Anda di halaman 1dari 15

BUKU PANDUAN

INTERPRETASI ANALISIS CAIRAN PLEURA

I Nyoman Wande

Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran


Universitas Udayana
2016

1
KATA PENGANTAR

Mengawali ucapan terima kasih ini, perkenankan penulis memanjatkan puji syukur
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa atas Asung Wara
Nugraha-Nya Panduan Interpretasi Analisis Cairan Pleura ini dapat diselesaikan. Buku
panduan ini ditujukan kepada para peserta didik Program Studi Patologi Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana. Dengan mempelajari buku panduan ini, diharapkan
para peserta didik atau dokter yang membaca buku ini mampu melakukan interpretasi
analisis cairan pleura serta mampu mengambil suatu keputusan dalam penatalaksanaan
lebih lanjut.

Penulis menyadari bahwa penyusunan buku panduan analisis cairan pleura ini
berkat bantuan dari semua pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan
rasa syukur dan terima kasih yang tulus kepada seluruh staf dan karyawan di Bagian
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana serta keluarga saya yang
tercinta yang telah mendukung penulis untuk menyelesaikan buku panduan ini.

Denpasar, 10 Oktober 2016

I Nyoman Wande

2
DAFTAR ISI

JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
Pendahuluan 4
Thoracentesis 4
Tahapan Analisis Cairan Pleura 5
Simpulan 14
Daftar Pustaka 15

3
ANALISIS CAIRAN PLEURA

I Nyoman Wande

Bagian Patologi Klinik FK Unud/ RSUP Sanglah Denpasar

PENDAHULUAN

Cairan pleura merupakan ultrafitrat plasma, jumlahnya kurang dari 10 ml dalam

masing masing cavum pleura. Kelebihan cairan pleura terjadi oleh karena adanya

ketidakseimbangan antara proses pembentukan dengan proses pengeluaran cairan

pleura dari cavum pleura. Peningkatan produksi cairan pleura terjadi oleh karena:

peningkatan hydrostatic pressure gradient (pada keadaan gagal jantung kongestif,

hipertensi portal), penurunan tekanan osmotic koloid ( pada keadaan hipoproteinemia)

dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler (seperti pada keadaan infeksi,

keganasan dan inflamasi).Penurunan pembuangan cairan pleura terjadi pada keadaan

gangguan drainase aliran darah limpa (misalnya pada beberapa keganasan), penurunan

tekanan pada cavum pleura (seperti pada obstruksi bronkus, atelectasis). Darah, pus dan

chyle dapat menjadi akumulasi dalam cavum pleura. (Tarn and Lapworth, 2001).

THORACENTESIS

Merupakan proses pengambilan cairan pleura. Adanya epusi pleura yang baru

merupakan suatu indikasi dilakukan thoracentesis, kecuali pada keadaan (Light, 2002):

a. Tidak cukup/ terlalu sedikit cairan efusi pleura

b. Pasien dengan congestif heart failure, efusi bilateral, afebrile dan efusi yang

berkurang dalam waktu 3 hari.


4
TAHAPAN ANALISIS CAIRAN PLEURA

1. Menentukan apakah transudat atau eksudat

Pemeriksaan makroskopis cairan pleura sangat membantu dalam menentukan

transudat dan eksudat, walaupun banyak transudat dan beberapa eksudat tampak jernih,

kekuning-kuningan, tidak berbau dan non viscous, tampak berdarah, keruh, milky atau

tampak kental bisa menunjukkan sebab dari efusi pleura tersebut (Jay, 1985)

Secara umum cairan pleura dapat diklasifikasikan menjadi transudat atau

eksudat. Transudat berasal dari ultrafiltrasi membran dan mengandung protein yang

rendah, sedangkan eksudat terbentuk dari sekresi aktif atau kebocoran membran dan

mengandung protein yang tinggi. Adanya efusi transudat menunjukkan adanya proses

non-inflamasi yang disebabkan oleh gangguan tekanan hidrostatik atau tekanan

osmotik koloid dengan tanpa adanya keterlibatan penyakit pleura. Adanya cairan

eksudat menunjukkan adanya keterlibatan pleura dalam proses inflamasi atau proses

keganasan yang menyebabkan adanya peningkatan permeabilitas kapiler (Tarn and

Lapworth, 2001). Tes non-biokimia seperti misalnya tes sitologi dapat digunakan

sebagai alat diagnostik, yang dapat menunjukkan adanya sel ganas, dan pengecatan

terhadap mikroorganisme sebelum dilakukan kultur. Nilai diagnostik sitologi cairan

pleura dalam efusi keganasan dilaporkan berkisar antara 40-87%. (Kjeldsberg and

Knight, 1993).

