Anda di halaman 1dari 20

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Definisi, Klasifikasi dan Penyebab Syok

Syok adalah kegagalan sistem kardiovaskuler untuk menghantarkan

zat yang penting seperti oksigen ke seluruh tubuh, dan menghilangkan

racun hasil metabolit. Berbagai faktor dapat menimbulkan terjadinya syok,

seperti tidak cukupnya substrat dan oksigen untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan dan ketidakmampuan mengolah substrat yang

dibawa oleh sirkulasi darah, akibatnya terjadi gangguan metabolisme

seluler. Akhirnya terjadi kegagalan dalam memenuhi kebutuhan metabolik

jaringan karena tubuh gagal menyediakan substrat energi yang dibutuhkan

(Carcillo et al., 2009; Mandt dan Faries, 2009; Barkman dan Pooler, 2009).

Syok pada anak dibagi menjadi lima jenis, yaitu syok hipovolemik,

syok kardiogenik, syok obstruktif, syok distributif dan syok sepsis.

Frekuensi kelima syok tersebut bervariasi di seluruh dunia. Syok

hipovolemik akibat gastroenteritis adalah penyebab utama syok di daerah

berkembang (Fisher et al., 2010). Sedangkan menurut Hinshaw dan Cox

dalam Wheeler dan Basu (2013) syok diklasifikasikan menjadi 4 jenis,

yaitu syok hipovolemik, syok kardiogenik, syok obstruktif dan syok

distributif. Syok distributif terdiri dari syok anafilaktik, syok sepsis dan

4
5

syok neurogenik. Pembuatan klasifikasi syok, berdasarkan etiologi yang

mendasarinya. Seperti syok hipovolemik disebabkan oleh keadaan

hipovolemik, hal ini juga berlaku sama dengan syok lainnya.

a. Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akibat

berkurangnya volume plasma di intravaskuler. Syok ini merupakan

tipe syok yang paling sering terjadi pada anak. Penyebab syok

hipovolemik dapat berupa perdarahan hebat (hemoragik), Sindrom

Syok Dengue (SSD), trauma, dan dehidrasi berat oleh berbagai sebab

seperti luka bakar dan diare berat. Namun yang paling sering

disebabkan oleh perdarahan sehingga syok hipovolemik dikenal juga

dengan syok hemoragik (Hardisman, 2013; Mandt dan Faries, 2009;

Sinniah, 2012).

b. Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena

kerusakan jantung sehingga jantung tidak dapat memompa sejumlah

darah untuk mencukupi aliran ke seluruh tubuh. Tipe syok ini tidak

terlalu sering ditemukan pada anak. Ada beberapa penyebab syok

kardiogenik seperti kehilangan daya kontraksi pada infark, penurunan

daya kontraksi seperti pada gagal jantung, aritmia (Chen, 2014; Guins,

2009; Muttaqin, 2009).


6

c. Syok Obstruktif

Syok obstruktif disebabkan oleh ketidakmampuan pasien dalam

menghasilkan curah jantung yang cukup, walaupun volume

intravaskuler dan kontraktilitas miokardium normal. Keadaan ini

dikarenakan aliran darah keluar dari ventrikel terobstruksi secara

mekanik. Penyebab utama obstruksi adalah tamponade perikardium.

Penyebab syok obstruktif pada pediatri yang paling sering adalah lesi

jantung bawaan yang ditandai dengan obstruksi saluran keluar

ventrikel kiri. Syok obstruktif merupakan salah satu kasus yang jarang

ditemui namun penting bagi bayi dan anak – anak yang menderita

penyakit kritis (Krug, 2010; Morgan dan Wheeler, 2013).

d. Syok Distributif

Syok Distributif adalah syok yang disebabkan oleh maldistribusi

volume sirkulasi darah pada tubuh. Ada tiga jenis syok distributif

yaitu syok anafilaktik, syok sepsis dan syok neurogenik.

