Pembimbing:
dr. Dewi Laksmi Sp.A, M.Kes
.
disusun oleh :
RISMA APRIANI RUDDIN
30101307065
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu kesehatan anak
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
B. DATA DASAR
I. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di Poli Anak RSUD dr. H. Soewondo Kendal secara
autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 28 September 2018 serta
didukung catatan medis pasien.
Keluhan utama: Bintil-bintil di punggung, tangan , kaki dan wajah sejak 2
hari yang lalu.
• Pasien tinggal di rumah bersama Ayah dan ibunya. Ayah pasien sehari-hari bekerja
sebagai wiraswasta. Sumber pembiayaan pengobatan ditanggung sendiri.
• Kesan: Keadaan sosial ekonomi baik.
Riwayat Prenatal
• Ibu rutin memeriksakan kandungannya ke bidan terdekat. Mulai saat mengetahui
kehamilan sebanyak 8x dengan interval 1 kali tiap bulan. Selama hamil ibu mendapat
suntikan TT, Ibu mengaku tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan.
Riwayat perdarahan, hipertensi, DM dan trauma saat hamil disangkal. Riwayat
minum obat tanpa resep dokter, minum jamu, ataupun pijat hamil disangkal.
• Kesan: riwayat kesehatan prenatal baik
Riwayat Imunisasi
VAKSIN DASAR (umur)
BCG 1 bulan - - -
DPT/ DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan -
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan
Campak 9 bulan - - -
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 4 bulan -
• Kesan : Imunisasi dasar lengkap
Tanda Vital
Frekuensi nadi : 136 x/menit
Frekuensi napas : 33 x/ menit
Temperatur : 37‚0o C per axial
Saturasi oksigen : 99 %
Status Internus
a. Kepala : Normocephale.
b. Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
c. Mata : Pupil bulat, isokor, Ø 3mm/ 3mm, refleks cahaya (+/+)
normal,konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-), palpebra udem (-/-)
d. Hidung : simetris, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-),epistaksis (-
e. Telinga : bentuk normal, serumen (-/-), discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-/-)
f. Mulut : bibir kering (-), sianosis (-),lidah kotor (-), karies (-), ginggiva
bleeding (-)
g. Tenggorok : tonsil ukuran T1-T1, permukaan rata, kripte tonsil tidak melebar,tidak
hiperemis,faring hiperemis (-)
h. Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
i. Kulit : sianosis (-). Turgor kembali cepat, akral dingin (-)
j. Kuku : Capillary Refill Time <2 detik
(Thorax)
Paru
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : timpani di seluruh kuadran, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (+),turgor cukup
Hepar : tidak teraba membesar
Superior Inferior
Refek Fisiologis N N
Reflek Patologis - -
Tidak di lakukan
IV. RESUME
RPS
Muncul bintil-bintil berisi cairan sejak 2 hari yang lalu
Demam (+) 3 hari
Rw. Kontak dengan tetangga yang sakit seperti ini (+)
RPD
Belum pernah sakit seperti ini
V. DIAGNOSIS
Diagnosis banding
1. Varicella
2. Variola
3. Herpes Zoster
4. Campak
5. Moluskum Kontangiosum
Diagnosis kerja
1. Varicella
VI. Initial Planing Diagnosis
1. Tzank test
2. Darah lengkap
3. kultur
VII. Initial Planing Terapi
1. Asyclovir
2. CTM
3. Lactacyd
4. PCT
Varicella merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Varicella zoster
(VZV) yang dapat bermanifestasi menjadi varicella (chickenpox) dan reaktivasi latennya
menimbulkan herpes zoster (shingles). Gejala klinis varicela dapat ditemukan pada kulit
kepala, muka, badan, biasanya sangat gatal, berupa makula kemerahan, yang kemudian
menimbulkan lesi vesikular yang terdistribusi unilateral sesuai dengan perjalanan saraf
laboratorium dengan teknik virologi dan serologi. Pencegahan yang dapat digunakan
terhadap penyakit varicella adalah vaksinasi dan immunoglobulin. Obat pilihan utama
terhadap penyakit varicella dan herpes zoster adalah antivirus. Komplikasi yang mungkin
A. Manifestasi Klinis
bermanifestasi menjadi penyakit varicella atau chickenpox, yang secara umum dapat
terlihat pada anak usia 1 sampai 9 tahun. Infeksi primer VZV pada dewasa biasanya akan
lebih berat dan dapat disertai pneumonia interstisial. Begitu pula infeksi Varicella zoster
pada penderita immunocompromised, manifestasinya akan lebih berat dan dapat terjadi
diseminasi.
