Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

SEORANG ANAK 10 BULAN DENGAN VARICELLA


Diajukan untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan melengkapi salah satu syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di RSUD dr. H. Soewondo, Kendal

Pembimbing:
dr. Dewi Laksmi Sp.A, M.Kes
.

disusun oleh :
RISMA APRIANI RUDDIN
30101307065

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu kesehatan anak
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung

Nama : Risma Apriani Ruddin


Judul : Seorang Anak 10 Bulan Dengan Varicella
Bagian : Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas : Kedokteran UNISSULA
Pembimbing : dr. Dewi Laksmi., Sp.A, M.Kes

Kendal, Oktober 2018


Pembimbing,

dr. Dewi Laksmi., Sp.A, M.Kes


A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : By. MSA
Umur : 10 Bulan 29 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kalirejo 02/01 Kendal
Agama : Islam
No. CM : 564xxx
Tanggal Periksa : 28 September 2018
Nama Ayah : Tn. M
Nama Ibu : Ny. LM

B. DATA DASAR
I. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di Poli Anak RSUD dr. H. Soewondo Kendal secara
autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 28 September 2018 serta
didukung catatan medis pasien.
Keluhan utama: Bintil-bintil di punggung, tangan , kaki dan wajah sejak 2
hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poliklinik anak RSUD dr. Soewondo Kendal diantar
oleh ibunya dengan keluhan terdapat bintil-bintil berisi cairan di kaki yang
kemudian menyebar ke punggung, wajah dan tangan sejak 2 hari yang lalu.
Awalnya berupa bercak kecil berwarna merah, kemudian berkembang menjadi
bintil-bintil kecil yang apabila pecah akan keluar cairan bening atau keruh.
Bintil-bintil kadang terasa gatal.
Sebelum muncul bintil-bintil di punggung, pasien demam kemudian
pasien dibawa kebidan dan diberi obat penurun panas.
Ibu pasien mengaku anak tetangganya ada yang menderita seperti ini
dan sering bermain bersama anaknya. Pasien belum pernah sakit seperti ini.
Pilek (-), Batuk (-), Diare (-).

Riwayat Penyakit Dahulu:


• Riwayat penyakit serupa: disangkal
• Riwayat alergi dan riwayat penyakit sistemik lain: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan:


• Riwayat penyakit serupa: disangkal
• Riwayat diabetes melitus, hipertensi, alergi dan riwayat penyakit sistemik lain:
disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi:

• Pasien tinggal di rumah bersama Ayah dan ibunya. Ayah pasien sehari-hari bekerja
sebagai wiraswasta. Sumber pembiayaan pengobatan ditanggung sendiri.
• Kesan: Keadaan sosial ekonomi baik.

Riwayat Prenatal
• Ibu rutin memeriksakan kandungannya ke bidan terdekat. Mulai saat mengetahui
kehamilan sebanyak 8x dengan interval 1 kali tiap bulan. Selama hamil ibu mendapat
suntikan TT, Ibu mengaku tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan.
Riwayat perdarahan, hipertensi, DM dan trauma saat hamil disangkal. Riwayat
minum obat tanpa resep dokter, minum jamu, ataupun pijat hamil disangkal.
• Kesan: riwayat kesehatan prenatal baik

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


• Anak perempuan lahir dari ibu G1P0A0 hamil 39 minggu. Lahir secara SC atas
indikasi CPD. Anak lahir langsung menangis keras. Berat badan lahir 3000 gram,
panjang badan , lingkar kepala dan lingkar dada saat lahir ibu lupa.
• Kesan : Noenatus aterm dan Bayi Berat Lahir Cukup

• Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


• Pertumbuhan
• BB lahir : 3000 gram
• BB sekarang : 8 kg
• PB lahir : tidak ingat
• TB sekarang : 66 cm

Riwayat Imunisasi
VAKSIN DASAR (umur)
BCG 1 bulan - - -
DPT/ DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Campak 9 bulan - - -
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 4 bulan -
• Kesan : Imunisasi dasar lengkap

Makan dan minum anak


ASI : Sejak lahir – sekarang
Susu formula : Sejak usia 6 bulan
MPASI :Sejak usia 6 bulan
Status Gizi
Diketahui
JK : perempuan
Umur : 10 bulan
BB :8
TB : 66
WAZ : BB/U= 8-8‚8/1=-1 (gizi normal)
HAZ : TB/U= 66-71‚0= 2‚7 (normal)
WHZ : BB/TB=8-7‚6/0‚7= 1 (normal)
Kesan : Gizi Baik

II. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada tanggal 22 Mei 2018 di poli anak RSUD dr. H. Soewondo Kendal
Keadaan umum : Composmentis tampak sakit ringan
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 10 bulan 29 hari
Tinggi Badan : 66 cm
Berat Badan : 8 kg

Tanda Vital
Frekuensi nadi : 136 x/menit
Frekuensi napas : 33 x/ menit
Temperatur : 37‚0o C per axial
Saturasi oksigen : 99 %

Status Internus

a. Kepala : Normocephale.
b. Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
c. Mata : Pupil bulat, isokor, Ø 3mm/ 3mm, refleks cahaya (+/+)
normal,konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-), palpebra udem (-/-)
d. Hidung : simetris, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-),epistaksis (-
e. Telinga : bentuk normal, serumen (-/-), discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)
f. Mulut : bibir kering (-), sianosis (-),lidah kotor (-), karies (-), ginggiva
bleeding (-)
g. Tenggorok : tonsil ukuran T1-T1, permukaan rata, kripte tonsil tidak melebar,tidak
hiperemis,faring hiperemis (-)
h. Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
i. Kulit : sianosis (-). Turgor kembali cepat, akral dingin (-)
j. Kuku : Capillary Refill Time <2 detik

(Thorax)

Paru

 Inspeksi : Hemithorax sinistra dan dextra simetris dalam statis dan


dinamis,tidakada retraksi.
 Palpasi : Stem fremitus kanan sulit dilakukan
 Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
 Auskultasi : Suara dasar vesikuler -/-.Suara tambahan wh-/-, ronkhi -/-
Jantung

 Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak


 Palpasi :Iktus kordis teraba di sela iga IV, linea
medioclavikula sinistra, tidak kuat angkat, tidakmelebar
 Perkusi : Redup
 Batas atas : ICS II linea parasternal kiri
 Pinggang : ICS III linea parasternal kiri
 Batas kiri bawah : ICS IV linea midclavicularis kiri
 Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan
 Auskultasi : Suara jantung I dan II normal, Suaratambahan
(-)

