Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Acquired Cyctic Kidney Desease (ACKD) merupakan suatu kondisi dimana ginjal
mengembangkan kantung berisi cairan yang disebut kista ginjal. Banyak orang dengan
penyakit ginjal kronikyang berujung pada ACKD. ACKD tidak mengenal usia, dapat terjadi
pada anak-anak dan orang dewasa. Kista lebih cenderung berkembang pada orang yang
menjalani hemodialisis atau dialisis peritoneal. Klien dengan gagal ginjal yang sering
melakukan dialisis kebanyakan menyebabkan kista, risiko pengembangan ACKD meningkat
seiring dengan bertambahnya jumlah orang pada saat dialisis. Namun, bukan dialisis yang
menjadi penyebab utama kista. (Fick & Brosnahan, 2009).
ACKD paling sering terjadi pada orang-orang yang telah menjalani dialisis selama
beberapa tahun. ACKD berbeda dengan penyakit ginjal polikistik (PKD). Orang dengan
PKD (Polycystic Kidney Disease) sering memiliki riwayat keluarga PKD. PKD
berhubungan dengan pembesaran ginjal dan pembentukan kista di bagian tubuh yang lain.
Di ACKD, ginjal berukuran normal atau lebih kecil dan kista tidak terbentuk di bagian tubuh
yang lain (Fick & Brosnahan, 2009).

B. Klasifikasi
a) Stadium I : merupakan stadium awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya
oliguria.
b) Stadium II : Oliguria. Volume urine 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar
BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda-beda, tergantung dari kadar dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum
mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan kecuali bila
penderita mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung atau dehidrasi. Pada stadium ini
pula mengalami gelala nokturia (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul.
Gejala-gejala timbul sebagai respon terhadap stress dan perubahan makanan dan
minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala ini.

1
Gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml
atau penderita terbangun untuk berkemih beberapa kalipada waktu malam hari. Dalam
keadaan normal perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah 3 : 1 atau
4 : 1. Sudah tentu nokturia kadang-kadang terjadi juga sebagai respon teehadap
kegelisahan atau minum yang berlebihan. Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih
besar pada penyakit yang terutamam menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat
sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal
dengan faal ginjal diantara 5%-25 %. Faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gelala-
gejala kekurangan farahm tekanan darah akan naik, terjadi kelebihan, aktifitas penderita
mulai terganggu.
c) Stadium III : Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan dimana tak
dapat melakukan tugas sehari-hari sebagaimana mestinya. Gejala-gejala yang timbul
antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan
akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar
90 % dari masa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar
kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum
dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada
stadium akhir gagal ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal
tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal.
Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala
yang dinamakan sindrom uremik memepengaruhi setip sisitem dalam tubuh.
d) Stadium IV : Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita memerlukan pengobatan dalam
bentuk transplantasi ginjal atau dialisis

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate)/CCT (Clearance Creatinin Test)


dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 x creatinin serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

2
C. Epidemiologi
1. Frekuensi
Di Negara Amerika Serikat, tingkat kejadian penyakit kista ginjal (ACKD) yang didapat
adalah 7-22% pada populasi predialisis, 44% dalam waktu 3 tahun setelah memulai
dialisis, 79% lebih dari 3 tahun setelah memulai dialisis, dan 90% lebih lama dari 10
tahun setelah memulai dialisis. Tingkat perkembangan tampaknya melambat setelah 10-
15 tahun dialisis(Ranganathan, 2017).
2. Penerima transplantasi ginjal
Prevalensi penyakit kista ginjal (ACKD) yang didapat lebih rendah pada penerima
transplantasi ginjal dibandingkan pasien yang menjalani dialisis. Dari 561 penerima
transplantasi ginjal, prevalensi penyakit kistia ginjal (ACKD) yang diakuisisi adalah
23%, sedangkan pada pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir, prevalensinya
bervariasi dari 30-90%. Namun, karsinoma sel ginjal berkembang lebih sering pada
penerima transplantasi dengan penyakit kista ginjal (ACKD) yang didapat darimereka
yang tidak mengalaminya (19%banding 0,5%) (Ranganathan, 2017).
3. Demografi ras, jenis kelamin, dan usia
Penyakit kista ginjal (ACKD) yang didapat relatif lebih umum pada orang kulit hitam.
Orang kulit hitam menyumbang 53% kasus penyakit kista ginjal (ACKD). Namun, di
Amerika Serikat, hanya 25% pasien yang menjalani dialisis berkulit hitam. Penyakit
kista ginjal (ACKD) yang didapat lebih sering terjadi pada pria daripada pada wanita.
Mengenal penyakit kista ginjal (ACKD) ditemukan terutama pada pria. Rasio laki-laki
terhadap perempuan adalah 7: 1 dibandingkan dengan 2: 1 pada populasi umum.
Penyakit kista ginjal (ACKD) didapat dengan frekuensi yang sama pada anak-anak dan
orang dewasa. Karsinoma sel ginjal terjadi kira-kira 20 tahun sebelumnya pada orang
dengan penyakit kista ginjal (ACKD) yang didapat dari populasi umum. Pada anak-anak,
didapatkan penyakit kista ginjal (ACKD) yang langka (Ranganathan, 2017).

