Anda di halaman 1dari 39

CARA PEMBERIAN OBAT KONSEP DAN PRINSIP

PEMBERIAN OBAT ORAL, TOPIKAL, PARENTERAL, DAN


SUPOSITORIA.

Deyana Fidina Safitri (P17120016049)


Erika Tamara Dania (P17120016050)
Nur Resty Hidayah (P17120016064)
Naomi Elshintalia (P17120016068)
Septia Anggun Nurachmah (P17120016076)
Syifa Fauzia (P17120016078)

Keperawatan I B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA 1


Jalan wijayakusuma raya No.47-48 Cilandak-Jakarta Selatan
2016
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan keadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya kam dapat menyelesaikan makalah tentang konsep sehat sakit. Meskpun
banyak kekurangan di dalamnya.

Kami sangat beharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai konsep sehat sakit. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kam berharap adanya kritik, sarandan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Jakarta, 07 September 2016

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu tugas terpenting seorang perawat adalah member obat yang aman dan akurat
kepada klien. Obat merupakan alat utama terapi untuk mengobati klien yang memiliki
masalah. Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Walupun obat
menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat menimbulkan efek samping
yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya bila kita memberikan obat
tersebut tidak sesuai dengan anjuran yang sebenarnya.
Seorang perawat juga memiliki tanggung jawab dalam memahami kerja obat dan efek
samping yang di timbulkan oleh obat yang telah diberikan, memberikan obat dengan tepat,
memantau respon klien, dan membantu klien untuk menggunakannya dengan benar dan
berdasarkan pengetahuan. Oleh karena itu, pada makalah ini akan di bahas tentang cara
pemberian obat secara Peroral yaitu memberikan obat kepada pasien melalui mulut, Topikal
yaitu pemberian obat secara lokal dengan cara mengoleskan obat pada permukaan kulit atau
membran area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum, Parenteral yaitu memberikan
obat dengan cara menginjeksi pasien ke dalam tubuhnya, dan secara Supositoria yaitu
pemberian obat melalui anus atau rectum.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara pemberian obat oral, topical, parenteral, dan supositoria?
2. Apa saja macam jenis obat-obatan oral, topical, parenteral, dan supositoria?
3. Apa saja prinsip-prinsip pemberian obat?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui cara pemberian obat dan untuk mengetahui prinsip pemberian
obat
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui
BAB II

PEMBAHASAN

A. PEMBERIAN OBAT SECARA ORAL

1. Definisi Pemberian Obat Secara Oral


Pemberian obat melalui mulut secara oral adalah cara yang paling lazim, karena
sangat praktis, mudah dan aman. Namun tidak semua obat dapat diberikan peroral, misalnya
obat yang beersifat merangsang (emetin, aminofilin) atau yang di uraikan oleh getah
lambung (benzilpenisilin, insulin,oksitosin). Kerugiannya adalah beberapa obat akan
mengalami perusakkan oleh cairan lambung atau usus. Pada keadaan pasien muntah-
muntah, koma atau dikehendaki onset yang cepat, pemberian obat secara oral tidak
memungkinkan.
Seringkali resorpsi obat setelah pemberian obat tidak teratur dan tidak lengkap
meskipun formulasinya optimum, misalnya senyawa-senyawa ammonium kwartener
(thiazinamium), tetrasiklin, klosasilin, dan digoksin. Keberatan lainnya adalah obat setelah
resorpsi harus melalui hati, dimana dapat terjadi inaktivasi, sebelum diedarkan ke tempat
kerja lainnya.

B. PEMBERIAN OBAT SECARA TOPIKAL

2. Definisi Pemberian obat secara Topikal

Pemberian obat secara topikal adalah pemberian obat secara lokal dengan cara
mengoleskan obat pada permukaan kulit atau membran area mata, hidung, lubang telinga,
vagina dan rectum. Obat yang biasa digunakan untuk pemberian obat topikal pada kulit
adalah obat yang berbentuk krim, lotion, atau salep. Hal ini dilakukan dengan tujuan
melakukan perawatan kulit atau luka, atau menurunkan gejala gangguan kulit yang terjadi
(contoh : lotion).

Pemberian obat topikal pada kulit terbatas hanya pada obat-obat tertentu karena tidak
banyak obat yang dapat menembus kulit yang utuh. Keberhasilan pengobatan topical pada
kulit tergantung pada: umur, pemilihan agen topikal yang tepat, lokasi dan luas tubuh yang
terkena atau yang sakit, stadium penyakit, konsentrasi bahan aktif dalam vehikulum, metode
aplikasi, penentuan lama pemakaian obat, penetrasi obat topical pada kulit.
3. Anatomi Fisiologi Kulit
Kulit tersusun dari berbagai macam jaringan, termasuk pembuluh darah, kalenjar lemak,
kalenjar keringat, organ pembuluh perasa dan urat saraf, jaringan pengikat, otot polos dan
lemak.Luas permukaan kulit ± 18 kaki kuadrat dan beratnya tanpa lemak adalah ± 8 pond.

Kulit terdiri dari 3 lapisan yaitu :

1. Epidermis : untuk mencegah atau menghambat kehilangan air dari badan.

2. Dermis : bertanggung jawab dalam sifat-sifat penting dalam kulit.

3. Jaringan subkutan berlemak : bekerja sebagai bantalan dan isolator panas.

Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu :

a. Lapisan tanduk (stratum corneum)

Merupakan lapisan epidermis yang paling atas, dan menutupi semua lapisan
epiderma lebih ke dalam. Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak
memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit
mengandung air.

b. Lapisan bening (stratum lucidum)

Disebut juga lapisan barrier, terletak tepat di bawah lapisan tanduk, dan dianggap
sebagaipenyambung lapisan tanduk dengan lapisan berbutir.Lapisanbening terdiri dari
protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipisdan bersifat translusen sehingga dapat
dilewati sinar (tembuscahaya).

c. Lapisan berbutir (stratum granulosum)

Tersusun oleh sel-sel keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir


di dalam protoplasmanya, berbutir kasa dan berinti mengkerut.Lapisan ini tampak paling
jelas pada kulit telapak tangan dan telapak kaki.

d. Lapisan bertaju (stratum spinosum)

Disebut juga lapisan malphigi terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan dengan
perantaraanjembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus.

e. Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)


Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel toraks (silinder)
dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis.

Klasifikasi Obat Berdasarkan bentuk


1. Lotion

Lotion ini mirip dengan shake lotion tapi lebih tebal dan cenderung lebih emollient di
alam dibandingkan dengan shake lotion. Lotion biasanya terdiri dari minyak dicampur
dengan air, dan tidak memiliki kandungan alkohol. Bisanya lotion akan cepat mengering jika
mengandung alkohol yang tinggi.

2. Shake lotion

Shake lotion merupakan campuran yang memisah menjadi dua atau tiga bagian apabila
didiamkan dalam jangka waktu tertentu. Minyak sering dicampur dengan larutan berbasis
air.Perlu dikocok terlebih dahulu sebelum digunakan.

3. Cream/ Krim

Cream adalah campuran yang lebih tebal dari lotion dan akan mempertahankan bentuknya
apabila dikeluarkan wadahnya. Cream biasanya digunakan untuk melembabkan kulit. Cream
memiliki risiko yang signifikan karena dapat menyebabkan sensitifitas imunologi yang
tinggi. Cream memiliki tingkat penerimaan yang tinggi oleh pasien. Cream memiliki variasi
dalam bahan, komposisi, pH, dan toleransi antara merek generik.