5
Tabel 1. Penyebab efusi pleura (Tarn and Lapworth, 2001).

Penyebab paling Penyebab yang jarang


sering
Transudat Gagal jantung kongestif Sirosis
Sindrom neprotik
Atelectasis akut
Dialysis peritoneal
Post-thoracic and abdominal surgery
Myxedema
Efusi postpartum
Hiperstimulasi ovarium
(transudat/eksudat)
Eksudat Pneumonia bakteri Infeksi virus
Inflamasi, Tuberkulosis Infeksi jamur
infeksi Infeksi parasit
Abses subphrenic
Inflamasi, non Emboli paru Collagen vascular disease (RA, SLE)
infeksi Drug-induced (amiodarone, drug-
induced lupus, minoxidil, methysergide,
bromochriptine, nitrofurantoin,
dantrolene, methotrexate).
Pankreatitis
Uraemia
Postmyocardial infarction syndrome
Radiotherapy
Eksposur asbes
Keganasan Karsinoma paru primer Mesothelioma
Karsinoma metastatik Meig’s syndrome
Limfoma dan leukemia
Lainnya Hematotoraks: trauma, Chylothorax: trauma, keganasan.
spontan
Penyakit yang Emboli paru
bisa Transudat setelah terapi diuretik.
menimbulkan
efusi transudat
atau eksudat

6
2. Analisis biokimia cairan pleura

2.1. Pemeriksaan Dasar

2.1.1 Protein Total

Dalam membedakan antara transudat dan eksudat pada dasarnya dapat

menggunakan hitung sel, ada atau tidaknya bekuan dalam cairan dan berat jenis. Saat

sekarang ini sudah dikembangkan pemeriksaan konsentrasi protein cairan pleura, yaitu

dengan cut-off point 30 g/L yang dapat membedakan antara transudat dan eksudat.

Kadar protein cairan pleura > 30 g/L menunjukkan adanya eksudat (Tarn and Lapworth,

2001).

2.1.2 Lactate dehydrogenase (LDH)

Pemeriksaan aktivitas LDH pada cairan pleura yang lebih tinggi dibandingkan

dengan LDH serum menunjukkan bahwa adanya sel keganasan pada cairan pleura.

Aktivitas LDH yang tinggi tidak hanya menunjukkan adanya sel ganas dalam cairan

tersebut, namun dapat menunjukkan adanya proses inflamasi dalam pleura.

Light’s criteria

Pada tahun 1972, Light’s dkk mempublikasikan kriteria klasik yang mendekati

sensitivitas dan spesifisitas 100% dalam mengindentifikasi cairan eksudat. Dilakukan

pemeriksaan protein total serum, protein total cairan pleura, LDH serum dan LDH

cairan pleura. Dikatakan eksudat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Rasio protein cairan pleura: serum lebih dari 0,5

b. Aktivitas LDH cairan pleura lebih dari 200 U/L (2/3 batas atas nilai normal

serum)

c. Rasio LDH cairan pleura: serum lebih dari 0,6.


7
** Pasien dengan kecurigaan tinggi transudate namun ada Light’s criteria (misalnya

pasien CHF yang mendapatkan terapi diuresis), Dr. Light’s merekomendasikan apabila:

albumin serum- albumin pleura <1,2 mg/dl  efusi pleura: eksudat.

2.2 Marker tambahan

2.2.1 kolesterol

Konsentrasi kolesterol lebih tinggi dalam eksudat dibandingkan transudat. Hal

ini disebabkan oleh karena pengeluaran kolesterol pada degenerasi sel dan kebocoran

serum yang menunjukkan terjadinya peningkatan permeabilitas pleura. Nilai cut of 60

mg/dl dapat membedakan cairan eksudat efusi keganasan dari transudat.

