Anda di halaman 1dari 8

1.

Asites

a. Definisi
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum.

b. Patofisiologi

Ada beberapa teori yang menerangkan patofisiologi asites antara lain teori underfilling,
overfilling, dan periferal vasodilatation. Menurut teori underfilling, asites dimulai dari
volume cairan plasma yang menurun akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Hipertensi
porta akan meningkatkan tekanan hidrostatik vena ditambah hipoalbunemia yang
mengakibatkan turunnya tekanan onkotik plasma. Kedua hal diatas akan mengakibatkan
transudasi cairan dari intravaskular ke ekastravaskular sehingga volume cairan intravaskular
akan menurun akibatnya ginjal akan menahan air dan garam melalui mekanisme
neurohormonal.
Teori overfilling mengatakan bahwa asites dimulai dari ekspansi cairan plasma akibat
reabsorbsi air oleh ginjal. Hal itu disebabkan peningkatan aktifitas hormon antidiuretik
(ADH) dan penurunan aktifitas hormon natriuretik karena penurunan fungsi hati.

Teori vasodilatasi perifer menjelaskan bahwa terdapat dua faktor patogenensis asites yaitu
faktor lokal berupa hipertensi porta dan faktor sistemik berupa gangguan fungsi ginjal. Pada
hipertensi porta, peningkatan resistensi vena porta diimbangi dengan vasodilatasi splanchnic
bed oleh vasodilator endogen yaitu NO. Vasodilatasi ini mengkaibatkan peningkatan aliran
darah melalui vena porta akibatnya hipertensi porta menjadi menetap Hipertensi porta akan
menyebabkan transudasi cairan di sinusoid dan kapiler usus. Transudat akan terkumpul di
rongga peritoneum. Vasodilatator endogen akan terus terkumulasi dan pada akhirnya akan
mempengaruhi sirkulasi arterial sistemik sehingga terjadi vasodilatasi perifer. Akibatnya
terjadi proses underfilling relatif. Tubuh akan bereaksi dengan meningkatkan aktifitas saraf
simpatis, sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) dan arginin vasopresin yang akan
mengakibatkan retensi cairan dan natrium.

c. Diagnosis

Pemeriksaan cairan asites dapat memberikan informasi untuk pengelolaan selanjutnya, yaitu:
1. Gambaran makroskopik.

Cairan asites hemoragik sering dihubungkan dengan keganasan. Warna kemerahan dapat juga
dijumpai pada asites karena sirosi hati akibat ruptur kapiler peritoneum. Chillous ascites
merupakan tanda ruptur pembuluh limfe, sehingga cairan limfe tumpah ke peritoneum.
2. Gradien nilai albumin serum dan asites.

Pemeriksaan ini untuk membedakan asites transudat atau eksudat. Gradien dikatakan tinggi
jika nilainya lebih dari 1,1 gr/dl. Gradien tinggi terdapat pada asites transudasi. Gradien
rendah sebaliknya yaitu pada asites eksudasi. Konsentrasi protein asites juga dapat digunakan
untuk membedakan jenis asites tersebut. Jika kurang dari 3gr/dl maka itu adalah asites
transudat dan sebaliknya jika lebih dari 3gr/dl adalah asistes eksudat.

3. Hitung sel.

Peningkatan jumlah leukosit menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel PMN meningkat
lebih dari 250/mm3 menunjukkan peritonitis bakteri spontan sedangkan peningkatan MN
lebih sering terjadi pada peritonitis tuberkulosa atau karsinomatosus.

4. Biakan kuman.

Biakan kuman sebaiknya dilakukan pada pasien asites yang dicurigai adanya infeksi.

5. Pemeriksaan sitologi.

Ini dilakukan untuk kasus-kasus yang dicurigai akibat karsinomatosus peritoneum.

2. Sirosis Hati

a. Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir dari cedera
parenkim hati yang irreversible. Hal ini ditandai dengan fibrosis hepatik progresif yang
ditandai dengan pembentukan nodulus regeneratif.

b. Klasifikasi dan Etiologi

Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi :
1. Alkoholik

2. Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis)

3. Biliaris

4. Kardiak

5. Metabolik, keturunan, dan terkait obat

c. Manifestasi klinis
Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera
makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat
timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila
sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan
tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah,
perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air seni berwarna seperti teh
pekat, muntah darah dan/ atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

d. Temuan klinis
Temuan klinis sirosis meliputi, spider angioma-spiderangiomata (atau spider
telangiekstasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini
sering ditemukan di bahau, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada
anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/ testosteron bebas. Tanda ini juga bisa
ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walau
umumnya ukuran lesi kecil.

Eritema palmaris, warna merah pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga
dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik
pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroitisme, dan
keganasan hematologi.

Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan warna
normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibar hipoalbunemia, tanda
ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbunemia yang lain seperti sindrom nefrotik.

Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati hipertrofi suatu periostitis
proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.

Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fascia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari
berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini
juga bisa ditemukan pada pasien diabetes melitus, distrofi reflek simpatetik, dan perokok
yang juga mengkonsumsi alkohol.

