Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM

Disusun oleh :
Khaula Sugira (10542049213)

Pembimbing :
dr. Hushaemah Syam, Sp. A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan


Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan
referat dengan judul Kejang Demam . Penyusunan tugas ini merupakan salah
satu tugas yang penulis laksanakan selama mengikuti kepaniteraan di Ilmu
Kesehatan Anak.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hushaemah Syam, Sp.A
selaku dokter pembimbing dalam penyelesaian tugas Laporan kasus ini, terima
kasih atas bimbingan dan waktunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat memberikan
manfaat pada pembaca. Penulis menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih
jauh dari kesempurnaan. Dalam kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan
saran yang dapat membangun demi kesempurnaan laporan ini.

Makassar, 22 Agustus 2018

Khaula Sugira
BAB I
PENDAHULUAN

Kejang demam merupakan gangguan kejang yang paling sering saat masa
anak – anak, dan terjadi berhubungan dengan usia.1 Kejang demam adalah
bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang
mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu diatas 380C dengan metode pengukuran
suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses intra kranial.2,3
Menurut data dari WHO, terdapat 2 – 5% anak – anak di Amerika Utara
didiagnosis dengan kejang demam dan mencapai 14% pada daerah Asia, dengan
yang tipe yang paling banyak adalah kejang demam sederhana ( 65 – 90%). Anak
– anak dengan kejang demam biasanya berusia 6 bulan hingga 5 tahun; dengan
usia puncak yaitu 18 hingga 24 bulan.4,5 Untuk Indonesia itu sendiri, diperkirakan
mencapai 2-4% pada tahun 2008.6
Sebagian besar kejang demam merupakan kejang demam sederhana, tidak
menyebabkan menurunnya IQ, epilepsi, dan kematian. Kejang demam dapat
berulang yang kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada keluarga.
Saat pasien datang dengan kejang disertai demam, dipikirkan tiga kemungkinan,
yaitu: (1) kejang demam, (2) pasien epilepsi terkontrol dengan demam sebagai
pemicu kejang epilepsi, (3) kejang disebabkan infeksi sistem saraf pusat atau
gangguan elektrolit akibat dehidrasi.
Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat jinak. Angka
kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh
sempurna, sebagian berkembang menjadi epilepsi sebanyak 2-7%. Walaupun
prognosis kejang demam baik, bangkitan kejang demam cukup mengkhawatirkan
bagi orang tuanya. Kejang demam juga dapat mengakibatkan gangguan tingkah
laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian tingkat akademik.
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : R.A.S.
No.Rm : 29.01.71
Tanggal lahir : 18/12/2014
Umur : 3 tahun 7 bulan
Jenis kelamin : Laki - Laki
Alamat : Asmil matoangin
Agama ` : Islam
Ruang : DAHLIA, kelas II E

B. IDENTITAS KELUARGA
Nama ayah :S
Umur : 39 tahun
Pekerjaan : TNI
Pend. Terakhir : SMA
Status Kesehatan : Sehat

Nama ibu : NURASTI


Umur : 38 tahun
Perkerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pend. Terakhir : SMA
Status Kesehatan : Sehat
C. ANAMNESIS
Anamnesis : alloanamnesis (ibu kandung pasien)
Keluhan utama: Kejang
Anamnesis terpimpin:
Seorang anak laki - laki masuk ke rumah sakit diantar oleh ibunya
dengan keluhan kejang yang dialami pada pagi hari, kejang 1 x, kejang durasi
kurang dari 5 menit bersifat umum. Sebelum kejang, pasien dalam keadaan
berbaring, setelah kejang pasien sadar dan lemas. Sebelum pasien kejang, ibu
pasien mengeluhkan ada demam tinggi 1 hari sebelum kejang. Pasien juga
mengeluh nyeri perut dan BAB encer 1 hari sebelum kejang dengan frekuensi
kurang lebih 1x ampas (+) lendir (-) darah (-). Pasien pernah kejang sebelumnya.
Kejang dipicu demam. Kejang pertama kali pada usia 6 bulan.
BAB: 1 kali. Encer, ampas (+) lendir (-) darah (-)
BAK : Lancar, berwarna kuning
Nafsu Makan : Menurun
Nafsu Minum : Baik.
Riwayat penyakit sebelumnya :
- Riwayat menderita kejang pertama kali pada usia 6 bulan dan sering
kejang saat demam.
- Bronkhitis
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga : kejang demam ( 3 saudara ada
riwayat kejang demam )
Status Imunisasi :
IMUNISASI 1 2 3 4
BCG √
HEP B √ √ √ √
POLIO √ √ √ √
DTP √ √ √
CAMPAK √

