Anda di halaman 1dari 14

Nilai :

PAPER PRAKTIKUM
PRAKTIKUM TEKNIK HIDROPONIK DAN FERTIGASI
(1. Pengenalan Hidroponik dan Fertigasi)

Oleh :
Nama : Agus Wahyu Nurmaya
NPM : 240110150036
Hari, Tanggal : Rabu, 3 Oktober 2018
Waktu/Shift : 15.00 – 17.00 WIB/2
Asisten Dosen : 1. Elisa Dian Astriani
2. Sandra Ayu Cantika
3. Aisyah Sidiqoh

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2018
HIDROPONIK
Hidroponik atau istilah asingnya hydroponics, adalah istilah yang
digunakan untuk menjelaskan beberapa cara bercocok tanam tanpa
menggunakan tanah sebagai tempat menanam tanaman. Hidroponik berasal
dari bahasa Latin yang terdiri dari kata hydro yang berarti air dan kata ponos
yang berarti kerja. Jadi definisi hidroponik adalah pengerjaan atau
pengelolaan air yang digunakan sebagai media tumbuh tanaman dan tempat
akar tanaman mengambil unsur hara yang diperlukan. Umumnya media
tanam yang digunakan bersifat poros, seperti pasir, arang sekam, batu
apung, kerikil, rockwool (Lingga, 1999).
Prinsip dasar budidaya tanaman secara hidroponik adalah suatu
upaya merekayasa alam dengan menciptakan dan mengatur suatu kondisi
lingkungan yang ideal bagi perkembangan dan pertumbuhan tanaman
sehingga ketergantungan tanaman terhadap alam dapat dikendalikan.
Rekayasa faktor lingkungan yang paling menonjol pada hidroponik adalah
dalam hal penyediaan nutrisi yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang
tepat dan mudah diserap oleh tanaman. Untuk memenuhi kebutuhan sinar
matahari dan kelembaban udara yang diperlukan tanaman selama masa
pertumbuhannya, perlu dibangun greenhouse yang berfungsi untuk
mengatur suhu dan kelembaban udara yang sesuai dengan kebutuhan
tanaman (Lingga, 1987).
Bertanam secara hidroponik sebenarnya sangat cocok dikembangkan
baik skala rumah tangga maupun skala industri. Menurut Hudoro (2003)
keuntungan hidroponik secara umum yaitu:
1. Tidak memerlukan lahan yang luas, sehingga bertanam dengan cara
hidroponik dapat dilakukan di dalam ruangan sekalipun;
2. Kebutuhan air, unsur hara, maupun sinar matahari dapat diatur menurut
jenis dan kebutuhan tanaman, baik secara manual, maupun mekanik
ataupun elektrik;
3. Pengontrolan hama lebih mudah;
4. Kebutuhan lahan dan tenaga dapat dihemat;
5. Pada lahan yang relatif sama dapat ditanam lebih dari satu tanaman;
6. Kondisi tanaman dan lingkungan lebih bersih;
7. Media tertentu dapat dipakai berulang kali, seperti pecahan batu bata,
perlit dan batu koral split;
8. Tidak diperlukan perlakuan khusus seperti penggemburan tanah karena
media tanamnya bukan tanah.

1. Deep Flow Technique (DFT)


Deep Flow Technique (DFT) merupakan salah satu metode hidroponik yang
menggunakan air sebagai media untuk menyediakan nutrisi bagi tanaman dengan
pemberian nutrisi dalam bentuk genangan. Pada teknik DFT system pipa, aliran
nutrisi dengan kedalaman 2-3 cm mengalir pada pipa PVC berdiameter 10 cm dan
pada pipa tersebut diletakkan tanaman dalam pot plastik, sehingga tanaman akan
menerima nutrisi yang mengalir tersebut. Pot plastik tersebut mengandung material
seperti arang sekam sebagai tumpuan akar dan bagian bawah dari material tersebut
menyentuh larutan nutrisi yang mengalir. Pipa PVC dapat dirangkai dalam satu
bidang atau zig zag tergantung pada jenis tanaman yang dibudidayakan. Sistem
rangkaian pipa zig-zag lebih memanfaatkan tempat secara efisien, namun hanya
dapat dipraktikkan pada tanaman yang mempunyai dengan tinggi tanaman yang
rendah.
Alat
1. Gergaji Besi : Untuk memotong pipa dan membuat baja;
2. Bor : Untuk membuat meja;
3. Hole saw : Untuk melubangi;
4. pH meter : Untuk tes pH air;
5. TDS/EC meter: Untuk mengetahui konsentrasi nutrisi.