Abdomen

 Inspeksi : Datar
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : timpani di seluruh kuadran, pekak sisi (-), pekak alih (-)
 Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (+),turgor cukup
Hepar : tidak teraba membesar

Lien : tidak teraba membesar

 Nyeri ketok cva : -/-

Genital : dalam batas normal


Ekstremitas

Superior Inferior

Akral Dingin -/- -/-

Akral Sianosis -/- -/-

Petechie -/- -/-

Capillary Refill Time <2" <2"

Refek Fisiologis N N

Reflek Patologis - -

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak di lakukan

IV. RESUME

RPS
Muncul bintil-bintil berisi cairan sejak 2 hari yang lalu
Demam (+) 3 hari
Rw. Kontak dengan tetangga yang sakit seperti ini (+)

RPD
Belum pernah sakit seperti ini

Kulit : kaki‚ tangan ‚ punggung dan wajah


Makula eritematous (+), vesikel (+), erosi(+)

V. DIAGNOSIS
Diagnosis banding
1. Varicella
2. Variola
3. Herpes Zoster
4. Campak
5. Moluskum Kontangiosum

Diagnosis kerja
1. Varicella
VI. Initial Planing Diagnosis
1. Tzank test
2. Darah lengkap
3. kultur
VII. Initial Planing Terapi
1. Asyclovir
2. CTM
3. Lactacyd
4. PCT

VIII. Initial Planing Edukasi


1. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit pasien penyebab, dan
penatalaksanaan
2. Istirahat yang cukup
3. Minum obat secara teratur dan tepat waktu
4. Beri anak lebih banyak minum
5. Menjaga higenitas
6. Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa
7. Penyakit yang dialami pasien dapat menular
8. Membawa anak ke petugas kesehatan bila demam menetap
TINJAUAN PUSTAKA

Varicella merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Varicella zoster

(VZV) yang dapat bermanifestasi menjadi varicella (chickenpox) dan reaktivasi latennya

menimbulkan herpes zoster (shingles). Gejala klinis varicela dapat ditemukan pada kulit

kepala, muka, badan, biasanya sangat gatal, berupa makula kemerahan, yang kemudian

dapat berubah menjadi lesi-lesi vesikel. Sedangkan, herpes zoster umumnya

menimbulkan lesi vesikular yang terdistribusi unilateral sesuai dengan perjalanan saraf

sensori terinfeksi. Diagnosis varicella dapat ditegakkan secara klinis maupun

laboratorium dengan teknik virologi dan serologi. Pencegahan yang dapat digunakan

terhadap penyakit varicella adalah vaksinasi dan immunoglobulin. Obat pilihan utama

terhadap penyakit varicella dan herpes zoster adalah antivirus. Komplikasi yang mungkin

terjadi adalah infeksi bakteri, perdarahan, dan gangguan saraf.

A. Manifestasi Klinis

Virus Varicella zoster (VZV) menyebabkan dua manifestasi penyakit yang


1,2,3
berbeda, yaitu varicella dan herpes zoster. Infeksi primer dari VZV akan

bermanifestasi menjadi penyakit varicella atau chickenpox, yang secara umum dapat

terlihat pada anak usia 1 sampai 9 tahun. Infeksi primer VZV pada dewasa biasanya akan

lebih berat dan dapat disertai pneumonia interstisial. Begitu pula infeksi Varicella zoster

pada penderita immunocompromised, manifestasinya akan lebih berat dan dapat terjadi

diseminasi.
Penyakit varicella ditandai dengan demam yang disertai ruam pada kulit atau

terkadang mukosa. Nyeri kepala, malaise, dan nafsu makan menurun seringkali

dikeluhkan pasien. Ruam diawali dengan makula, kemudian secara cepat berubah

menjadi papul-papul, yang kemudian diikuti munculnya vesikel dan krusta pada lesi.

Krusta akan terkelupas setelah 1 sampai 2 minggu. Virus Varicella zoster merupakan

virus yang sangat infeksius dan transmisinya bisa melalui kontak langsung dengan lesi

atau dari aerosol pernafasan pasien terinfeksi. Komplikasi pada sistem saraf pusat

termasuk ataksia serebellar, meningitis, meningoensefalitis, dan vaskulopati.

Breakthrough varicella merupakan infeksi yang terjadi 2 minggu pasca infeksi

primer ataupun pasca immunisasi dengan ditandai munculnya kembali ruam-ruam kulit

(bentuk makulopapular) tanpa disertai demam, diperkirakan disebabkan oleh VZV tipe

virulen. Progresif Varicella adalah suatu keadaan yang ditandai dengan koagulopati,

perdarahan hebat, dan terus munculnya lesi-lesi baru. Timbul rasa sakit yang hebat di

daerah abdominal disertai dengan perdarahan pada vesikel. Faktor resiko keadaan ini

adalah penderita kongenital dengan imunodefisiensi, keganasan, kemoterapi, dan jumlah

limfosit <500 sel/mm. Sindroma Varicella Kongenital diketahui hanya 2% fetus dengan

ibu terinfeksi varicella yang menampilkan VZV embriopati pada usia 20 minggu

kehamilan. Fetus yang terinfeksi pada usia 6-12 minggu dapat menyebabkan gangguan

pada pertumbuhan ekstremitas. Infeksi pada fetus 16-20 minggu dapat menyebabkan

gangguan pada mata dan otak. Infeksi pada fetus juga dapat menyebabkan gangguan

pada saraf simpatis pada servikal dan lumbosacral sehingga menyebabkan sindrom

horner dan disfungsi dari uretra dan sfingter anal. Gejala yang khas biasanya terlihat

pada kulit, ekstremitas, mata, dan otak. Gejala pada kulit sikatriks, malformasi

ekstremitas. Kelainan pada mata berupa katarak; serta afasia bila mengenai otak secara
keseluruhan Pada pemeriksaan histologi ditemukan adanya proses nekrosis pada otak.

Diagnosis dapat menggunakan pemeriksaan DNA virus dengan metode PCR.2

Reaktivasi VZV menyebabkan penyakit herpes zoster. Herpes zoster biasanya

diawali dengan fase prodromal ditandai dengan nyeri, gatal, parestesi, disestesi, dan

sensitif terhadap sentuhan pada satu sampai tiga dermatom. Beberapa hari kemudian

akan tampak ruam makulopapular unilateral pada area yang terkena, yang kemudian

berkembang menjadi vesikel. Zoster dapat menyerang semua level neuroaksis.