Penyakit varicella ditandai dengan demam yang disertai ruam pada kulit atau
terkadang mukosa. Nyeri kepala, malaise, dan nafsu makan menurun seringkali
dikeluhkan pasien. Ruam diawali dengan makula, kemudian secara cepat berubah
menjadi papul-papul, yang kemudian diikuti munculnya vesikel dan krusta pada lesi.
Krusta akan terkelupas setelah 1 sampai 2 minggu. Virus Varicella zoster merupakan
virus yang sangat infeksius dan transmisinya bisa melalui kontak langsung dengan lesi
atau dari aerosol pernafasan pasien terinfeksi. Komplikasi pada sistem saraf pusat
primer ataupun pasca immunisasi dengan ditandai munculnya kembali ruam-ruam kulit
(bentuk makulopapular) tanpa disertai demam, diperkirakan disebabkan oleh VZV tipe
virulen. Progresif Varicella adalah suatu keadaan yang ditandai dengan koagulopati,
perdarahan hebat, dan terus munculnya lesi-lesi baru. Timbul rasa sakit yang hebat di
daerah abdominal disertai dengan perdarahan pada vesikel. Faktor resiko keadaan ini
limfosit <500 sel/mm. Sindroma Varicella Kongenital diketahui hanya 2% fetus dengan
ibu terinfeksi varicella yang menampilkan VZV embriopati pada usia 20 minggu
kehamilan. Fetus yang terinfeksi pada usia 6-12 minggu dapat menyebabkan gangguan
pada pertumbuhan ekstremitas. Infeksi pada fetus 16-20 minggu dapat menyebabkan
gangguan pada mata dan otak. Infeksi pada fetus juga dapat menyebabkan gangguan
pada saraf simpatis pada servikal dan lumbosacral sehingga menyebabkan sindrom
horner dan disfungsi dari uretra dan sfingter anal. Gejala yang khas biasanya terlihat
pada kulit, ekstremitas, mata, dan otak. Gejala pada kulit sikatriks, malformasi
ekstremitas. Kelainan pada mata berupa katarak; serta afasia bila mengenai otak secara
keseluruhan Pada pemeriksaan histologi ditemukan adanya proses nekrosis pada otak.
diawali dengan fase prodromal ditandai dengan nyeri, gatal, parestesi, disestesi, dan
sensitif terhadap sentuhan pada satu sampai tiga dermatom. Beberapa hari kemudian
akan tampak ruam makulopapular unilateral pada area yang terkena, yang kemudian
Kebanyakan akan muncul pada dada, diikuti dengan lesi di wajah, secara khas akan
seringkali disertai dengan keratitis zoster dan bisa menyebabkan kebutaan. Zoster yang
menyerang ganglion genikulatum saraf fasialis dapat menyebabkan paralisis otot wajah
ipsilateral, muncul ruam pada kanalis euditoris eksterna. Kombinasi ini dikenal dengan
B. Etiologi
penyakit varicella (chickenpox) dan zoster.1,2,3,4 Virus ini merupakan virus herpes
pertama yang berhasil diuarai lengkap dan vaksinnya dilisensi serta digunakan secara
luas. VZV merupakan anggota dari genus Varicellovirus dengan subfamily Alpha-
herpesvirus. VZV mempunyai hubungan dekat dengan anggota lain dari genus
Tiga grup dari VZV telah dipublikaikan skema genotipnya berdasarkan single nucleotide
daerah tropis dan daerah dingin. Pada daerah dengan iklim dingin, varicella merupakan
penyakit anak-anak yang umum dan angka seropositifnya berkisar antara 53%-100%
pada umur 5 tahun dan pada umur 20-30 tahun bisa lebih dari 80%. Sementara pada
daerah tropis, insidensi infeksi VZV pada usia anak-anak adalah rendah, justru lebih
tinggi usia dewasa. Hal ini mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas.5 Adanya
perbedaan karakteristik epidemiologi dari VZV ini dihipotesiskan karena adanya faktor
iklim seperti sinar ultraviolet, sehingga menyebabkan perbedaan genotip dari VZV di
kasus varicella ditemukan sekitar 4 juta kasus. Insidensi varicella adalah 15-16 kasus
per-1000 penduduk. Mayoritas penduduk yang menderita varicella adalah anak-anak usia
<15 tahun (85%) dan insidensi pada usia spesifik tertinggi adalah anak-anak usia <5
menunjukkan angka penurunan sampai 90% kejadian varicella di Amerika Serikat dari
tahun 1995 sampai 2005. Sementara data dari passive surveillance dari empat negara
dibandingkan era prevaksin.10 Angka kematian akibat varicella juga dilaporkan menurun
setelah program vaksinasi digalakkan.12 Pemberian vaksinasi secara garis besar telah
D. PATOGENESIS
Virus Varicella zoster (VZV) menginfeksi banyak tipe sel host selama fase akut,
termasuk diantaranya sel T, sel B, monosit dan sel dendritic. Infeksi sel T oleh virus
infeksi VZV dipercaya predominan pada sel T. Pada infeksi primer akut, viral loads pada
anak-anak telah dilaporkan sebanyak 1 sampai 5000 viral per 105 PBMCs dan 100
sampai 1000 per ml darah. Pada kebanyakan kasus infeksi, derajat viraemia dihubungkan
dengan beratnya gambaran klinis. Respon spesifik sel T dipercaya memegang peranan
penting dalam mengontrol virus dan mencegah reaktivasi virus. Respon spesifik sel T
tampaknya tidak berkorelasi dengan beratnya gejala klinis. Oleh karena itu, respon
spesifik sel T pada awal infeksi mungkin melindungi individu dari beratnya penyakit.
