Anda di halaman 1dari 9

LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424
email lk2.fhui@gmail.com, website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

Terms of Reference (ToR)


Diskusi Rutin
Lembaga Kajian Keilmuan Fakultas Hukum
Universitas Indonesia

I. ABSTRAKSI
Diskusi Rutin merupakan sebuah agenda yang diselenggarakan secara rutin
oleh Bidang Kajian Ilmiah LK2 FHUI yang terfokus pada pembahasan isu-isu
penting, menarik, dan aktual yang terjadi di sekitar masyarakat. Pada alur
pembahasannya, isu akan dikupas secara mendalam dan dikaji dari perspektif
multidisipliner dengan lebih menekankan pada perspektif hukum. Program diskusi
diharapkan dapat menciptakan diskursus terkait pemahaman tentang isu-isu yang
berkembang dan menumbuhkan budaya diskusi antarmahasiswa sehingga dapat
memberikan pemahaman yang komprehensif dan/atau mampu menghasilkan jalan
keluar yang solutif dan aplikatif perihal isu yang dibahas.
Menyambut Pemilihan Umum serentak tahun 2019, Komisi Pemilihan
Umum (KPU) mengeluarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 20 Tahun
2018 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
Filosofi dikeluarkannya peraturan ini adalah sebagai peraturan pelaksana
pemilihan legislatif. Namun, terdapat substansi pasal dalam peraturan tersebut
yang menstimulasi adanya polemik, yakni Pasal 4 ayat (3) Peraturan KPU No. 20
Tahun 2018.1 Pasal ini menyatakan bahwa dalam seleksi bakal calon secara

1
Rohmatin Bonasir, “Dilema Mantan Napi Menjadi Caleg: Pertarungan Suara Rakyat
dengan Hukum Positif,” https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-44357394, diakses pada 10
September 2018.

1
LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424
email lk2.fhui@gmail.com, website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak menyertakan
mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi.
Pihak KPU menyatakan bahwa larangan mantan narapidana koruptor
menjadi calon legislatif adalah untuk melakukan filterisasi terhadap calon-calon
legislatif yang akan berkontestasi pada Pemilu serentak tahun 2019, yakni dengan
meloloskan calon-calon yang bebas dari korupsi sehingga kedepannya orang-
orang yang duduk di kursi legislatif memiliki rekam jejak politik yang bersih.
Kebijakan ini juga dilandasi dari maraknya kasus calon Kepala Daerah yang
tersandung kasus korupsi. Sepanjang tahun 2017 hingga Februari 2018, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap 15 Kepala Daerah sebagai
tersangka korupsi. Dari jumlah tersebut, terdapat delapan orang yang hendak
maju lagi mencalonkan diri pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak
2018. Pada Pilkada tahun 2015, terdapat empat Kepala Daerah yang dilantik dan
berstatus sebagai tersangka korupsi. Lebih jauhnya, pada Pilkada tahun 2017,
terdaat empat figur, yakni2
1. di Kabupaten Buton, Samsu Umar Abdul Samiun yang ditangkap KPK
pada 25 Januari 2017 dan dijebloskan ke penjara tahanan KPK,
memperoleh suara mayoritas dalam pemilihan Bupati-Wakil Bupati
Buton, 15 Februari 2017;
2. di Provinsi Gorontalo, Rusli Habibie dilantik oleh Presiden Joko Widodo
sebagai gubernur Gorontalo masa jabatan 2017-2022. Padahal, Rusli
sudah divonis hukuman delapan tahun penjara dengan masa percobaan
dua tahun oleh Mahkamah Agung pada Oktober 2016;
3. di Kabupaten Mesuji, Lampung, Khamami memenangi pemilihan bupati,
walau ditetapkan sebagai tersangka dugaan tindak pidana pemilu;

2
Jerome Wirawan, “Pilkada 2018 Akan Penuh dengan Calon Tersangka Koruptor,”
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43073611, diakses pada 10 September 2018.

2
LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424
email lk2.fhui@gmail.com, website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

4. kemudian, Ahmad Marzuki terpilih sebagai bupati Jepara, meski dia telah
ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dana Bantuan Politik
(Banpol) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 2012-2013.