4. Salep

Salep adalah sebuah homogen kental, semi-padat, tebal, berminyak dengan viskositas
tinggi, untuk aplikasi eksternal pada kulit atau selaput lendir.Salep digunakan sebagai
pelembaban atau perlindungan, terapi, atau profilaksis sesuai dengan tingkat oklusi yang
diinginkan.Salep digunakan pada kulit dan selaput lendir yang terdapat pada mata (salep
mata), vagina, anus dan hidung.Salep biasanya sangat pelembab, dan baik untuk kulit kering
selain itu juga memiliki risiko rendah sensitisasi akibat beberapa bahan minyak atau
lemak.(Jean Smith, Joyce Young dan patricia carr, 2005 : 684)

A. Pada Kulit

Obat yang biasa digunakan untuk pemberian obat topikal pada kulit adalah obat yang
berbentuk krim, lotion, sprei atau salep. Hal ini dilakukan dengan tujuan melakukan
perawatan kulit atau luka, atau menurunkan gejala gangguan kulit yang terjadi (contoh :
lotion). Krim, dapat mengandung zat anti fungal (jamur), kortikosteorid, atau antibiotic yang
dioleskan pada kulit dengan menggunakan kapas lidi steril.

Krim dengan antibiotic sering digunakan pada luka bakar atau ulkus dekubitus. Krim
adalah produk berbasis air dengan efek mendinginkan dan emolien. Mereka mengandung
bahan pengawet untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur, tetapi bahan pengawet
tertentu dapat menyebabkan sensitisasi dan dermatitis kontak alergi.Krim kurang berminyak
dibandingkan salep dan secara kosmetik lebih baik ditoleransi.

Sedangkan salep, dapat digunakan untuk melindungi kulit dari iritasi atau laserasi
kulit akibat kelembaban kulit pada kasus inkontenansia urin atau fekal. Salep tidak
mengandung air, mereka adalah produk berbasis minyak yang dapat membentuk lapisan
penutup diatas permukaan kulit yang membantu kulit untuk mempertahankan air. Salep
nenghidrasi kulit yang kering dan bersisik serta meningkatkan penyerapan zat aktif, dan
karena itu berguna dalam kondisi kulit kering kronis. Salep tidak mengandung bahan
pengawet.

Losion adalah suspensi berair yang dapat digunakan pada permukaan tubuh yang
luas dan pada daerah berbulu.Losion memiliki efek mengeringkan dan mendinginkan.

Obat transdermal adalah obat yang dirancang untuk larut kedalam kulit untuk
mendapatkan efek sistemik.Tersedia dalam bentuk lembaran.Lembaran obat tersebut dibuat
dengan membran khusus yang membuat zat obat menyerap perlahan kedalam kulit.
Lembaran ini juga dapat sekaligus mengontrol frekuensi penggunaan obat selama 24 ± 72
jam.

Tujuan pemberian pada kulit, yaitu :

- Untuk mempertahankan hidrasi

- Melindungi permukaan kulit

- Mengurangi iritasi kulit

- Mengatasi infeksi

Tindakan
B. Pada Mata

Pemberian obat pada mata dilakukan dengan cara meneteskan obat mata atau
mengoleskan salep mata. Persiapan pemeriksaan struktur internal mata dilakukan dengan
cara mendilatasi pupil, untuk mengukur refraksi lensa dengan cara melemahkan otot lensa,
kemudian dapat juga digunakan untuk menghilangkan iritasi mata

Obat mata biasanya berbentuk cairan dan ointment/ obat salep mata yang dikemas
dalam tabung kecil.Karena sifat selaput lendir dan jaringan mata yang lunak dan responsif
terhadap obat, maka obat mata biasanya diramu dengan kakuatan yang rendah misalnya 2%.

C. Pada Telinga

Pemberian obat pada telinga dilakukan dengan cara memberikan tetes telinga atau salep.
Obat tetes telinga ini pada umumnya diberikan pada gangguan infeksi telinga, khususnya
pada telinga tengah (otitis eksternal) dan dapat berupa obat antibiotik.

D. Pada Hidung

Pemberian obat pada hidung dilakukan dengan cara memberikan tetes hidung yang dapat
dilakukan pada seseorang dengan keradangan hidung (rhinitis) atau nasofaring

Efek samping sistemik hampir tidak ada, kecuali pada bayi/anak dan usia lanjut yang
lebih peka terhadap efek sistemik. Namun ada efek samping lain akibat vasokonstriksi lokal
secara cepat yaitu, jika pemberian obat tetes hidung ini dihentikan, dapat terjadi sumbatan
hidung yang lebih berat. Sumbatan sekunder in dapat menyebabkan kerusakan jaringan
setempat dan mengganggu bulu hidung.

Bentuk-bentuknya :

a. Tetes hidung (nasal drops).ditujukan untuk bayi, anak-anak dan dewasa. contohnya
Breathy, Alfrin, Iliadin, Otrivin.

b. Semprot hidung (nasal spray).ditujukan untuk orang dewasa. contohnya Afrin, Iliadin,
Otrivin.

c. Semprot hidung dengan dosis terukur (metered-dose nasal spray), ditujukan untuk anak-
anak usia tidak kurang dari 4 tahun dan dewasa. contohnya Beconase, Flixonase, Nasacort
AQ, Nasonex, Rhinocort Aqua.
Berdasarkan Kegunaan

1. Anti infeksi topikal

Contoh obat:

a. Bactroban

b. Cetricillin

BACTROBAN

Komposisi : Mupirocin calcium

Indikasi : Terapi topikal infeksi sekunder pada lesi kulit traumatik.

Dianjurkan : Dewasa & anak – anak Oleskan 3 X / hari selama 10 hari

Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap mupirocin

(Tidak untuk digunakan pada mata atau hidung. Hindari kontak mata.
Gunakan dengan hati-hati jika ada gangguan ginjal).

Efek samping : rasa panas, gatal, tersengat, eritema.

CETRICILLIN

Komposisi : Tiap gram cream mengandung cetrimide 5 mg ( 5% )dasar cream


sampai1 gr

Indikasi : Intiseptik yang digunakan pada luka-luka ringan karena sengatan


matahari.

Kontra indikasi : Bagi penderita yang hipersensitif terhadap cetrimide

Cara pemakaian : Ditempat yang sejuk dan terlindung dari cahaya

Kemasan : Tube @ 15 gr

2. Anti Jamur

Contoh obat : Erphamazol cream

ERPHAMAZOL CREAM
Komposisi : Setiap 5 gr erphamazol cream mengandung 1% klotrimasol

Indikasi : Cream ini sangat baik untuk pengobatan dermatofitosis atau penyakit jamur
yang disebabkan antara lain ioleh trichophyton, epidermophyton, microsporum, candida
albicans malassezia furfur. Jadi sangat baik untuk:

1. jamur pada kulit kepala (tineacapitis)

2. jamur kuku (tinea unguium / onychomycosis)

3. jamur pada lipatan-lipatan tubuh atau sela-sela jari (cutaneous candidiasis)

4. panu (tinea versicolor) dan infeksi jamur lainnya (mis : tinea corporis, tinea cruris, dll)

Efek samping : Bila digunakan konsentrasi besar akan menjadi iritasi dan rasa terbakar
pada kulit

Cara pemakaian : Oleskan erphamazol cream tipis-tipis pada bagian yang sakit 2-3x
sehari, lamanya pengobatan berbeda-bada tergantung dari jenis dan luasnya penyakit.
Biasanya berkisar 1-2 minggu.

Kemasan : Tube @ 5 gr erphamazol cream simpanlah di tempat yang sejuk dan


terlindung dari matahari

a. Erphamazol cream adalah obat anti jamur dengan spectrum luas


b. Canesten adalah obat yang digunakan untuk membunuh kuman jamur

Komposisi : clotrimazole

Indikasi :

 Krim : dermatomikosis disebabkan oleh dermatofit ragi, jamur dan fungi lain,
ptiriasis versikolor, eritrasma.
 Bubuk : kandididiasis krim candida albicans, pityriasi versicolor, tinea pedis, tinea
cruris, tinea corporis.

Dianjurkan :

Krim : oleskan 2-3 x/hr.

Bubuk : gunakan 1-2 x/hr


Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap klotrimazol.

Peringatan : hamil trisemester-1, laktasi.