Sebuah studi yang dilakukan pada penduduk Sri Lanka menunjukkan adanya korelasi
antara tingginya viral loads dan kurangnya respon viral spesifik sel T dengan beratnya
VZV merupakan virus yang menular selama 1-2 hari sebelum lesi kulit muncul,
dapat ditularkan melalui jalur respirasi, dan menimbulkan lesi pada orofaring, lesi inilah
yang memfasilitasi penyebaran virus melalui jalur traktus respiratorius. Pada fase ini,
penularan terjadi melalui droplet kepada membran mukosa orang sehat misalnya
konjungtiva. Masa inkubasi berlangsung sekitar 14 hari, dimana virus akan menyebar ke
kelenjar limfe, kemudian menuju ke hati dan sel-sel mononuklear. VZV yang ada dalam
sel mononuklear mulai menghilang 24 jam sebelum terjadinya ruam kulit; pada penderita
immunocompromised, virus menghilang lebih lambat yaitu 24-72 jam setelah timbulnya
ruam kulit. Virus-virus ini bermigrasi dan bereplikasi dari kapiler menuju ke jaringan
kulit dan menyebabkan lesi makulopapular, vesikuler, dan krusta. Infeksi ini
menyebabkan timbulnya fusi dari sel epitel membentuk sel multinukleus yang ditandai
dengan adanya inklusi eosinofilik intranuklear. Perkembangan vesikel berhubungan
dengan peristiwa ballooning, yakni degenerasi sel epitelial akan menyebabkan timbulnya
ruangan yang berisi oleh cairan. Penyebaran lesi di kulit diketahui disebabkan oleh
Infeksi VZV pada ganglion dorsalis merupakan akibat penjalaran lesi mukokutan
melalui akson sel neuron pada infeksi primer atau disebabkan oleh penularan dari sel
simptomatik dapat menyebabkan timbulnya lesi vesikular pada kulit yang terdistribusi
hanya pada dermatom tertentu mengikuti saraf sensori tertentu. Terjadi proses inflamasi,
nekrosis, dan disrupsi morfologi dari sel neuron dan nonneuron menyebabkan myelitis,
Telah disebutkan bahwa respon imun spesifik VZV yang diperantarai sel
merupakan komponen penting untuk kesembuhan dari infkesi primer (varicella) atau
dan proses ini membentuk sitokin proinflamasi IL-1ᵝ dengan aktivasi kaspase-1 pada sel
yang terinfeksi.
F. Pemeriksaan Fisik
1. Rash
1. Setiap lesi mulai sebagai makula merah dan melewati tahap papula, vesikel,
pustula, dan krusta.
2. Kemerahan atau pembengkakan di sekitar lesi mengarah pada kecurigaan
superinfeksi bakteri.
3. Vesikel yang tampak pada dasar lesi eritem memberikan gambaran sebagai
mutiara atau titik embun di kelopak mawar (pearl or dewdrop on a rose petal).
4. Beberapa lesi dapat muncul di orofaring.
5. Lesi pada mata merupakan hal yang jarang
6. Lesi baru akan mengalami erupsi selama 3-5 hari.
7. Biasanya krusta akan terbentuk selama 6 hari (kisaran 2-12 hari), dan akan
benar-benar sembuh dalam 16 hari (kisaran 7-34 hari).