Deklarasi Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018 ditujukan sebagai upaya


preventif agar tidak ada calon legislatif yang merupakan mantan narapidana
koruptor. Namun, legalitas Pasal 4 ayat (3) peraturan KPU No. 20 Tahun 2018
merangsang adanya polemik dalam praktik sistem Pemilu. Pertama, Pasal 4 ayat
(3) Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018 bertentangan dengan Pasal 240 ayat (1)
huruf g UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pada hakikatnya, UU
Pemilu tidak mengatur persyaratan bahwa mantan narapidana korupsi tidak dapat
mencalonkan diri sebagai calon legislatif. Pasal 240 ayat (1) huruf g UU No. 7
Tahun 2017 memuat ihwal bahwa calon legislatif bukan merupakan orang yang
telah menjalani masa pidana lebih dari lima tahun, kecuali calon tersebut
mengumumkan statusnya sebagai mantan narapidana. Oleh karena itu, terdapat
pengingkaran terhadap Pasal 4 ayat (3) Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018. Oleh
karena itu, berlaku asas lex superior derogat legi imferior UU No. 7 Tahun 2017
terhadap Peraturan KPU Nom 20 Tahun 2018 sebagaimana diatur dalam Pasal 7
UU No. 12 Tahun 2011. Namun, perspektif KPU justru mendorong adanya
harmonisasi antara Pasal 240 ayat (1) huruf g dengan Pasal 169 huruf d UU No. 7
Tahun 2017 – calon presiden dan calon wakil presiden tidak pernah mengkhianati
negara dan tidak pernnah melakukan tindak pidana korupsi, serta tindak pidana
berat lainnya – sebagaimana hal ini selaras dengan mekanisme Pemilu tahun 2019
yang akan dilaksanakan serentak antara Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden
sehingga syarat pencalonan di antara keduanya tidak boleh berbeda aggar tidak
diskriminatif sehingga Pasal 4 Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018 melengkapi
kekurangan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU No. 7 Tahun 2017.3

3
Kristian Erdianto, “Langkah KPU Larang Mantan Napi Korupsi Jadi Caleg Terganjal
Pemerintah,” https://nasional.kompas.com/read/2018/06/05/10150891/langkah-kpu-larang-
mantan-napi-korupsi-jadi-caleg-terganjal-pemerintah?page=all, diakses pada 10 September 2018.

3
LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424
email lk2.fhui@gmail.com, website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

Kedua, kebijakan pelarangan mantan narapidana mencalonkan menjadi


anggota legislatif dapat mendukung birokrasi yang bersih akan korupsi. Hal ini
merupakan filosofi prakarsa KPU bahwa penyaringan calon legislatif yang bebas
dan bersih dari korupsi dapat menghasilkan legislatif yang rekamn jejaknya bersih
pula guna mendorong stabilisasi birokrasi. Persamaan di mata hukum dan hak
untuk dipilih. Oleh karena itu, KPU menggunakan media Pemilu legislatif sebagai
wadah untuk melakukan upaya preventif dan filterisasi calon legislatif. Namun,
hal ini bertentangan dengan ihwal bahwa tidak ada pernyataan secara eksplisit
bahwa putusan pengadilan terhadap terpidana korupsi juga mencabut hak-hak
politiknya sehingga aplikasi pelarangan mantan narapidana korupsi untuk
mencalonkan diri mencederai Pasal 43 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia bahwa setiap orang memiliki hak untuk dipilih dalam Pemilu
atas dasar persamaan hak. Oleh karena itu, terdapat pertentangan antara tujuan
negara untuk memberantas korupsi dengan penegakan hak politik dan persamaan
hak dipilih dalam Pemilu.4 Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu)
melansir bahwa setidaknya terdapat 202 bakal calon legislatif yang merupakan
mantan terpidana korupsi. 202 bakal calon legislatif tersebut berada di 12
provinsi, 97 kabupaten, dan 19 kota. Animo pelarangan mantan narapidana
korupsi mencalonkan sebagai amggota legislatif diperkeruh dengan adanya isu
bahwa Bawaslu telah meloloskan setidaknya 11 orang bakal calon legislatif.5
Berdasarkan pemaparan di atas, perlu ditelisik lebih lanjut kebijakan
peraturan KPU No. 20 Tahun 2018 perihal pelarangan mantan narapidana korupsi
yang mencalonkan menjadi calon legislatif. Oleh karena itu, Bidang Kajian Ilmiah
LK2 FHUI menyelenggarakan Diskusi Rutin dengan tema “Pencalonan Mantan

4
Reza Jurnaliston, “PSI Pastikan Caleg yang Diusung Tak Memiliki Rekam Jejak
Korupsi,” https://nasional.kompas.com/read/2018/07/17/10483111/psi-pastikan-caleg-yang-
diusung-tak-miliki-rekam-jejak-korupsi, diakses pada 10 September 2018.
5
Fitria Chusna Farisna, “Bawaslu Sudah Loloskan 11 Bakal Caleg Eks Koruptor,”
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/02/20094251/bawaslu-sudah-loloskan-11-bakal-caleg-
eks-koruptor, diakses pada 10 September 2018.