Efek samping : eritema, rasa tersengat, kulit melepuh atau mangelupas, gatal, ultikaria, rasa
terbakar dan iritasi kulit.

3. Anti infeksi topical dengan kortikisteroid

Contoh Obat :

a. Apolar-N

b. Betason-N

APOLAR-N

Komposisi : pergram desolide 0,5 mg. Neomycin sulfat 5mg

Indikasi : dermatitis terinfeksi, dermatitis atopik, dermatitis seborok, pruritus pada


anus dan vulva, autitis eksterna

Dianjurkan : oleskan 2-3 x/hr

Kontra Indikasi : herpes simpleks, cacar air, TBC kulit, penyakit kulit karena cipilis,
dan ulkus kulit. Terapi untuk mata. Hipersensitifitas terhadap neomysin.

Peringatan : hindari pemakaian jangka lama pada permukaan kulit yang luas.

BETASON-N

Komposisi : beta methason, valerat 0,1%, neomysin sulfat 0,5%.

Indikasi : eksim pada bayi, dermatitis atopik, alergi pesoriasis, neuro dermatitis.

Dianjurkan : oleskan pda lesi 2 x/hr.

Peringatan : pemakaian jangka panjang atau untuk profillaksis, kambuh kembali jika
dihentikan secara mendadak, hindari kontak dengan mata, kerusakan kulit berat.

Efek samping : kulit kering, pruritus, iritasi, rasa nyeri atau terbakar sementara (ringan
sampai sedang), perubahan atrofi lokal pada kulit, pemakaian jangka panjang dan intensif
(hiperkoltisme), gatal, folikulitis, hipertrikosis, erupsi sperti agne.
4. Kortikosteroid topikal

Contoh Obat :

a. Advantan

b. Apolar

ADVANTAN

Komposisi : methylprednisolone aceponate

Indikasi : Dermatitis atopik (ekzema endogenus, neurodermatitis, neuradermatitis),


ekzema kontak, degeneratif, dishidrotik, vulgaris & ekzema pada anak.

Dianjurkan : oleskan 1x/hari. Lama terapi;dewasa<12 minggu, anak tdk>4 minggu.

Kontra indikasi : TB atau sifilis pada kulit yang akan diobati, rosasea, dermatitis,
perioral dan reaksi kulit pasca vaksinasi pada bagian kulit yang akan diobati. Hypesensitif
pada methyprednisolone aceponate hamil laktasi.

Peringatan : penyakit kulit karena infeksi bakteri dan atau infeksi jamur. Bayi anak,
pengunaan pada bagian tubuh luas, pengunaan jangka lama.

Efek samping : gatal, rasa terbakar, eritema, vasikulasi, atrofi, streae, atau kondisi pada
kulit yang menyerupai acne.

APOLAR

Komposisi : desonide

Indikasi : dermatitis atopik dan kontak, eksema terutama pada anak psoriasis, dan
pruritus pada anus dan vulva, eritema akibat terbakar sinar matahari dan dermatitis lainya.

Dianjurkan : 2-3x sehari.

Kontra indikasi : herpes simplex, varisela, TBC kulit, dermatitis karena sipilis dan
ulkus.

Peringatan : hindari pemakaian jangka panjang pada permukaan kulit yang luas.

Indikasi pengobatan secara topical


a. Pada pasien dengan mata merah akibat iritasi ringan
b. Pada pasien radang atau alergi mata.
c. Infeksi saluran napas,
d. Otitis media (radang rongga gendang telinga),
e. Infeksi kulit.

Kontra indikasi pengobatan secara topikal

a. Pada penderita glaukoma atau penyakit mata lainnya yang hebat, bayi dan anak. Kecuali
dalam pegawasan dan nasehat dokter.
b. Hipersensitivitas.
c. Diare, gangguan fungsi hati & ginjal.
d. Pada pasien ulkus.
e. Individu yang atopi (hipersensitifitas atau alergi berdasarkan kecenderungan yang
ditemurunkan).

Keuntungan pengobatan secara topical

Untuk efek lokal, mencegah first-pass effect serta meminimalkan efek samping
sistemik. Untuk efek sistemik, menyerupai cara pemberian obat melalui intravena (zero-
order)

Kerugian pengobatan secara topical

 Secara kosmetik kurang menarik


 Absorbsinya tidak menentu

C. Pemberian Obat secara Parenteral

Pemberian obat secara parenteral merupakan pemberian obat melalui injeksi atau infuse.
Sediaan parenteral merupakan sediaan steril. Sediaan ini diberikan melalui beberapa rute
pemberian, yaitu Intra Vena (IV), Intra Spinal (IS), Intra Muskular (IM), Subcutaneus (SC),
dan Intra Cutaneus (IC). Obat yang diberikan secara parenteral akan di absorbs lebih banyak
dan bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan obat yang diberikan secara topical atau oral.
Perlu juga diketahui bahwa pemberian obat parenteral dapat menyebabkan resiko infeksi.

Resiko infeksi dapat terjadi bila perawat tidak memperhatikan dan melakukan tekhnik
aseptic dan antiseptic pada saat pemberian obat. Karena pada pemberian obat parenteral,
obat diinjeksikan melalui kulit menembus system pertahanan kulit. Komplikasi yang seringv
terjadi adalah bila pH osmolalitas dan kepekatan cairan obat yang diinjeksikan tidak sesuai
dengan tempat penusukan sehingga dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sekitar tempat
injeksi.

Pada umumnya pemberian obat secara parenteral di bagi menjadi 4, yaitu :

A. Pemberian Obat Via Jaringan Intra Kutan

B. Pemberian Obat Via Jaringan Subkutan

C. Pemberian Obat Via Intra Vena : Intra Vena Langsung dan tak langsung

D. Pemberian Obat Via Intramuskular

A. Pemberian Obat Via Jaringan Intra Kutan

1. Pengertian Intra Kutan

Merupakan cara memberikan atau memasukkan obat ke dalam jaringan kulit. Intra
kutan biasanya di gunakan untuk mengetahui sensivitas tubuh terhadap obat yang
disuntikkan.

2. Tujuan

Pemberian obat intra kutan bertujuan untuk melakukan skintest atau tes terhadap
reaksi alergi jenis obat yang akan digunakan. Pemberian obat melalui jaringan intra kutan
ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis, secara umum dilakukan pada daerah lengan
tangan bagian ventral.

3. Hal-hal Yang Perlu Di Perhatikan

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :


1. Tempat injeksi
2. Jenis spuit dan jarum yang digunakan
3. Infeksi yang mungkin terjadi selama infeksi
4. Kondisi atau penyakit klien
5. Pasien yang benar
6. Obat yang benar
7. Dosis yang benar
8. Cara atau rute pemberian obat yang benar
9. Waktu yang benar

4. Indikasi dan Kontra Indikasi

 Indikasi : bisa dilkakukan pada pasien yang tidak sadar, tidak mau bekerja sama
karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, tidak alergi.
Lokasinya yang ideal adalah lengan bawah dalam dan pungguang bagian atas.
 Kontra Indikasi : luka, berbulu, alergi, infeksi kulit

5. Alat dan Bahan

 Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat.


 Obat dalam tempatnya
 Spuit 1 cc/spuit insulin
 Cairan pelarut
 Bak steril dilapisi kas steril (tempat spuit)
 Bengkok
 Perlak dan alasnya.

6. Prosedur Kerja

1. Cuci tangan

2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien

3. Bebaskan daerha yang akan disuntik, bila menggunakan baju lengan panjang terbuka dan
keatasan

4. Pasang perlak/pengalas di bawah bagian yang akan disuntik


5. Ambil obat untuk tes alergi kemudian larutkan/encerkan dengan aquades. Kemudian
ambil 0,5 cc dan encerkan lagi sampai kurang lebih 1 cc dan siapkan pada bak injeksi atau
steril.

6. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada daerah yang akan dilakukan suntikan.

