternate,
Tidore, Bacan dan Jailolo. Raja Tidore masuk islam dan mengganti
nama menjadi Sultan Jamalludin. Demikian juga raja Jailolo, ia masuk
isalm dan mengganti nama menjadi Sultan Hassanudin. Peran
kesultanan Ternate dalam penyebaran islam baru dimulai pada masa
Sultan Zaenal Abidin. Ia juga berhasil mengambangkan islam ke
Maluku dan Irian Jaya bahkan sampai ke Filipina.
BAB III
AKHLAK MULIA
( KEPADA TUHAN DAN SESAMA MAKHLUK )
A. pengertian dan ruang lingkup akhlak serta perbedaan moral dan etika
1. Pengertian Ilmu Akhlak
Akhlak berasal dari bahasa Arab : Akhlaqa, Yukhliqu, Ikhlaqan yang
berarti al-Sajiyah(perangai), al-Thabi’ah (kelakuan, tabiat, watak
dasar), al-Adat (kebiasaan), al-Muruah(peradaban yang baik),
dan al-Din (agama).
Definisi Akhlak
1. Ibn Miskawaih :
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
2. Imam al-Ghazali :
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah
macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran
dan pertimbangan.
4. Abdul Hamid dalam Dairatul Ma’arif :
1. Dimensi diri, yakni orang dengan dirinya dan Tuhannya, seperti ibadah
dan shalat.
2. Dimensi sosial, yakni masyarakat, pemerintah, dan pergaulannya
dengan sesamanya.
3. Dimensi metafisis, yakni aqidah dan pegangan dasarnya.
4. Manusia memiliki jasmani dan rohani
5. JASMANI dibersihkan secara lahiriah melalui FIQH
6. ROHANI dibersihkan secara batiniah melalui AKHLAK
2. perbedaan etika dan moral
Meskipun secara etimologi arti kata etika dan moral mempunyai pengertian
yang sama, tetapi tidak persis dengan moralitas. Etika semacam penelaah
terhadap aktivitas kehidupan manusia sehari-hari, sedangkan moralitas
merupakan subjek yang menjadi penilai benar atau tidak. beberapa perbedaan
etikadan moral adalah:
1. moral mengajarkan apa yang benar sedangkan etika melakukan yang
kebenaran.
2. moral mengajarkan bagaimana seharusnya hidup sedangkan etika berbuat
atau bertindak sesuai dengan apa yang telah diajarkan dalam pendidikan
moral.
3. moral menyediakan “rel” kehidupan sedangkan etika berjalan dalam
“rel”kehidupan.
4. moral itu rambu-rambu kehidupan sedangkan etika mentaati rambu-rambu
kehidupan.
5. moral itu memberikan arah hidup yang harus ditepumpuh sedangkan etika
berjalan sesuai arah yang telah ditetapkan (menuju arah ).
6. moral itu seperti kompas dalam kehidupan sedangkan etika
memperhatikan dan mengikuti arah kompas dalam menjalani kehidupan ..
7. moral ibarat peta kehidupan sedangkan etika mengikuti peta kehidupan.
8. moral itu pedoman kehidupan sedangkan etika mengiuti pedoman.
9. moral tidak bisa dimanipulasisedangkan etika bisa dimanipulasi.
10. moral itu aturan yang wajib ditaati oleh setiap orang sedangkan etika
sering berorientasi pada sikon ,motif ,tujuan,kepentingan ,dsb.
Tanpa pedoman moral manusia tidak mempunyai dasar bagaimana
berperilaku dalam dunia yang multi arah. manusia tidak akan mampu
mengambil keputusan etis yang baik,tepat, dan benar. pada dasarnya hidup
manusia akan cendeerung salah arah tanpa acuan moral
B. akhlak kepada tuhan, kepada manusia, serta lingkungan hidup
1. akhlak manusia sebagai hamba allah
manusia sebagai hamba Allah sepantasnya mempunyai akhlak yang baik
kepada Allah. Hanya Allah lah yang patut disembah. Selama hidup, apa saja
yang diterima dari Allah sungguh tidak dapat dihitung. Sebagaimana telah
Allah firmankan dalam Qur’an surat An-nahl : 18, yang artinya “Dan jika
kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan
jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar- benar Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk Tuhan sebagai khalik.
Berkenaan dengan akhlak kepada Allah dilakukan dengan cara
memuji-Nya, yakni menjadikan Tuhan sebagai satu- satunya yang menguasai
dirinya. Oleh sebab itu, manusia sebagai hamba Allah mempunyai cara-cara
yang tepat untuk mendekatkan diri. Caranya adalah sebagai berikut :
a. Mentauhidkan Allah
Yaitu dengan tidak menyekutukan-Nya kepada sesuatu apapun. Seperti
yang digambarkan dalam Qur’an Surat Al-Ikhlas : 1-4.
b. Bertaqwa kepada Allah
Maksudya adalah berusaha dengan semaksimal mungkin untuk dapat
melaksanakan apa-apa yang telah Allah perintahkan dan meninggalkan
apa-apa yang dilarang-Nya.
c. Beribadah kepada Allah
Allah berfirman dalam Surah Al- An’am : 162 yang
artinya :”Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” Dapat juga dilihat dalam
Surah Al- Mu’min : 11 & 65 dan Al- Bayyinah : 7-8.
d. Taubat
Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari
sifat lalai dan lupa. Karena hal ini memang merupakan tabiat manusia.