Bahan
1. Pipa 1 Inchi; 6. Atap Seng plastic;
2. Pipa 3 Inchi; 7. Selotip;
3. Sambungan T; 8. Lem pipa;
4. Sambungan L; 9. Pompa.
5. DOP 3 inchi;
Gambar 1. Sistem DFT
Kelebihan DFT:
1. Ketersediaan air dan nutrisi yang selalu konstan;
2. Bila terjadi pemadaman listrik, tanaman tidak akan kekurangan air karena
ada cadangan nutrisi yang tergenang dalam pipa;
3. Tidak perlu aliran listrik selama 24 jam sehingga lebih hemat energi.

Kekurangan DFT:
1. Pemakaian nutrisi yang lebih boros
2. Persediaan oksigen bagi akar tanaman relatif lebih sedikit
3. Sering terjadi busuk akar bila kekurangan oksigen
4. Bila listrik mati tandon air biasanya akan mengalami luber sehingga nutrisi
terbuang;
5. Pemasangan yang tidak sempurna memungkinkan kebocoran pada
sambungan PVC.

2. Nutrien Film Technical (NFT)


Menurut Chadirin (2007), Nutrient film technique (NFT) adalah metode
budidaya yang akar tanamannya berada di lapisan air dangkal tersirkulasi yang
mengandung nutrisi sesuai kebutuhan tanaman. Perakaran bisa jadi berkembang di
dalam larutan nutrisi dan sebagian lainnya di atas permukaan larutan. Bagian atas
perakaran berkembang di atas air yang meskipun lembab tetap berada di udara dan
di sekeliling perakaran itu terdapat selapis larutan nutrisi.
Alat
1. Gergaji Besi : Untuk memotong pipa dan membuat baja;
2. Bor : Untuk membuat meja;
3. Hole saw : Untuk melubangi;
4. pH meter : Untuk tes pH air;
5. TDS/EC meter : Untuk mengetahui konsentrasi nutrisi.

Bahan
1. Pompa : Untuk sirkulasi;
2. Gully : Sebagai tempat tumbuh tanaman;
3. Selang Inlet : Menyebar aliran dari pipa distribusi
menuju gully;
4. Pipa PVC : Untuk jaringan distribusi irigasi system;
5. Kerangka meja/ dudukan : Sebagai penopang gully;
6. Reservoir/Tandon : Tempat air nutrisi.

Gambar 2. Sistem NFT

Kelebihan NFT:
1. Dapat memudahkan pengendalian daerah perakaran tanaman;
2. Kebutuhan air dapat terpenuhi dengan baik dan mudah;
3. Keseragaman nutrisi dan tingkat konsentrasi larutan nutrisi yang dibutuhkan
oleh tanaman dapat disesuaikan dengan umur dan jenis tanaman;
4. Tanaman dapat diusahakan beberapa kali dengan periode tanam yang pendek.
Kekurangan NFT:
1. Investasi dan biaya perawatan yang mahal;
2. Sangat tergantung terhadap energi listrik;
3. Penyakit tanaman akan dengan cepat menular ke tanaman lain.