Kebanyakan akan muncul pada dada, diikuti dengan lesi di wajah, secara khas akan

mengikuti distribusi saraf oftalmikus trigeminal. Pada pasien dengan status

imunnocompromised, lesi bisa melibatkan semua dermatom. Herpes zoster oftalmikus

seringkali disertai dengan keratitis zoster dan bisa menyebabkan kebutaan. Zoster yang

menyerang ganglion genikulatum saraf fasialis dapat menyebabkan paralisis otot wajah

ipsilateral, muncul ruam pada kanalis euditoris eksterna. Kombinasi ini dikenal dengan

Ramsay Hunt syndrome.

B. Etiologi

Virus Varicella zoster (VZV; human-herpesvirus 3) merupakan virus penyebab

penyakit varicella (chickenpox) dan zoster.1,2,3,4 Virus ini merupakan virus herpes

pertama yang berhasil diuarai lengkap dan vaksinnya dilisensi serta digunakan secara

luas. VZV merupakan anggota dari genus Varicellovirus dengan subfamily Alpha-

herpesvirus. VZV mempunyai hubungan dekat dengan anggota lain dari genus

Varicellovirus, termasuk suid-herpesvirus 1 dan equine-herpesvirus 1, 3, 4, 8, dan 9.

Tiga grup dari VZV telah dipublikaikan skema genotipnya berdasarkan single nucleotide

polymorphisms (SNPs).4 Virus yang paling dekat kekerabatannya dengan human

herpesvirus adalah virus herpes simpleks.


C. Epidemiologi dan Insidensi

Meskipun varicella tersebar di seluruh dunia, terdapat perbedaan epidemiologi di

daerah tropis dan daerah dingin. Pada daerah dengan iklim dingin, varicella merupakan

penyakit anak-anak yang umum dan angka seropositifnya berkisar antara 53%-100%

pada umur 5 tahun dan pada umur 20-30 tahun bisa lebih dari 80%. Sementara pada

daerah tropis, insidensi infeksi VZV pada usia anak-anak adalah rendah, justru lebih

tinggi usia dewasa. Hal ini mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas.5 Adanya

perbedaan karakteristik epidemiologi dari VZV ini dihipotesiskan karena adanya faktor

iklim seperti sinar ultraviolet, sehingga menyebabkan perbedaan genotip dari VZV di

daerah tropis dan dingin.

Di Amerika Serikat, sebelum pengenalan vaksin varicella tahun 1995, jumlah

kasus varicella ditemukan sekitar 4 juta kasus. Insidensi varicella adalah 15-16 kasus

per-1000 penduduk. Mayoritas penduduk yang menderita varicella adalah anak-anak usia

<15 tahun (85%) dan insidensi pada usia spesifik tertinggi adalah anak-anak usia <5

tahun.1 Setelah pengenalan vaksin varicella, insidensi varicella dilaporkan menurun.

Angka varicella rate hospitalizations setelah program imunisasi varicella dilaporkan

menurun sejak program vaksinasi tahun 1995.7,8,9,11 Data active surveillance

menunjukkan angka penurunan sampai 90% kejadian varicella di Amerika Serikat dari

tahun 1995 sampai 2005. Sementara data dari passive surveillance dari empat negara

bagian menunjukkan penurunan insidensi sebesar 53%-94% sampai tahun 2005

dibandingkan era prevaksin.10 Angka kematian akibat varicella juga dilaporkan menurun

setelah program vaksinasi digalakkan.12 Pemberian vaksinasi secara garis besar telah

meningkatkan respon imunitas humoral dan seluler sehingga meningkatkan kekebalan

terhadap penyakit varicella.

D. PATOGENESIS
Virus Varicella zoster (VZV) menginfeksi banyak tipe sel host selama fase akut,

termasuk diantaranya sel T, sel B, monosit dan sel dendritic. Infeksi sel T oleh virus

diperkirakan merupakan mekanisme utama penyebaran virus. Selama fase viraemik,

infeksi VZV dipercaya predominan pada sel T. Pada infeksi primer akut, viral loads pada

anak-anak telah dilaporkan sebanyak 1 sampai 5000 viral per 105 PBMCs dan 100

sampai 1000 per ml darah. Pada kebanyakan kasus infeksi, derajat viraemia dihubungkan

dengan beratnya gambaran klinis. Respon spesifik sel T dipercaya memegang peranan

penting dalam mengontrol virus dan mencegah reaktivasi virus. Respon spesifik sel T

ditemukan menurun pada pasien dengan immunocompromised. Titer antibodi spesifik

tampaknya tidak berkorelasi dengan beratnya gejala klinis. Oleh karena itu, respon

spesifik sel T pada awal infeksi mungkin melindungi individu dari beratnya penyakit.

Sebuah studi yang dilakukan pada penduduk Sri Lanka menunjukkan adanya korelasi

antara tingginya viral loads dan kurangnya respon viral spesifik sel T dengan beratnya

gejala klinis penyakit.

VZV merupakan virus yang menular selama 1-2 hari sebelum lesi kulit muncul,

dapat ditularkan melalui jalur respirasi, dan menimbulkan lesi pada orofaring, lesi inilah

yang memfasilitasi penyebaran virus melalui jalur traktus respiratorius. Pada fase ini,

penularan terjadi melalui droplet kepada membran mukosa orang sehat misalnya

konjungtiva. Masa inkubasi berlangsung sekitar 14 hari, dimana virus akan menyebar ke

kelenjar limfe, kemudian menuju ke hati dan sel-sel mononuklear. VZV yang ada dalam

sel mononuklear mulai menghilang 24 jam sebelum terjadinya ruam kulit; pada penderita

immunocompromised, virus menghilang lebih lambat yaitu 24-72 jam setelah timbulnya

ruam kulit. Virus-virus ini bermigrasi dan bereplikasi dari kapiler menuju ke jaringan

kulit dan menyebabkan lesi makulopapular, vesikuler, dan krusta. Infeksi ini

menyebabkan timbulnya fusi dari sel epitel membentuk sel multinukleus yang ditandai
dengan adanya inklusi eosinofilik intranuklear. Perkembangan vesikel berhubungan

dengan peristiwa ballooning, yakni degenerasi sel epitelial akan menyebabkan timbulnya

ruangan yang berisi oleh cairan. Penyebaran lesi di kulit diketahui disebabkan oleh

adanya protein ORF47-kinase yang berguna pada proses replikasi virus.

