MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN
JEJARING DAN PEMANTAPAN MUTU LABORATORIUM
MALARIA.
Pasal 1
(1) Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria
harus dilakukan pemeriksaan laboratorium malaria.
(2) Pemeriksaan laboratorium malaria sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:
a. pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid
Diagnostic Test/RDT);
b. pemeriksaan dengan mikroskop; dan
c. pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction
(PCR) atau teknologi pemeriksaan yang setara dan
Sequensing DNA.
(3) Pemeriksaan dengan Sequensing DNA sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c ditujukan untuk
kepentingan surveilans, riset, dan eliminasi malaria.
Pasal 2
(1) Pemeriksaan diagnostik malaria dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan mikroskopis atau RDT.
(2) Selain pemeriksaan diagnostik malaria sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pada tahap eliminasi malaria,
pemerintah daerah kabupaten/kota dapat
melaksanakan survei darah malaria dengan konfirmasi
Polymerase Chain Reaction (PCR) atau dengan
teknologi pemeriksaan yang setara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
(1) Dalam rangka rujukan pelayanan dan pembinaan
laboratorium malaria harus dibentuk jejaring
laboratorium malaria.
-4-
Pasal 4
(1) Laboratorium pelayanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (4) huruf a terdiri atas:
a. laboratorium klinik;
b. laboratorium di puskesmas;
c. laboratorium di klinik;
d. laboratorium di rumah sakit;
e. laboratorium di Kantor Kesehatan Pelabuhan;
f. Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK);
g. Balai/Besar Teknik Kesehatan Lingkungan
Pengendalian Penyakit (B/BTKLPP);
h. laboratorium di Unit Transfusi Darah (UTD);
i. laboratorium kesehatan daerah kabupaten/kota;
j. Balai Laboratorium Kesehatan
(BLK)/laboratorium kesehatan daerah provinsi;
dan
k. malaria center.
-5-
Pasal 5
(1) Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota dalam melakukan
penetapan laboratorium rujukan tingkat nasional,
-6-
Pasal 6
(1) Laboratorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (4) memiliki tugas sesuai tingkatan dalam jejaring
laboratorium malaria.
(2) Ketentuan mengenai tugas laboratorium malaria
sesuai tingkatan dalam jejaring laboratorium malaria
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 7
(1) Laboratorium malaria wajib menjalankan kebijakan
mutu pelayanan yang ditetapkan melalui pemantapan
mutu internal, pemantapan mutu eksternal, dan
peningkatan mutu.
(2) Pemantapan mutu internal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Pemantapan mutu eksternal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan kegiatan yang
diselenggarakan secara periodik oleh pihak lain di luar
laboratorium yang bersangkutan untuk memantau
dan menilai penampilan suatu laboratorium dalam
bidang pemeriksaan tertentu.
(4) Pemantapan mutu eksternal laboratorium malaria
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan cara:
-7-
Pasal 8
(1) Setiap laboratorium dalam jejaring laboratorium
malaria wajib melakukan pencatatan dan pelaporan.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kegiatan pemeriksaan laboratorium malaria,
rujukan pelayanan laboratorium, dan pemantapan
mutu eksternal.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara berjenjang
Pasal 9
(1) Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota melakukan
pembinaan dan pengawasan secara berjenjang
terhadap pemeriksaan laboratorium malaria sesuai
tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditujukan untuk meningkatkan mutu
pelayanan pemeriksaan laboratorium malaria.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. advokasi dan sosialisasi;
b. pendidikan dan pelatihan; dan/atau
c. pemantauan dan evaluasi.
-8-
Pasal 10
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Oktober 2015
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Desember 2015
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR 68 TAHUN 2015
TENTANG
PEDOMAN JEJARING DAN PEMANTAPAN
MUTU LABORATORIUM MALARIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena dapat
menyebabkan tingginya angka kesakitan dan kematian serta sering
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Sekitar 80% dari
kabupaten/kota di Indonesia termasuk kategori endemis, dengan
endemisitas yang bervariasi dari rendah sampai tinggi, dan lebih dari
45% diantara penduduknya berdomisili di daerah endemis.
Secara nasional kasus malaria selama tahun 2005–2010
cenderung menurun yaitu pada tahun 2005 sebesar 4,10 per 1000
menjadi 1,96 per 1000 penduduk pada tahun 2010. Angka ini cukup
bermakna karena diikuti dengan intensifikasi upaya pengendalian
malaria yang salah satu hasilnya adalah peningkatan cakupan
pemeriksaan sediaan darah atau konfirmasi laboratorium. Jumlah
kasus malaria yang terkonfirmasi positif dengan pemeriksaan
mikroskopik semakin menurun pada tahun 2012 menjadi 1,69 per
1000 penduduk dan pada tahun 2013 menjadi 1,38 per 1000
penduduk.