1) Syok Anafilaktik

Syok anafilaktik adalah kejadian akut yang berpotensi fatal

di mana terjadi reaksi sistem multiorgan yang disebabkan oleh

perilisan mediator kimia dari sel mast dan basofil. (Mustafa et al.,

2014). Menurut Bohlke et al. (2004), kejadian syok anafilaktik

pada anak sebesar 10,5 per 100.000 orang/tahun. Sedangkan

menurut Decker et al. (2008), tingkat kejadian anafilaktik pada

anak usia 9 tahun adalah 75,1 per 100.000 orang/tahun dan pada
7

anak usia 10-19 tahun perbandingannya 65,2 : 100.000 anak per

tahun. Syok ini lebih sering terjadi pada anak laki – laki sampai

usia 15 tahun setelah itu baru anak perempuan yang dominan

sampai dewasa Banyak pemicu yang menyebabkan terjadinya

syok anafilaktik. Makanan adalah pemicu yang paling umum

terutama kacang. Kemudian selain makanan, ada juga obat –

obatan (antibiotik, anastesi lokal, analgesik, opiat, dekstran, dan

media kontras), produk – produk biologis (venom, darah, vaksin,

ekstrak alergen), pengawet dan zat aditif (metabisulfite, MSG),

dan lain – lain (lateks dan idiopatik) (Cianferoni et al., 2013;

Linzer et al., 2013; Sicherer dan Mahr, 2010).

2) Syok Sepsis

Syok sepsis tetap menjadi penyebab utama kesakitan dan

kematian di antara anak-anak. Infeksi saluran pernapasan dan

saluran pencernaan merupakan tempat yang paling sering terjadi

sepsis, diikuti oleh saluran kemih dan infeksi jaringan lunak.

Setiap sistem organ cenderung terinfeksi oleh patogen tertentu

(Sprung et al., 2008; Ranieri et al., 2012; Levy et al., 2012; Opal

et al., 2013; Biban et al, 2012).

Syok sepsis disebakan oleh beberapa hal yaitu bakteri gram

positif, bakteri gram negatif, parasit dan jamur. Namun, penyebab

paling sering adalah bakteri. Bakteri gram positif adalah

organisme utama yang menyebabkan sepsis. Selanjutnya, bakteri


8

gram negatif menjadi patogen penting yang menyebabkan sepsis

berat dan syok sepsis. Namun pada saat ini, tingkat sepsis berat

dan syok sepsis karena organisme gram positif meningkat lagi.

Keadaan ini akibat dari tindakan prosedur invasif sering

dilakukan pada pasien sakit kritis. Akibatnya, sekarang

mikroorganisme gram positif dan gram negatif mempunyai

kemungkinan yang sama untuk menjadi patogen penyebab syok

sepsis (Levy et al., 2012; Opal et al., 2013; Ranieri et al., 2012;

Sprung et al., 2008; Vincent et al., 2011).

Angka kematian untuk sepsis berat dan syok sepsis sering

dikutip mulai dari 20% sampai 50%. Uji klinis dari dekade

terakhir telah menemukan bahwa kematian terkait dengan syok

sepsis berkisar dari 24% menjadi 41% (Sprung et al., 2008;

Ranieri et al., 2012; Levy et al., 2012; Opal et al., 2013).

3) Syok Neurogenik

Syok neurogenik adalah jenis syok distributif di mana

terjadi suatu keadaan hilangnya tonus otonom secara tiba – tiba

akibat dari cedera tulang belakang lengkap di atas vertebra torakal

6. Syok neurogenik disebabkan oleh adanya disfungsi sistem saraf

otonom dengan disfungsi ganglia simpatis paravertebral yang

menginervasi segmen torakolumbal, di mana bagian ini

merupakan persarafan yang berfungsi untuk mempertahankan

tonus pembuluh darah perifer. Syok neurogenik disebabkan oleh


9

adanya cedera tulang belakang, anastesi umum atau spinal, luka,

dan kecemasan. Cedera tulang belakang pada anak terjadi pada

1,99 per 100.000 anak-anak di Amerika Serikat, dan kasus baru

mencapai sekitar 1.500 pasien rawat inap setiap tahunnya. Pasien

dengan cedera tulang belakang bagian servikal lebih mungkin

untuk berkembang menjadi syok neurogenik (Mack, 2013; Vitale

et al., 2006; Newman et al., 2008 ; Duane et al., 2008).