Infeksi VZV pada ganglion dorsalis merupakan akibat penjalaran lesi mukokutan

melalui akson sel neuron pada infeksi primer atau disebabkan oleh penularan dari sel

mononuklear terinfeksi sebelum terjadinya ruam-ruam pada kulit. Reaktivasi VZV

simptomatik dapat menyebabkan timbulnya lesi vesikular pada kulit yang terdistribusi

hanya pada dermatom tertentu mengikuti saraf sensori tertentu. Terjadi proses inflamasi,

nekrosis, dan disrupsi morfologi dari sel neuron dan nonneuron menyebabkan myelitis,

defisit fungsi motorik, dan neuralgia postherpetik (PHN).

Telah disebutkan bahwa respon imun spesifik VZV yang diperantarai sel

merupakan komponen penting untuk kesembuhan dari infkesi primer (varicella) atau

reaktivasinya (herpes zoster).14 Infeksi VZV akan menginduksi pembentukan formasi

inflamasi NLRP3 (nucleotide-binding oligomerization domain (NOD)-like receptor P3)

dan proses ini membentuk sitokin proinflamasi IL-1ᵝ dengan aktivasi kaspase-1 pada sel

yang terinfeksi.

F. Pemeriksaan Fisik
1. Rash
1. Setiap lesi mulai sebagai makula merah dan melewati tahap papula, vesikel,
pustula, dan krusta.
2. Kemerahan atau pembengkakan di sekitar lesi mengarah pada kecurigaan
superinfeksi bakteri.
3. Vesikel yang tampak pada dasar lesi eritem memberikan gambaran sebagai
mutiara atau titik embun di kelopak mawar (pearl or dewdrop on a rose petal).
4. Beberapa lesi dapat muncul di orofaring.
5. Lesi pada mata merupakan hal yang jarang
6. Lesi baru akan mengalami erupsi selama 3-5 hari.
7. Biasanya krusta akan terbentuk selama 6 hari (kisaran 2-12 hari), dan akan
benar-benar sembuh dalam 16 hari (kisaran 7-34 hari).
8. Erupsi yang berkepanjangan dari lesi baru atau krustasi dan penyembuhan yang
tertunda dapat terjadi pada gangguan imunitas seluler.
2. Demam
1. Demam yang muncul biasanya mempunyai gradiasi yang rendah (100-102˚F)
tetapi mungkin tinggi 106˚F.
2. Pada anak-anak sehat, demam biasanya akan mereda dalam waktu 4 hari.
3. Demam yang berkepanjangan mendorong kecurigaan atas terjadinya
komplikasi atau imunodefisiensi.

G. Diagnosis dan Pengobatan

Diagnosis varicella ditegakkan dengan adanya ruam vesikular yang khas.

Penanganan bertujuan untuk mengurangi gejala. Asetaminofen digunakan untuk

mengontrol demam, pemberian cairan untuk hidrasi, dan pengobatan topical untuk ruam

dengan pruritus. Pengobatan dengan injeksi asiklovir diperlukan pada pasien dengan

resiko atau terbukti secara klinis mengalami disseminated disease. Injeksi asiklovir bisa

juga diberikan pada neonatus yang terpapar VZV segera setelah lahir. Pada anak yang

sehat, antiviral tidak diwajibkan, tetapi sebuah penelitian menunjukkan bahwa pemberian

asiklovir oral dalam 24 jam awal dapat mengurangi durasi demam satu hari dan

mengurangi tanda dan gejala kutaneus maupun sistemik yang berat.

Pengobatan herpes zoster harus berdasarkan status imun dan umur. Pada pasien

imunokompeten dengan usia di bawah 50 tahun, analgesik diberikan untuk menurangi

nyeri. Antiviral sebenarnya tidak diperlukan, tetapi pemberiannya dapat mempercepat

hilangnya ruam. Pada pasien imunokompeten dengan usia di atas 50 tahun, pemberian

analgesik dan antiviral direkomendasikan, dan sangat esensial pada pasien dengan zoster

oftalmikus.
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis varicella dapat dilakukan dengan teknik

PCR maupun serologi. Pada pemeriksaan serologi, adanya IgM serum spesifik VZV

menunjukkan pasien baru saja terpapar VZV. Kelemahan pemeriksaan IgM serum adalah

tidak dapat membedakan antara infeksi primer, reinfeksi, atau reaktivasi. Pemeriksaan

aviditas IgG sangat berguna untuk mengkonfirmasi adanya infeksi primer, yang

ditunjukkan dengan low-avidity pada antibody IgG, akan tetapi pada breakthrough

varicella pemeriksaan aviditas IgG menunjukkan high-avidity sebagai respon vaksinasi.

Pemeriksaan yang paling reliable dan sensitif untuk varicella adalah dengan mendeteksi

DNA VZV dari sampel lesi kulit dengan PCR.

H. Pencegahan

American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan anak-anak yang


terkena varicella untuk tidak masuk sekolah sampai hari keenam rash muncul.
Mungkin ini tidak mencegah penyebaran varicella karena anak telah terinfeksi sebelum rash
muncul.