8. Erupsi yang berkepanjangan dari lesi baru atau krustasi dan penyembuhan yang
tertunda dapat terjadi pada gangguan imunitas seluler.
2. Demam
1. Demam yang muncul biasanya mempunyai gradiasi yang rendah (100-102˚F)
tetapi mungkin tinggi 106˚F.
2. Pada anak-anak sehat, demam biasanya akan mereda dalam waktu 4 hari.
3. Demam yang berkepanjangan mendorong kecurigaan atas terjadinya
komplikasi atau imunodefisiensi.
mengontrol demam, pemberian cairan untuk hidrasi, dan pengobatan topical untuk ruam
dengan pruritus. Pengobatan dengan injeksi asiklovir diperlukan pada pasien dengan
resiko atau terbukti secara klinis mengalami disseminated disease. Injeksi asiklovir bisa
juga diberikan pada neonatus yang terpapar VZV segera setelah lahir. Pada anak yang
sehat, antiviral tidak diwajibkan, tetapi sebuah penelitian menunjukkan bahwa pemberian
asiklovir oral dalam 24 jam awal dapat mengurangi durasi demam satu hari dan
Pengobatan herpes zoster harus berdasarkan status imun dan umur. Pada pasien
hilangnya ruam. Pada pasien imunokompeten dengan usia di atas 50 tahun, pemberian
analgesik dan antiviral direkomendasikan, dan sangat esensial pada pasien dengan zoster
oftalmikus.
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis varicella dapat dilakukan dengan teknik
PCR maupun serologi. Pada pemeriksaan serologi, adanya IgM serum spesifik VZV
menunjukkan pasien baru saja terpapar VZV. Kelemahan pemeriksaan IgM serum adalah
tidak dapat membedakan antara infeksi primer, reinfeksi, atau reaktivasi. Pemeriksaan
aviditas IgG sangat berguna untuk mengkonfirmasi adanya infeksi primer, yang
ditunjukkan dengan low-avidity pada antibody IgG, akan tetapi pada breakthrough
Pemeriksaan yang paling reliable dan sensitif untuk varicella adalah dengan mendeteksi
H. Pencegahan
a. Vaksinasi
1) Vaksin varicella terdiri dari Oka strain virus varicella hidup yang dilemahkan.
Vaksin i ni aman dan sangat imunogenik. Vaksin ini disetujui untuk digunakan di
Amerika Serikat pada tahun 1995 dan telah banyak mengurangi kejadian dan
kematian akibat varicella.
2) Vaksin ini telah ditemukan memiliki efikasi protektif sekitar 71-100% terhadap
varicella. Namun, perlindungan terhadap varicella sedang dan berat jauh lebih
tinggi (95-100%).
3) Bayi lahir m e m i l i ki antibodi maternal protektif untuk varicella.
Waktu paruh antibodi ini adalah sekitar 6 minggu, dan sebagian
besar anak memiliki kadar antibodi yang sangat rendah setelah usia
5 bulan. Namun, vaksin varicella direkomendasikan setelah usia
1 tahun. Dosis tunggal yang diberikan akan memberikan
perlindungan sekitar 85% dari penerima. Imunitas yang
ditimbulkan vaksin (vaccine-conferred immunity) terhadap
varicella akan berkurang dari waktu ke waktu, yang mana hal ini membuat
penerima vaksin lebih rentan terhadap penyakit ini. Advisory Committee on
Immunization Practices (ACIP) dan AAP sekarang ini merekomendasikan 2 dosis
vaksin ini untuk semua anak. Setelah dosis pcrtama pada usia 12-15 bulan,
dosis kedua harus diberikan pada usia 4-6 tahun. Semua orang yang telah
menerima satu dosis vaksin kapan pun di masa lalu harus diberikan dosis kedua.
4). Dua dosis vaksin varicella memberikan 98% perlindungan terhadap
varicella, dan 100% perlindungan terhadap varicella berat pada anak-anak. Anak
yang diberikan dua dosis vaksin juga memiliki insiden kesembuhan yang baik atas
varicella.
5). Sembuhnya penyakit terjadi setelah 42 hari dari imunisasi. Ketika itu terjadi, biasanya
penyakit yang timbul adalah ringan tetapi dapat menyebar ke individu yang rentan
lainnya. Anak-anak i n i biasanya memiiiki kurang dari 50 lesi pada kulit, dan
demam rendah dan cepat reda. Sakit kepala, sakit tenggorokan, malaise, dan
anoreksia kurang sering terjadi.