Oleh karena itu, ketika kita sedang terjerumus dalam kelupaan sehingga
berbuat kemaksiatan, hendaklah segera bertaubat kepada-Nya. Hal ini
dijelaskan dalam Surah Ali-Imron : 135.
e. Membaca Al-Qur’an
Seseorang yang mencintai sesuatu, tentulah ia akan banyak dan sering
menyebutnya. Demikian juga dengan mukmin yang mencintai Allah,
tentulah ia akan selalu menyebut asma-Nya dan juga senantiasa akan
membaca firman-firman-Nya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW
berkata yang artinya : “Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya
Al-Qur’an itu dapat memberikan syafaat dihari kiamat kepada para
pembacanya”.
f. Ikhlas
Secara terminologis yang dimaksud dengan ikhlas adalah beramal
semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT. Dalam bahasa
populernya ikhlas adalah berbuat tanpa pamrih, hanya semata-mata
karena Allah SWT.
g. Khauf dan Raja’
Khauf dan Raja’ atau takut dan harap adalah sepasang sikap batin yang
harus dimiliki secara seimbang oleh setiap muslim. Khauf didahulukan
dari raja’ karena khauf dari bab takhalliyyah (mengosongkan hati dari
segala sifat jelek), sedangkan raja’ dari bab tahalliyah (menghias hati
dengan sifat-sifat yang baik). Takhalliyyah menuntut tarku
al-mukhalafah (meninggalkan segala pelanggaran), dan tahalliyyah
mendorong seseorang untuk beramal.4
h. Tawakal
Adalah membebaskan diri dari segala kebergantungan kepada
selain Allah dan menyerahkan keputusan segala sesuatunya kepadanya.
Allah berfirman dalam surah Hud: 123, yang arinya :”Dan kepunyaan
Allah lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya lah
dikembalikan urusan- urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan
bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali- kali Tuhanmu tidah lalai dari
apa yang kamu kerjakan.”
Tawakal harus diawali dengan kerja keras dan usaha maksimal (
ikhtiar ). Tidaklah dinamai tawakal kalau hanya pasrah menunggu nasib
sambil berpangku tangan tanpa melakukan apa- apa.
2. Akhlak mulia kepada manusia
Manusia adalah makhluk sosial yang bergaul dan berinteraksi dengan
orang lain. Ia tidak bisa lepas dari lingkungannya, ini adalah tabi’at dan fitrah
yang diberikan Allah kepada manusia. Dan fitrah ini semakin kokoh dengan
dukungan syari’at islam yang memerintahkan kita untuk bergaul dan tidak
mengunci diri di dalam kamar/rumahnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang mukmin yang
bergaul dengan manusia dan bersabar atas perangai buruk mereka lebih besar
pahalanya daripada seorang mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan
tidak sabar dengan perangai buruk mereka.” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan
Albani)
Dalam hadits yang lain Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Seorang mukmin adalah tempat/wadah persahabatan.” (HR. Ahmad dan
dishahihkan Albani). Artinya seseorang ingin bersahabat dan merasa nyaman
ketika bersahabat dengan seorang mukmin.
Dari hal diatas kita mengetahui peran yang sangat vital dari akhlak yang
mulia yang bisa dikatakan senjata utama bagi seseorang untuk mewujudkan
syari’at yang sesuai dengan fitrahnya tersebut diatas dan untuk
melanggengkan persahabatan yang telah ia bina dengan sahabat-sahabatnya.
ْ ُﺧ ِﺬ ْاﻟ َﻌْﻔ َﻮ َوأْ ُﻣ ْﺮ ِﺑ ْﺎﻟ ُﻌ ْﺮ ِف َوأَ ْﻋ ِﺮ
َ ض َﻋ ِﻦ ْاﻟ َﺠﺎ ِﻫﻠ
ِﯿﻦ
Allah berfirman: “Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan
yang ma’ruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh” (QS al a’raf:
199)
Ulama (sebagaimana yang dijelaskan Syaikhul Islam & Syaikh Sa’di dll)
mengatakan bahwa ayat ini mengumpulkan akhlak-akhlak yang mulia dalam
bergaul dengan manusia dan apa yang selayaknya dilakukan ketika bergaul
dengan mereka:
Memaafkan kesalahan yang mereka lakukan terhadap kita, menerima
kekurangan mereka dan tidak menuntut di luar kemampuan mereka, karena
tidak ada manusia yang sempurna, bahkan kita harus mensyukuri,
menghargai perbuatan baik yang telah mereka upayakan dan mengambil
pelajaran dari kebenaran/hal-hal positif tersebut.