2. Gambaran Klinis

Secara umum gejala syok terdiri dari kegelisahan atau agitasi atau

kegelisahan, bibir kebiruan dan kuku, nyeri dada, kebingungan, pusing,

kepala ringan, atau pingsan, pucat, dingin, kulit lembab dan dingin, output

urin rendah atau tidak ada, berkeringat banyak, kulit lembab, cepat tapi

lemah, pernapasan dangkal. Namun lebih spesifiknya lagi, syok dibagi

menjadi tiga fase. Masing – masing fase memiliki gejala khas. Ketiga fase

syok adalah fase kompensasi, dekompensasi dan fase ireversibel. Fase

kompensasi merupakan fase awal syok. Gejala klinis yang muncul berupa

takikardia, ekstremitas dingin, waktu pengisian kapiler lebih panjang,

tekanan nadi perifer lemah (dibandingkan dengan tekanan nadi pusat),

tekanan darah normal, napas pendek dan cepat, bibir pucat dan sianosis.

Apabila mekanisme kompensasi gagal, kemampuan perfusi akan menurun.

Fase ini disebut dengan fase dekompensasi. Gejala yang akan terjadi

seperti status mental depresi, oligouria, tekanan nadi pusat lemah, asidosis,

tekanan nadi pusat melemah, tekanan darah turun, napas tidak teratur, kulit
10

berbintik – bintik dan sianosis, serta pupil dilatasi. Fase terakhir syok

adalah fase ireversibel. Tekanan darah arteri sangat rendah, sistem

kardiovaskuler yang mengalami kerusakan sudah tidak bisa lagi

dikembalikan seperti sediakala oleh mekanisme kompensasi atau

intervensi medis yang dilakukan. Jantung dan otak merupakan organ vital

yang harus dijaga perfusinya sehingga aliran darah dari hati, ginjal dan

paru – paru dialirkan menuju kedua organ tersebut. Walaupun penyebab

syok dapat diatasi, kerusakan yang telah terjadi pada organ vital tidak

dapat diperbaiki, dan pasien dapat meninggal sewaktu – waktu (Donoghue

dan Berg, 2014; AHA, 2005; Heller, 2010; Smith dan Pollak, 2008).

3. Patofisiologi dan Patogenesis Syok serta Kematian karena Syok

Syok didefinisikan sebagai tidak cukupnya substrat dan oksigen

untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Ketika sel-sel

kekurangan oksigen dan substrat, sel – sel tersebut tidak bisa lagi

mempertahankan produksi energi aerobik. Metabolisme aerobik

menghasilkan 36 Adenosine Triphosphate ( ATP ) molekul per molekul

glukosa. Pengiriman oksigen (DO2) terganggu pada syok, sel harus

memasuki jalur metabolisme anaerob, di mana hanya menghasilkan 2

molekul ATP per molekul glukosa, dengan hasil produksi dan akumulasi

asam laktat dalam seluler. Tanpa adanya, energi yang cukup, fungsi sel

normal tidak dapat dipertahankan. Hal ini menyebabkan terjadinya ketidak

seimbangan pompa potasium-sodium, yang berakibat pada hilangnya

potasium dari dalam sel. Sel akan membengkak dan permeabilitas


11

membran sel meningkat karena terjadi peningkatan sodium di intraseluler.

Aktivitas mitokondria menjadi turun dan membran lisosom menjadi rusak.

Hal ini akan menyebabkan rilisnya enzim – enzim yang nantinya merusak

sel. Akhirnya terjadi kematian sel yang diikuti dengan pengaktifan kaskade

asam arachnoid, keluarnya mediator – mediator inflamasi, dan produksi

radikal bebas, yang nantinya akan memperluas kerusakan seluler di

seluruh tubuh (Barkman dan Pooler, 2009; Guyton dan Hall, 2010;

Schwarz et al., 2014).