7. Tegangkan dengan tangan kiri daerah yang akan disuntik.

8. Lakukan penusukan dengan lubang jarum suntik menghadap ke atas dengan sudut 15-20
derajat di permukaan kulit.

9. Suntikkkan sampai terjadi gelembung.

10. Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan masase.

11. Cuci tangan dan catat hasil pemberian obat/tes obat, waktu, tanggal dan jenis obat.

Daerah Penyuntikan :

 Dilengan bawah : bagian depan lengan bawah 1/3 dari lekukan siku atau 2/3 dari
pergelangan tangan pada kulit yang sehat, jauh dari PD.
 Di lengan atas : 3 jari di bawah sendi bahu, di tengah daerah muskulus deltoideus.

B. Pemberian Obat Via Jaringan SubKutan

1. Pengertian
Merupakan cara memberikan obat melalui suntikan di bawah kulit yang dapat dilakukan
pada daerah lengan bagian atas sebelah luar atau sepertiga bagian dairi bahu, paha sebelah
luar, daerah dada dan sekitar umbilicus (abdomen).

2. Tujuan
Pemberian obat melalui jaringan sub kutan ini pada umumnya dilakukan dengan program
pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula darah. Pemberian insulin
terdapat 2 tipe larutan yaitu jernih dan keruh karena adanya penambahan protein sehingga
memperlambat absorbs obat atau juga termasuk tipe lambat.

3. Hal-hal yang perlu diperhatikan


a. Tempat injeksi
b. Jenis spuit dan jarum suntik yang akan digunakan
c. Infeksi nyang mungkin terjadi selama injeksi
d. Kondisi atau penyakit klien
e. Apakah pasien yang akan di injeksi adalah pasien yang tepat
f. Obat yang akan diberikan harus benar
g. Dosisb yang akan diberikan harus benar
h. Cara atau rute pemberian yang benar
i. Waktu yang tepat dan benar

4. Indikasi dan kontra indikasi


a. Indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja
sama, karena tidak memungkinkan diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi,
lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di bawahnya, obat
dosis kecil yang larut dalam air.
b. Kontra indikasi : obat yang merangsang, obat dalam dosis besar dan tidak
larut dalam air atau minyak.

5. Alat dan bahan

a. Daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat


b. Obat dalam tempatnya
c. Spuit insulin
d. Kapas alcohol dalam tempatnya
e. Cairan pelarut
f. Bak injeksi
g. Bengkok perlak dan alasnya

6. Prosedur kerja

1. Cuci tangan

2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

3. Bebaskan daerah yang akan disuntik atau bebaskan suntikan dari pakaian. Apabila
menggunakan pakaian, maka buka pakaian dan di keataskan.

4. Ambil obat dalam tempatnya sesuai dosis yang akan diberikan. Setelah itu tempatkan
pada bak injeksi.
5. Desinfeksi dengan kapas alcohol.

6. Regangkan dengan tangan kiri (daerah yang akan dilakukan suntikan subkutan).

7. Lakukan penusukan dengan lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut 45


derajat dari permukaan kulit.

8. Lakukan aspirasi, bila tidak ada darah, suntikkan secara perlahan-lahan hingga habis.

9. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang telah dipakai masukkan
ke dalam bengkok.

10. Catat hasil pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis serta dosis obat.

11. Cuci tangan.

Daerah Penyuntikan :
a. Otot Bokong (musculus gluteus maximus) kanan & kiri ; yang tepat adalah 1/3 bagian
dari Spina Iliaca Anterior Superior ke tulang ekor (os coxygeus)
b. Otot paha bagian luar (muskulus quadriceps femoris)
c. Otot pangkal lengan (muskulus deltoideus)

C. Pemberian Obat Via Intra Vena :

a. Pemberian Obat Via Jaringan Intra Vena langsung

1. Pengertian

Cara memberikan obat pada vena secara langsung. Diantaranya vena mediana
kubiti/vena cephalika (lengan), vena sephanous (tungkai), vena jugularis (leher), vena
frontalis/temporalis (kepala).

2. Tujuan

Pemberian obat intra vena secara langsung bertujuan agar obat dapat bereaksi
langsung dan masuk ke dalam pembuluh darah.

3. Hal-hal yang diperhatikan


a. setiap injeksi intra vena dilakukan amat perlahan antara 50 sampai 70 detik
lamanya.
b. Tempat injeksi harus tepat kena pada daerha vena.
c. Jenis spuit dan jarum yang digunakan.
d. Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.
e. Kondisi atau penyakit klien.
f. Obat yang baik dan benar.
g. Pasien yang akan di injeksi adalah pasien yang tepat dan benar.
h. Dosis yang diberikan harus tepat.
i. Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi harus benar.

4. Indikasi dan kontra indikasi

- indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama
karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral dan steril.

- kontra indikasi : tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau
menimbulkan endapan dengan protein atau butiran darah.

5. Alat dan bahan

a. Daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat.


b. Obat dalam tempatnya.
c. Spuit sesuai dengan jenis ukuran
d. Kapas alcohol dalam tempatnya.
e. Cairan pelarut (aquades).
f. Bak injeksi.
g. Bengkok.
h. Perlak dan alasnya.
i. Karen pembendung.

6. Prosedur kerja

1. cuci tangan.

2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

3. Bebaskan daerah yang akan disuntik dengan cara membebaskan pakaian pada
daerah penyuntikan, apabila tertutup, buka dan ke ataskan.
4. Ambil obat pada tempatnya sesuai dosi yang telah ditentukan. Apabila obat dalam
bentuk sediaan bubuk, maka larutkan dengan aquades steril.

5. Pasang perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan injeksi.

6. Tempatkan obat yang telah di ambil ke dalam bak injeksi.

7. Desinfeksi dengan kapas alcohol.

8. Lakukan pengikatan dengan karet pembendung pada bagian atas daerah yang akan
dilakukakn pemberian obat atau minta bantuan untuk membendung daerah yang akan
dilakukan penyuntikan dan lakukan penekanan.

9. Ambil spuit yang berisi obat.

10. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan memasukkan ke


pembuluh darah.

11. Lakukan aspirasi, bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung dan langsung
semprotkan hingga habis.

12. Setelah selesai ambil spuit dengan menarik secara perlahan-lahan dan lakukan
masase pada daerah penusukan dengan kapas alcohol, spuit yang telah digunakan di
masukkan ke dalam bengkok.

13. Catat hasil pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat.

14. Cuci tangan.

b. Pemberian Obat Via Jaringan Intra Vena Secara tidak Langsun.

1. Pengertian

Merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat ke


dalam wadah cairan intra vena.

2. Tujuan
Pemberian obat intra vena secara tidak langsung bertujuan untuk meminimalkan efek
samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.

3. Hal-hal yang perlu diperhatikan

a. injeksi intra vena secara tidak langsung hanya dengan memasukkan cairan obat ke
dalam botol infuse yang telah di pasang sebelumnya dengan hati-hati.
b. Jenis spuit dan jarum yang digunakan.
c. Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.
d. Obat yang baik dan benar.
e. Pasien yang akan di berikan injeksi tidak langsung adalah pasien yang tepat dan
benar.
f. Dosis yang diberikan harus tepat.
g. Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi tidak langsung harus tepat dan benar.

4. Indikasi dan kontra indikasi

- indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama
karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral dan steril.

- kontra indikasi : tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau menimbulkan
endapan dengan protein atau butiran darah.

5. Alat dan bahan

 Spuit dan jarum sesuai ukuran


 Obat dalam tempatnya.
 Wadah cairan (kantung/botol).
 Kapas alcohol dalam tempatnya..

6. Prosedur kerja

1. cuci tangan.

2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

3. Periksa identitas pasien dan ambil obat dan masukkan ke dalam spuit.
4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantung. Alangkah baiknya penyuntikan
pada kantung infuse ini dilakukan pada bagian atas kantung/botol infuse.

5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol pada kantung/botol dan kunci aliran infuse.

6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian


tengah dan masukkan obat secara perlahan-lahan ke dalam kantong/botol infuse/cairan.