6). Beberapa studi menemukan bahwa breakthrough penyakit lebih umum terjadi j i ka
vaksin diberikan sebelum usia 14 bulan, dalam waktu 28 hari vaksinasi MMR, dan jika
anak itu sedang menerima terapi steroid oral. Durasi antara vaksinasi dan paparan juga
sangat signifikan. Penelitian lain tidak menemukan hubungan tersebut.
7). Protokol penelilian memungkinkan vaksin varicella diberikan untuk pasien dengan
leukemia saat mereka berada dalam stadium remisi. Serokonversi menunjukkan nilai
yang baik pada anak dengan leukemia.
8). Postexpositre prophylaxis, jika diberikan dalam waktu 36-72 jam setelah kontak, dapat
mencegah atau melemahkan penyakit pada individu yang terpapar. Obat ini
memungkinkan digunakan untuk vaksinasi dalam mengendalikan wabah pada anak-
anak rentan.
9). Wabah dapat terjadi, bahkan pada anak dengan tingkat tinggi vaksinasi. Anak yang
telah divaksinasi dapat mengembangkan penyakit ringan namun infeksius. Wabah
dapat dikontrol dengan memberikan vaksinasi pada anak-anak yang immmunized
dan remaja di daerah itu.
b. Varicella-zoster imun globulin
1) VZIG digunakan sebagai postexposure prophylaxis pada individu yang berisiko tinggi.
Pemberian sesegera mungkin setelah terpapar adalah jalan terbaik, tapi VZIG dapat
mencegah atau melemahkan varicella jika diberikan dalam wakiu 96 jam setelah
kontak.
2) Dosisnya adalah 125 unit/10 kg berat badan; 125 unit adalah dosis minimum. Dosis
maksimum adalah 625 IU.
3) VZIG diberikan secara intramuskular dan tidak pernah diberikan secara intravena
(IV). Durasi yang diharapkan dari perlindungan VZIG adalah sekitar 3 minggu.
Pada pasien yang diberikan IV imunoglobulin (IVIG) tidak diperlukan VZIG j i k a
infus IVIG terbaru mereka telah diberikan dalam waktu 3 minggu.
4) VZIG mengurangi komplikasi dan tingkat kematian varicella,
bukan insiden varicella. Penggunaan postexposure profllaksis
vaksin varicella I ebih disukai untuk kekebalan pasien normal.
VZIG diindikasikan untuk orang-orang berikut dengan paparan
yang signifikan:
a. Bayi yang baru lahir dari ibu yang mengalami varicella 5 hari sebelum sampai
2 hari setetah persalinan
b. Anak-anak dengan leukemia atau limfoma yang belum divaksinasi dan
belum pernah mengalami varicella sebelumnya
c. Orang dengan HIV, acquired immunodeficiency syndrome (AIDS), atau
gangguan kekebalan lain
d. Orang yang menerima obat-obatan yang menekan fungsi kekebalan
(misalnya, steroid sistemik)
e. Wanita hamil
f. Individu immunocompromised yang tidak memiliki riwayat pasti mengalami
cacar air.
g. Imunoglobiilin intravena (IVIG) dapat digunakan untuk mencegah
varicella sctelah paparan j i k a VZIG t id ak tersedia. Kemanjuran kl i ni s n y a
belum sepenuhnya diketahui.
I. Komplikasi
a. Infeksi bakteri sekunder
1). Varicella m e nj a di predisposisi pasien terhadap infeksi bakteri. Infeksi pada k u l i t
yang m e n g a l a m i lesi me r u pa k a n ha! yang sering terjadi dan terjadi pada 5-10%
anak-anak. Lesi k ul i t merupakan portal of entry organisme virulen; dapat pula
terjadi selulitis yang menyebar cepat, septikemia, dan infeksi serius lain.
2) Organisme yang sering bertindak sebagai agen infeksius adalah streptokokus grup A
dan Staphylococcus aureus. Varicella menempatkan pasien pada resiko tinggi untuk
mengalami penyakit streptokokus grup A invasif. Selain sindrom syok toksik,
kelompok streptokokus grup A dapat menyebabkan necrotizing fasciitis, bakteremia,
osteomyelitis, pyomyositis, gangrene, abses subgaleal, arthritis, dan meningitis pada
pasien dengan varicella.
3) Spesies staphylococcal juga menyebabkan infeksi yang parah pada anak dengan
varicella. Infeksi staphylococcal pada pasien ini dilaporkan menyebabkan
selulitis, impetiginous pox infections, staphylococcal scalded skin syndrome, toxic
shock syndrome, perikarditis, dan osteomyelitis.