Setelah kerusakan seluler, pada jaringan terjadi nekrosis. Namun,

area nekrosis tidak menyeluruh dan tidak sama pada setiap jaringan,

tergantung aliran darah pada jaringan tersebut. Akibat kerusakan jaringan

akan terjadi asidosis darah di seluruh tubuh, karena pengiriman oksigen ke

jaringan yang rendah. Nekrosis jaringan akan berdampak terhadap fungsi

organ. Hati akan terjadi depresi pada banyak fungsi metabolik dan

detoksifikasinya. Kerusakan pada organ jantung akan menimbulkan

depresi kontraktilitas jantung dan berperan penting dalam tahap ireversibel

pada syok. Kerusakan juga terjadi pada ginjal, terutama di epitel tubulus

ginjal yang menyebabkan gagal ginjal dan terkadang kematian karena

uremia beberapa hari kemudian. Kerusakan paru edema paru dan

kemampuan oksigenasi darah paru menjadi buruk dan juga akan sering

menimbulkan distress pernapasan. Akhirnya, kematian datang beberapa

hari kemudian (Barkman dan Pooler, 2009; Guyton dan Hall, 2010;

Schwarz et al., 2014).


12

Semua penyebab syok akan menyebabkan pengiriman oksigen yang

tidak memadai ke organ dan jaringan. Hal ini akan menyebabkan suatu

keadaan yang disebut kegagalan sirkulasi. Selama terjadinya syok,

Terdapat tiga fase syok, yaitu fase terkompensasi, dekompensasi, dan

ireversibel. Selama fase terkompensasi, tubuh mempertahankan fungsi

organ – organ vital. Mekanisme kompensasi dilakukan dengan cara

menjaga tekanan darah dengan meningkatkan curah jantung dan resistensi

vaskular sistemik. Tubuh juga berupaya mengoptimalkan pengiriman

oksigen ke jaringan dengan meningkatkan ekstraksi oksigen dan

mendistribusikan aliran darah ke otak, jantung, dan ginjal (dengan

mengorbankan aliran darah ke kulit dan saluran pencernaan). Mekanisme

kompensasi tercepat yang dilakukan tubuh berupa, kompensasi sistem

saraf simpatis dan sistem renin. Kedua hal ini akan mempertahankan

cardiac output dan tekanan darah. Keadaan ini menyebabkan keadaan

awal syok yang terkompensasi, di mana tekanan darah dipertahankan.

Tanda – tanda syok dapat terlihat pada fase ini. Peningkatan tonus

pembuluh darah perifer dan denyut akan mempertahankan curah jantung

dan tekanan darah sehingga tetap normal. Mekanisme kompensasi syok

menjadi tidak berguna ketika terjadi syok berkepanjangan. Syok telah

memasuki fase dekompensasi pada kondisi ini. Tubuh akhirnya ikut

berkontribusi dalam menangani syok misalnya dengan mengalirkan darah

dari kulit, otot dan saluran cerna ke organ vital seperti jantung, otak dan

ginjal. Tujuannya adalah untuk mempertahankan perfusi pada organ –


13

organ vital tersebut. Akibatnya, pada organ – organ (kulit, otot, saluran

cerna) akan terjadi iskemia yang nantinya terjadi pengeluaran zat – zat

beracun yang akan mempertahankan syok. Fungsi seluler akan memburuk

dan akhirnya akan terjadi disfungsi organ. Jika pengobatan tidak dimulai

atau tidak memadai selama periode ini, menunjukkan bahwa syok telah

memasuki fase ireversibel. Keadaan hipotensi dan kerusakan jaringan yang

dapat menyebabkan disfungsi organ multisistem pada tubuh khususnya

organ – organ vital (otak, jantung, ginjal) mengalami kerusakan.

Puncaknya akan terjadi kematian pada orang tersebut dan akhirnya terjadi

kematian (Barkman dan Pooler, 2009; Turner dan Cheifetz, 2011; Wheeler

dan Basu, 2013).

