KASUS INDIVIDU
Lahan Praktik :
Praktik Minggu ke :1
I. Latar Belakang
1. Definisi Kasus
2. Etiologi
Penyebab kesulitan makan dapat berhubungan dengan gangguan faringoesofageal
atau gangguan sistem gastrointestinal, namun dapat juga adanya masalah kognitif
dan psikiatrik, defisit neurologik, dan gangguan mulut (Arenson, et al, 2009).
Kerusakan gigi dan mulut sering terjadi pada lansia yang dapat menyebabkan
kesulitan menelan dan menyiapkan makanan untuk dihaluskan.
3. Patofisiologi
Faktor usia memengaruhi perubahan sistem muskuloskeletal dan sistem saraf.
Perubahan atrofi otot dan tulang pada dagu dan mulut menyebabkan kesulitan
lansia dalam pengunyahan makanan (Mauk, 2006). Selain perubahan otot, lansia
juga memiliki perubahan fungsi sistem saraf. Sistem saraf pada sistem pencernaan
atas berfungsi dalam mengkoordinasikan gerakan otot dan produksi saliva.
Pengeluaran saliva yang dikontrol oleh sistem saraf autonom dengan adanya
sentuhan makanan di mulut, pergerakan dagu, dan masuknya makanan. Sebanyak
40% lansia mengeluhkan kekeringan di daerah mulut (Mauk, 2006). Kondisi
neurologik yang menjadi faktor kesulitan menelan terdiri dari tidak adanya gigi,
penurunan produksi saliva, gigi yang tidak stabil, penurunan kesadaran, dan
penggunaan obat-obatan (anastesi, sedatif, psikotropik, antihistamin) (Miller,
2011). Tanda dan gejala kesulitan menelan pada lansia terdapat batuk saat makan,
suara kering saat mengunyah, suara gurgling di kerongkongan, adanya infeksi di
jalan nafas atas, suara paru kering, atau tersisanya makanan di mulut (Miller,
2011).
4. Pemeriksaan fisik
- Pengkajian perubahan bahasa untuk mengidentifikasi lansia dengan risiko
disfagia.
- Pengkajian anamnesa terhadap kesulitan menelan atau mengunyah,
menghindar dari makanan, sensasi terhentinya makanan di kerongkongan,
tidak bisa mengeluarkan sekresi, dan perubahan suara.
- Menurut Miller (2011), pengkajian keperawatan terhadap menelan: 1.
Pengkajian tingkat kesadaran, postur, refleks batuk, kualitas suara, dan kontrol
saliva; 2. Memberi minum satu sendok kepada pasien; 3. Jika pasien dapat
menelan satu sendok, pasien dapat diberikan satu gelas kecil air.
5. Pemeriksaan penunjang
- Barium videofluoroscopy untuk menganalisis gangguan fungsi dari
mekanisme menelan. Barium akan mengidentifikasi tingkat dari obstruksi,
seperti adanya tumor atau kanker (Arenson, et al, 2009).
- Endoscopy bagian atas memberikan penampakan visualisasi dari mukosa
(Arenson, et al, 2009).
- Manometri esofagus memberikan gold standard untuk mendiagnosis
gangguan motilitas esofagus (Arenson, et al, 2009).
6. Penatalaksanaan Medis-Non Medis terbaru
- Penatalaksanaannya bergantung pada penyebab kesulitan menelan (Arenson,
et al, 2009).
- Pemberian vitamin dan nutrisi yang adekuat untuk menangani kekurangan
nutrisi akibat gangguan menelan.
Rujukan
Arenson, C., Whitehead, J. B., Brumel-Smith, K., O’Brien, J. G., Palmer, M. H., & Reichel, W.
(2009). Reichel’s care of the elderly: Clinical aspects of aging. New York: Cambridge
University Press.
Mauk, K. L. (2006). Gerontological nursing : competencies for care. London: Jones and Bartlett
Publishers
Miller, C. A. (2011). Nursing for Wellnes in Older Adults 6nd . Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.