Mengajak mereka kepada kebenaran dan kebaikan serta mencegah
kemungkaran (amar ma’ruf dan nahi munkar).Tapi perlu diingat bahwa hal
ini memiliki kaidah-kaidah yang harus dipahami orang yang ingin
melakukannya (mungkin bisa kita bahas di kesempatan lain/ oleh
ustadz-ustadz yang lebih berilmu dari saya, contoh: ust Badru, ust Mahfuz,
ust Ayyub dll).
Berpaling dari orang-orang bodoh dan tingkah laku mereka. Maksud
orang bodoh dalam ayat ini adalah: orang yang tidak tahu kebenaran, belum
mau belajar dan ‘keukeuh’ dengan kesalahannya serta berusaha mengganggu
dan mencela kita. Maka sikap kita yang terbaik adalah tidak perlu ditanggapi
dan diladeni dengan emosi dan kemarahan, karena meladeni orang tersebut
hanya membuang-membuang waktu dan tenaga tanpa ada manfaat apa-apa.
Hadapi dengan tenang serta berpaling darinya kecuali jika kita lihat ada
celah untuk menasehatinya dengan baik, seperti yang dikatakan orang bijak:
“sesuatu yang tidak berharga jangan kita hargai”. Maka, jika kita dapat celaan
dan gangguan, berpalinglah dari hal tersebut, ganti topik pembahasan,
sibukkan waktu kita dengan amal-amal shalih. Waktu kita terlalu berharga
untuk dibuang dengan membahas dan larut dalam hal tersebut. Betapa
banyak hukum islam yang belum kita ketahui, betapa banyak ayat AlQuran
dan hadits yang belum kita pelajari dan hafalkan, masih banyak orang yang
dengan ikhlas menerima diri kita dan kebenaran yang kita bawa dengan
tangan terbuka. Maka untuk apa kita hidup seperti katak dalam tempurung
yang isinya gangguan dari orang-orang bodoh
Dan terakhir kita tetap berharap agar mereka mendapat hidayah
sebagaimana kita mendapat hidayah.
3. Akhlak terhadap lingkungan
Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Al-Qur’an terhadap lingkungan
bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut
adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap
alam lingkungan. Kekhalifahan mengandung arti pengayom, pemeliharaan,
dan pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptanya.
Dalam pandangan akhlak islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil
buah sebelum matang atau memetik bunga sebelum mekar. Karena hal ini
berati tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan
penciptaannya. Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati
proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang
terjadi, sehingga ia tidak melakukan pengrusakan atau bahkan dengan kata
lain, setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan
pada diri manusia sendiri.
Akhlak yang baik terhadap lingkungan adalah ditunjukkan kepada
penciptaan suasana yang baik, serta pemeliharaan lingkungan agar tetap
membawa kesegaran, kenyamanan hidup, tanpa membuat kerusakan dan
polusi sehingga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap manusia itu sendiri
yang menciptanya.
Sikap Islam dalam memperhatikan alam lingkungan bertujuan demi
kebaikan manusia baik di dunia maupun di akhirat, sesuai prinsip-prinsip
umum berikut ini:
1. Prinsip pertama,
Bahwa disisi Allah manusia adalah makhluk yang mulia.Allah telah
menundukkan semua yang ada dilangit dan dibumi untuk memeudahkan
manusia. Allah berfirman:“Dan sesungguhnya telah kami muliakan
anak-anak Adam,kami angkut mereka didaratan dan dilautan,kami beri
mereka rizqi dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan” (Q.S
Al-Israa:70).
Kemuliaan yang diberikan Allah kepada manusia adalah bentuk yang
indah, kemampuan untuk berbicara, free will, dan kemampuan berjalan
dimuka bumi, di udara, dan di lautan dengan berbagai bentuk kendaraan.
Disamping itu, mereka juga mendapatkan anugerah rizqi yang berlimpah
berupa makanan yang lezat dan baik. Di tambah lagi keutamaan akal, pikiran,
wahyu, Rasul, dan lainnya, serta kemuliaan dan karomah jika taat kepada
Allah.
2. Prinsip kedua
Manusia dituntut untuk berfikir dan merenungkan apa yang ada dilangit
dan apa yang ada bumi. Hal ini bertujuan agar kehidupan mereka menjadi
lebih baik dengan memanfaatkan yang ada di sekelilingnya, serta lebih dapat
mendekatkan diri kepada Allah sehingga memperoleh ridlo-Nya. Akan tetapi,
dalam menggunakan akal, pikiran, dan dalam perenungannya, manusia tidak
boleh melampaui apa yang telah digariskan oleh Allah.
4. Prinsip keempat