4
LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424
email lk2.fhui@gmail.com, website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

Narapidana Korupsi dalam Pemilihan Umum: Dilema Restriksi Hak


Berpolitik atau Proteksi Integritas Pemerintah?”
Adapun Diskusi Rutin ini diselenggarakan dengan tujuan untuk berusaha
menemukan solusi aplikatif terhadap permasalahan yang telah dipaparkan di atas
melalui diskusi antarmahasiswa mengingat bahwa mahasiswa memiliki peran
sebagai generasi muda yang diharapkan menjadi agent of change bangsa. Adapun
Diskusi Rutin LK2 FHUI juga bertujuan memperluas cakrawala mahasiswa terkait
persoalan yang dibahas dalam diskusi.

II. TUJUAN KEGIATAN


A. Tujuan Umum
Diskusi Rutin merupakan dimensi bagi mahasiswa untuk melakukan
tukar pikiran dengan tujuan memperluas cakrawala atas topik diskusi
yang dibahas, yakni pro dan kontra pencalonan mantan narapidana
korupsi dalam Pemilihan Umum serentak. Diskusi Rutin secara umum
juga bertujuan untuk meningkatkan kapabilitas berpikir kritis, mengkaji
permasalahan yang memuat perspektif multidisipliner sebagaimana sarat
akan elemen hukum, memperluas percabangan informasi, dan
mengonstruksikan kesimpulan yang optimal dan solusi aplikatif isu yang
dibahas.
B. Tujuan Khusus
i) Menambah wawasan mahasiswa terkait polemik kebijakan pelarangan
mantan narapidana korupsi untuk mencalonkan diri menjadi calon legislatif;
ii) Menumbuhkan rasa kepekaan dan kepedulian mahasiswa pada umumnya
dan mahasiswa FHUI pada khususnya terhadap permasalahan pelarangan
mantan narapidana korupsi untuk mencalonkan menjadi calon legislatif
sehingga dapat memupuk pola pikir kritis mahasiswa;

5
LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424
email lk2.fhui@gmail.com, website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

iii) Memberikan pemaparan sinkronisasi regulasi di Indonesia terhadap


penyelenggaraan Pemilihan Umum serentak tahun 2019 guna mendorong
efektivitas asas demokrasi Indonesia;
iv) Memberi pemaparan terhadap implikasi hukum terhadap kebijakan
pelarangan mantan narapidana korupsi diaplikasikan.

III. WAKTU DAN TEMPAT


Kegiatan ini akan dilaksanakan pada
hari, tanggal : Jumat, 26 Oktober 2018
waktu : 13.00––15.20 WIB
tempat : Ruang Boedi Harsono, Fakultas Hukum Universitas
Indonesia (FHUI), Depok.

IV. BENTUK KEGIATAN DAN MATERI


Bentuk kegiatan dari Diskusi Rutin terbagi atas dua sesi, yakni sesi
pemaparan tiap pembicara dan sesi diskusi – tanya jawab antara pembicara dan
peserta. Proses dari diskusi akan dipandu oleh moderator. Pembicara dari Diskusi
Rutin ini beserta rujukan materi yang akan dibawakan adalah sebagai berikut:
A. Pembicara I, mewakili perspektif Komisi Pemilihan Umum
i) Menjelaskan filosofi dikeluarkanya Pasal 4 ayat (3) Peraturan
Komisi Pemilihan Umum No. 20 Tahun 2018 perihal pelarangan
mantan narapidana korupsi mencalonkan menjadi calon legislatif;
ii) Menjabarkan implikasi hukum dengan diterapkannya kebijakan
pelarangan mantan narapidana korupsi mencalonkan menjadi calon
legislatif;
iii) Menjelaskan sinkronisasi penerapan peraturan penyelenggaraan
Pemilihan Umum;