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status present
Keadaan umum : Lemas / GCS = 15 (compos mentis)
Berat Badan : 14 kg
Panjang Badan : 96.5 cm
Status Gizi : Gizi baik (diantara garis -1 dan median )
2. Tanda Vital
Tekana Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 86 x/ menit
Pernapasan : 30 x/menit
Suhu : 37,60C
3. Status generalis
Pucat (-) Telinga : otore (-)
SIanosis (-) Mata : conjungtivitis (-), cekung (-
Tonus : Baik )
Ikterus (-) Hidung : Rinore (-)
Turgor : Baik Bibir : Kering (-)
Kepala : Normocephal Lidah : Kotor (-)
Muka : Simetris Sel. Mulut : stomatitis (-)
Rambut : Hitam, tidak mudah di cabut Leher : Kaku kuduk (-)
Ubun ubun besar: menutup (+) Kulit : DBN
Tenggorok : DBN
Tonsil : DBN
Thorax Jantung
Inspeksi : Inspeksi:
 Simetris kiri dan kanan  Ictus cordis tidak tampak
 Retraksi dinding dada (-) Palpasi :
Palpasi :  Ictus cordis tidak teraba
 Vocal fremitus : TDE Perkusi :
Perkusi:  Batas kiri : linea midclavicularis
 Sonor sinistra
Auskultasi  Batas kanan : linea parasternalis
 Bunyi Pernapasan : vesikuler dextra
 Bunyi tambahan: Rh -/- Wh -/-  Batas atas ICS III sinistra
Auskultasi :
 Bunyi Jantung I dan II murni,
regular
 Bising jantung (-)
Abdomen
Inspeksi : Alat kelamin : Tidak dievaluasi
 Datar, ikut gerak napas Leher : Tasbeh (-)
Palpasi : Col. Vertebralis : skoliosis (-),
Gibbus (-)
 Limpa : tidak teraba
 Hati : tidak teraba
 Nyeri tekan (-)
Perkusi :
 Tympani
Auskultasi
 Peristaltik (+) kesan normal

E. HASIL LABORATORIUM
Darah Rutin (02 Agustus 2018)
 Wbc : 12.8 x10^3/mm^3
 Rbc : 5.16 x10^6/mm^3
 Plt : 294x10^3/mm^3
 Hgb : 11,4 g/dl

F. TINDAK LANJUT

TANGGAL HASIL PEMERIKSAAN, INSTRUKSI DOKTER


ANALISIS DAN TINDAK
LANJUT
Tanggal masuk S Seorang anak laki - laki masuk ke rumah - IVFD RL 16 tpm
perawatan 02-08- sakit diantar oleh ibunya dengan - Novalgin 1 gr / drips (

2018 keluhan kejang yang dialami pada pagi Extra)


hari, kejang 1 x, kejang durasi kurang - Paracetamol infus 150 mg
(08.30)
dari 5 menit bersifat umum. Sebelum / 6jam /drips
kejang, pasien dalam keadaan berbaring, - Diaepam 3 x 2 mg
setelah kejang pasien sadar dan lemas. - Dexamethasone 1 amp / iv
Sebelum pasien kejang, ibu pasien ( extra )
mengeluhkan ada demam tinggi 1 hari
sebelum kejang. Pasien juga mengeluh
nyeri perut dan BAB encer 1 hari
sebelum kejang dengan frekuensi kurang
lebih 1x ampas (+) lendir (-) darah (-).
Pasien pernah kejang sebelumnya.
Kejang dipicu demam. Kejang pertama
kali pada usia 6 bulan.
BAB: 1 kali. Encer, ampas (+) lendir (-)
darah (-)
BAK : Lancar, berwarna kuning
Nafsu Makan : Menurun
Nafsu Minum : Baik.