4) Tanda dan gejala infeksi bakteri sekunder dapat dibedakan dari varicella tanpa
komplikasi pada 3-4 hari pertama.
5). Tingkat kecurigaan yang tinggi diperlukan untuk pengenalan awal dan perawatan yang
tepat waktu infeksi sekunder.
6). Tersangka infeksi sekunder adalah jika manifestasi sistemik pada pasien tidak membaik
dalam waktu 3-4 hari, kembali demam atau memburuk, atau kondisi anak memburuk
setelah perbaikan awal.
7). Kecurigaan adanya i n f e k s i bakteri sekunder seharusnya mendorong RS untuk
memberikan terapi awal antibiotik empiris sampai hasil kultur tersedia.
Leukositosis neutrophilic dan neutrophilia terjadi hanya dalam beberapa kasus
yang melibatkan infeksi bakteri yang serius.
b. Komplikasi SSP
1) Acute postinfections cerebellar ataxia adalah komplikasi SSP paling yang paling
sering terjadi, dengan kejadian 1 kasus per 4.000 pasien dengan varicella.
a. Ataxia dapat terjadi tiba-tiba, dan biasanya terjadi 2-3 minggu setelah onset
varicella. Kondisi ini bisa bertahan selama 2 bulan.
b. Manifestasinya dapat beragam, mulai terhuyung-huyung saat berdiri sampai
ketidakmampuan untuk berdiri dan berjalan, dengan disertai diskoordinasi dan
dysarthria. Manifestasi yang muncul akan maksimal saat onset; adanya waxing
dan waning akan menunjukkan diagnosis lain.
c. Sensorium tidak terganggu, bahkan ketika ataksia terjadi secara berat.
d. Prognosis untuk pasien dengan ataksia baik, tetapi beberapa anak mungkin
memiliki sisa ataksia, dikoordinasi, atau dysarthria.
2) Ensefalitis terjadi pada 1,7 pasien per 100.000 kasus varicella pada anak sehat usia 1-
14tahun.
a. Penyakit ini muncul pada varicella akut selama beberapa hari setelah onset rash.
Letargi, drowsiness, mengantuk, dan kebingungan merupakan gejala yang
biasa muncul.
b. Beberapa anak mungkin mengalami kejang, dan ensefalitis yang dapat cepat
berkembang menjadi koma.
c. Komplikasi yang serius dari varicella ini mempunyai tingkat kematian 5-20%.
3) Sindrom Reye dikaitkan dengan varicella ketika menggunakan aspirin adalah
umum. Identifikasi asosiasi ini sekarang telah membuat acetaminophen obat pilihan,
dan sindrom Reye telah menjadi langka.
4) Komplikasi neurologis lainnya termasuk meningitis aseptis, sindrom Guillain-Barré
dan polyadiculitis.
5) Pneumonia
a. Pneumonia terutama t erjadi pada anak-anak yang lebih t ua dan pada orang dewasa
serta dapat me mi l i ki hasil yang fatal.
b. Gejala pernapasan biasanya muncul 3-4 hari setelah rash.
6). Herpes zoster.
a. Sebuah komplikasi tertunda dari varicella, herpes zoster infeksi, terjadi dalam
bulan sampai tahun setelah infeksi primer pada sekitar 15% dari pasien.
b. Komplikasi tersebut disebabkan oleh virus yang terus-menerus menetap dalam
ganglions sensorik.
c. Herpes zoster terdiri dari rash vesikular unilateral, yang terbatas pada 1-3 dermatom.
Rash ini sering menyakitkan pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa. Di
antara manfaat kesehatan dari imunisasi rutin varicella pada anak adalah penurunan
risiko seumur hidup untuk reaktivasi virus sebagai herpes zoster.
d. Otitis media: sekitar 5% anak dengan varicella dapat mengembangkan otitis
media, yang disebabkan oleh patogen penyebab yang biasa muncul pada otitis
media.
e. Trombositopenia
f. Hepatitis: Hepatitis merupakan self-limited accompaniment pada varicella.
i. Hepatitis berat dengan maniiestasi klinis jarang terjadi pada anak-anak sehat
dengan varicella.
ii. Peningkatan yang signifikan atas alanine aminotransferase (ALT) terjadi
pada 20-50% anak-anak dan remaja, namun peningkatan ini akan kembali
normal dalam waktu satu bulan di hampir semua kasus.
i i i . Keterlibatan hati t i d a k tergantung pada t i ng ka t keparahan k u l i t da n
manifestasi sistemik.