Ginekomastoid secar histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mamae laki-
laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya
rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah
feminisme. Pada perempuan kebalikannya terjadi amenore sehingga dikira pasien
menopause.

Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol
pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.

Ukuran hati pada sirosis bisa membesar, normal, atau mengecil. Jika hati teraba, hati sirotik
teraba keras dan nodular.
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya non alkoholik.
Pembesaran ini akibat kongesti vulva merah lien karena hipertensi porta.

Asites akibat hipertensi porta dan hipoalbunemia. Caput medusa juga akibat hipertensi porta.

Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.

Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat biliribinemia. Bila konsentrasi bilirubin
kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna orange gelap seperti teh.

Astereksis bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari tangan,
dorsofleksi tangan.

e. Gambaran laboratoris
Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan alanin
aminotransferas (ALT) atau serum glutamil piruvat transminase (SGPT) meningkat tapi tidak
begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transminase normal tidak
mengenyampingkan adanya sirosis.

Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang
tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis, sklerosis primer, dan sirosis bilier primer.

Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase pada


penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik.

Bilirubin konsentrasinya bisa normal pada sirosi hati kompensata, tapi bisa meningkat pada
sirosis yang lanjut. Albumin konsentrasinya menurun. Globulin konsentrasinya meningkat.
Waktu protombin pada sirosis memanjang. Natrium serum menurun terutama pada sirosi
dengan asites.
Pemeriksaan USG pada sirosis lanjut menunjukkan gambaran hati mengecil dan nodular,
permukaan iregular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati.

f. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi salah satunya adalah sindrom hepatorenal. Pada sindrom ini
terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa
adanya kelainan organik ginjal.

g. Pengobatan

Pengobatan sirosis tergantung dari etiologinya. Pada pasien dengan sirosis kompensata,
pengobatan bertujuan utuk mengurangi progresi kerusakan hati. Pada sirosis dekompensata,
pengobatan lebih bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Asites pada sirosis
dekompensata diawali dengan tirah baring dan diet rendah garam. Kemudian diberikan
duretik berupa spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Bila pemberian
spironolakton tidak adekuat maka dapat ditambahkan furosemid 20-40 mg/hari.

3. Sindrom hepatorenal

a. Definisi

Sindrom hepatorenal adalah gangguan fungsi ginjal sekunder pada penyakit hati tingkat berat.

b. Patogenesis

Penyakit hati berat atau sirosis hati ditambah dengan hipertensi porta
mengakibatanvasodilatasi arterial splanik bertambah. Vasodilatasi akan mengakibatkan
hipovolemi arterial sentral, sehingga merangsang aktivasi sistem saraf simpatis, renin-
angiotensin-aldosteron, dan hormone antidiuretik yang secara keseluruhan akan
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah ginjal. Hal ini yang akan mengakibatkan
terjadinya sindrom hepatorenal.
c. Diagnosis

Diagnosis untuk menegakan sindrom hepatorenal bila memenuhi 5 kriteria mayor dan ada 5
kriteria tambahan yang dapat ada ataupun tidak untuk menegakan diagnosis.

Kriteria mayor :

1. Penyakit hati akut atau kronis dengan kegagalan tingkat lanjut dan hipertensi porta

2. Laju filtrasi glomerolus yang rendah (kreatinin serum kurang dari 1,5 mg/dL atau bersihan
kreatinin lebih dari 40 ml/menit

3. Tidak ada syok, sepsis, kehilangan cairan maupun pemakaian obat-obatan nefrotoksik.

4. Tidak ada perbaikan fungsi ginjal (penurunan kreatinin serum kurang dari 1,5 mg/dL atau
bersihan kreatinin lebih dari 40 ml/menit) sesudah pemberian cairan isotonik salin 1,5 liter.

5. Proteinuria kurang dari 500 mg/hari tanpa obstruksi saluran kemih atau penyakit ginjal
pada USG

Kriteria tambahan :

1. Volume urin kurang dari 500 ml/hari

2. Natrium urin kurang dari 10 mEq/liter

3. Osmolaritas urin lebih dari osmolaritas plasma.

4. Eritrosit urin kurang dari 50/lapang pandang

5. Natrium serum kurang dari 130 mEq/liter


d. Penatalaksanaan

Pasien sindrom hepatorenal sangat sensitif dengan perubahan keseimbangan cairan dan
elektrolit, maka hindari penggunaan diuretik agrsif, parasintesis aistes dan restriksi cairan
yang berlebihan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chung, R.T., and Podolsky, D.K. Cirrhosis and Its Complication in : Harrison’s Principles
of Internal Medicine Volume II. Editor : Kasper, et al. 16th Edition. New York. Mc Graw Hill
: 2005.

2. Hirian. Asites dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk.
Edisi 4. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI : 2006.

3. Nurdjanah, S. Sirosis Hati dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Editor : Aru W.
Sudoyo, dkk. Edisi 4. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI :
2006.

4. Setiawan, P.B., dan Kusumobroto, H. Sindrom Hepatorenal dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Edisi 4. Jakarta. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI : 2006.

Anda mungkin juga menyukai