Keadaan umum : Lemas / GCS = 15


O (compos mentis)
Tanda Vital
Tekana Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 105 x/ menit
Pernapasan : 32 x/menit
Suhu : 39.5 C

Kepala: Anemis(-), Konjungtivitis(-),


Cekung (-)
Paru : vesikuler, Rh -/-, Wh-/-
CV : BJ I/II murni reguler, bising (-)
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Metabolik : Ikterus (-), Udem (-),
Sianosis (-)

A Kejang Demam
Follow up 1 S Demam (+), nyeri perut (+), kejang - IVFD RL 16 tpm
03-08-2018 (-), BAB encer > 5 kali, mual (-), - Paracetamol infus 150 mg

muntah (-) / 8 jam /drips


- Diaepam 3 x 2 mg
BAB : >5 kali. encer, ampas (+),
- Cefotaxime 700 mg
lendir (-), darah (-)
/hari/iv
BAK : lancar, warna kuning
- Zinkid syrup 2 x 1 cth
- Makan biasa
Selera makan : kurang
Selera minum : baik
O Ku : Lemas/ GCS: 15
(Composmentis)
TD : 90/60
Nadi: 96 x/menit
Pernapasan: 24 x/menit
Suhu: 38.1 ’C

Kepala: Anemis(-), Konjungtivitis(-),


Cekung(-)
Paru : Vesicular, Rh -/-, Wh-/-
CV: Bunyi jantung I/II murni regular
Abdomen: Peristaltik (+) kesan
meningkat
Metabolik : Ikterus (-), udem (-)
Skor dehidrasi: 7 (Ringan – Sedang)
A
GEA
Kejang Demam
Follow up 2 S Demam (-), nyeri perut (+), kejang (- - IVFD RL 16 tpm
04-08-2018 ), BAB encer 3 kali, mual (+), - Paracetamol infus 150 mg

muntah (+) 1 kali / 8 jam /drips


- Diaepam 3 x 2 mg
BAB : 3 kali. encer, ampas (+),
- Cefotaxime 700 mg
lendir (-), darah (-)
/hari/iv
BAK : lancar, warna kuning
- Zinkid syrup 2 x 1 cth
Makan biasa
Selera makan : kurang
Selera minum : baik

O Ku : Lemas /GCS: 15
(Composmentis)
TD :100/60 mmHg
Nadi: 124 x/menit
Pernapasan: 26 x/menit
Suhu: 36.8 0C

Kepala: Anemis(-), Konjungtivitis(-),


Cekung(-)
Paru: Vesicular, Rh -/-, Wh-/-
CV: Bunyi jantung I/II murni regular
Abdomen: Peristaltik (+) kesan
meningkat
Metabolik : Ikterus (-), udem (-)
Skor dehidrasi: 7 (Ringan – Sedang)
A GEA
Kejang Demam
Follow up 3 S Demam (+),mual (+), muntah (+) 1 - IVFD RL 16 tpm
05 – 08 - 2018 kali ,kejang (-), sakit kepala (-), sakit - Paracetamol infus 150 mg

perut (+), BAB encer (+) 1 kali / 8 jam /drips


- Cefotaxime 700 mg
BAB : encer 1 kali
/hari/iv
BAK : lancar, warna kuning
- Zinkid syrup 2 x 1 cth
- Makan biasa
Selera makan : kurang
Selera minum : baik

O Ku : Lemas / GCS: 15
(Composmentis)
TD : 100/70 mmHg
Nadi: 98 x/menit
Pernapasan: 28x/menit
Suhu: 38,90C

Kepala: Anemis(-), Konjungtivitis(-),


Cekung(-)
Paru: Vesicular, Rh -/-, Wh-/-
CV: Bunyi jantung I/II murni regular
Abdomen: Peristaltik (+) kesan
meningkat
Metabolik : Ikterus (-), udem (-)
Skor dehidrasi: 7 (Ringan – Sedang)

A
GEA
Kejang Demam

Follow up 4 S Demam (+),mual (+), muntah (+) 2x - IVFD RL 16 tpm


06-08-2018 isi makanan, sakit kepala (-), sakit - Paracetamol infus 150 mg

perut (+), BAB encer (+) 2 kali. / 8 jam /drips


- Cefotaxime 700 mg
BAB : 2x.Encer, ampas (+), lendir (-)
/hari/iv
BAK : Lancar
- Zinkid syrup 2 x 1 cth
Nafsu makan : Kurang
Makan biasa
Nafsu minum : Kurang

O KU: Lemas/GCS: 15
(Composmentis)
TD : 100/60 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 30 x/menit
Suhu : 37.6 0C