Tabel 2.1 Tahapan Syok dan Pengaruhnya terhadap Sistem Organ


Sistem organ Terkompensasi Tidak Terkompensasi Ireversibel

Sistem Syaraf - Perubahan status - Perubahan status mental- Cedera hipoksia –


Pusat (SSP) mental : cepat marah, - Ensefalopati iskemik
bingung, mengantuk, - Cedera hipoksia – - Nekrosis sel
somnolen, agitasi, iskemik - Perubahan status
kecemasan  letargi mental : letargi,
koma
Jantung - Takikardi - Takikardi  Bradikardia - Iskemia miokard
- Iskemik - Nekrosis sel
- Tekanan nadi melebar - Dispnea
- Bradikardi
- Aritmia yang ganas
Paru – paru - Takipnea - Kegagalan pernapasan - Kegagalan
- Edema paru akut pernapasan akut
- Hipoksemia - Bradipnea
Ginjal - Oligouria - Nekrosis akut tubular - Nekrosis tubular
- Peningkatan - Gagal ginjal akut - Anuria
osmolalitas urin
- Peningkatan sodium
urin
- FeNa < 1
14
Saluran - Ileus - Pankreatitis - Perdarahanan
Pencernaan - Intoleransi makan - Acalculouskolesistisis gastrointestinal
- Stress gastritis - Perdarahanan - Sloughing
15

- Iskemik mukosa gastrointestinal - Ileus


- Emesis - Translokasi usus - Asites
Hati - Cedera centrilobular - Nekrosis centrilobular - Kegagalan hepar
- Elevasi transaminase - Syok pada hati - Koagulopati
- Hiperbilirubinemia
Hematologi - Aktivasi endotelial - Disseminated - Perdarahan tidak
- Aktivasi platelet Intravascular (DIC) terkontrol karena
(Pro-koagulan, Coagulation) Disseminated
hipofibrinolitik) Intravascular
- Perdarahan ringan Coagulation (DIC)
akibat koagulopati
- Trombositopenia
Metabolik - Glikogenolisis - Penipisan kadar glikogen - Hipoglikemi
- Glukoneogenesis - Hipoglikemi
- Lipolisis
- Proteolisis
Sistem Imun - Imunoparalisis - Imunoparalisis - Imunoparalisis
(Wheeler dan Basu, 2013; Cho dan Rothrock, 2008)

4. Faktor – Faktor yang Memengaruhi Kematian Anak dengan Syok

a. Jenis Syok

Sepsis merupakan penyebab utama kematian anak – anak di

seluruh dunia. (Arikan dan Citak, 2008). Sepsis berat akibat infeksi

yang telah menyebar ke seluruh tubuh dapat menyebabkan kegagalan

satu organ atau lebih, tekanan darah menurun, jantung melemah, dan

terjadi syok septik (NIH, 2014). Penelitian Fisher et al. (2010), pasien

syok septik menempati urutan pertama dengan 57% dari total jumlah

kasus, diikuti dengan syok hipovolemik 24%, syok distributif 14%

dan syok kardiogenik 5%.

Marcdante dan Kliegman (2011), prognosis syok hipovolemik

baik, dengan tingkat kematian yang rendah pada kasus yang tanpa

komplikasi. Sedangkan pada syok septik memiliki prognosis dengan

tingkat kematian yang tinggi. Hal ini tergantung pada umur pasien,
16

banyaknya kegagalan fungsi organ dan bagaimana penanganannya

(Hadjiliadis et al., 2014). Sepsis dan syok septik merupakan penyebab

utama kesakitan dan kematian pada anak – anak (Mickiewicz et al.,

2013; Watson dan Carcillo, 2005). Namun, menurut Schwarz et al.

(2014), syok hipovolemik merupakan penyebab utama kematian pada

anak – anak di seluruh dunia.

b. Usia

Penelitian yang dilakukan Singh et al. (2006) dipaparkan bahwa

anak usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun mempunyai peluang lebih

besar terkena syok dibandingkan dengan anak usia lebih dari 1 tahun

sampai dengan 15 tahun. Sebagian besar kematian di PICU menurut

penelitian Basnet et al. (2014), dikarenakan adanya syok septik.