g. Glomerulonefritis
h. Dengue va ri c e ll a
Varisela adalah infeksi akut primer oleh virus Varisela Zoster (VVZ) yang menyerang
kulit dan mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf, terutama berlokasi
dibagian sentral tubuh. Varisela juga dikenal sebagai cacar air atau chicken pox. 1,2
Varisela merupakan penyakit yang tersebar luas diseluruh dunia menyerang terutama
anak-anak, namun dapat pula menyerang orang dewasa. Epidemik varisela terjadi pada
musim dingin dan musim semi, tercatat lebih dari 4 juta kasus, 11.000 rawat inap, dan 100
kematian tiap tahunnya. Di Indonesia, insidennya cukup tinggi dan terjadi secara sproradis
sepanjang tahun. Varisela merupakan penyakit serius dengan persentasi komplikasi dan
angka kematian tinggi pada dewasa, serta orang imun yang terkompromi. Pada rumah tangga,
presentasi penularan dari virus ini berkisar 65%-86%. VVZ merupakan infeksi yang sangat
menular dan menyebar biasanya dari oral, udara atau sekresi respirasi dan terkadang melalui
transfer langsung dari lesi kulit melalui transmisi fetomaternal.2,3
Virus Varisela Zoster (VVZ) merupakan anggota famili herpesviridae dan sub famili
alfa herpes. Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini
menyebabkan varisela, sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster.2 Berdasarkan
gejala klinisnya, varisela memiliki tiga stadium yang terdiri dari:
1. Stadium Prodromal
Biasanya 2 – 3 hari dan bervariasi seperti demam yang tidak terlalu tinggi, malase,
dan nyeri kepala, batuk, sakit tenggorokan, gatal bervariasi dari ringan hingga
berat.
2. Stadium Erupsi
Pada mulanya timbul erupsi kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu
beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini berupa tetesan embun
(tear drops) dan kemudian menjadi pustul dan krusta. Sementara proses ini
berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel yang baru sehingga menimbulkan
gambaran polimorf. Penyebarannya terutama didaerah badan, kemudian menyebar
secara sentrifugal ke wajah dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir
mata, mulut, dan saluran napas bagian atas.
3. Stadium Penyembuhan
Masa penyembuhan sekitar 2 minggu dan pelepasan krusta bervariasi dalam 2 hari
sampai 2 minggu.
PROGNOSA
Individu sehat dengan varisela mempunyai prognosa baik. Sedangkan individu yang
imunocompremise mempunyai resiko yang lebih besar untuk menjadi parah dan meninggal.
Angka mortalitas pada varisela neonatus mencapai 30%. Episode ulangan varisela jarang
terjadi oleh karena imunitasnya yang bertahan seumur hidup.
DAFTAR PUSTAKA
1. Schmid, D.S. & Jumaan, A.O. 2010. Impact of Varicella vaccine on Varicella zoster
2. Kurniwan, M., Dessy, N. & Tatang, M. 2009. Varicella zoster pada anak. Medicinus.
Vol. 3, No. 1.
3. Mueller, N.H., Gilden, D.H., Cohrs, R.J., Mahalingam, R. & Nagel, M.A. 2008.
Varicella zoster virus infection: clinical features, molecular pathogenesis of disease, and
4. Breuer, J., Grose, C., Norberg, P., Tipples, G. & Schmid, D.S. 2010. A proposal for a
common nomenclature for viral clades that form the species varicella-zoster virus:
summary of VZV Nomenclature Meeting 2008, Barts and the London School of
Medicine and Dentistry, 24–25 July 2008. Journal of General Virology (2010), 91, 821–
828.
5. Malavige, N.M., Jones, L., Kamaladasa, S.D., Wijewickrama, A., Seneviratne, S.L.,
Black, A.P. & Ogg, G.S. 2008. Viral load, clinical disease severity and cellular immune
responses in primary Varicella zoster virus infection in Sri Lanka. Plos One 2008 Nov;
7. Patel, M.S., Gebremariam, A. & Davis, M.M. 2008. Herpes zoster related
hospitalizations and expenditures before and after introduction of the varicella vaccine in
8. Reynolds, M.A., Watson, B.M., Plott-Adams, K.K., Jumaa, A.O., Galil, K., Maupin, T.J.,
Zhang, J.X. & Sewards, J.F. 2008. Epidemiology of varicella hospitalizations in the
United States, 1995–2005. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197: S120–6.
9. Shah, S.S., Wood, S.M., Luan, X. & Ratner, A.J. 2010. Decline in varicella-related
ambulatory visits and hospitalizations in the United States since routine immunization
10. Lopez, A.S., Zhang, J., Brown, C. & Stephanie B. 2011. Varicella-related
hospitalizations in the United States, 2000-2006: The 1-dose varicella vaccination era.