7. Setelah selesai, tarik spuit dan campur larutan dengan membalikkan kantung cairan
dengan perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung yang lain.

8. Ganti wadah atau botol infuse dengan cairan yang sudah di injeksikan obat di
dalamnya. Kemudian gantungkan pada tiang infuse.

9. Periksa kecepatan infuse.

10. Cuci tangan.

11. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu dan dosis pemberian.

 Daerah Penyuntikan :
a. Pada Lengan (v. mediana cubiti / v. cephalika)
b. Pada Tungkai (v. Spahenous)
c. Pada Leher (v. Jugularis)
d. Pada Kepala (v. Frontalis atau v. Temporalis) khusus pada anak – anak

D. Pemberian Obat Via Intra Muskular

1. Pengertian

Merupakan cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan dapat
dilakukan pada daerah paha (vastus lateralis) dengan posisi ventrogluteal (posisi
berbaring), dorsogluteal (posisi tengkurap), atau lengan atas (deltoid).

2. Tujuan

Agar obat di absorbs tubuh dengan cepat.

3. Hal-hal yang perlu diperhatikan

a. Tempat injeksi.
b. Jenis spuit dan jarum yang digunakan.
c. Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.
d. Kondisi atau penyakit klien.
e. Obat yang tepat dan benar.
f. Dosis yang diberikan harus tepat.
g. Pasien yang tepat.
h. Cara atau rute pemberian obat harus tepat dan benar.

4. Indikasi dan kontra indikasi

- indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama
karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi
kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di bawahnya.

- kontra indikasi : Infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saraf besar
di bawahnya.

5. Alat dan bahan

a. Daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat.


b. Obat dalam tempatnya.
c. Spuit da jarum suntik sesuai dengan ukuran. Untuk dewasa panjangnya 2,5-3 cm,
untuk anak-anak panjangnya 1,25-2,5 cm.
d. Kapas alcohol dalam tempatnya.
e. Cairan pelarut.
f. Bak injeksi.
g. Bengkok.

6. Prosedur kerja

a. cuci tangan.
b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
c. Ambil obat dan masukkan ke dalam spuit sesuai dengan dosisnya. Setelah itu
letakkan dalam bak injeksi.
d. Periksa tempat yang akan di lakukan penyuntikan (perhatikan lokasi penyuntikan).
e. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan injeksi.
f. Lakukan penyuntikan :
1) Pada daerah paha (vastus lateralis) dengan cara, anjurkan pasien untuk berbaring
telentang dengan lutut sedikit fleksi.
2) Pada ventrogluteal dengan cara, anjurkan pasien untuk miring, tengkurap atau
telentang dengan lutut dan pinggul pada sisi yang akan dilakukan penyuntikan
dalam keadaan fleksi.
3) Pada daerah dorsogluteal dengan cara, anjurkan pasien untuk tengkurap dengan
lutut di putar kea rah dalam atau miring dengan lutut bagian atas dan diletakkan
di depan tungkai bawah.
4) Pada daerah deltoid (lengan atas) dilakukan dengan cara, anjurkan pasien untuk
duduk atau berbaring mendatar lengan atas fleksi.

7. Lakukan penusukan dengan posisi jarum tegak lurus.

8. Setelah jarum masuk, lakukan aspirasi spuit, bila tidak ada darah yang tertarik dalam
spuit, maka tekanlah spuit hingga obat masuk secara perlahan-lahan hingga habis.

9. Setelah selesai, tarik spuit dan tekan sambuil di masase daerah penyuntikan dengan
kapas alcohol, kemudian spuit yang telah di gunakan letakkan dalam bengkok.

10. Catat reaksi pemberian, jumlah dosis, dan waktu pemberian.

11. Cuci tangan

Daerah Penyuntikan :

a. Bagian lateral bokong (vastus lateralis)


b. Butoks (bagian lateral gluteus maksimus)
c. Lengan atas (deltpid)

2. Definisi Obat Topikal

Topikal adalah obat yang cara pemberiannya bersifat lokal, misalnya tetes mata, salep
mata, tetes telinga dan lain-lain. Pemberian obat pada kulit merupakan cara memberikan obat
pada kulit dengan mengoleskan bertujuan mempertahankan hidrasi, melindungi permukaan
kulit, mengurangi iritasi kulit, atau mengatasi infeksi. Pemberian obat pada telinga cara
memberikan obat pada telinga dengan tetes telinga atau salep. Obat tetes telinga ini pada
umumnya diberikan pada gangguan infeksi telinga khususnya pada telinga tengah (otitis
media), dapat berupa obat antibiotik. Pemberian obat pada mata cara memberikan obat pada
mata dengan tetes mata atau salep mata. Obat tetes mata digunakan untuk persiapan
pemeriksaan struktur internal mata dengan cara mendilatasi pupil, untuk pengukuran refraksi
lensa dengan cara melemahkan otot lensa, kemudian juga dapat digunakan untuk
menghilangkan iritasi mata.

a. Sedian Obat Topical


1. Cairan
Cairan adalah bahan pembawa dengan komposisi air. Jika bahan pelarutnya
murni air disebut sebagai solusio. Jika bahan pelarutnya alkohol, eter, atau kloroform
disebut tingtura. Cairan digunakan sebagai kompres dan antiseptik. Bahan aktif yang
dipakai dalam kompres biasanya bersifat astringen dan antimikroba.
Indikasi cairan
Penggunaan kompres terutama kompres terbuka dilakukan pada:
a) Dermatitis eksudatif; pada dermatitis akut atau kronik yang mengalami eksaserbasi.
b) Infeksi kulit akut dengan eritema yang mencolok. Efek kompres terbuka ditujukan
untuk vasokontriksi yang berarti mengurangi eritema seperti eritema pada
erisipelas. Ulkus yang kotor: ditujukan untuk mengangkat pus atau krusta sehingga
ulkus menjadi bersih.

2. Bedak
Merupakan sediaan topikal berbentuk padat terdiri atas talcum
venetum dan oxydum zincicum dalam komposisi yang sama. Bedak memberikan efek
sangat superfi sial karena tidak melekat erat sehingga hampir tidak mempunyai daya
penetrasi. Oxydum zincicum merupakan suatu bubuk halus berwarna putih bersifat
hidrofob. Talcum venetum merupakan suatu magnesium polisilikat murni, sangat
ringan. Dua bahan ini dipakai sebagai komponen bedak, bedak kocok dan pasta.
Indikasi bedak
a) Bedak dipakai pada daerah yang luas, pada daerah lipatan.