3
D. Etiologi
Tidak semua hasil dari dialIsis dapat difilter. Hasil dari produk limbah tak dikenal
yang tidak dihilangkan melalui dialisis menyebabkan kista terbentuk di ginjal. Sedangkan
dialisis itu sendiri tidak menyebabkan kista (Fick & Brosnahan, 2009).

E. Manifestasi Klinis
ACKD umumnya tidak memiliki gejala. Jika kista sudah terinfeksi, seseorang
mungkin mengalami sakit punggung, demam, atau bahkan menggigil. Jika kista berdarah,
sering di jumpai darah dalam urin (Fick & Brosnahan, 2009).
Gejala dini seperti lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, dan depresi. Gejala yang lainnya seperti anoreksia, mual
disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, edema
yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.Hipertensi,
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin - angiotensin aldosteron),
gagal jantung kongestif dan edema pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis
(akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan
cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
Adapun manifestasi klinis lainnya yaitu sebagai berikut:
1. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiak dan gagal
jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
2. Gangguan pernapasan
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
3. Gangguan pencernaan
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam
usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau
ammonia.
4. Gangguan muskuloskeletal

4
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet
syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor, miopati
(kelemahan dan hipertropi otot-otot ekstremitas.
5. Gangguan integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom,
gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
6. Gangguan endokrin
- Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore.
- Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolic kemak dan vitamin D.
- Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basabiasanya retensi garam
dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis,
hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
7. Gangguan hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan
eritopoesis pada sum-sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup
eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni.
F. Patofisiologi
ACKD sebelumnya dianggap sebagai konsekuensi hemodialisis. Studi telah
menunjukkan bahwa, walaupun hubungan dialisis dan penyakit ginjal yang didapat tidak
dapat dibantah, ini adalah keadaan uremik yang mendorong perkembangan penyakit kista
ginjal yang didapat. Dialisis memperpanjang kelangsungan hidup pasien untuk
memungkinkan lebih banyak waktu untuk mendapatkan penyakit kista ginjal. Mekanisme
pastinya tidak diketahui. Postulat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Blok tubulus: Perkembangan kista disebabkan oleh kelainan tubulus, obstruksi tubular
akibat kristal oksalat, fibrosis, atau mikropolip, dan akumulasi cairan tubular akibat filtrat
glomerular dan ekskresi cairan tubular.
2. Pertumbuhan kompensatori: Hilangnya jaringan ginjal dalam stadium akhir menyebabkan
hipertrofi sel tuba dan hiperplasia. Hipertrofi dan hiperplasia, bersama dengan sekresi
transepitel cairan oleh epitel tubular, berakibat pada perkembangan kista. Banyak faktor