a. Vaksinasi
1) Vaksin varicella terdiri dari Oka strain virus varicella hidup yang dilemahkan.
Vaksin i ni aman dan sangat imunogenik. Vaksin ini disetujui untuk digunakan di
Amerika Serikat pada tahun 1995 dan telah banyak mengurangi kejadian dan
kematian akibat varicella.
2) Vaksin ini telah ditemukan memiliki efikasi protektif sekitar 71-100% terhadap
varicella. Namun, perlindungan terhadap varicella sedang dan berat jauh lebih
tinggi (95-100%).
3) Bayi lahir m e m i l i ki antibodi maternal protektif untuk varicella.
Waktu paruh antibodi ini adalah sekitar 6 minggu, dan sebagian
besar anak memiliki kadar antibodi yang sangat rendah setelah usia
5 bulan. Namun, vaksin varicella direkomendasikan setelah usia
1 tahun. Dosis tunggal yang diberikan akan memberikan
perlindungan sekitar 85% dari penerima. Imunitas yang
ditimbulkan vaksin (vaccine-conferred immunity) terhadap
varicella akan berkurang dari waktu ke waktu, yang mana hal ini membuat
penerima vaksin lebih rentan terhadap penyakit ini. Advisory Committee on
Immunization Practices (ACIP) dan AAP sekarang ini merekomendasikan 2 dosis
vaksin ini untuk semua anak. Setelah dosis pcrtama pada usia 12-15 bulan,
dosis kedua harus diberikan pada usia 4-6 tahun. Semua orang yang telah
menerima satu dosis vaksin kapan pun di masa lalu harus diberikan dosis kedua.
4). Dua dosis vaksin varicella memberikan 98% perlindungan terhadap
varicella, dan 100% perlindungan terhadap varicella berat pada anak-anak. Anak
yang diberikan dua dosis vaksin juga memiliki insiden kesembuhan yang baik atas
varicella.
5). Sembuhnya penyakit terjadi setelah 42 hari dari imunisasi. Ketika itu terjadi, biasanya
penyakit yang timbul adalah ringan tetapi dapat menyebar ke individu yang rentan
lainnya. Anak-anak i n i biasanya memiiiki kurang dari 50 lesi pada kulit, dan
demam rendah dan cepat reda. Sakit kepala, sakit tenggorokan, malaise, dan
anoreksia kurang sering terjadi.
6). Beberapa studi menemukan bahwa breakthrough penyakit lebih umum terjadi j i ka
vaksin diberikan sebelum usia 14 bulan, dalam waktu 28 hari vaksinasi MMR, dan jika
anak itu sedang menerima terapi steroid oral. Durasi antara vaksinasi dan paparan juga
sangat signifikan. Penelitian lain tidak menemukan hubungan tersebut.
7). Protokol penelilian memungkinkan vaksin varicella diberikan untuk pasien dengan
leukemia saat mereka berada dalam stadium remisi. Serokonversi menunjukkan nilai
yang baik pada anak dengan leukemia.
8). Postexpositre prophylaxis, jika diberikan dalam waktu 36-72 jam setelah kontak, dapat
mencegah atau melemahkan penyakit pada individu yang terpapar. Obat ini
memungkinkan digunakan untuk vaksinasi dalam mengendalikan wabah pada anak-
anak rentan.
9). Wabah dapat terjadi, bahkan pada anak dengan tingkat tinggi vaksinasi. Anak yang
telah divaksinasi dapat mengembangkan penyakit ringan namun infeksius. Wabah
dapat dikontrol dengan memberikan vaksinasi pada anak-anak yang immmunized
dan remaja di daerah itu.
b. Varicella-zoster imun globulin
1) VZIG digunakan sebagai postexposure prophylaxis pada individu yang berisiko tinggi.
Pemberian sesegera mungkin setelah terpapar adalah jalan terbaik, tapi VZIG dapat
mencegah atau melemahkan varicella jika diberikan dalam wakiu 96 jam setelah
kontak.
2) Dosisnya adalah 125 unit/10 kg berat badan; 125 unit adalah dosis minimum. Dosis
maksimum adalah 625 IU.
3) VZIG diberikan secara intramuskular dan tidak pernah diberikan secara intravena
(IV). Durasi yang diharapkan dari perlindungan VZIG adalah sekitar 3 minggu.
Pada pasien yang diberikan IV imunoglobulin (IVIG) tidak diperlukan VZIG j i k a
infus IVIG terbaru mereka telah diberikan dalam waktu 3 minggu.
4) VZIG mengurangi komplikasi dan tingkat kematian varicella,
bukan insiden varicella. Penggunaan postexposure profllaksis
vaksin varicella I ebih disukai untuk kekebalan pasien normal.
VZIG diindikasikan untuk orang-orang berikut dengan paparan
yang signifikan:

a. Bayi yang baru lahir dari ibu yang mengalami varicella 5 hari sebelum sampai
2 hari setetah persalinan
b. Anak-anak dengan leukemia atau limfoma yang belum divaksinasi dan
belum pernah mengalami varicella sebelumnya
c. Orang dengan HIV, acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), atau
gangguan kekebalan lain
d. Orang yang menerima obat-obatan yang menekan fungsi kekebalan
(misalnya, steroid sistemik)
e. Wanita hamil
f. Individu immunocompromised yang tidak memiliki riwayat pasti mengalami
cacar air.
g. Imunoglobiilin intravena (IVIG) dapat digunakan untuk mencegah
varicella sctelah paparan j i k a VZIG t id ak tersedia. Kemanjuran kl i ni s n y a
belum sepenuhnya diketahui.
I. Komplikasi
a. Infeksi bakteri sekunder
1). Varicella m e nj a di predisposisi pasien terhadap infeksi bakteri. Infeksi pada k u l i t
yang m e n g a l a m i lesi me r u pa k a n ha! yang sering terjadi dan terjadi pada 5-10%
anak-anak. Lesi k ul i t merupakan portal of entry organisme virulen; dapat pula
terjadi selulitis yang menyebar cepat, septikemia, dan infeksi serius lain.
2) Organisme yang sering bertindak sebagai agen infeksius adalah streptokokus grup A
dan Staphylococcus aureus. Varicella menempatkan pasien pada resiko tinggi untuk
mengalami penyakit streptokokus grup A invasif. Selain sindrom syok toksik,
kelompok streptokokus grup A dapat menyebabkan necrotizing fasciitis, bakteremia,
osteomyelitis, pyomyositis, gangrene, abses subgaleal, arthritis, dan meningitis pada
pasien dengan varicella.
3) Spesies staphylococcal juga menyebabkan infeksi yang parah pada anak dengan
varicella. Infeksi staphylococcal pada pasien ini dilaporkan menyebabkan
selulitis, impetiginous pox infections, staphylococcal scalded skin syndrome, toxic
shock syndrome, perikarditis, dan osteomyelitis.
4) Tanda dan gejala infeksi bakteri sekunder dapat dibedakan dari varicella tanpa
komplikasi pada 3-4 hari pertama.
5). Tingkat kecurigaan yang tinggi diperlukan untuk pengenalan awal dan perawatan yang
tepat waktu infeksi sekunder.
6). Tersangka infeksi sekunder adalah jika manifestasi sistemik pada pasien tidak membaik
dalam waktu 3-4 hari, kembali demam atau memburuk, atau kondisi anak memburuk
setelah perbaikan awal.
7). Kecurigaan adanya i n f e k s i bakteri sekunder seharusnya mendorong RS untuk
memberikan terapi awal antibiotik empiris sampai hasil kultur tersedia.
Leukositosis neutrophilic dan neutrophilia terjadi hanya dalam beberapa kasus
yang melibatkan infeksi bakteri yang serius.
b. Komplikasi SSP
1) Acute postinfections cerebellar ataxia adalah komplikasi SSP paling yang paling
sering terjadi, dengan kejadian 1 kasus per 4.000 pasien dengan varicella.