3. Salep
Salep merupakan sediaan semisolid berbahan dasar lemak ditujukan untuk kulit
dan mukosa. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok
yaitu: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang bisa
dicuci dengan air dan dasar salep yang larut dalam air. Setiap bahan salep
menggunakan salah satu dasar salep tersebut.
1) Dasar salep hidrokarbon. Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak
seperti vaselin album (petrolatum), parafi n liquidum. Vaselin album adalah
golongan lemak mineral diperoleh dari minyak bumi. titik cair sekitar 10-50°C,
mengikat 30% air, tidak berbau, transparan, konsistensi lunak. Hanya sejumlah
kecil komponen air dapat dicampurkan ke dalamnya. Sifat dasar salep
hidrokarbon sukar dicuci, tidak mongering dan tidak berubah dalam waktu lama.
Salep ini ditujukan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan
bertindak sebagai penutup. Dasar salep hidrokarbon terutama digunakan sebagai
bahan emolien.
2) Dasar salep serap. Dasar salep serap dibagi dalam 2 tipe, yaitu bentuk anhidrat
(parafi n hidrofi lik dan lanolin anhidrat [adeps lanae]) dan bentuk emulsi (lanolin
dan cold cream) yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan tambahan. Adeps
lanae ialah lemak murni dari lemak bulu domba, keras dan melekat sehingga
sukar dioleskan, mudah mengikat air. Adeps lanae hydrosue atau lanolin ialah
adeps lanae dengan akua 25-27%. Salep ini dapat dicuci namun kemungkinan
bahan sediaan yang tersisa masih ada walaupun telah dicuci dengan air, sehingga
tidak cocok untuk sediaan kosmetik. Dasar salep serap juga bermanfaat
sebagai emolien.
3) Dasar salep yang dapat dicuci dengan air. Dasar salep ini adalah emulsi minyak
dalam air misalnya salep hidrofi lik. Dasar ini dinyatakan “dapat dicuci dengan
air” karena mudah dicuci dari kulit, sehingga lebih dapat diterima untuk dasar
kosmetik. Dasar salep ini tampilannya menyerupai krim karena fase terluarnya
adalah air. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan
air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan dermatologi.
4) Dasar salep larut dalam air. Kelompok ini disebut juga “dasar salep tak
berlemak” terdiri dari komponen cair. Dasar salep jenis ini memberikan banyak
keuntungan seperti halnya dasar salep yang dapat dicuci dengan air karena tidak
mengandung bahan tak larut dalam air seperti parafi n, lanolin anhidrat. Contoh
dasar salep ini ialah polietilen glikol. Pemilihan dasar salep untuk dipakai dalam
formulasi salep bergantung pada beberapa faktor, seperti kecepatan pelepasan
bahan obat dari dasar salep, absorpsi obat, kemampuan mempertahankan
kelembaban kulit oleh dasar salep, waktu obat stabil dalam dasar salep, pengaruh
obat terhadap dasar salep. Pada dasarnya tidak ada dasar salep yang ideal. Namun,
dengan pertimbangan faktor di atas diharapkan dapat diperoleh bentuk sediaan
yang paling baik.

Indikasi salep
a. Salep dipakai untuk dermatosis yang kering dan tebal (proses kronik), termasuk
likenifi kasi, hiperkeratosis.
b. Dermatosis dengan skuama berlapis, pada ulkus yang telah bersih.
Kontraindikasi salep
Salep tidak dipakai pada radang akut, terutama dermatosis eksudatif karena tidak dapat
melekat, juga pada daerah berambut dan lipatan karena menyebabkan perlekatan.

4. Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan
obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Formulasi krim ada dua, yaitu
sebagai emulsi air dalam minyak (W/O), misalnya cold cream, dan minyak dalam air
(O/W), misalnya vanishing cream.
Contoh krim W/O:
- R/ Cerae alba 5
- Cetacei 10
- Olei olivarum 60
- Aquae ad 100
Contoh krim O/W:
- R/ Cerae lanett N
- Olei sesami aa 15
- Aquae ad 100
Dalam praktik, umumnya apotek tidak bersedia membuat krim karena tidak tersedia
emulgator dan pembuatannya lebih sulit dari salep. Jadi, jika hendak menulis resep krim dan
dibubuhi bahan aktif, dapat dipakai krim yang sudah jadi, misalnya biocream. Krim ini
bersifat ambifi lik artinya berkhasiat sebagai W/O atau O/W. Krim dipakai pada kelainan
yang kering, superfi sial. Krim memiliki kelebihan dibandingkan salep karena nyaman,
dapat dipakai di daerah lipatan dan kulit berambut.
Contoh emulsi O/W:
- R/ Acid salicyl 5%
- Liq carb deterg 5%
- Biocream 20
- Aqua 40
Contoh emulsi W/O16:
- R/ Acid salicyl 5%
- Liq carb deterg 5%
- Biocream 20
- Ol. Oliv 20
Indikasi krim
Krim dipakai pada lesi kering dan superfi sial, lesi pada rambut, daerah intertriginosa.

5. Pasta
Pasta ialah campuran salep dan bedak sehingga komponen pasta terdiri dari bahan
untuk salep misalnya vaselin dan bahan bedak seperti talcum, oxydum zincicum.
Pasta merupakan salep padat, kaku yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi
sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi. Efek pasta lebih melekat
dibandingkan salep, mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih rendah dari
salep.
Indikasi pasta
Pasta digunakan untuk lesi akut dan superfi sial.

6. Bedak kocok
Bedak kocok adalah suatu campuran air yang di dalamnya ditambahkan komponen
bedak dengan bahan perekat seperti gliserin. Bedak kocok ini ditujukan agar zat aktif dapat
diaplikasikan secara luas di atas permukaan kulit dan berkontak lebih lama dari pada bentuk
sediaan bedak serta berpenetrasi kelapisan kulit.
Indikasi bedak kocok
Bedak kocok dipakai pada lesi yang kering, luas dan superfi sial seperti miliaria.
Beberapa contoh komposisi bedak kocok11:
- R/ Oxidi zincici
- Talci aa 20
- Glycerini 15
- Aguae ad 100
- R/ Oxidi zincici
- Talci aa 20
- Gliserini 15
- Aquae
- Spirit dil. Aa ad 100

Keuntungan penambahan spritus dilitus ialah memberikan efek pendingin karena akan
menguap, dapat melarutkan bahan aktif yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
alkohol, misalnya mentholium dan camphora. Kedua zat tersebut bersifat antipruritik. Jika
hendak menambahkan bahan padat berupa bubuk hendaknya diperhitungkan sehingga berat
bahan padat tetap 40%. Misalnya, jika ditambahkan sulfur precipitatum 20 gram, maka berat
oxydum zincicum dan talcum harus dikurangi.
- R/ Sulfuris precipitatum 20
- Oxidi zincici
- Talci aa 10
- Glycerini 15
- Aquae
- Spiritus dil aa ad 100

7. Gel
Gel merupakan sediaan setengah padat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel organik dan anorganik. Gel dikelompokkan ke dalam gel fase tunggal dan fase
ganda.9 Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organic yang tersebar dalam suatu
cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul besar yang
terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik
(misalnya karbomer) atau dari gom alam (seperti tragakan). Karbomer membuat gel
menjadi sangat jernih dan halus. Gel fase ganda yaitu gel yang terdiri dari jaringan
partikel yang terpisah misalnya gel alumunium hidroksida. Gel ini merupakan suatu
suspensi yang terdiri dari alumunium hidroksida yang tidak larut dan alumunium oksida
hidrat. Sediaan ini berbentuk kental, berwarna putih, yang efektif untuk menetralkan
asam klorida dalam lambung. Gel segera mencair jika berkontak dengan kulit dan
membentuk satu lapisan. Absorpsi pada kulit lebih baik daripada krim. Gel juga baik
dipakai pada lesi di kulit yang berambut. Berdasarkan sifat dan komposisinya, sediaan
gel memilliki keistimewaan:
a) Mampu berpenetrasi lebih jauh dari krim.
b) Sangat baik dipakai untuk area berambut.
c) Disukai secara kosmetika.

8. Jelly
Jelly merupakan dasar sediaan yang larut dalam air, terbuat dari getah alami seperti
tragakan, pektin, alginate, borak gliserin.

9. Losion
Losion merupakan sediaan yang terdiri dari komponen obat tidak dapat larut
terdispersi dalam cairan dengan konsentrasi mencapai 20%. Komponen yang tidak
tergabung ini menyebabkan dalam pemakaian losion dikocok terlebih dahulu.
Pemakaian losion meninggalkan rasa dingin oleh karena evaporasi komponen air.
Beberapa keistimewaan losion, yaitu mudah diaplikasikan, tersebar rata, favorit pada
anak. Contoh losion yang tersedia seperti losion calamin, losion steroid, losion faberi.

10. Foam aerosol


Aerosol merupakan sediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung zat aktif
yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan. Sediaan ini digunakan untuk
pemakaian lokal pada kulit, hidung, mulut, paru. Komponen dasar aerosol adalah wadah,
propelen, konsentrat zat aktif, katup dan penyemprot. Foam aerosol merupakan emulsi yang
mengandung satu atau lebih zat aktif menggunakan propelen untuk mengeluarkan sediaan
obat dari wadah. Foam aerosol merupakan sediaan baru obat topikal. Foam dapat berisi zat
aktif dalam formulasi emulsi dan surfaktan serta pelarut. Sediaan foam yang pernah
dilaporkan antara lain ketokonazol foam dan betametasone foam.
Keistimewaan foam:
a. Foam saat diaplikasikan cepat mengalami evaporasi, sehingga zat aktif tersisa cepat
berpenetrasi.
b. Sediaan foam memberikan efek iritasi yang minimal.