5
yang mempengaruhi proses tersebut, namun yang terpenting diantaranya adalah faktor
pertumbuhan dan aktivasi onkogen.
3. Iskemia: Ginjal atrofi adalah konsekuensi yang diakui dari iskemia yang dapat
disebabkan oleh oklusi arteri ginjal primer atau oleh oklusi arteri sekunder yang
berkembang setelah dialisis dimulai. Asidosis parenkim dapat terjadi akibat oklusi
progresif kronis dan, jika bertahan hanya sebentar menyebabkan kematian sel, dapat
menyebabkan pembentukan kista ginjal.
Penelitian tentang cairan kistik dan epitel menunjukkan bahwa kista timbul dari
proliferasi tubulus ginjal. Cairan kistik berasal dari ultrafiltrate, cairan transepitelial dan
sekresi cairan, dan menyerupai plasma dalam komposisinya. Selain itu, penelitian
microdissection telah menunjukkan bahwa sebagian besar kista menyajikan epitel
cuboidal atau kolumnar rendah, sementara beberapa sel yang membentuk kista garis
menunjukkan konfigurasi sikat apikal, menunjukkan bahwa mereka berasal dari tubulus
proksimal. Penghancuran bertahap parenkim ginjal memicu beberapa sinyal mitogenik
(misalnya, produk azotemik, konsentrasi natrium dan kalium yang berubah, aktivasi
sistem renin-angiotensin, peradangan, faktor pertumbuhan lokal), yang pada akhirnya
menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia tubulus ginjal. Selain itu, aliran cairan tubular
terbatas dan cairan bersih sekresi merupakan faktor penyebab terbentuknya kista. Selama
periode waktu tertentu, aktivasi proto-onkogen dikombinasikan dengan faktor risiko
tambahan dapat menyebabkan transformasi ganas (Ranganathan, 2017).

6
G. Pathway

(Ranganathan, 2017)

7
H. Komplikasi
Penyakit kista ginjal (ACKD) yang didapat menimbulkan banyak komplikasi yang
berarti, yang paling serius adalah perkembangan neoplasma sel ginjal, mulai dari adenoma
sampai karsinoma sel ginjal metastatik.Komplikasi lainnya meliputi:
a. Perdarahan kistik
b. Infeksi kista
c. Pembentukan abses
d. Sepsis
e. Eritrositosis
f. Kalsifikasi di dalam atau sekitar kista

1. Transformasi ganas
Kejadian karsinoma sel ginjal (RCC) adalah 0,18% per tahun pada pasien dengan
penyakit kista ginjal (ACKD) yang didapat, dibandingkan dengan 0,005% pada populasi
umum. Kebanyakan pasien tidak bergejala, namun sekitar 15% pasien hadir dengan
hematuria dan nyeri panggul. Pasien dengan metastasis dapat hadir dengan nyeri
lumbal.
Faktor risiko meliputi sebagai berikut:
a. Jenis kelamin laki-laki (rasio antara laki-laki dan perempuan adalah 7: 1)
b. Lama dialisis
c. Ras hitam
d. Penyakit kista ginjal yang parah dengan organomegali yang ditandai
Kanker ginjal yang didapat dari penyakit kista ginjal (ACKD) adalah multisentrik yang
setidaknya 50% kasus dan bilateral pada sekitar 10% kasus. Mereka sebagian besar
adalah subtipe sel atau papiler yang jelas. Masyarakat Internasional Patologi Urologi
Vancouver Klasifikasi Renal Neoplasia mengenali RCC yang terkait dengan penyakit
kista ginjal sebagai entitas yang berbeda dalam sistem klasifikasi.
2. Perdarahan kistik
Perdarahan kadang berhubungan dengan hematuria. Perdarahan dapat berkembang
menjadi ruptur kista, dengan perdarahan retroperitoneal atau perinephric berikutnya

8
(sindrom Wunderlich). Jarang, perdarahan bisa cukup parah sehingga menyebabkan
syok hipovolemik (Ranganathan, 2017).

I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Ultrasound
Dalam ultrasound, atau sonogram, seorang teknisi meluncurkan alat, disebut transduser,
di atas perut. Transduser mengirimkan gelombang suara yang tidak berbahaya ke dalam
tubuh dan menangkapnya saat mereka memantul dari organ dalam untuk membuat
gambar di monitor. Ultrasound abdomen digunakan untuk mengevaluasi ukuran dan
bentuk ginjal.
2. Scan komputer terkomputerisasi (CT)
CT scan menggunakan kombinasi sinar x dan teknologi komputer untuk membuat
gambar tiga dimensi. Terkadang zat warna kontras disuntikkan ke pasien untuk lebih
melihat struktur ginjal. Pemindaian CT mengharuskan pasien berbaring di atas meja
yang meluncur melalui mesin pemindai berbentuk donat. CT scan dapat membantu
mengidentifikasi kista dan tumor di ginjal.
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Mesin MRI menggunakan gelombang radio dan magnet untuk menghasilkan gambar
detil organ internal dan jaringan. Tidak ada paparan radiasi yang terjadi. Dengan
sebagian besar mesin MRI, pasien berbaring di atas meja yang meluncur ke terowongan
yang mungkin terbuka atau tertutup di salah satu ujungnya. Beberapa mesin baru
dirancang untuk memungkinkan pasien berbaring di tempat yang lebih terbuka. Seperti
CT scan, MRI dapat membantu mengidentifikasi kista dan tumor. Gambar ginjal dapat
membantu penyedia layanan kesehatan membedakan ACKD dari PKD (Fick &
Brosnahan, 2009).