2.2.2 Bilirubin

Rasio bilirubin cairan pleura: bilirubin serum lebih dari 0,6 dapat digunakan

sebagai alternatif kriteria Light’s dalam membedakan eksudat pada pasien dengan

jaundice. Dibandingkan dengan kriteria Light’s nilai diagnostik rasio bilirubin cairan

pleura: bilirubin serum yaitu sensitivitas 96%, spesifisitas 83%, sedangkan kriteria

Light’s memiliki sensitivitas 90% dan spesifisitas 82%.

2.2.3 Albumin gradient

Ketika cairan transudat mengandung tinggi protein, hal ini dapat

membingungkan kita untuk membedakan apakah cairan tersebut transudat atau eksudat.

Melihat hal tersebut Roth dkk menyarankan menggunakan serum-effusion albumin

gradient (albumin serum- albumin cairan efusi pleura). Albumin gradient 12 g/L atau

8
kurang menunjukkan adanya eksudat, dan albumin gradient lebih dari 12 g/L

menunjukkan adanya transudat.

Rekomendasi dalam memilih pemeriksaan untuk membedakan transudat dan eksudat:

1. Pemeriksaan bilirubin tidak terlalu bermanfaat

2. Kombinasi 2 atau 3 pemeriksaan meningkatkan sensitivitas namun disatu sisi

meningkatkan biaya pemeriksaan

3. Apabila memilih satu jenis pemeriksaan, pilihlah pemeriksaan protein cairan

pleura.

4. Akurasi dari pemeriksaan tunggal atau kombinasi tidak akan lebih tinggi dengan

menggunakan ratio cairan pleura: serum atau gradient cairan pleura-serum,

kecuali pasien dengan mendapatkan terapi diuretik.

2.3 Marker lain yang bermanfaat pada penyakit tertentu

2.3.1 Pemeriksaan Glukosa

Kadar glukosa pada cairan pleura lebih dari 5,3 mmol/L (95 mg/dl) sangat

mungkin bersifat transudat. Kadar glukosa yang rendah sering ditemukan pada cairan

eksudat yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri (empyema) dan tuberkulosis. Pada

cairan eksudat yang disebabkan oleh karena penyakit keganasan, kadar glukosanya

sangat bervariasi.

Sebanyak 3% pasien dengan artritis rematoid mengalami efusi pleura, dimana

kadar glukosa dalam cairan pleura menunjukkan kadar yang rendah, dibawah 20-30

mg/dl ditemukan pada 70-80% kasus, dan kurang dari 10 mg/dl ditemukan pada 42%

9
kasus. Hal yang berbeda dijumpai pada penderita SLE dengan efusi pleura, dimana

kadar glukosa cenderung normal (Tarn and Lapworth, 2001).

2.3.2 Pemeriksaan pH

Normal pH cairan pleura berkisar 7,46. pH kurang dari 7,30 menunjukkan

adanya proses inflamasi atau infiltrasi. Efusi malignant sering memiliki pH cairan

pleura di atas 7,30. pH yang rendah berkorelasi dengan kejadian keganasan sel tubuh,

angka harapan hidup yang pendek, dan respon yang jelek terhadap pleurodesis

tetracycline. Pemeriksaan pH berguna pada saat akan mengambil keputusan untuk

melakukan drainase atau tidak dari efusi parapneumonia. Efusi parapneumonia terjadi

sekitar 20-57% pasien rawat inap dengan pneumoni bakteri. Beberapa dengan

komplikasi terbentuknya pus intrapleura (empyema), sehingga dibutuhkan suatu

drainase.

Masalah yang dihadapi di laboratorium yaitu susahnya mendapat specimen

yang anaerob, dan kemungkinan bisa terbentuk bekuan yang kemungkinan dapat

menyumbat alat pemeriksaan khususnya alat analisis gas darah. Kertas lakmus tidak

cocok sebagai pengganti alternatif pemeriksaan pH (Tarn and Lapworth, 2001).

2.3.4 Pemeriksaan tumor marker

Pemeriksaan tumor marker yang paling sering dilakukan dalam analisis cairan

pleura yaitu carcinoembryonic antigen (CEA). Kadar CEA yang sangat tinggi sangat

mengindikasikan suatu keganasan. Selain itu beberapa tumor marker yang sering juga

diperiksa yaitu: neuron-specific enolase (NSE) untuk membedakan kasus sulit small-

cell lung carcinoma, CA125, CA15-3, CA19-9 dan squamous cell carcinoma antigen.