Farmakokinetik Obat Topikal


Farmakokinetik sediaan topikal secara umum menggambarkan perjalanan bahan aktif
dalam konsentrasi tertentu yang diaplikasikan pada kulit dan kemudian diserap ke lapisan
kulit, selanjutnya didistribusikan secara sistemik. Mekanisme ini penting dipahami untuk
membantu memilih sediaan topikal yang akan digunakan dalam terapi.
Perjalanan sediaan topikal setelah diaplikasikan pada kulit tergambar pada Gambar 2.

Secara umum perjalanan sediaan topikal setelah diaplikasikan melewati tiga


kompartemen yaitu: permukaan kulit, stratum korneum, dan jaringan sehat. Stratum
korneum dapat berperan sebagai reservoir bagi vehikulum tempat sejumlah unsur pada obat
masih berkontak dengan permukaan kulit namun belum berpenetrasi tetapi tidak dapat
dihilangkan dengan cara digosok atau terhapus oleh pakaian.
Unsur vehikulum sediaan topikal dapat mengalami evaporasi, selanjutnya zat aktif
berikatan pada lapisan yang dilewati seperti pada epidermis, dermis. Pada kondisi tertentu
sediaan obat dapat membawa bahan aktif menembus hipodermis. Sementara itu, zat aktif
pada sediaan topikal akan diserap oleh vaskular kulit pada dermis dan hipodermis.

Saat sediaan topikal diaplikasikan pada kulit, terjadi 3 interaksi:


1. Solute vehicle interaction: interaksi bahan aktif terlarut dalam vehikulum.
Idealnya zat aktif terlarut dalam vehikulum tetap stabil dan mudah dilepaskan. Interaksi ini
telah ada dalam sediaan.
2. Vehicle skin interaction: merupakan interaksi vehikulum dengan kulit. Saat awal
aplikasi fungsi reservoir kulit terhadap vehikulum.
3. Solute Skin interaction: interaksi bahan aktif terlarut dengan kulit (lag phase, rising
phase, falling phase).

a. Penetrasi secara transepidermal


Penetrasi transepidermal dapat secara interseluler dan intraseluler. Penetrasi
interseluler merupakan jalur yang dominan, obat akan menembus stratum korneum melalui
ruang antar sel pada lapisan lipid yang mengelilingi sel korneosit. Difusi dapat berlangsung
pada matriks lipid protein dari stratum korneum. Setelah berhasil menembus stratum
korneum obat akan menembus lapisan epidermis sehat di bawahnya, hingga akhirnya
berdifusi ke pembuluh kapiler.
Penetrasi secara intraseluler terjadi melalui difusi obat menembus dinding stratum
korneum sel korneosit yang mati dan juga melintasi matriks lipid protein startum korneum,
kemudian melewatinya menuju sel yang berada di lapisan bawah sampai pada kapiler di
bawah stratum basal epidermis dan berdifusi ke kapiler.
b. Penetrasi secara transfolikular
Analisis penetrasi secara folikular muncul setelah percobaan in vivo. Percobaan
tersebut memperlihatkan bahwa molekul kecil seperti kafein dapat berpenetrasi tidak hanya
melewati sel-sel korneum, tetapi juga melalui rute folikular. Obat berdifusi melalui celah
folikel rambut dan juga kelenjar sebasea untuk kemudian berdifusi ke kapiler.

Absorpsi sediaan topikal secara umum


Saat suatu sediaan dioleskan ke kulit, absorpsinya akan melalui beberapa fase:
a. Lag phase
Periode ini merupakan saat sediaan dioleskan dan belum melewati stratum korneum,
sehingga pada saat ini belum ditemukan bahan aktif obat dalam pembuluh darah.
b. Rising phase
Fase ini dimulai saat sebagian sediaan menembus stratum korneum, kemudian memasuki
kapiler dermis, sehingga dapat ditemukan dalam pembuluh darah.
c. Falling phase
Fase ini merupakan fase pelepasan bahan aktif obat dari permukaan kulit dan dapat dibawa
ke kapiler dermis.

Penyerapan sediaan topikal secara umum dipengaruhi oleh berbagai factor :


1. Bahan aktif yang dicampurkan dalam pembawa tertentu harus menyatu pada permukaan
kulit dalam konsentrasi yang cukup.
2. Konsentrasi bahan aktif merupakan factor penting, jumlah obat yang diabsorpsi secara
perkutan perunit luas permukaan setiap periode waktu, bertambah sebanding dengan
bertambahnya konsentrasi obat dalam suatu pembawa.
3. Penggunaan bahan obat pada permukaan yang lebih luas akan menambah jumlah obat
yang diabsorpsi.
4. Absorpsi bahan aktif akan meningkat jika pembawa mudah menyebar ke permukaan
kulit.
5. Ada tidaknya pembungkus dan sejenisnya saat sediaan diaplikasikan.
6. Pada umumnya, menggosokkan sediaan akan meningkatkan jumlah bahan aktif yang
diabsorpsi.
7. Absorpsi perkutan akan lebih besar bila sediaan topikal dipakai pada kulit yang lapisan
tanduknya tipis.
8. Pada umumnya, makin lama sediaan menempel pada kulit, makin banyak kemungkinan
diabsorpsi. Pada kulit utuh, cara utama penetrasi sediaan melalui lapisan epidermis, lebih
baik daripada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat, karena luas permukaan folikel
dan kelenjar keringat lebih kecil dibandingkan dengan daerah kulit yang tidak
mengandung elemen anatomi ini. Stratum korneum sebagai jaringan keratin akan berlaku
sebagai membrane semi permeabel, dan molekul obat berpenetrasi dengan cara difusi
pasif.

Mekanisme kerja sediaan topical


Secara umum, sediaan topikal bekerja melalui 3 jalur di atas (Gambar 3). Beberapa
perbedaan mekanisme kerja disebabkan komponen sediaan yang larut dalam lemak dan larut
dalam air.
1. Cairan
Pada saat diaplikasikan di permukaan kulit, efek dominan cairan akan berperan
melunakkan karena difusi cairan tersebut ke masa asing yang terdapat di atas permukaan
kulit; sebagian kecil akan mengalami evaporasi. Dibandingkan dengan solusio, penetrasi
tingtura jauh lebih kuat. Namun sediaan tingtura telah jarang dipakai karena efeknya
mengiritasi kulit. Bentuk sediaan yang pernah ada antara lain tingtura iodi dan tingtura
spiritosa.
2. Bedak
Oxydum zincicum sebagai komponen bedak bekerja menyerap air, sehingga memberi
efek mendinginkan. Komponen talcum mempunyai daya lekat dan daya slip yang cukup
besar. Bedak tidak dapat berpenetrasi ke lapisan kulit karena komposisinya yang terdiri dari
partikel padat, sehingga digunakan sebagai penutup permukaan kulit, mencegah dan
mengurangi pergeseran pada daerah intertriginosa.
3. Salep
Salep dengan bahan dasar hidrokarbon seperti vaselin, berada lama di atas
permukaan kulit dan kemudian berpenetrasi. Oleh karena itu salep berbahan dasar
hidrokarbon digunakan sebagai penutup. Salep berbahan dasar salep serap (salep absorpsi)
kerjanya terutama untuk mempercepat penetrasi karen Dasar salep yang dapat dicuci dengan
air dan dasar salep larut dalam air mampu berpenetrasi jauh ke hipodermis sehingga banyak
dipakai pada kondisi yang memerlukan penetrasi yang dalam.
4. Krim
Penetrasi krim jenis W/O jauh lebih kuat dibandingkan dengan O/W karena
komponen minyak menjadikan bentuk sediaan bertahan lama di atas permukaan kulit dan
mampu menembus lapisan kulit lebih jauh. Namun krim W/O kurang disukai secara
kosmetik karena komponen minyak yang lama tertinggal di atas permukaan kulit. Krim
O/W memiliki daya pendingin lebih baik dari krim W/O, sementara daya emolien W/O
lebih besar dari O/W.
5. Pasta
Sediaan berbentuk pasta berpenetrasi ke lapisan kulit. Bentuk sediaan ini lebih
dominan sebagai pelindung karena sifatnya yang tidak meleleh pada suhu tubuh. Pasta
berlemak saat diaplikasikan di atas lesi mampu menyerap lesi yang basah seperti serum.
6. Bedak kocok
Mekanisme kerja bedak kocok ini lebih utama pada permukaan kulit. Penambahan
komponen cairan dan gliserin bertujuan agar komponen bedak melekat lama di atas
permukaan kulit dan efek zat aktif dapat maksimal.
7. Pasta pendingin
Sedikit berbeda dengan pasta, penambahan komponen cairan membuat sediaan ini
lebiha komponen airnya yang besar. mudah berpenetrasi ke dalam lapisan kulit, namun
bentuknya yang lengket menjadikan sediaan ini tidak nyaman digunakan dan telah jarang
dipakai.
8. Gel
Penetrasi gel mampu menembus lapisan hipodermis sehingga banyak digunakan
padakondisi yang memerlukan penetrasi seperti sediaan gel analgetik. Rute difusi jalur
transfolikuler gel juga baik, disebabkan kemampuan gel membentuk lapisan absorpsi.