J. Penatalaksanaan
1. Operasi Transplantasi Ginjal
Jika ACKD tidak menyebabkan rasa sakit atau ketidaknyamanan, tidak diperlukan
perawatan. Infeksi diobati dengan antibiotik. Jika kista besar menyebabkan rasa sakit,
mereka mungkin terkuras menggunakan jarum panjang yang dimasukkan melalui kulit.

9
Jika tumor dicurigai, seseorang mungkin memerlukan pemeriksaan rutin untuk memantau
ginjal karena kanker. Beberapa dokter merekomendasikan semua pasien diskrining untuk
kanker ginjal setelah menjalani dialisis selama 3 tahun. Dalam kasus yang jarang terjadi,
operasi digunakan untuk menghentikan kista dari pendarahan dan untuk mengangkat
tumor atau tumor yang dicurigai. Dalam transplantasi, ginjal yang berpenyakit dibiarkan
di tempat kecuali jika menyebabkan infeksi atau tekanan darah tinggi. ACKD biasanya
hilang, bahkan pada ginjal yang sakit, setelah seseorang menerima ginjal yang
ditransplantasikan (Venkata S. Katabathina, 2010).
2. Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan ACKD sama halnya dengan perawatan
pada CKD (gagal ginjal kronik) yaitu:
- Perdarahan (ringan) dengan nyeri pinggang ditangani dengan analgesik (misalnya,
morfin, kodein, acetaminophen). Hindari aspirin dan meperidine.Selama episode
perdarahan, istirahat di tempat tidur juga diperlukan.
- Hindari heparin selama hemodialisis.
- Perdarahan parah memerlukantindakan embolisasi atau nefrektomi.
- Jika dicurigai karsinoma (dari temuan CT-Scan), kemudian dapat dipertimbangkan
untuk dilakukan nefrektomi (kista> 3 cm dan kista <3 cm tetapi dengan komplikasi).
- Profilaksis nefrektomi kontralateral kontroversial, nefrektomi bilateral dapat akan
cenderung menerima transplantasi ginjal.
- Tidak ada obat khusus yang ditunjukkan dalam pengelolaan penyakit ACKD, kecuali
analgesik untuk pengobatan nyeri.
- Jika ACKD tidak menyebabkan rasa sakit atau ketidaknyamanan, tidak ada perawatan
khusus yang diperlukan. Jika Infeksi terjadi dapat diobati dengan antibiotik. Jika kista
telah membesar yang menyebabkan rasa sakit, maka dapat dilakukan tindakan dengan
mengeringkan dengan menggunakan jarum panjang yang dimasukkan melalui kulit.
- Jika diduga tumor, seseorang mungkin perlu pemeriksaan rutin dalam memantau ginjal
untuk kanker. Beberapa dokter menyarankan semua pasien harus diskrining untuk
kanker ginjal setelah 3 tahun dialisis. Dalam kasus yang jarang terjadi, operasi yang
digunakan untuk menghentikan perdarahan dan kista untuk menghilangkan tumor.

10
- Pada transplantasi, ginjal yang sakit dibiarkan di tempat, kecuali menyebabkan infeksi
atau tekanan darah tinggi. ACKD biasanya dapat berkurang dan menghilang,bahkan
dalam ginjal yang sakit, setelah seseorang menerima transplantasi ginjal.
- Pembedahan Jika terjadi pendaharan