Data yang dilaporkan Kementerian Kesehatan tahun 2005,
penderita klinis yang berjumlah 2.113.265 telah dilakukan
pemeriksaan sediaan darah sebanyak 982.828 (47%) dan pada tahun
2010 penderita klinis yang berjumlah 1.849.062 telah dilakukan
pemeriksaan sediaan darah sebanyak1.164.405 (63%). Pada tahun
-10-
2008 KLB malaria masih terjadi di 28 desa pada 15 provinsi dan tahun
2009 terjadi di 19 desa pada 8 provinsi.
Upaya penanggulangan malaria telah dilakukan sejak lama,
dimulai pada dekade tahun 1952–1959, pada akhir periode ini yaitu
pada tanggal 12 November 1959 di Yogyakarta oleh Presiden Republik
Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno, telah mencanangkan program
pembasmian malaria, dikenal dengan sebutan “Komando Pembasmian
Malaria” (KOPEM). Tanggal 12 November tersebut kemudian ditetapkan
sebagai hari Kesehatan Nasional.
Dalam rangka mempercepat penurunan angka kesakitan dan
kematian akibat malaria terutama pada kelompok rentan yaitu pada
ibu dan anak, telah disepakati sebagai komitmen global sebagaimana
terdapat pada tujuan keenam pembangunan milenium (Millenium
Development Goals/MDGs) bahwa kegiatan pengendalian penyakit
malaria perlu dilaksanakan. Hal ini sejalan dengan amanah Presiden
pada peringatan Hari Malaria Sedunia Pertama pada tanggal 25 April
2008 yang menginstruksikan untuk terus meningkatkan upaya
pengendalian malaria menuju eliminasi.
Program pengendalian malaria di Indonesia bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat hidup sehat dan terbebas dari penularan
malaria secara bertahap sampai tahun 2030. Sasaran wilayah eliminasi
malaria dilaksanakan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi
dan dari satu pulau atau beberapa pulau sampai ke seluruh wilayah
Indonesia. Penilaian berdasarkan pada situasi malaria dan kondisi
sumber daya yang tersedia, dengan tahapan sebagai berikut:
1. Kepulauan Seribu (provinsi DKI Jakarta), Pulau Bali, dan Pulau
Batam pada tahun 2010;
2. Pulau Jawa, Provinsi NAD, dan Provinsi Kepulauan Riau pada
tahun 2015;
3. Pulau Sumatera (kecuali Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan
Riau), Provinsi NTB, Pulau Kalimantan, dan Pulau Sulawesi pada
tahun 2020; dan
Provinsi Papua, provinsi Papua Barat, provinsi Maluku, Provinsi
Nusat Tenggara Timur dan Provinsi Maluku Utara, pada tahun 2030.
Salah satu Kebijakan Program Pengendalian Malaria untuk
mencapai tujuan eliminasi malaria di Indonesia adalah semua
penderita malaria klinis yang ditemukan dan dilakukan pencarian oleh
-11-
B. Tujuan
Secara umum Pedoman Jejaring dan Pemantapan Mutu
Laboratorium Malaria bertujuan sebagai acuan pengembangan
laboratorium malaria di berbagai tingkat pelayanan laboratorium dan
acuan petugas di fasilitas pelayanan kesehatan dalam melaksanakan
kegiatan laboratorium yang mendukung program pengendalian
malaria.
Secara khusus Pedoman Jejaring dan Pemantapan Mutu
Laboratorium Malaria bertujuan sebagai berikut:
1. Meningkatkan mutu pemeriksaan laboratorium malaria.
-12-
BAB II
TUGAS DAN SYARAT JEJARING LABORATORIUM MALARIA
1. Laboratorium Pelayanan
a) Persyaratan ruang
1) Ukuran minimal 3x4 m
2) Memiliki Standar Prosedur Operasional (SPO)
3) Bench Aid (Atlas Malaria)
4) Penerangan yang cukup
5) Ventilasi
6) Air bersih mengalir
b) Persyaratan peralatan
1) Memiliki 1 unit mikroskop binokuler dengan pembesaran
okuler 10x dan objektif 100x
c) Persyaratan pengolahan limbah
1) Memiliki tempat sampah infeksius dan non infeksius
2) Alat penghancur jarum dan spuit
d) Persyaratan sumber daya manusia
1) Paling sedikit 1 orang tenaga dengan pendidikan paling
rendah diploma tiga ahli teknologi laboratorium medik
2) Memiliki kompetensi paling rendah tingkat advance
3) Sudah mengikuti pelatihan sesuai standar program
nasional 3 tahun terakhir
e) Penanggung jawab: pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
atau Kepala instalasi
Catatan : Ruangan laboratorium di puskesmas dapat juga
digunakan untuk pemeriksaan laboratorium lainnya.