CYFRA 21-1 ( pemeriksaan tumor marker yang memeriksa komponen larut dari
10
cytokeratin 19) dilaporkan sangat berguna dalam diagnosis squamous cell carcinoma

dan diagnosis mesothelioma (Salama et al., 1998).

2.3.5 Pemeriksaan lipid

Pemeriksaan lipid berperan untuk mengetahui apakah terjadi chylothorax atau

tidak? Chylothorax merupakan akumulasi cairan limfa atau chyle pada cavum toraks

oleh karena kerusakan thoracic duct. Keadaan ini sering terjadi pada trauma dada atau

operasi pada daerah dada, atau erosi mediastinum atau keganasan pada dada. Dicurigai

chylothorax apabila cairan pleura tampak seperti susu (milky) pada saat

thoracocentesis. Efusi pseudochylous merupakan akumulasi kolesterol dan/ atau

lechitin atau cairan yang kaya akan globulin pada efusi pleura yang dibiarkan lama.

Cairan pleura dengan kadar trigliserida di atas 1,24 mmol/L (110 mg/dl) kemungkinan

99% merupakan chylous sedangkan kadar trigliserida kurang dari 0,57 mmol/L (50

mg/dl) hanya 5% kemungkinan merupakan chylous. Elektroforesis lipoprotein

mungkin dapat membantu mengkonfirmasi adanya kilomikron (Tarn and Lapworth,

2001).

2.3.6 Pemeriksaan Amilase

Amilase dilaporkan meningkat pada efusi pleura yang berhubungan dengan

pankreatitis, dengan atau tanpa adanya pseudokista pada pankreas. Aktivitas amilase

pada efusi pleura juga dapat meningkat pada keadaan ruptur esophagus dan efusi oleh

karena kasus keganasan (tipe salivary) seperti adenokarsinoma paru atau ovarium (Tarn

and Lapworth, 2001).

2.3.7 Pemeriksaan Adenosine deaminase dan lysozyme

11
Pemeriksaan aktivitas adenosine deaminase (ADA) yang dikeluarkan dari

aktivitas limfosit sangat berguna dalam menentukan tuberkulosis sebagai penyebab

efusi pleura. Pada penelitian di Mexico menyebutkan bahwa pasien dengan efusi pleura

oleh karena tuberkulosis mempunyai aktivitas ADA pada cairan pleura lebih dari 70

IU/L, dengan sensitivitas tuberkulosis pleura 98% dan spesifisitasnya sebesar 96%.

Pemeriksaan ADA direkomendasikan khususnya pada negara dengan prevalensi

tuberkulosis tinggi. Pemeriksaan ini simple dan murah, namun terkendala oleh

kemampuan laboratorium untuk memeriksanya. Peningkatan kadar lysozyme juga

dilaporkan pada efusi pleura tuberkulosis. Rasio lysozyme cairan pleura: serum secara

signifikan lebih tinggi pada efusi tuberkulosis dibandingkan dengan penyebab lain

seperti keganasan. Namun paling tinggi pada pasien dengan empyema. Pemeriksaan

lyzozime bersama dengan ADA akan memberikan sensitivitas 100% dan spesifisitas

100% pada populasi dengan insiden tinggi tuberkulosis (Tarn and Lapworth, 2001).

2.3.8 Pemeriksaan analit yang lain

Pemeriksaan beberapa protein spesifik seperti orosomucoid, albumin,

prealbumin, caeruloplasmin, α2-macroglobulin, IgG, IgA, IgM dan IgE telah dilakukan

penelitian pada cairan pleura namun tidak mempunyai hubungan spesifik pada penyakit

tertentu. Peningkatan kadar β2-microglobulin dilaporkan terjadi pada beberapa

penyakit seperti tuberkulosis, leukemia dan limfoma. Rasio β2-microglobulin cairan

pleura: serum yang tinggi dijumpai pada penyakit autoimmune.

Kadar ferritin yang tinggi pada cairan pleura atau rasio ferritin cairan pleura: serum

yang tinggi menunjukkan adanya eksudat khususnya dalam diagnosis eksudat

malignan. Fibrin degradation product (FDP) ditemukan meningkat pada pasien dengan

12
keganasan, emboli paru dan eksudat oleh pseudoridine dan faktor complement C3 dan

C4. Alkaline phosphatase (ALP) dan aktivitas creatinine kinase lebih tinggi pada cairan

eksudat daripada transudate, dimana ALP lebih tinggi pada beberapa neoplasia dan

efusi tuberkulosis (Tarn and Lapworth, 2001).