6
LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424
email lk2.fhui@gmail.com, website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

iv) Menjelaskan potensi dari efektivitas kebijakan pelarangan mantan


narapidana korupsi dalam mencalonkan menjadi calon legislatif
terhadap pemberantasan korupsi nasional, khususnya dalam
panggung birokrasi negara.
B. Pembicara II, mewakili perspektif Lembaga Eksekutif
i) Memaparkan rasionalisasi dalam menolak pemberlakuan Pasal 4
ayat (3) Peraturan Komisi Pemilihan Umum No. 20 Tahun 2018
perihal pelarangan mantan narapidana korupsi mencalonkan
menjadi calon legislatif;
ii) Menjelaskan wewenang lembaga pemerintahan dalam
mengeluarkan peraturan penyelenggaraan Pemilihan Umum;
iii)Menjelaskan solusi aplikatif dari kebijakan yang dapat saling
memperkokoh eksistensi lembaga penyelenggara Pemilihan Umum
dalam menyongsong Pemilihan Umum serentak tahun 2019;
iv) Memberikan penerangan terhadap landasan filosofis maraknya
kasus korupsi di bangku pemerintahan yang memengaruhi birokrasi
negara.
C. Pembicara III, mewakili perspektif masyarakat
i) Menjelaskan dinamika kebebasan memilih dan dipilih dalam
Pemilihan Umum paska diberlakukannya pelarangan mantan
narapidana korupsi mencalonkan menjadi calon legislatif;
ii) Memaparkan aspek Hak Asasi Manusia yang berpotensi terlanggar
sebagai implikasi diterbitkannya Pasal 4 ayat (3) Peraturan Komisi
Pemilihan Umum No. 20 Tahun 2018.
iii) Memberikan saran terhadap langkah yang seharusnya ditempuh
oleh Pemerintah di dalam menyikapi permasalahan mantan
narapidana yang hendak berkompetisi di dalam Pemilu

V. SUSUNAN ACARA

7
LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424
email lk2.fhui@gmail.com, website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

Berikut adalah susunan acara Kelompok Diskusi Analisis Ilmiah I 2018


Waktu Durasi Kegiatan
Pembukaan oleh
13.00––13.10 10’
Moderator
13.10––14.10 60’ Pemaparan pembicara
14.10––15.10 60’ Sesi Diskusi
Pemberian sertifikat
15.10––15.20 10’
dan penutupan

VI. SISTEM ACARA


Sistem acara yang diterapkan pada Diskusi Rutin adalah sebagai berikut:
A. Pemaparan materi dari tiap pembicara yang dipandu oleh moderator
dengan alokasi waktu 15 menit bagi tiap pembicara untuk memaparkan
materinya; dan
B. Diskusi baik antarpeserta maupun antara peserta dengan pembicara
selama 60 menit;

VII. KETERANGAN
Berikut termaktub hal-hal yang perlu diperhatikan demi kelancaran jalannya
acara
A. Pembicara disarankan untuk menggunakan media Power Point dalam
memaparkan materi;
B. Pembicara diperbolehkan memaparkan selingan materi dalam bentuk
video dengan mengingat alokasi waktu yang telah diberikan;
C. Pembicara tidak diperkenankan memaparkan materi yang bersifat
menyerang suku, agama, ras, dan antargolongan;

8
LEMBAGA KAJIAN KEILMUAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
Sekretariat: Ruang Student Center Gedung F Kampus FHUI, Depok 16424
email lk2.fhui@gmail.com, website www.lk2fhui.law.ui.ac.id

D. Pembicara diharap menginformasikan kepada Person in Charge Diskusi


Rutin apabila membutuhkan media tambahan dalam memaparkan
materinya, seperti pointer, OHP, speaker, atau alat lainnya guna
menunjang pemaparan materi melalui e-mail
kajianilmiahlk2fhui@gmail.com paling lambat 1 (satu) hari sebelum hari
acara;
E. Pembicara dimohon untuk mengirimkan materi presentasi dalam format
pptx ke e-mail kajianilmiahlk2fhui@gmail.com 1 (satu) hari sebelum
hari acara; dan
F. Pembicara disarankan untuk mengirim materi tertulis dalam format docx
(apabila ada) ke e-mail kajianilmiahlk2fhui@gmail.com 1 (satu) hari
sebelum hari acara.

VIII. PENUTUP
Demikian Terms of Reference Diskusi Rutin II ini kami buat. Kami berharap
rekan pembicara dapat mengikuti arahan Terms of Reference yang telah disusun
guna memenuhi kebutuhan informasi peserta Diskusi Rutin II. Tidak lupa kami
menyampaikan permohonan kepada rekan pembicara agar kiranya berkenan hadir
dalam hari acara Diskusi Rutin II sesuai yang tertera pada jadwal. Terima kasih
atas perhatiannya.

Depok, 8 September 2018

Person In Charge Diskusi Rutin IV

Anda mungkin juga menyukai