3. Sistem Sumbu (Wick System)


Sistem sumbu (Wick system) juga dikenal dengan istilah capillary wick system
(CWS) yang merupakan suatu sistem pengairan dengan menggunakan prinsip
kapilaritas. Sistem sumbu dalam teknik hidroponik dikenal sebagai sistem pasif
karena tidak ada bagian yang bergerak, kecuali air yang mengalir melalui saluran
kapiler dari sumbu yang digunakan. Sistem sumbu memanfaatkan prinsip
kapilaritas dimana larutan nutrisi diserap langsung oleh tanaman melalui sumbu.
Sistem ini merupakan sistem yang paling sederhana. Beberapa kelebihan dari
sistem ini yaitu tidak memerlukan biaya investasi yang besar, dapat memanfaatkan
barang bekas, dan bahan yang digunakan mudah dicari. Namun sistem ini memiliki
kelemahan yaitu apabila tanaman yang ditanam membutuhkan air dalam jumlah
yang banyak, maka diperlukan daya kapilaritas yang besar untuk mengalirkan air
(larutan nutrisi) ke akar tanaman tersebut. Pada sistem ini tidak terjadi resirkulasi
larutan karena proses kapilarisasi hanya terjadi dari media larutan ke media tanam
saja (Lee et al., 2010).

Alat
1. Solder atau benda lain untuk melubangi botol yang kita manfaatkan untuk
lubang akar tanaman hidroponik nantinya;
2. Gunting untuk memotong botol atau media lain sesuai kebutuhan.

Bahan
1. Botol minuman plastik bekas 1,5 liter- 2 liter, potong menjadi 2 bagian;
2. Sumbu, bisa menggunakan sumbu kompor, kain flannel, atau kain nylon;
3. Media tanaman seperti: sekam bakar, cocopeat (serbuk kelapa), spons,
arang, kerikil, serbuk kayu, rockwool, dan sebagainya);
4. Larutan nutrisi;
5. Benih tanaman.
Gambar 3. Wick System

Kelebihan System Wick:


1. Tidak menggunakan listrik dan pompa air;
2. Cocok untuk daerah yang tidak terjangkau listrik;
3. Asalkan sumbu bersentuhan dengan larutan nutrisi maka tanaman akan
memperoleh air dan nutrisi;
4. Semakin besar kontainer larutan nutrisi maka semakin lama tanaman akan
mendapat nutrisi.

Kekurangan System Wick:


1. Pertumbuhan tanaman lambat;
2. Produktivitas rendah.

4. Dutch Bucket
Hidroponik duth bucket yaitu suatu sistem hidroponik yang menggunakan
tetesan air nutrisi yang menetes secara terus menerus ke dalam bak/ember tanaman
dan sisa air nutrisi di alirkan kembali melalui selang/pipa yang menuju ke
penampungan air nutrisi yang nantinya akan di gunakan kembali. Untuk
mengalirkan cairan nutrisi membutuhkan pompa air dan listrik yang stabil,
kemudian timer di sesuaikan dengan kebutuhan untuk mengatur berjalannya aliran
nutrisi tersebut.
Alat
1. Gergaji;
2. Meteran;
3. Hole saw;
4. Cutter;
5. Penggaris;
6. Pensil.

Bahan
1. Ember bekas ice cream;
2. Nepel Ulir 5 mm;
3. Stick Drip 5 mm;
4. Verlog ring 1 x ¾;
5. Knee 1” ulir dalam;
6. Kain flannel;
7. Selang irigasi 5 mm;
8. Netpot besar.