11. Marin, M., Meissner H.C. & Seward, J.F. 2008. Varicella prevention in the United
12. Marin, M., Zhang, J.X. & Seward, J.F. 2011. Near elimination of varicella deaths in the
13. Watson, B. 2008. Humoral and cell-mediated immune responses in children and adults
after 1 and 2 doses of varicella vaccine. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197:
S143-6.
14. Weinberg, A., Lazar, A.A., Zerbe, G.O., Hayward, A.R., Chan, I.S.F., Vessey, R., Silber,
J.L., MacGregor, R.R., Chan, K., Gershon, A.A. & Levin, M.J. 2010. Influence of age
and nature of primary infection on varicella-zoster virus-specific cell-mediated immune
15. Nour, A.M., Reichelt M., Ku, Cha-Chi, Ho, Min-Yin, Heineman, T.C. & Arvin, A.M.
processing inflammasome complex. The Journal Of Biological Chemistry Vol. 286, No.
16. Hechter, R.C., Chao, C., Li, Q., Jacobsen, S.J. & Tseng, Hung-Fu. 2011. Second-dose
organization in california, 2006–2009. The Pediatric Infectious Disease Journal Vol. 30,
No. 8.
17. Wolfe, R.M. 2012. Update on adult immunizations. JABFM July–August 2012, Vol. 25,
No. 4.
18. Pickering, L.K., Baker, C.J., Feed, G.L., Gall, S.A., Grogg, S.A., Poland, G.A.,
Rodewald, L.E., Schaffner, W., Stinchfield, P., Tan, L., Zimmerman, R.K. & Orenstein,
W.A. 2009. Immunization programs for infants, children, adolescents, and adults:
19. Gershon, A.A. & Katz S.L. 2008. Perspective on live varicella vaccine. The Journal of
20. Adler, A.L., Casper, C., Boeckh, M., Heath, J. & Zerr, D.M. 2008. An outbreak of
21. Chaves, S.S., Haber, P., Walton, K., Wise, R.P., Izurieta, H.S., Schmid, D.S. & Seward,
J.F. 2008. Safety of varicella vaccine after licensure in the United States: experience
from reports to the vaccine adverse event reporting system, 1995–2005. The Journal of
22. Galea, S.A., Sweet, A., Beninger, P., Steinberg, S.P., LaRussa, P.S., Gershon, A.A. &
Sharrar, R.G. 2008. The safety profile of varicella vaccine: a 10-year review. The Journal
23. Wood, S.M., Shah, S.S., Steenhoff, A.P. & Rutstein, R.M. 2008. Primary varicella and
herpes zoster among HIV-infected children from 1989 to 2006. Pediatrics 2008; 121;
e150.
24. Chaves, S.S., Zhang, J., Civen, R., Watson, B.M., Carbajal, T., Perella, D. & Seward,
J.F. 2008. Varicella disease among vaccinated persons: clinical and epidemiological
25. Black, S., Ray, P., Shinefield, H., Saddier, P. & Nikas, A. 2008. Lack of association
between age at varicella vaccination and risk of breakthrough varicella, within the
Northern California Kaiser Permanente Medical Care Program. The Journal of Infectious
26. Michalik, D.E., Steinberg, S.P., LaRussa, P.S., Edwards, K.M., Wright, P.F., Arvin,
A.M., Gans, H.A. & Gershon, A.A. 2008. Primary vaccine failure after 1 dose of
varicella vaccine in healthy children. The Journal of Infectious Diseases 2008; 197:944–
9.
27. Wilson, E., Goss, M.A., Marin, M., Shields, K.E., Seward, J.F., Rasmussen, S.A. &
Sharrar, R.G. 2008. Varicella vaccine exposure during pregnancy: data from 10 years of
28. Chaves, S.S., Lopez, A.S., Watson, T.L., Civen, R., Watson, B., Mascola L. & Seward,
Zangwill, K.M., Baxter, R., Eriksen, E.M., Glanz, J.M. & the others. Varicella
123; e228.
30. Perella, D., Fiks, A.G., Jumaan, A., Robinson, D., Gargiullo, P., Pletcher J., Forke, C.M.,
Schmid, D.S., Renwick M., Mankodi, F., Watson, B. Spain C.V. 2009. Validity of
reported varicella history as a marker for Varicella zoster virus immunity among
unvaccinated children, adolescents, and young adults in the post-vaccine licensure era.