Pemberian Obat Supositoria


Obat Suppositoria
Pengertian Pemberian Obat Suppositoria

Pemberian obat suppositoria adalah cara memberikan obat dengan memasukkan obat
melalui anus atau rektum dalam bentuk suppositoria. Organ-organ yang dapat diberi obat
suppositoria adalah rectum dan vagina.Suppositoria ini mudah meleleh, melunak, atau
melarut pada suhu tubuh. Umumnya berbentuk menyerupai peluru atau torpedo dengan
bobot sekitar 2 gram dan panjang sekitar 1 – 1,5 inci.
Suppositoria biasanya diberikan kepada pasien-pasien khusus yang tidak bisa
mengonsumsi obat secara oral lewat mulut. Hal ini bisa terjadi misalnya pada pasien yang
sedang tidak sadarkan diri, pasien yang jika menerima sediaan oral akan muntah, pasien
bayi, dan pasien lanjut usia, yang juga sedang dalam keadaan tidak memungkinkan untuk
menggunakan sediaan parenteral (obat suntik).
Selain itu, suppositoria juga didesain untuk beberapa zat aktif yang dapat mengiritasi
lambung serta zat aktif yang dapat terurai oleh kondisi saluran cerna, jika digunakan secara
oral. Misalnya, zat aktif yang akan rusak dalam suasana asam lambung, rusak oleh pengaruh
enzim pencernaan, atau akan hilang efek terapinya karena mengalami first pass effect.
Penggunaan suppositoria tidak hanya ditujukan untuk efek lokal seperti pengobatan
ambeien, anestesi lokal, antiseptik, antibiotik, dan antijamur, tetapi juga bisa ditujukan
untuk efek sistemik sebagai analgesik, anti muntah, anti asma, dan sebagainya.

Tujuan Pemberian
a. Untuk memperoleh efek obat lokal maupun sistemik.
b. Untuk melunakkan feses sehingga mudah untuk dikeluarkan.

Indikasi dan kontra indikasi

Indikasi
Mengobati gejala-gejala rematoid, spondistis ankiloksa, gout akut dan osteoritis.
Kontra Indikasi
a. Hipersensitif terhadap ketoprofen, esetosal dan ains lain.
b. Pasien yang menderita ulkus pentrikum atau peradangan aktif (inflamasi akut) pada
saluran cerna.
c. Bionkospasme berat atau pasien dengan riwayat asma bronchial atau alergi.
d. Gagal fungsi ginjal dan hati yang berat.
e. Supositoria sebaiknya tidak di gunakan pada penderita piotitis atau hemoroid.
f. Pembedahan rektal.
Jenis Obat Supositoria
Pemberian obat yang memiliki efek lokal seperti obat dulcolac suppositoria yang
berfungsi secara local untuk meringankan defekasi. Dan efek sistemik seperti pada obat
aminofilin suppositoria dengan berfungsi mendilatasi bronkus. Pemberian obat suppositoria
ini diberikan tepat pada dinding rectal yang melewati sfinkter ani interna.
Jika dikombinasikan dengan preparat obat oral, maka pada umumnya dosis perhari adalah 1
supositoria yang dimasukan ke dalam rectum. Jika tidak dikombinasikan, dosis lazim adalah
1 dosis 2 kali sehari.
Contoh obat supositoria :
a. Kaltrofen supositoria
b. Profeid supositoria
c. Ketoprofen supositoria
d. Dulcolax supositoria
e. Profiretrik supositoria
f. Stesolid supositoria
g. Boraginol supositoria
h. Tromos supositoria
i. Propis supositoria
j. Dumin supositoria

Bentuk dan berat supositoria


a. Supositoria untuk rektum
Bentuknya seperti peluru, torpedo/jari- jari tergantung pada bobot jenis dan bahan obat dan
basis yang di gunakan.
b. Supositoria dari lemak coklat
Berat supositoria untuk dewasa kira-kira 2gr dan biasanya lonjong seperti torpedo,
sedangkan untuk anak-anak 1gr dan ukrannya lebih kecil
c. Supositoria uretal (BOUGI)
Bentuknya seperti pensil, dan meruncing pada salah satu ujungnya. Untuk laki-laki
beratnya ±4gr dan wanita 2gr.

Keuntungan dan Kerugian


a. Keuntungan
a) Bisa mengobati secara bertahap
b) Kalau missal obat einimbulkan kejang, atau panas reaksinya lebih cepat, dapat
memberikan efek local dan sistemik.
c) Contoh memberikan efek local dulcolax untuk meningkatkan defeksasi.
b. Kerugian
a) Sakit tidak nyaman daya fiksasi lebih lama dari pada IV.
b) Kalau pemasangan obat tidak benar, obat akan keluar lagi.
c) Tidak boleh diberikan pada pasien yang mengalami pembedahan rekrtal.

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
1. Sediaan topikal terdiri atas zat pembawa dan zat aktif.
2. Idealnya suatu zat pembawa mudah dioleskan, mudah dibersihkan, tidak meng-
iritasi dan menyenangkan secara kosmetik, selain itu zat aktif dalam pembawa mudah
dilepaskan.
3. Terdapat berbagai bentuk sediaan topikal seperti: cairan, bedak, salep, krim,
bedak kocok, pasta, pasta pendingin.
4. Beberapa sediaan baru obat topikal: foam aerosol, cat, gel.
5. Secara umum sediaan topikal melewati tiga jalur penetrasi yaitu interseluler,
transeluler, transfolikuler.
6. Mekanisme kerja sediaan topikal berupa difusi pasif menembus lapisan kulit.
7. Cara pakai sediaan topikal pada umumnya dioleskan pada permukaan kulit, dan
dengan penambahan cara lain seperti ditekan, digosok, kompres, dan oklusi.

DAFTAR PUSTAKA
L, Kee Joyce & R, Hayes evelyn ; farmakologi Pendekatan proses Keperawatan, 1996 ; EGC;
Jakarta.

Priharjo, Robert; Tekhnik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat, 1995; EGC; Jakarta.

Aziz, Azimul; Kebutuhan dasar manusia II.

Bouwhuizen, M; Ilmu Keperawatan Bagian 1; 1986; EGC; Jakarta.

http://mahasiswafarmasibicara.blogspot.co.id/2013/10/pemberian-obat-secara-topikal.html

Anda mungkin juga menyukai