Gambar 4. Sistem Dutch Bucket


Kelebihan Dutch Bucket:
1. Bisa digunakan untuk menanam tanaman buah.
Kekurangan Dutch Bucket:
1. Karena air disirkulasikan, jika ada tanaman yang terkena penyakit maka
akan menyebar.
5. Drip Irrigation
Drip irigation merupakan salah satu jenis alat hidroponik yang sederhana
karena pada prinsipnya hanya memberikan air dan nutrisi dalam bentuk tetesan
yang menetes secara terus-menerus sepanjang waktu. Tetesan diarahkan tepat pada
daerah perakaran tanaman agar tanaman dapat langsung menyerap air dan nutrisi
yang diberikan. Tanaman mendapatkan nutrisi setiap saat sesuai kebutuhannya
karena tetesan nutrisi dapat diatur sehingga tidak akan menggenangi tanaman. Alat
ini pada prinsipnya sama saja dengan menyiram tanaman namun dilakukan secara
otomatis, terus-menerus dan sesuai dosis.
a. Drip Irrigation Non Sirkulasi
Untuk para petani atau pembudidaya tanaman rumahan, sistem irigasi tetes
non-sirkulasi ini juga sangat sering digunakan untuk bercocok tanam karena
memang mudah dan hasilnya bagus. Sementara petani rumahan berbondong-
bondong menggunakan cara atau sistem hidroponik ini untuk bercocok tanam,
petani atau pembudidaya komersial sangat jarang yang menggunakan sistem irigasi
tetes jenis ini atau jumlahnya sangat sedikit. Mereka melakukan atau menggunakan
ini dengan tepat waktu pada siklus pengairan mereka. Menggunakan penghitung
waktu siklus khusus, mereka para petani atau pembudidaya tanaman bisa
menyesuaikan waktu pengairan atau penyiraman dalam beberapa menit atau bahkan
mungkin beberapa detik jika mereka perlu melakukannya. Mereka menyiram atau
mengairi dengan cukup lama dengan tujuan untuk membasahi media tanam. Jadi,
larutan nutrisi atau air tersebut yang telah mereka teteskan pada tumbuhan akan
diserap dan ditahan di dalam media tanam dengan air tawar yang segar. Tujuannya
adalah untuk mencegah nutrisi ke dalam media tanam dari waktu ke waktu.
Larutan nutrisi atau air yang berada di dalam sistem irigasi tetes jenis non-
recovery atau non-sirkulasi cenderung agak kurang perawatan. Pada umumnya hal
ini adalah karena fakta yang pada dasarnya tak ada apapun dari larutan nutrisi atau
air yang telah digunakan akan di sirkulasi kembali ke dalam wadah. Hal ini berarti
bahwa anda bisa dengan mudah mengisi wadah tersebut dengan menggunakan
larutan nutrisi atau air yang telah diseimbangkan dan pH nya disesuaikan. Selain
itu, hal ini juga tidak akan berubah sehingga anda tidak perlu bersusah payah untuk
menjaga dan terus memantaunya. Selama anda menjaga air yang ada di wadah yang
secara perlahan-lahan bergerak atau beredar sehingga unsur-unsur mineral yang
lebih berat tidak menetap di bagian bawah, ini akan tetap menjadi larutan nutrisi
yang seimbang dan memiliki pH yang telah disesuaikan.
b. Drip Irrigation Sirkulasi
Untuk pembudidaya tanaman atau petani rumahan, sistem irigasi tetes
sirkulasi ini sangat sering sekali dilakukan. Sistem irigasi tetes sirkulasi ini, sama
seperti kedengarannya, mengacu pada penggunaan kembali larutan nutrisi yang
telah dipakai setelah itu membasahi akar-akar tanaman tersebut kembali ke wadah
atau media di mana itu bisa disirkulasi kembali melalui sistem ini. Selain itu, ini
juga digunakan lagi dan lagi berulang-ulang. Sistem sirkulasi ini disebut juga sistem
perbaikan karena sistem ini dapat dengan efektif memperbaiki larutan nutrisi yang
telah digunakan sehingga ini bisa disirkulasikan kembali melalui sistem tersebut
lagi.
Seperti halnya sistem tanam hidroponik yang lainnya yang disirkulasikan
kembali, larutan pada sistem irigasi tetes sirkulasi bisa mengubah baik itu pH nya
maupun juga level kekuatan nutrisi sebagaimana tumbuhan menggunakan atau
memerlukan nutrisi di dalam air ketika itu menyirkulasi lagi dan lagi. Karena hal
inilah sistem irigasi tetes sirkulasi ini mengharuskan anda untuk mengecek dan
menyesuaikan level pH nya yang dibutuhkan secara berkala dan rutin. Selain itu,
anda juga perlu mengubah larutan nutrisi secara rutin dengan tujuan untuk
mengontrol atau menjaga larutan nutrisi agar tetap seimbang untuk kebutuhan
tanaman anda.