Penelitian Watson dan Carcillo (2005), mayoritas pasien sepsis berat

pada anak berusia 0 – 1 tahun dan sebagian besar mempunyai berat

badan rendah atau sangat rendah.

Syok bisa menyebabkan kegagalan sistem organ yang

menyebabkan terjadinya kematian. Kegagalan sistem organ pada

penelitian Typpo et al. (2009) menunjukkan bahwa tingkat kematian

paling banyak terjadi pada pasien anak usia 1 – 12 bulan dibandingkan

dengan usia >12 bulan. Hal ini mungkin karena pada usia 1 – 12

bulan, bayi dalam masa perkembangan baik perkembangan organ

maupun sistem imunitas. Sehingga apabila terjadi gangguan


17

keseimbangan tubuh, sistem organ belum mampu berfungsi optimal

untuk mengembalikan seperti keadaan semula.

c. Jenis Kelamin

Perempuan memiliki risiko kematian lebih besar dibandingkan

laki – laki pada pasien syok septik (Pietropaoli et al., 2010).

Peningkatan permeabilitas vaskular pada perempuan yang disebabkan

oleh dinding endotel pada perempuan lebih tipis daripada laki – laki.

Peningkatan ini memperburuk keadaan klinis pasien (Kasper et al.,

2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Haider et al. (2007), pada pasien

syok akibat trauma, kematian pasien prepubes (≤11 tahun) tidak ada

perbedaan yang signifikan antara perempuan dan laki - laki. Namun

hal ini berbeda pada pasien remaja (12 – 17 tahun) di mana pasien

perempuan lebih rendah kematiannya dibandingkan pasien laki – laki.

Hal ini mungkin dipengaruhi oleh kadar estrogen. Estrogen meningkat

pada perempuan ketika mengalami pubertas dan kadarnya menurun

ketika menopause. Estrogen juga berada di laki – laki, namun

kadarnya rendah tidak setinggi pada perempuan. Estrogen berfungsi

melindungi fungsi sistem kardiovaskular, meningkatkan sistem

imunitas dalam tubuh, dan membantu tubuh dalam menangani

keadaan hipoksia berat (Mahmood et al., 2012; Bell, 2013).


18

d. Status Rujukan

Penelitian yang dilakukan oleh Schnegelsberg et al. (2014),

penundaan penanganaan syok di Intensive Care Unit (ICU) lebih dari

48 jam akan meningkatkan kematian pasien syok. Selain itu,

penelitian Cardoso et al. (2009) juga menunjukkan hasil yang serupa.

Penundaan penanganan pasien syok septik menyebabkan terjadinya

kerusakan organ sehingga meningkatkan kematian pasien syok. Pasien

yang dirujuk ke ICU dari klinik umum/bangsal memiliki faktor risiko

terjadinya kematian lebih besar dibandingkan dengan pasien yang

dirujuk dari Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit tersebut (Diaz et

al., 2013).

e. Albumin

Albumin merupakan protein yang dibuat di dalam hati. Albumin

berfungsi untuk menjaga tekanan onkotik plasma. Keadaan kritis

seperti syok, akan terjadi perubahan distribusi albumin antara

intravaskuler dan ekstravaskuler. Kadar serum albumin akan menurun

pada pasien syok. Penurunan kadar serum albumin disebut

hipoalbumin. Hipoalbumin adalah suatu keadaan dimana kadar serum

albumin <35 g/L. Hipoalbumin dapat menyebabkan tekanan osmotik

menurun sehingga aliran darah akan lebih dominan menuju

ekstravaskuler dan albumin sendiri banyak yang berdifusi ke luar

sirkulasi (Nicholson et al., 2000; Qian dan Liu, 2012; Dugdale, 2013,

Hasan dan Indra, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Artero et al.
19