Kepala: Anemis(-), Konjungtivitis(-),


Cekung(-)
Paru : bronchovesicular, Rh -/- Wh-/-
CV: Bunyi jantung I/II murni regular
Abdomen: Peristaltik (+) kesan
normal
Metabolik : ikterus (-), udem (-)
Skor Dehidrasi: 9 (Ringan – Sedang)
A GEA
Kejang Demam

Follow up 5 S Demam (-),mual (-), muntah (-), - Aff infus


07-08-2018 sakit kepala (-), sakit perut (+) , BAB - Paracetamol syrp 3 x 7.5
encer (-) mg (kp)
- Zinkid syrup 2 x 1 cth
BAB : baik
- Makan biasa
BAK : Lancar
Selera makan : Kurang
Selera minum : baik

O KU: Lemas/ GCS: 15


(Composmentis)
TD : 100/60 MMhG
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu : 36,20C

Kepala: Anemis(-), Konjungtivitis(-),


Cekung(-)
Paru : bronchovesicular, Rh -/- Wh-/-
CV: Bunyi jantung I/II murni regular
Abdomen: Peristaltik (+) kesan
normal
Metabolik : ikterus (-), udem (-)

A GEA
Kejang Demam
Follow up 6 S Demam (-),sesak (-), mual (-), - Aff infus
08-08-2018 muntah (-), sakit kepala (-), sakit - PCT syr 3 x 7.5 mg
perut (-), batuk (-). (kp)
BAB : Baik - Zinkid syr 2x 1 cth
BAK : Lancar, warna kuning - Boleh pulang hari ini
Selera makan : Kurang
Selera minum : Baik

O
TD : 100/ 60 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Pernapasan : 90 x/menit
Suhu : 36,50C

Kepala: Anemis(-), Konjungtivitis(-),


Cekung(-)
Paru : bronchovesicular, Rh -/- Wh-/-
CV: Bunyi jantung I/II murni regular
Abdomen: Peristaltik (+) kesan
normal
Metabolik : ikterus (-), udem (-)

A GEA
Kejang Demam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu diatas 380C
dengan metode pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses
intra kranial.2,3
Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE), kejang
demam merupakan kejang selama masa kanak – kanak setelah usia 1 bulan,
yang berhubungan dengan penyakit demam tanpa disebabkan infeksi sistem
saraf pusat, tanpa riwayat kerjang neonates dan tidak berhubungan dengan
kejang simptomatik lainnya.7

B. EPIDEMIOLOGI
Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling sering pada anak –
anak, biasanya merupakan kejadian tunggal dan tidak berbahaya. Kejang
demam lebih sering terjadi pada anak laki – laki dibandingkan anak perempuan
dengan perbandingan 1,25 :1.8
Berdasarkan studi populasi, angka kejadian kejang demam di Amerika
Serikat dan Eropa 2–7%, sedangkan di Jepang 9–10%. Dua puluh satu persen
kejang demam durasinya kurang dari 1 jam, 57% terjadi antara 1-24 jam
berlangsungnya demam, dan 22% lebih dari 24 jam.2 Sekitar 30% pasien akan
mengalami kejang demam berulang dan kemudian meningkat menjadi 50%
jika kejang pertama terjadi usia kurang dari 1 tahun. Sejumlah 9–35% kejang
demam pertama kali adalah kompleks, 25% kejang demam kompleks tersebut
berkembang ke arah epilepsi.1,7

C. ETIOLOGI
Penyebab kejang demam hingga kini belum diketahui dengan pasti.
Kejang demam dapat dipicu oleh proses infeksi ekstrakranium. Infeksi ini
menyebabkan naiknya suhu tubuh yang berlebihan (hiperpireksia) sehingga
timbul kejang. Penelitian Nelson dan Ellenberg (1978) serta Lewis (1979)
menunjukkan pencetus kejang demam terbanyak adalah infeksi saluran napas
atas (38%), diikuti dengan otitis media (23%), pneumonia (15%),
gastroenteritis (7%), roseola infantum (5%), dan penyakit non infeksi (12%).
Imunisasi juga dapat menjadi penyebab kejang demam namun insidennya
sangat kecil.8

D. KLASIFIKASI
Kejang demam menurut Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam
IDAI 2016 memiliki 2 bentuk yakni kejang demam kejang demam sederhana
dan kejang demam komplek. 80% dari kasus kejang demam merupakan kejang
demam sederhana sedangkan 20% kasus adalah kejang demam komplek.2

1. Kejang Demam Sederhana


Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) memiliki beberapa
kriteria, yakni:
a. Kejang berlangsung singkat < 15 menit.
b. Kejang berhenti sendiri tanpa pengobatan.
c. Kejang bersifat umum tonik atau klonik tanpa gerakan umum.
d. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam.