Kelebihan hidroponik Drip Sistem :


1. Tanaman mendapat suplai air dan nutrisi secara terus menerus;
2. Lebih menghemat air dan nutrisi karena diberikan sedikit demi sedikit;
3. Biaya yang dibutuhkan relatif murah.

Kekurangan hidroponik Drip Sistem:


1. Oksigen akan susah didapatkan tanaman jika media terlalu padat;
2. Penggunaan bak penampung tidak terlalu menghemat air dan nutrisi karena
lebih banyak hilang terserap tanaman.

Alat yang dibutuhkan untuk hidroponik drip sistem:


1. Dripper;
2. Adjustavle dripper;
3. Selang HDPE;
4. Pompa air.

Gambar 5. Skema Hidroponik Drip sistem


6. Rakit Apung
Rakit apung merupakan salah satu metode hidroponik yang menggunakan air
sebagai media untuk menyediakan nutrisi bagi tanaman dengan pemberian nutrisi
dalam bentuk genangan. Tanaman dibudidayakan di atas saluran yang dialiri larutan
nutrisi setinggi 4-6 cm secara kontinu, dimana akar tanaman selalu terendam di
dalam larutan nutrisi. Larutan nutrisi akan dikumpulkan kembali ke dalam bak
nutrisi, kemudian dipompakan melalui pipa distribusi ke kolam penanaman secara
kontinu (Chadirin,2007).
Rakit apung sebaiknya dilakukan pada kolam berbentuk persegi empat dan
berukuran besar, agar mudah melakukan pengaturan dan tidak ada ruang yang
terbuang. Perawatan pada sistem DFT lebih mudah dibandingkan dengan sistem
hidroponik yang lain, yaitu dengan mengganti styrofoam, menguras kolam dan
mengontrol instalasi irigasi yaitu pada pompa dan pipa-pipa distribusi(Gunarto,
1999).

Gambar 7. Sistem Rakit Apung


Alat
1. Meteran;
2. Paku untuk melubangi beberapa bagian dari gelas air mineral;
3. Cutter yang gunanya untuk memotong bagian stryrofoam;
4. Penggaris;
5. Pensil.
Bahan
1. Sebuah bak plastik yang berukuran 50 x 30 cm, lalu tinggi 20 cm yang
berguna untuk menampung adanya larutan nutrisi;
2. Rockwool sebagai media tanam;
3. Gelas air mineral sebagai net pot sebagai wadah tumbuhnya si kangkung;
4. Sediakan juga styrofoam yang berukuran 50 x 30 cm;
5. Aluminium foil sebagai pelapis styrofoam.

Kelebihan Rakit Apung:


1. Tanaman mendapat pasokan air dan nutrisi terus menerus;
2. Mudah pembuatan dan dapat diperbesar sistemnya untuk menanam tanaman
yang lebih banyak (scaling up);
3. Cukup aman jika aliran listrik mati agak lama.
Kekurangan Rakit Apung:
1. Perlu listrik untuk aerator atau pompa air;
2. Akar mudah busuk jika oksigen dalam air kurang.
SUMBER REFERENSI

Bi Juan Lee et al. 2010. Oil Proce Movements and stock markets ivisited: A case a
sector stock price indaxes in the G-7 countries. Journal of Energy
Economics 34: 1284:1300

Chadirin, Y. 2007. Diktat Kuliah Teknologi Greenhouse dan Hidroponik.


Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.

Kurniawan, A., A. Kurniawan., Muntoro., dan E. Asriani. 2013.


Modelling of Aquaculture Development Based on Aquaponic
In Bangka Belitung, Indonesia. Aquaponics Journal. Issue#62.
1st qtr 2013. Aquaponicsjournal.com

Mansyur, NA. 2014. PENGARUH NAUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN


SAWI (BRASSICA JUNCEA L.) PADA SISTEM HIDROPONIK DFT (DEEP
FLOW TECHNIQUE). Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol.3, No.2.

Siti, Istiqomah. 2008. Menanam Hidroponik. Yogyakarta: Aska Press

Triana et al. 2017. Hidroponik Untuk Pemula. Manado: APPTI

Anda mungkin juga menyukai