2.4 Pemeriksaan mikroskopis cairan pleura

Setelah ditentukan cairan pleura tersebut bersifat eksudat atau transudat, maka

tahap pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan seperti: ‘

2.4.1 Hitung sel dengan differential count:

 Polymorphonuclear cells (PMNs) > 50% ditemukan pada parapneumonia,

pulmonary embolism, pankreatitis.

 Lymphocyte > 50% ditemukan pada kanker, tuberkulosis, jamur atau pasca

bedah toraks

 Eosinophil > 10% ditemukan pada hematotoraks, reaksi obat, asbestos,

infeksi parasite, dan Churg-Strauss

2.4.2 Kultur dan pengecatan Gram

Hasil kultur dapat tumbuk baik apabila cairan pleura dikirim dengan botol kultur

darah. Kultur jamur dan kultur mikobakterium dilakukan apabila limfosit cairan pleura

> 50% atau gambaran klinis curiga adanya infeksi tersebut.

2.4.3 Pemeriksaan sitologi

Pemeriksaan sitologi penting pada kasus dengan kecurigaan adanya keganasan

baik primer ataupun metastase. Pada case series 971 pasien kanker paru dilaporkan

sebanyak 7% prevalensi efusi pleura pada pemeriksaan foto toraks dan 40% dari efusi

13
pleura tersebut memiliki hasil positif pemeriksaan sitologi. Apabila hasil sitologi

negatif dan ada kecurigaan kanker, biopsy pleura mutlak perlu dikerjakan (Martin Diaz

et al., 2002)

SIMPULAN

Pada prinsipnya thoracentesis diperlukan pada semua efusi pleura yang baru,

kecuali pada jumlah cairan pleura yang sedikit atau pasien dengan congestive heart

failure (CHF), efusi bilateral, dan efusi yang berkurang dalam waktu 3 hari. Langkah

pertama dalam analisis cairan efusi pleura yaitu menentukan apakah transudat atau

eksudat. Dikatakan eksudat apabila memenuhi kriteria Light’s yaitu:

Pleura total protein/serum total protein > 0,5

Pleura LDH/serum LDH > 0,6

Pleura LDH> 2/3 dari batas atas nilai normal LDH serum

Setelah ditentukan apakah transudate atau eksudat, dilanjutkan dengan pemeriksaan

lanjutan seperti pemeriksaan hitung sel dan differential count, kultur dan pengecatan

Gram, pemerikaan sitologi, ataupun pemeriksaan biomikimia lainnya seperti misalnya

adenosine deaminase (ADA), lysozyme, amylase, tumor marker dan lain-lainnya sesuai

dengan kecurigaan klinis masing-masing. Apabila diagnosis tidak jelas dengan

pemeriksaan tersebut di atas, maka perlu dilakukan biopsy pleura via thoracoscopy atau

open biopsy.

14
Daftar Pustaka

Jay SJ. Diagnostic procedures for pleural disease. Clin Chest Med 1985; 6: 33-48

Kjeldsberg CR, Knight JA, editors. Body Fluids, 3rd edn. Chicago: American Society

of Clinical Pathologists Press, 1993

Light RW. Pleural effusion. NEJM, 2002; 346: 1971-1977.

Martin Diaz E et al. Thoracentesis for the assessment of lung cancer with pleural

effusion. Arch Bronconeumol 2002, 38: 479-84.

Roth BJ, O’Meara TF, Cragun WH. The serum effusion albumin gradient in the

evaluation of pleural effusions. Chest 1990; 98: 546-9

Salama G, Miedouge M, Rouzaud P, Mauduyt MA, Pujazon MC, Vincent C, et al.

Evaluation of pleural CYFRA 21-1 and carcinoembryonic antigen in the

diagnosis of malignant pleural effusions. Br J Cancer 1998; 77: 472- 6

Tarn A.C and Lapworth R. Biochemical analysis of pleural fluid: what should we

measure?. Review article. Ann Clin Biochem. 2001; 38: 311-322

15

Anda mungkin juga menyukai