2. Kejang Demam Komplek


Kejang Demam Komplek (Complex Febrile Seizure) memiliki ciri – ciri
gejala klinis sebagai berikut:
a. Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit
b. Sifat kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang
didahului oleh suatu kejang parsial
c. Kejang berulang atau terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam
E. PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah
oksidasi dimana oksigen disediakan melalui fungsi paru-paru dan diteruskan
ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Melalui proses oksidasi glukosa
dipecah menjadi CO2 dan air.
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan
dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal,
membran sel dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat
sulit dilalui oleh ion (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion (Cl-). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah,
sedangkan di luar sel neuron terjadi sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
yang disebut sebagai potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K ATP-ase yang terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial
membran ini dapat dirubah oleh adanya perubahan konsentrasi ion di ruang
ekstraselular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya, dan perubahan pathofisiologi dari
membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Demam adalah meningkatnya suhu tubuh diatas nilai normal (35,8-37,2)0C
dalam rentang waktu tertentu. Demam merupakan salah satu keluhan dan
gejala yang paling sering terjadi pada anak dengan penyebab berupa infeksi
dan non infeksi. Paling sering penyebabnya adalah infeksi, dalam hal ini
adalah infeksi saluran nafas disusul dengan infeksi saluran cerna pada anak-
anak. Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10 celsius akan mengakibatkan
kenaikan metabolism basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat
20%.
Pada anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan pada orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu
tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion K+ maupun ion
Na+ melalui membran tersebut, dengan akibat akan terjadi lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke sel-sel tetangganya melalui bantuan neurotransmitter
dan terjadilah kejang. Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda.
Tergantung dari ambang kejang yang dimilikinya, seorang anak menderita
kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak yang memiliki ambang kejang
rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 380C dan pada anak yang memiliki
batas ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400 C atau
lebih. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang
demam lebih sering tejadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam
penanggulangannya perlu diperhatikan pada suhu berapa penderita kejang.

Sedangkan terjadinya demam berasal dari adanya bahan-bahan pirogen.


Eksogenous pirogen berasal dari luar tubuh, contohnya bakteri, virus, jamur
dan toksin. Eksogenous pirogen ini bila masuk ke dalam tubuh akan
merangsang pembentukkan leukosit maupun sel phagosit (monosit, neutrofil,
limfosit, sel glial endothelium, sel mesangium mesenchymal) untuk
memproduksi bahan-bahan endogenous pirogen seperti IL-1, TNF.
Endogenous pirogen diproduksi diluar CNS (sirkulasi sistemik) akan
membentuk prostaglandin E2, dimana prostaglandin E2 ini akan menganggu
fungsi thermoregulasi di hipothalamus. Akibatnya akan terjadi peningkatan
titik pusat suhu di hipothalamus dan bagian perifer tubuh ikut merespon
terjadinya peningkatan suhu tubuh.
G. DIAGNOSIS

Diagnosis kejang demam ditegakkan setelah penyebab kejang yang lain


dapat disingkirkan yaitu meliputi meningitis, ensefalitis, trauma kepala,
ketidakseimbangan elektrolit, dan penyebab kejang akut lainnya. Dari
beberapa diagnosis banding tersebut, meningitis merupakan penyebab kejang
yang lebih mendapat perhatian. Angka kejadian meningitis pada kejang yang
disertai demam yaitu 2-5%.1,9

Diagnosis kejang demam pada dasarnya bersifat klinis. Episode harus


selalu digolongkan menjadi kejang demam sederhana atau kompleks. Pada
anak-anak dengan kejang yang kompleks, diagnosis banding lainnya (seperti
epilepsy fokal atau kejang simptomatis onset cepat akut) harus selalu
dipertimbangkan, walaupun jarang.

