Kebudayaan creativogenic menurut Arieti (1976) mempunyai karakteristik
sebagai berikut: tersedianya sarana-prasarana kebudayaan, keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan, penekanan pada becoming, tidak hanya pada being, kesempatan bebas terhadap media kebudayaan, kebebasan, dengan pengalaman tekanan dan rintangan sebagai tantangan, menghargai dan dapat mengintegrasi rangsangan dari kebudayaan yang berbeda, toleransi dan minat terhadap pandangan yang divergen, interaksi antara pribadi-pribadi yang berarti, dan adanya insentif, penghargaan atau hadiah Kesembilan faktor tersebut merupakan penunjang, tetapi yang paling menentukan adalah unsur-unsur intrapsikis individu; seperti rasa aman dan bebas secara psikologis. Tujuh perubah mempengaruhi perkembangan kreativitas individu menurut Simonton (1978) ialah pendidikan formal, adanya model peran, Zeitgeist, fragmentasi politis, keadaan perang, gangguan sipil, dan ketidakstabilan politis. Ia menyarankan pengurangan komitmen yang berlebih terhadap aspek formal dalam pendidikan dan lebih menekankan pada tersedianya model peran yang unggul. Simonton. menekankan dampak penting dari kondisi budaya untuk pengembangan kreativitas. Arieti melihat sintesis yang magic dalam hubungan dinamis dan pertukaran kreatif antara individu dan masyarakat, yang menghasilkan penemuan dan keunggulan. Yang perlu dilakukan ialah menemukan penerapan spesifik dari sumber-sumber sosial-kultural yang memupuk perkembangan kreatif dalam lingkungan pendidikan. Agar melalui magic synthesis anak berbakat kita dapat rnenjadi pribadi yang unggul kreatif. Pendapat dan gagasan beberapa pakar Indonesia mengenai kaitan dan peranan faktor-faktor sosial-budaya dengan pengembangan kreativitas anggota masyarakat menunjukkan kesamaan dengan temuan pakar dan peneliti di luar negeri sehubungan dengan kondisi sosial-budaya yang menunjang atau menghambat kreativitas bangsa. Faktor penentu yang dimaksud melalui antara lain, adanya interaksi antara dua gerak psikologis, yaitu pengendalian konservatif dan tantangan menghadapi pembaruan, perkembangan teknologi tingkat tinggi yang digunakan secara efektif, keterbukaan terhadap rangsangan budaya baru yang memungkinkan pembuahan silang antarsistem budaya, adanya kebebasan untuk ungkapan kreatif dan komunikasi, dan keterpaduan kebudayaan Indonesia yang baru dengan kebudayaan dunia yang sedang tumbuh. Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan anak berbakat dapat terwujud melalui berbagai bentuk kerja sama. Anak berbakat dapat mengunjungi beberapa tempat kerja bisnis dan organisasi, dan memperoleh pelatihan di sana. Pemimpin perusahaan, tokoh-tokoh masyarakat yang rnemiliki keahlian atau keterampilan dalam bidang tertentu dapat memberi ceramah di sekolah anak berbakat. Bisnis atau perusahaan dapat membantu seleksi siswa yang akan diberi beasiswa, atau yang akan bekerja di perusahaan selama beberapa waktu. Perusahaan dapat pula membiayai penelitian yang dilakukan siswa berbakat mengenai berbagai masalah di dalam masyarakat, dengan dernikian melatih keterampilan penelitian dan mendekatkan siswa berbakat terhadap masalah nyata dalam kehidupan. Program luar sekolah dapat membantu memenuhi kebutuhan kognitif (mengembangkan keterampilan berpikir), afektif (berkomunikasi dengan teman sebaya atau orang dewasa yang kreatif), dan generatif (menemukan cara-cara baru. untuk memecahkan masalah) siswa berbakat ini makin tampak berperan serta masyarakat untuk memupuk bakat dan talenta siswa berbakat dalam berbagai bidang dengan menyelenggarakan kursus, pelatihan, sanggar, dan sebagainya. Namun masih perlu lebih digalakkan ialah kerja sama tiga lingkungan pendidikan (sekolah, keluarga, dan masyarakat) dalam pengadaan berbagai alternatif program pendidikan anak berbakat.