b) Persyaratan Peralatan
1) Memiliki paling sedikit 2 unit mikroskop binokuler
dengan pembesaran okuler 10x dan objektif 100x
c) Persyaratan pengolahan limbah
1) Tempat sampah infeksius dan non infeksius
2) Alat penghancur jarum dan spuit
3) Instalasi PAL
d) Persyaratan sumber daya manusia
1) Paling sedikit 2 orang tenaga dengan pendidikan paling
rendah diploma tiga ahli teknologi laboratorium medik
2) Memiliki kompetensi paling rendah tingkat refference
3) Sudah mengikuti pelatihan sesuai standar program
nasional 3 tahun terakhir Penanggung jawab : Pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan atau Kepala instalasi
e) Penanggung jawab: pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
atau kepala instalasi
4) Needle container
5) Incinerator Instalasi PAL
BAB III
PEMANTAPAN MUTU LABORATORIUM MALARIA
Keterangan:
(1) Sediaan darah uji silang dikirimkan oleh Laboratorium Pelayanan atau
diambil oleh Pengelola Program Malaria Dinkes Kabupaten/Kota.
(2) Pengelola Program Malaria mengirimkan sediaan darah uji silang ke
Laboratorium Rujukan Tingkat Kabupaten/Kota.
(3) Laboratorium Rujukan Tingkat Kabupaten/Kota melakukan analisis uji
silang dan mengirim umpan balik ke Laboratorium Pelayanan, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota
(4) Laporan Rekapitulasi Hasil Uji Silang Kabupaten/Kota disampaikan
secara berjenjang ke Laboratorium Rujukan Tingkat Provinsi,
Laboratorium Rujukan Tingkat Nasional, Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kementerian Kesehatan.
(5) Bila terjadi ketidaksesuaian (discordance), Laboratorium Rujukan
Tingkat Kabupaten/Kota akan mengirimkan sediaan darah uji silang
untuk dilakukan pemeriksaan ulang oleh Laboratorium Rujukan
Tingkat Provinsi.
-27-
2. Bimbingan Teknis
Bimbingan teknis adalah kegiatan yang sistematis untuk
memberikan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan,
meningkatkan kinerja petugas, mempertahankan kompetensi dan
motivasi petugas yang dilakukan secara langsung dalam rangka
peningkatan mutu laboratorium.
Bimbingan teknis pada fasilitas laboratorium pelayanan
mikroskopis malaria sangat penting dalam memperkuat
komunikasi antara laboratorium pelayanan dan laboratorium
rujukan dengan tujuan untuk mengidentifikasikan permasalahan
kinerja yang kurang baik dan merekomendasikan tindakan yang
harus dilakukan.
Bimbingan teknis yang efektif memerlukan:
a) Sumber daya manusia yang kompeten
b) Perencanaan finansial yang baik dan berkesinambungan
c) Waktu kunjungan yang adekuat
d) Perencanaan secara menyeluruh agar tersedia sebuah
struktur untuk menilai aktifitas dan permasalahan kinerja di
suatu laboratorium
e) Pencatatan dan pelaporan hasil bimbingan teknis
f) Tindak lanjut yang efektif untuk melakukan perbaikan di
laboratorium.
Hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan bimbingan
teknis:
a) Bimbingan Teknis harus dilaksanakan secara rutin dan
teratur pada semua tingkat. Kegiatan ini dilakukan atas dasar
prioritas permasalahan yang terjadi.
b) Pada keadaan tertentu frekuensi bimbingan teknis perlu
ditingkatkan, yaitu:
1) Evaluasi pasca pelatihan
2) Pada tahap awal pelaksanaan program
3) Sosialisasi informasi dan pengetahuan terbaru
-29-
BAB IV
KOMPETENSI TENAGA MIKROSKOPIS MALARIA
BAB V
PENUTUP
MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.