Kejadian demam pada kejang demam biasanya dikarenakan adanya infeksi


pada sistem respirasi atas, otitis media, infeksi virus herpes termasuk roseola.
Lebih dari 50% kejadian kejang demam pada anak kurang dari 3 tahun
berhubungan dengan infeksi virus herpes (Human Herpes Virus 6 dan 7). Hal
– hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis yaitu:

1. Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang

2. Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan


anak pasca kejang

3. Penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala infeksi


saluran napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK. Otitis media
akut/OMA, dll)

4. Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan epilepsi dalam


keluarga
5. Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare yang
mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan
hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia)

Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain:


1. Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran

2. Suhu tubuh: apakah terdapat demam

3. Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique,


Lasuque dan pemeriksaan nervus cranial

4. Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar (UUB)


menonjol, papil edema

5. Tanda infeksi di luar susunan saraf pusat seperti infeksi saluran


pernapasan, faringitis, otitis media, infeksi saluran kemih dan lain
sebagainya yang merupakan penyebab demam

6. Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflex fisiologis, reflex


patologis

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang


demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas
indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah.

2. Pungsi Lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau


menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru,
saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak
berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana dengan
keadaan umum baik.

Indikasi pungsi lumbal:


a. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal

b. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis


dan pemeriksaan klinis.

c. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang


sebelumnya telah mendapat antibiotik dan pemberian antibiotic
tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.

Meningitis harus dipertimbangkan dalam penegakan diagnosis yang


berbeda, dan pungsi lumbal harus dilakukan untuk semua bayi berusia di
bawah 6 bulan dengan demam dan kejang, atau jika anak tersebut tidak
sakit atau pada usia berapa pun jika ada tanda atau gejala klinis yang
menjadi perhatian. Pungsi lumbal adalah pilihan pada anak usia 6-12 bulan
yang mengalami defisiensi pada Haemophilus influenza tipe b dan
imunisasi Streptococcus pneumoniae atau yang status imunisasinya tidak
diketahui. Pungsi lumbal merupakan pilihan pada anak-anak yang telah
diobati dengan antibiotik. Pada pasien dengan status demam epileptikus
tanpa adanya infeksi sistem saraf pusat, tpungsi lumbal non-traumatik
jarang menunjukkan pleocytosis cairan serebrospinal (CSF) (96%
memiliki <3 sel nukleasi di CSF) dan protein CSF dan glukosa biasanya
normal.10
3. Elektroensefalograf (EEG)
Indikasi pemeriksaan EEG:
Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali apabila
bangkitan bersifat fokal. EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk
menentukan adanya focus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi
lebih lanjut.
4. Radiologi
Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin
dilakukan pada anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan
tersebut dilakukan bila terdapat indikasi, seperti kelainan neurologis fokal
yang menetap, misalnya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.
I. Diagnosis Banding

Meningitis. Infeksi pada sistem saraf pusat seperti meningitis atau


ensefalitis, merupakan penyebab kejang yang penting terkait dengan demam
dan mudah bingung dengan kejang demam sederhana. Pungsi lumbal harus
dilakukan pada episode pertama kejang demam, pada bayi di bawah 1 tahun
yang tidak diimunisasi dengan Hib dan vaksin pneumokokus, atau jika status
imunisasi tidak diketahui dan di mana meningitis dicurigai. Pada semua
pasien dengan kejang demam, pungsi lumbal tidak diperlukan secara rutin.
EEG dan neuroimaging tidak memiliki peran dalam kejang demam.11

Gangguan metabolic seperti hipoglikemi, defisiensi vitamin B-6,


gangguan elektrolit, dan keracunan dapat menyebabkan kejang

Epilepsi juga merupakan salah satu penyakit dengan manifestasi klinis


kejang. Epilepsi adalah suatu gangguan setebral kronik dengan berbagai
macam aetiologi, yang dicirikan oleh timbulnya serangan paroksimal yang
berkala, akibat lepasnya muatan listrik neuron- neuron serebral secara eksesif.

J. Penatalaksanaan

1. Saat Kejang

Pada umumnya kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan


pada waktu pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila saat pasien
datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam
intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2
mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg.
Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti algoritma kejang
pada umumnya.

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah


(prehospital) adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-
0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan
kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti,
dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval
waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap
kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan
diazepam intravena. Jika kejang masih berlanjut, lihat algoritme
tatalaksana status epileptikus. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat
selanjutnya tergantung dari indikasi terapi antikonvulsan proflaksis.

2. Saat Demam

Antipiretik. Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik


mengurangi risiko terjadinya kejang demam. Meskipun demikian, dokter
neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat
diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali
diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.