a. Ataxia dapat terjadi tiba-tiba, dan biasanya terjadi 2-3 minggu setelah onset
varicella. Kondisi ini bisa bertahan selama 2 bulan.
b. Manifestasinya dapat beragam, mulai terhuyung-huyung saat berdiri sampai
ketidakmampuan untuk berdiri dan berjalan, dengan disertai diskoordinasi dan
dysarthria. Manifestasi yang muncul akan maksimal saat onset; adanya waxing
dan waning akan menunjukkan diagnosis lain.
c. Sensorium tidak terganggu, bahkan ketika ataksia terjadi secara berat.
d. Prognosis untuk pasien dengan ataksia baik, tetapi beberapa anak mungkin
memiliki sisa ataksia, dikoordinasi, atau dysarthria.
2) Ensefalitis terjadi pada 1,7 pasien per 100.000 kasus varicella pada anak sehat usia 1-
14tahun.
a. Penyakit ini muncul pada varicella akut selama beberapa hari setelah onset rash.
Letargi, drowsiness, mengantuk, dan kebingungan merupakan gejala yang
biasa muncul.
b. Beberapa anak mungkin mengalami kejang, dan ensefalitis yang dapat cepat
berkembang menjadi koma.
c. Komplikasi yang serius dari varicella ini mempunyai tingkat kematian 5-20%.
3) Sindrom Reye dikaitkan dengan varicella ketika menggunakan aspirin adalah
umum. Identifikasi asosiasi ini sekarang telah membuat acetaminophen obat pilihan,
dan sindrom Reye telah menjadi langka.
4) Komplikasi neurologis lainnya termasuk meningitis aseptis, sindrom Guillain-Barré
dan polyadiculitis.
5) Pneumonia
a. Pneumonia terutama t erjadi pada anak-anak yang lebih t ua dan pada orang dewasa
serta dapat me mi l i ki hasil yang fatal.
b. Gejala pernapasan biasanya muncul 3-4 hari setelah rash.
6). Herpes zoster.
a. Sebuah komplikasi tertunda dari varicella, herpes zoster infeksi, terjadi dalam
bulan sampai tahun setelah infeksi primer pada sekitar 15% dari pasien.
b. Komplikasi tersebut disebabkan oleh virus yang terus-menerus menetap dalam
ganglions sensorik.
c. Herpes zoster terdiri dari rash vesikular unilateral, yang terbatas pada 1-3 dermatom.
Rash ini sering menyakitkan pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa. Di
antara manfaat kesehatan dari imunisasi rutin varicella pada anak adalah penurunan
risiko seumur hidup untuk reaktivasi virus sebagai herpes zoster.
d. Otitis media: sekitar 5% anak dengan varicella dapat mengembangkan otitis
media, yang disebabkan oleh patogen penyebab yang biasa muncul pada otitis
media.
e. Trombositopenia
f. Hepatitis: Hepatitis merupakan self-limited accompaniment pada varicella.
i. Hepatitis berat dengan maniiestasi klinis jarang terjadi pada anak-anak sehat
dengan varicella.
ii. Peningkatan yang signifikan atas alanine aminotransferase (ALT) terjadi
pada 20-50% anak-anak dan remaja, namun peningkatan ini akan kembali
normal dalam waktu satu bulan di hampir semua kasus.
i i i . Keterlibatan hati t i d a k tergantung pada t i ng ka t keparahan k u l i t da n
manifestasi sistemik.
g. Glomerulonefritis
h. Dengue va ri c e ll a

Varisela adalah infeksi akut primer oleh virus Varisela Zoster (VVZ) yang menyerang
kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi
dibagian sentral tubuh. Varisela juga dikenal sebagai cacar air atau chicken pox. 1,2
Varisela merupakan penyakit yang tersebar luas diseluruh dunia menyerang terutama
anak-anak, namun dapat pula menyerang orang dewasa. Epidemik varisela terjadi pada
musim dingin dan musim semi, tercatat lebih dari 4 juta kasus, 11.000 rawat inap, dan 100
kematian tiap tahunnya. Di Indonesia, insidennya cukup tinggi dan terjadi secara sproradis
sepanjang tahun. Varisela merupakan penyakit serius dengan persentasi komplikasi dan
angka kematian tinggi pada dewasa, serta orang imun yang terkompromi. Pada rumah tangga,
presentasi penularan dari virus ini berkisar 65%-86%. VVZ merupakan infeksi yang sangat
menular dan menyebar biasanya dari oral, udara atau sekresi respirasi dan terkadang melalui
transfer langsung dari lesi kulit melalui transmisi fetomaternal.2,3
Virus Varisela Zoster (VVZ) merupakan anggota famili herpesviridae dan sub famili
alfa herpes. Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini
menyebabkan varisela, sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster.2 Berdasarkan
gejala klinisnya, varisela memiliki tiga stadium yang terdiri dari:
1. Stadium Prodromal
Biasanya 2 – 3 hari dan bervariasi seperti demam yang tidak terlalu tinggi, malase,
dan nyeri kepala, batuk, sakit tenggorokan, gatal bervariasi dari ringan hingga
berat.
2. Stadium Erupsi
Pada mulanya timbul erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu
beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini berupa tetesan embun
(tear drops) dan kemudian menjadi pustul dan krusta. Sementara proses ini
berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel yang baru sehingga menimbulkan
gambaran polimorf. Penyebarannya terutama didaerah badan, kemudian menyebar
secara sentrifugal ke wajah dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir
mata, mulut, dan saluran napas bagian atas.
3. Stadium Penyembuhan
Masa penyembuhan sekitar 2 minggu dan pelepasan krusta bervariasi dalam 2 hari
sampai 2 minggu.

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan Tzanck dengan pewarnaan


Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati sel datia berinti banyak.2
Pengobatan biasanya bersifat simptomatik, dengan pemberian antipiretik dan
analgesik. Anti histamin oral dapat diberikan untuk menghilangkan rasa gatal, sedangkan
pemberian anti virus dapat memperpendek perjalanan penyakit.2
Prognosis penyakit ini ditentukan oleh perawatan yang teliti dan komplikasi yang
mungkin timbul, namun pada umumnya prognosisnya baik.