(2010), hipoalbumin merupakan faktor prognosis kematian pada

pasien syok septik dan sepsis. Kemudian pada penelitian yang

dilakukan oleh Becerra et al. (2013), hipoalbumin merupakan faktor

risiko kematian pasien luka bakar. Luka bakar merupakan salah satu

penyebab terjadinya syok hipovolemik. Maka dari itu, hipoalbumin

mungkin berhubungan dengan tingkat kematian syok hipovolemik

pada luka bakar.

f. Gula Darah

Kadar gula darah tinggi berhubungan dengan kematian pasien

syok septik (Branco et al., 2005). Penelitian yang dilakukan Yang et

al. (2013), pasien dengan kadar gula darah tinggi (hiperglikemia) non

diabetes, memiliki lebih besar kesempatan menyebabkan kematian

pada pasien syok kardiogenik dibandingkan dengan pasien

hiperglikemia diabetes dan pasien dengan kadar gula darah normal.

Hiperglikemia menyebabkan diuresis osmotik yang mengarah ke

hipovolemia akibatnya penurunan laju filtrasi glomerulus dan

memburuknya hiperglikemia. Hiperglikemia menyebabkan kerusakan

pada mitokondria pada tingkat sel. Hiperglikemia meningkatkan kadar

sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α, dan IL-6 yang menyebabkan

disfungsi sistem kekebalan tubuh, hiperglikemia juga meningkatkan

plasminogen activator inhibitor-1 dan fibrinogen yang menyebabkan

agregasi platelet dan hiperkoagulasi. Perubahan ini akhirnya dapat


20

menyebabkan peningkatan risiko infeksi, gangguan penyembuhan

luka, kegagalan multiple organ, dan kematian (Farrokhi et al., 2011).

g. Hemoglobin

Kadar hemoglobin yang rendah merupakan faktor yang dapat

meningkatkan kematian pasien dengan syok kardiogenik (Ferrer et al.,

2008). Hal ini juga dibuktikan dalam penelitian Vis et al. (2012)

bahwa kematian pasien syok kardiogenik dengan kadar hemoglobin

<9,6 g/dl lebih banyak daripada kematian pasien syok kardiogenik

dengan kadar hemoglobin >9,6 g/dl. Penurunan hemoglobin per 1 g/dl

dapat meningkatkan risiko kematian sebanyak 17 %. Kemungkinan

mekanisme yang terjadi pada pasien dengan hemoglobin yang rendah

adalah aliran darah yang kaya oksigen menuju jantung akan menurun.

Akibatnya dapat terjadi iskemi pada miokardium. Selain itu,

hemoglobin yang rendah juga mengakibatkan terhambatnya

pertukaran antara oksigen dan karbondioksida di paru – paru. Keadaan

klinis pasien juga diperburuk dengan keadaan klinis seperti takikardi,

peningkatan afterload jantung yang berakibat pada meningkatnya

beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen (Vis et al., 2007).


21

B. Kerangka Pemikiran
22

Kehilangan Hilangnya tonus Respon imun Sepsis


darah/cairan pembuluh darah

Perilisan Sepsis
mediator berat
kimia

Hipovolemia Gula darah ↑

Kerusakan seluler

Jantung tidak Disfungsi


bekerja optimal organ jantung

Iskemi Pasokan O2
Hemoglobin ↓
miokardium ke jantung ↓
Syok
Tamponade
Aliran darah perikardium
keluar dari dan obstruksi di
jantung ↓ pembuluh darah
Distribusi cairan
intra  Tekanan
Hipoalbumin
ekstraseluler onkotik ↓
Perfusi tidak
adekuat
Pertahanan terhadap sistem Estrogen Jenis
imunitas dan kardiovaskular ↓ rendah kelamin

Sistem organ dan imunitas Imaturitas Usia


belum sempurna

Kegagalan
sistem organ
Penanganan
Pasien rujukan
tertunda

Kematian
: diteliti

: tidak diteliti
C. Hipotesis

Jenis syok septik, usia 1 – 12 bulan, jenis kelamin perempuan, status

dirujuk, albumin rendah (hipoalbumin), gula darah tinggi (hiperglikemia) dan

hemoglobin rendah meningkatkan risiko kematian pasien anak dengan syok.

Anda mungkin juga menyukai