Antikonvulsan. Diberikan obat antikonvulsan intermitten, adalah


obat antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam. Proflaksis
intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko
di bawah ini:

a. Kelainan neurologis berat, misalnya cerebral palsy

b. Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun

c. Usia <6 bulan

d. Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius

e. Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh


meningkat dengan cepat.

Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral
atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <10 kg dan 10 mg
untuk berat badan >10 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis
maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama
48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis
tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta
sedasi.

Pemberian obat antikonvulsan rumatan, hanya diberikan terhadap


kasus selektif dan dalam jangka pendek.

Indikasi pengobatan rumatan:

a. Kejang fokal

b. Kejang lama > 15 menit

c. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atu sesudah


kejng, misalnya cerebral palsy, hidrosefalus, hemiparese.

Diagram. Alur tatalaksana kejang demam pada anak.


Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital
setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar
pada 40-50% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada
sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam
valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat
adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4
mg/kg/hari dalam 1-2 dosis.

Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan


rumat untuk kejang demam tidak membutuhkan tapering off, namun
dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.

K. Prognosis

Risiko rekurensi kejang demam bervariasi dari 30 sampai 50%. Faktor


risiko yang dapat memprediksi kambuhnya kejang demam sederhana dan
kompleks adalah usia awal onset (<15 bulan), epilepsi atau demam pada
keluarga tingkat satu, sering demam dan suhu rendah pada saat timbulnya
kejang demam. Sekitar 1-2% anak-anak dengan kejang demam sederhana dan
sampai 5% dari mereka dengan kejang kompleks rekuren cenderung
mengembangkan epilepsi. Orangtua anak harus diyakinkan bahwa risiko
epilepsi setelah kejang demam sederhana tidak jauh lebih besar daripada
populasi umum. Risiko pengembangan epilepsi lebih tinggi jika kejangnya
tidak atipikal, electroencephalogram tidak normal, jika anak mengalami
perkembangan neurologis abnormal atau riwayat keluarga epilepsi. Kejang
parsial kompleks dapat terjadi setelah beberapa tahun kejang demam atipikal
yang berkepanjangan.11

L. Komplikasi
Terdapat bukti bahwa kejang demam berhubungan dengan peningkatan
risiko terjadinya epilepsy, terdapat 2 – 4% anak berkembang menjadi
epilepsy dengan riwayat kejang demam. Walaupun diketahui bahwa kejang
demam sederhana tidak memiliki komplikasi kedepannya, risiko berkembang
menjadi epilepsy sebanyak 57% jika kejang demam fokal, berlangsung lama,
dan berulang.12

M. Pencegahan
Untuk pencegahan terjadinya kejang demam dan komplikasinya, keluarga
pasien dapat di edukasi untuk menyediakan obat penurun panas jika sudah
ada tanda – tanda akan terjadi demam. Jika anaknya sudah kejang dapat
diberikan pertolongan pertama yaitu anti kejang yang dimasukkan melalui
rektal. Dan diberitahu, apabila kejnag berlanjut dapat membawa anaknya ke
puskesmas atau rumah sakit terdekat.
DISKUSI
Kejang demam adalah bangkitan kerjang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu diatas 380C
dengan metode pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses intra
kranial. Hal ini sesuai dengan anamnesis yang dilakukan bahwa ibu pasien
mengatakan setelah adanya demam tinggi yang diikuti dengan kejang. Pasien juga
memiliki faktor resiko kejang demam yaitu riwayat kejang demam pada usia 6
bulan dan riwayat keluarga yang menderita kejang demam.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain: Kesadaran: apakah terdapat
penurunan kesadaran, Suhu tubuh: apakah terdapat demam, Tanda rangsang
meningeal: kaku kuduk, Bruzinski I dan II, Kernique, Lasuque dan pemeriksaan
nervus cranial, Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun ubun besar (UUB)
membonjol, papil edema, Tanda infeksi di luar susunan saraf pusat seperti infeksi
saluran pernapasan, faringitis, otitis media, infeksi saluran kemih dan lain
sebagainya yang merupakan penyebab demam, dan Pemeriksaan neurologi: tonus,
motorik, reflex fisiologis, reflex patologis. Pemeriksaan fisis juga berguna untuk
mendiagnosis kejang demam dan menyingkirkan apakah terdapat infeksi
intracranial yang menyebabkan kejang. Pada pasien ini, tidak didapatkan proses
infeksi intracranial sehingga dapat mendukung diagnosis kejang demam. Dan
pada pasien ini didapatkan infeksi pada saluran pencernaan.
Berdasarkan teori, pemeriksaan penunnjang yang dibutuhkan adalah
pemeriksaan laboratorium, pungsi lumbal, EEG dan radiologi. Pada pasien ini
hanya dilakukan permeriksaan darah rutin untuk mengetahui evaluasi dari
infeksinya, tidak dilakukan pungsi lumbal, EEG dan radiologi karena tidak
terdapat indikasi untuk dilakukan pemeriksaan tersebut.
Selama perawatan di Rumah Sakit, pasien mendapatkan terapai cairan,
antipiretik (paracetamol infus 150 mg), antikonvulsan (diazepam), Zinkid syrup ,
antibiotik (Cefotaxime). Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa
penatalaksanaan kejang demam yaitu diberikan antipiretik, antikonvulsan dan
mengobati penyebab yang mendasari timbulnya demam pada pasien.
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN

 Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka


pasien didiagnosis dengan kejang demam.
 Tatalaksana pasien ini adalah pemberian antipiretik, antikonvulsan, antibiotik
dan terapi suportif berupa koreksi cairan, nutrisi adekuat, dan tirah baring.
 Hasil follow up yang dilakukan selama 6 hari, menunjukkan adanya
perbaikan klinis, diantaranya disebabkan karena kepatuhan minum obat dari
penderita serta adanya intervensi gizi, sehingga prognosis penyakit dari
penderita dapat dikatakan dubia ad bonam.

SARAN

 Disarankan untuk ibu penderita tetap waspada kepada anaknya jika demam
sudah terjadi untuk tetap menyediakan antipiretik dirumah dan juga siap
antikonvulsan jika kejang terjadi.
 Jika kejang telah berlanjut lama, segera dibwa ke fasilitas kesehatan terdekat
DAFTAR PUSTAKA

1. Chung S. 2014. Febrile Seizure. Korea: Korean J Pediatr. No. 57(9) Hal. 384–
395.
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016. Rekomendasi Penatalaksaan Kejang
Demam. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
3. Fakultas Kedokteran UI. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI
4. Millar JS. 2006. Evaluation and Treatment of The Child With Febrile Seizure.
America: Am Fam Physician. No. 10
5. Farell K. 2011. The Management of Febrile Seizure. BC Med J. Vol. 53, No.
6
6. Kakalang JP. 2016. Profil Kejang Demam di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSUP Prof Dr R D Kandau Manado Periode Januari 2014 – Juni 2016.
Manado: Jurnal E-Clinic. Vol. 4 No. 2
7. Arief RF. 2015. Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta: Indonesian
Journal. Vol. 42 No.9
8. Nindela R. 2014. Karakteristik Penderita Kejang Demam di Instalasi Rawat
Inap Bagian Anak RS Muhammad Hoesin Palembang. Palembang: Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan. Vol 1 No. 1. Hal 41-45
9. Mikari, M A. Hani, A J. Febrile Seizure. In Kliegmen, R M. Nelson Textbook
of Pediatrics. 20th Edition. Philadelphia: Elsavier. 2016 Hal .59
10. Arif, R F. Continuing Medical Education: Penatalaksanaan Kejang Demam.
2015: 42(9).
11. Paul, V K. Bagga, A. Ghai Essential Pediatrics. 8th Edition. CBS Publisher.
Hal .556-7.
12. Seinfeld S. Recent Research on Febrile Seizures: A Review. USA: J Neurol
Neurophysiol. 2013. Volume 4 Issue 4.
Skor Dehidrasi
Tanggal 02 Agustus 2018

Kriteria 1 2 3
Keadaan Umum Gelisah, Lemas,
Baik Lemas
Mengantuk, syok
Mata Biasa Cekung Sangat Cekung
Mulut Biasa Kering Sangat Kering
Pernafasan < 30x/ menit 30 – 40x/menit >40x/menit
Turgor Baik Kurang Jelek
Nadi 120 –
< 120x/menit >140x/menit
140x/menit
Interpretasi:
6 : Tidak Dehidrasi
7 - 12 : Dehidrasi Ringan – Sedang
≥ 13 : Dehidrasi Berat

Anda mungkin juga menyukai