K. Konsep Pencegahan
Berikut adalah beberapa langkah untuk mencegah penyakit kista ginjal (ACKD):
1. Jauhi alkohol dan rokok
Salah satu langkah pencegahan agar tidak memiliki risiko tinggi untuk terkena penyakit
kista ginjal (ACKD) adalah dengan menjauhi rokok dan alkohol.Perlu diketahui bahwa
rokok dan alkohol bisa menyebabkan terjadinya penyakit kista ginjal (ACKD), dalam
beberapa kasus orang yang sering mengonsumsi alkohol dan menghisap rokok akan
memiliki risiko tinggi untuk terkena penyakit kista ginjal (ACKD).Untuk itu agar tidak
memiliki reiiko tinggi untuk menderita penyakit kista ginjal, langkah yang bisa dilakukan
untuk dijadikan sebagai langkah pencegahan adalah dengan menjauhi rokok dan alkohol.
2. Olahraga
Pencegahan lainnya agar tidak memiliki risiko tinggi untuk terkena penyakit kista ginjal
(ACKD) adalah dengan rutin berolahraga.Olahraga adalah aktivitas positif yang memiliki
banyak manfaat yang luar biasa untuk kesehatan manusia dan bisa mencegah dari terkena
penyakit, salah satunya penyakit kista ginjal (ACKD).Rutin melakukan olahraga secara
maka akan terbebas dari penyakit kista ginjal (ACKD), untuk itu bagi yang tidak ingin
memiliki risiko tinggi untuk menderita penyakit kista ginjal, sebaiknya rutin untuk
berolahraga.
3. Mengonsumsi makanan sehat
Memenuhi makanan bergizi adalah langkah pencegahan yang tepat untuk dilakukan agar
tidak memiliki risiko tinggi untuk menderita penyakit kista ginjal.Berikut adalah
beberapa makanan yang bagus untuk dikonsumsi sebagai langkah untuk mencegah
penyakit kista ginjal (ACKD), seperti ikan, bawang putih, teh hijau, ayam kampung,
tomat, brokoli, kol, blueberry, cranberry, dan raspbery.

11
4. Istirahat yang cukup
Langkah pencegahan lainnya yang bisa dilakukan agar tidak memiliki risiko tinggi untuk
terkena penyakit kista ginjal (ACKD) adalah dengan beristirahat yang cukup.Istirahat
yang cukup bertujuan untuk mengembalikan stamina, apabila stamina pulih maka tidak
akan mudah untuk terkena penyakit kista ginjal (ACKD).

12
PENGKAJIAN
1. Aktivitas/istirahat
Gejala seperti kelelahan ekstremitas, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau somnolen). Tandanya seperti kelemahan otot, kehilangan tonus
otot, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala seperti riwayat hipertensi lama, atau berat, palpitasi, nyeri dada (angina).
Tandanya seperti hipertensi (tekanan darah tinggi), nadi kuat, edema jaringan umum dan
pitting pada kaki, telapak,tangan, disritmia jantung. Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik
menunjukan hipovolemia, pucat, kecenderungan perdarahan.
3. Integritas ego
Gejala seperti faktor stress (masalah financial), hubungan dan sebagainya, perasaan tak
berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan. Tandanya seperti menolak, ansietas (cemas),
takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
4. Eliminasi
Gejalanya seperti penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, abdomen kembung, diare,
atau konstipasi. Tandanya seperti perubahan warna urine (kuning pekat, merah, cokelat,
berawan), oliguria dapat menjadi anuria.
5. Makanan/cairan
Gejalanya seperti peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tidak sedap di mulut
(pernapasan amonia), penggunaan diuretic. Tandanya seperti distensi abdomen atau
asites, pembesaran hati, perubahan turgor kulit ataupun kelembaban, edema (umum,
tergantung), ulserasi gusi, perdarahan gusi maupun lidah, penurunan lemak subkutan,
penampilan tak bertenaga.
6. Neurosensori
Gejala seperti sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot ataupun kejang, sindrom kaki
gelisah. Tandanya seperti gangguan status mental (penurunan lapang pandang),
ketidakmampuan berkosentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran,
stupor, koma, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
7. Nyeri

13
Gejalanya seperti nyeri panggul, sakit kepala, kram otot atau nyeri kaki (memburuk saat
malam hari). Tandanya seperti perilaku berhati-hati, distraksi, gelisah.
8. Pernapasan
Gejalanya seperti napas pendek, dispnea nokturnal paroksimal, batuk dengan atau tanpa
sputum kental dan banyak. Tandanya seperti takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi
atau kedalaman (pernapasan kusmaul), batuk produktif dengan sputum merah muda dan
encer (edema paru).
9. Keamanan
Gejala seperti kulit gatal, ada atau berulangnya infeksi. Tandanya pruritus, demam
(sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada pasien yang
mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, dan petechie.
10. Seksualitas
Gejalanya seperti penurunan libido, amenorea, infertilitas.
11. Interaksi social
Gejalanya seperti kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
12. Penyuluhan/pembelajaran
Gejalanya seperti riwayat DM (Diabetes Mellitus) pada keluarga (resiko tinggi untuk
gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignasi, riwayat
terpajan oleh toksin, contoh: obat, racun lingkungan.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik (nyeri di bagian panggul).
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder:
volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O).
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, dan muntah.
5. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi
melalui alkalosis respiratorik.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis

14
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat dan
keletihan.

J. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik (nyeri di bagian panggul).
Tujuan: Tingkat kenyamanan klien meningkat.

Kriteria hasil: Klien melaporkan nyeri berkurang dengan skala 2-3, ekspresi wajah
tenang, klien dapat istirahat dan tidur.

Intervensi:

a. Kaji tingkat nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,


frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
sebelumnya.
d. Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan, dan kebisingan.
e. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
f. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis).
g. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengatasi nyeri.
h. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
i. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
j. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak
berhasil.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan: Penurunan curah jantung tidak terjadi.

Kriteria hasil: Mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan
frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu
pengisian kapiler.

15
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
Rasional: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur.

b. Kaji adanya hipertensi


Rasional: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-
angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal).

c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi, radiasi, beratnya (skala 0-10)
Rasional: GGK (Gagal Ginjal Kronik) dapat menyebabkan nyeri.

d. Kaji tingkat aktivitas dan respon terhadap aktivitas


Rasional: Kelelahan dapat menyertai GGK (Gagal Ginjal Kronik) juga anemia.

3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder:


volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O).
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.

Kriteria hasil: Tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output

Intervensi:

a. Kaji status cairan dengan menimbang BB per hari


Rasional: Keseimbangan masukan (input) dan haluaran (output), turgor kulit dan
tanda-tanda vital.

b. Batasi masukan cairan


Rasional: Pembatasan cairan akan menentukan BB ideal, haluaran urin, dan
respon terhadap terapi.

c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan


Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan.

d. Anjurkan pasien dan ajarkan pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama
pemasukan (input) dan haluaran (output)
Rasional: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output.

16
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, dan muntah.
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.

Kriteria hasil: Menunjukan BB stabil.

Intervensi:

a. Awasi konsumsi makanan maupun acairan


Rasional: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi.

b. Perhatikan adanya mual dan muntah


Rasional: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah
atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi.

c. Beikan makanan sedikit tapi sering


Rasional: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan.

d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan


Rasional: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial.

e. Berikan perawatan mulut sesering mungkin


Rasional: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai
dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan.

5. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi


melalui alkalosis respiratorik.

Tujuan: Pola nafas kembali normal atau stabil.


Intervensi:

a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi crakles


Rasional: Menyatakan adanya pengumpulan sekret.

b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam


Rasional: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2 (oksigen)

c. Atur posisi senyaman mungkin


Rasional: Mencegah terjadinya sesak nafas.

17
d. Batasi untuk beraktivitas
Rasional: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia.

6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis


Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga.

Kriteria hasil:

a. Mempertahankan kulit utuh


b. Menunjukan perilaku atau teknik untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi:

a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan adanya


kemerahan
Rasional: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus maupun infeksi.

b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa


Rasional: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan.

c. Inspeksi area tergantung terhadap edemaa


Rasional: Jaringan edema lebih cenderung rusak ataupun robek.

d. Ubah posisi sesering mungkin


Rasional: Menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi buruk untuk
menurunkan iskemia.

e. Berikan perawatan kulit


Rasional: Mengurangi pengeringan dan robekan kulit

f. Pertahankan linen kering


Rasional: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit.

g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan


tekanan pada area pruritis
Rasional: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera.

18
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
Rasional: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab
pada kulit.

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat dan
keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi.

Intervensi:

a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas


b. Kaji faktor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat

19
Referensi:
Fick, & Brosnahan, G. (2009). Polycystic and Acquired Cystic Kidney Disease. In: Greenberg A,
ed. Primer on Kidney Diseases. 3rd Ed. National Kidney Foundation. San Francisco:
Academic Press; 303308.
Long, B. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan),Jilid 3.
Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.
Ranganathan, D. (2017). Acquired Cystic Kidney Desease. Medscape.
Smeltzer, Suzanne C &Brenda, G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahBrunner
& Suddarth. Edisi 8. Jakarta:EGC.
Venkata S. Katabathina, M. (2010). Adult Renal Cystic Disease A Genetic, Biological and
Developmental Primer. GENITOURINARY IMAGING, 1517.
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta: EGC.

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perancanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.

20

Anda mungkin juga menyukai