Dasar pertimbangan untuk menemukenali atau mengukur bakat kreatif anak,
terutama menampilkan lima alasan (Dacey, 1989) yaitu untuk tujuan pengayaan, remedial, bimbingan kejuruan, evaluasi pendidikan, dan untuk mengkaji kreativitas pada berbagai tahap kehidupan. Davis (1992) melihat tiga kegunaan utama untuk tes kreativitas, yaitu untuk tujuan identifikasi bakat kreatif, penelitian, serta untuk bimbingan dan konseling. Kita harus membedakan antara pengertian "precocious" yang berarti lebih cepat matang, tetapi belum tentu mewujudkan karya yang unggul, dari pengertian "prodiguous" yang berarti menghasilkan sesuatu yang !Liar biasa dan langka, produktivitas yang orisinal. Kreativitas atau bakat kreatif dapat diukur secara langsung dan tidak langsung, dan dapat menggunakan metode tes atau non-tes. Ada puma alat untuk mengukur ciri- ciri kepribadian kreatif, dan dapat dilakukan pengamatan langsung terhadap kinerja kreatif. Sesuai dengan definisi USOE yang membedakan enam jenis bakat, dikembangkan alat identifikasi untuk masing-masing bidang tersebut. Untuk mengukur kemampuan intelektual umum, tes individual lebih cermat, tetapi lebih banyak makan waktu dan biaya. Yang sudah digunakan di Indonesia ialah tes Stanford-Binet dan Wechsler Intelligence Scale for Children. Tes inteligensi kelompok lebih efisien dalam ukuran waktu dan biaya, keterbatasannya ialah kita tidak tabu apakah prestasi anak sudah optimal. Di Indonesia yang sudah banyak digunakan ialah tes Progressive Matrices, Culture-Fair Intelligence Test, dan Tes Inteligensi Kolektif Indonesia, yang terakhir khusus dikonstruksi untuk Indonesia. Tes Potensi Akademik (TPA) yang khusus dirancang untuk Indonesia, dapat digunakan untuk menemukenali bakat akademik, misalnya sejauh mana seseorang mampu untuk mengikuti pendidikan tarsier. Tes untuk mengukur bakat kepemimpinan belum banyak digunakan di Indonesia, demikian pula tes untuk menemukenali bakat dalam salah satu bidang seni, atau bakat psikomotorik. Tes luar negeri yang mengukur kreativitas ialah tes dari Guilford yang mengukur kemampuan berpikir divergen, dengan membedakan aspek kelancaran, kelenturan, orisinalitas dan kerincian dalam berpikir. Tes Torrance untuk mengukur berpikir kreatif (Torrance Test of Creative Thinking) dapat digunakan mulai usia prasekolah sampai tamat sekolah menengah, mempunyal bentuk verbal dan figural. Tes ini sudah digunakan di Indonesia untuk tujuan penelitian. Tes lainnya untuk mengukur berpikir kreatif dan termasuk baru, ialah Tes Berpikir Kreatif Produksi Menggarnbar (TRest for Creative Thinking-Drawing Production) darilien dan Urban (1985). Penilaiannya mencakup sembilan dimensi. TCP-DP baru pada taraf uji-coba di Indonesia; pernah digunakan dalam penelitian perbandingan antar-deiapan negara (Jellen dan Urban, 1987). Bahwa siswa Indonesia mencapai peringkat terendah dalam skor kreativitas TCP-DP menimbulkan pertanyaan sejauh mana lingkungan pendidikan di Indonesia memupuk perkembangan kreativitas anak. Inventori Khatena-Torrance mengenai persepsi kreatif terdiri dari dua alat ukur, yaitu "What Kind of Person Are You?" dan "Something About Myself'. Tes yang khusus dikonstruksi untuk Indonesia ialah Tes Kreativitas Verbal (Utami Munandar, 1977). Tes ini disusun berdasarkan model Struktur Intelek dari Guilford, dengan dimensi operasi berpikir divergen, dimensi konten, dimensi berpikir verbal, dan berbeda dalam dimensi produk. Untuk setiap kategori produk ada satu subtes. Ada enam sub-tes, yaitu permulaan kata, menyusun kata, membentuk kalimat tiga kata, sifat-sifat yang sama, macam-macam penggunaan, dan apa akibatnya. Setiap subtes terdiri dari empat butir. Pada bentuk paralel (ada dua bentuk) hanya dua butir. Tes ini seperti tes Guilford mengukur kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan elaborasi dalam berpikir. Tahun 1986 dilakukan penelitian pembakuan TKV yang menghasilkan nilai baku untuk umur 10 - 18 tahun, dan pengukuran "Creativity Quotient". Tes Kreativitas Figural diadaptasi dari Torrance "Circles Test", dan dibukukan untuk umur 10-18 tahun oleh Fakultas rsikologi Universitas Indonesia, Bagian Psikologi Pendidikan. TKF kecuali mengukur aspek kreativitas tersebut di muka, juga mengukur kreativitas sebagai kemampuan untuk kombinasi antara unsur-unsur yang diberikan. (Bonus Orisinalitas.) Skala Sikap Kreatif yang juga khusus disusun untuk Indonesia (Utami Munandar, 1977) menguleut dimensi efektif dart kreativitas, yaitu sikap kreatif, yang dioperalisasi dalam lujuh dimensi. Skala ini disusun untuk siswa SD dan SMP. Skala Penilaian aulaa berbakat oleh Guru disusun oleh Renzulli dan terdiri atas empat sub-skala, yaitu untuk mengukur fungsi kognitif (belajar), motivasi, kreativitas, dan kepemimpinan. Sub-skala untuk Kreativitas meliputi 10 butir untuk dinilai oleh guru. Karena guru mengalami kesulitan menggunakan alat dad Renzulli, maka disusun Mat Sederhana untuk Identifikasi Kreativitas (Departernen Pendidikan dan Kebudayaan, 1982), dengan format untuk sekolah dasar dan format urituk sekolah menengah. Di sini dimensi kreativitas digabung dengan dimensi lain dari keberbakatan. Skala Nominasi.Kebarbakatan yang dapat digunakan oleh guru, teman sebaya, dan diri sendiri, dikembangkan oleh Lydia Freyani Akbar (1993) untuk siswa sekolah dasar. Ketia skala tersebut ternyata mempunyai hubungan yang bermakna dengan perubah keberbakatan.