PROGNOSA
Individu sehat dengan varisela mempunyai prognosa baik. Sedangkan individu yang
imunocompremise mempunyai resiko yang lebih besar untuk menjadi parah dan meninggal.
Angka mortalitas pada varisela neonatus mencapai 30%. Episode ulangan varisela jarang
terjadi oleh karena imunitasnya yang bertahan seumur hidup.
DAFTAR PUSTAKA

1. Schmid, D.S. & Jumaan, A.O. 2010. Impact of Varicella vaccine on Varicella zoster

virus dynamics. Clin. Microbiol Rev. Vol 23, No.1. p. 202-217.

2. Kurniwan, M., Dessy, N. & Tatang, M. 2009. Varicella zoster pada anak. Medicinus.

Vol. 3, No. 1.

3. Mueller, N.H., Gilden, D.H., Cohrs, R.J., Mahalingam, R. & Nagel, M.A. 2008.

Varicella zoster virus infection: clinical features, molecular pathogenesis of disease, and

latency. Neurol Clin. 2008 August; 26(3): 675–viii.

4. Breuer, J., Grose, C., Norberg, P., Tipples, G. & Schmid, D.S. 2010. A proposal for a

common nomenclature for viral clades that form the species varicella-zoster virus:

summary of VZV Nomenclature Meeting 2008, Barts and the London School of

Medicine and Dentistry, 24–25 July 2008. Journal of General Virology (2010), 91, 821–

828.

5. Malavige, N.M., Jones, L., Kamaladasa, S.D., Wijewickrama, A., Seneviratne, S.L.,

Black, A.P. & Ogg, G.S. 2008. Viral load, clinical disease severity and cellular immune

responses in primary Varicella zoster virus infection in Sri Lanka. Plos One 2008 Nov;

Vol. 3, Issue 11, e3789.


6. Rice, P.S. 2011. Ultra-violet radiation is responsible for the differences in global

epidemiology of chickenpox and the evolution of varicella-zoster virus as man migrated

out of Africa. Rice Virology Journal 2011, 8:189.

7. Patel, M.S., Gebremariam, A. & Davis, M.M. 2008. Herpes zoster related

hospitalizations and expenditures before and after introduction of the varicella vaccine in

the United States. Infect. Control Hosp. Epidemiol 2008; 29:1157-1163.

8. Reynolds, M.A., Watson, B.M., Plott-Adams, K.K., Jumaa, A.O., Galil, K., Maupin, T.J.,

Zhang, J.X. & Sewards, J.F. 2008. Epidemiology of varicella hospitalizations in the

United States, 1995–2005. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197: S120–6.

9. Shah, S.S., Wood, S.M., Luan, X. & Ratner, A.J. 2010. Decline in varicella-related

ambulatory visits and hospitalizations in the United States since routine immunization

against varicella. Pediatr Infect Dis J. 2010 March; 29(3): 199–204.

10. Lopez, A.S., Zhang, J., Brown, C. & Stephanie B. 2011. Varicella-related

hospitalizations in the United States, 2000-2006: The 1-dose varicella vaccination era.

Pediatrics 2011; 127; 238.

11. Marin, M., Meissner H.C. & Seward, J.F. 2008. Varicella prevention in the United

States: a review of successes and challenges. Pediatrics 2008; 122; e744.

12. Marin, M., Zhang, J.X. & Seward, J.F. 2011. Near elimination of varicella deaths in the

US after implementation of the vaccination program. Pediatrics 2011; 128; 214.

13. Watson, B. 2008. Humoral and cell-mediated immune responses in children and adults

after 1 and 2 doses of varicella vaccine. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197:

S143-6.

14. Weinberg, A., Lazar, A.A., Zerbe, G.O., Hayward, A.R., Chan, I.S.F., Vessey, R., Silber,

J.L., MacGregor, R.R., Chan, K., Gershon, A.A. & Levin, M.J. 2010. Influence of age
and nature of primary infection on varicella-zoster virus-specific cell-mediated immune

responses. J Infect Dis. 2010 April 1; 201(7): 1024-1030.

15. Nour, A.M., Reichelt M., Ku, Cha-Chi, Ho, Min-Yin, Heineman, T.C. & Arvin, A.M.

2011. Varicella zoster virus infection triggers formation of an interleukin-1 (IL-1)-

processing inflammasome complex. The Journal Of Biological Chemistry Vol. 286, No.

20. pp. 17921-17933.

16. Hechter, R.C., Chao, C., Li, Q., Jacobsen, S.J. & Tseng, Hung-Fu. 2011. Second-dose

varicella vaccination coverage in children and adolescents in a managed care

organization in california, 2006–2009. The Pediatric Infectious Disease Journal Vol. 30,

No. 8.

17. Wolfe, R.M. 2012. Update on adult immunizations. JABFM July–August 2012, Vol. 25,

No. 4.

18. Pickering, L.K., Baker, C.J., Feed, G.L., Gall, S.A., Grogg, S.A., Poland, G.A.,

Rodewald, L.E., Schaffner, W., Stinchfield, P., Tan, L., Zimmerman, R.K. & Orenstein,

W.A. 2009. Immunization programs for infants, children, adolescents, and adults:

clinical practice guidelines by the Infectious Diseases Society of America. Clinical

Infectious Diseases 2009; 49: 817-40.

19. Gershon, A.A. & Katz S.L. 2008. Perspective on live varicella vaccine. The Journal of

Infectious Diseases 2008; 197: S242–5.

20. Adler, A.L., Casper, C., Boeckh, M., Heath, J. & Zerr, D.M. 2008. An outbreak of

varicella with likely breakthrough disease in a population of pediatric cancer patients.

Infect. Control Hosp. Epidemiol 2008; 29:866–870.

21. Chaves, S.S., Haber, P., Walton, K., Wise, R.P., Izurieta, H.S., Schmid, D.S. & Seward,

J.F. 2008. Safety of varicella vaccine after licensure in the United States: experience
from reports to the vaccine adverse event reporting system, 1995–2005. The Journal of

Infectious Diseases 2008; 197: S170–7.

22. Galea, S.A., Sweet, A., Beninger, P., Steinberg, S.P., LaRussa, P.S., Gershon, A.A. &

Sharrar, R.G. 2008. The safety profile of varicella vaccine: a 10-year review. The Journal

of Infectious Diseases 2008; 197: S165–9.

23. Wood, S.M., Shah, S.S., Steenhoff, A.P. & Rutstein, R.M. 2008. Primary varicella and

herpes zoster among HIV-infected children from 1989 to 2006. Pediatrics 2008; 121;

e150.

24. Chaves, S.S., Zhang, J., Civen, R., Watson, B.M., Carbajal, T., Perella, D. & Seward,

J.F. 2008. Varicella disease among vaccinated persons: clinical and epidemiological

characteristics, 1997-2005. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197: S127-31.

25. Black, S., Ray, P., Shinefield, H., Saddier, P. & Nikas, A. 2008. Lack of association

between age at varicella vaccination and risk of breakthrough varicella, within the

Northern California Kaiser Permanente Medical Care Program. The Journal of Infectious

Diseases 2008; 197: S139-42.

26. Michalik, D.E., Steinberg, S.P., LaRussa, P.S., Edwards, K.M., Wright, P.F., Arvin,

A.M., Gans, H.A. & Gershon, A.A. 2008. Primary vaccine failure after 1 dose of

varicella vaccine in healthy children. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197:944–

9.

27. Wilson, E., Goss, M.A., Marin, M., Shields, K.E., Seward, J.F., Rasmussen, S.A. &

Sharrar, R.G. 2008. Varicella vaccine exposure during pregnancy: data from 10 years of

the pregnancy registry. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197:S178–84.

28. Chaves, S.S., Lopez, A.S., Watson, T.L., Civen, R., Watson, B., Mascola L. & Seward,

J.F. 2011. Varicella in infants after implementation of the US varicella vaccination

program. Pediatrics 2011; 128; 1071.


29. Donahue, J.G., Kieke, B.A., Yih, W.K., Berger, N.R., McCauley, J.S., Baggs, J.,

Zangwill, K.M., Baxter, R., Eriksen, E.M., Glanz, J.M. & the others. Varicella

vaccination and ischemic stroke in children: is there an association?. Pediatrics 2009;

123; e228.

30. Perella, D., Fiks, A.G., Jumaan, A., Robinson, D., Gargiullo, P., Pletcher J., Forke, C.M.,

Schmid, D.S., Renwick M., Mankodi, F., Watson, B. Spain C.V. 2009. Validity of

reported varicella history as a marker for Varicella zoster virus immunity among

unvaccinated children, adolescents, and young adults in the post-vaccine licensure era.

Pediatrics 2009; 123; e820.

Anda mungkin juga menyukai

  • Penyuluhan Aritmia Risma
    Penyuluhan Aritmia Risma
    Dokumen3 halaman
    Penyuluhan Aritmia Risma
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Ulkus Pedis DG Terapi HBOT, Risma
    Jurnal Ulkus Pedis DG Terapi HBOT, Risma
    Dokumen33 halaman
    Jurnal Ulkus Pedis DG Terapi HBOT, Risma
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • Referat Risma CHF
    Referat Risma CHF
    Dokumen16 halaman
    Referat Risma CHF
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Cuci Tangan
    Leaflet Cuci Tangan
    Dokumen2 halaman
    Leaflet Cuci Tangan
    ayhuu santy
    Belum ada peringkat
  • Geno Gram
    Geno Gram
    Dokumen47 halaman
    Geno Gram
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • CBD Lepto Risma
    CBD Lepto Risma
    Dokumen34 halaman
    CBD Lepto Risma
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • Referat Myasthenia Gravis
    Referat Myasthenia Gravis
    Dokumen24 halaman
    Referat Myasthenia Gravis
    Tian Dida
    50% (2)
  • Genogram
    Genogram
    Dokumen1 halaman
    Genogram
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • Research Article
    Research Article
    Dokumen24 halaman
    Research Article
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • Lapkas
    Lapkas
    Dokumen29 halaman
    Lapkas
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • Autis 2
    Autis 2
    Dokumen29 halaman
    Autis 2
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • Geno Gram
    Geno Gram
    Dokumen47 halaman
    Geno Gram
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • Autis 3
    Autis 3
    Dokumen29 halaman
    Autis 3
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • Autis
    Autis
    Dokumen28 halaman
    Autis
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • Genogram
    Genogram
    Dokumen1 halaman
    Genogram
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • Indikator Kesmas KB Dan KPDDKN
    Indikator Kesmas KB Dan KPDDKN
    Dokumen20 halaman
    Indikator Kesmas KB Dan KPDDKN
    Teguh Pambudi
    Belum ada peringkat
  • Tutorial Thalasemia
    Tutorial Thalasemia
    Dokumen5 halaman
    Tutorial Thalasemia
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • Patofisiologi Telinga
    Patofisiologi Telinga
    Dokumen66 halaman
    Patofisiologi Telinga
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • Indikator Kesmas KB Dan KPDDKN
    Indikator Kesmas KB Dan KPDDKN
    Dokumen20 halaman
    Indikator Kesmas KB Dan KPDDKN
    Teguh Pambudi
    Belum ada peringkat
  • Vitamin B
    Vitamin B
    Dokumen10 halaman
    Vitamin B
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • 858 2150 1 PB
    858 2150 1 PB
    Dokumen7 halaman
    858 2150 1 PB
    Hotma Febrina Nababan
    Belum ada peringkat
  • Refkas Oe Mira
    Refkas Oe Mira
    Dokumen14 halaman
    Refkas Oe Mira
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • Artikel Ririn Rahayu-AJW PDF
    Artikel Ririn Rahayu-AJW PDF
    Dokumen5 halaman
    Artikel Ririn Rahayu-AJW PDF
    BibikKarti
    Belum ada peringkat
  • Autis 3
    Autis 3
    Dokumen29 halaman
    Autis 3
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • OA DR Nasir
    OA DR Nasir
    Dokumen14 halaman
    OA DR Nasir
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • Tutorial DHF
    Tutorial DHF
    Dokumen5 halaman
    Tutorial DHF
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • DBD PDF Usu
    DBD PDF Usu
    Dokumen21 halaman
    DBD PDF Usu
    Roro Widyastuti
    Belum ada peringkat
  • Autis 2
    Autis 2
    Dokumen29 halaman
    Autis 2
    Rhisma Apriani R
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Miastenia Gravis
    Laporan Kasus Miastenia Gravis
    Dokumen28 halaman
    Laporan Kasus Miastenia Gravis
    noradarfiyona
    Belum ada peringkat