Anda di halaman 1dari 12

PENGUJIAN SIFAT MEKANIK BAMBU

(METODE PENGAWETAN DENGAN BORAKS)

Sri Handayani
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang (UNNES)
Gedung E4, Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229

Abstract: Bamboo is an alternate material for wood In the structure of building, because bamboo
has more easy found and cheap, if it followed with the processing technology of bamboo as an
effort to improve preservation and strong. Preservation method with boraks is the other way
characteristic of bamboo developing to improve quality of bamboo. The research purpose is to know
comparative result mechanics strength of bamboo (compressions, tensile, and flexure strengths),
due to its preservation method with the boraks. Two species of bamboo are used in this research,
they are Ori and Wulung. Analysis result shown there are different mechanics strength of bamboo
between preserve and not preserve. Mechanics strength of bamboo preservation have more
strength. Therefore, usage bamboo in building materials, first rate of the construction, will need
maximally processing with preservation of boraks.

Keywords: boraks, mechanics strength, preservation of bamboo

Abstrak: Bambu sebagai bahan alternatif pengganti kayu dalam bahan bangunan gedung perlu
dipertimbangkan, karena bambu mempunyai kelebihan mudah didapatkan dan murah, apabila
disertai dengan teknologi pengolahan bambu akan mampu meningkatkan keawetan dan kekuatan
bambu. Metode pengawetan dengan menggunakan boraks merupakan salah satu upaya perbaikan
sifat-sifat bambu yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas bambu. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan kekuatan mekanik bambu (tekan, tarik dan lentur) akibat adanya metode
pengawetan dengan menggunakan boraks. Jenis bambu yang digunakan adalah bambu Ori dan
Wulung, yang sering dipakai untuk keperluan bahan bangunan. Hasil analisis menunjukkan bahwa
ada perbedaan kekuatan mekanik bambu dengan dan tanpa pengawet. Kekuatan mekanik bambu
yang diawetkan dengan boraks mempunyai kekuatan lebih tinggi. Oleh karena itu, pengggunaan
bambu untuk bahan bangunan terutama dalam penggunaan sebagai konstruksi perlu adanya
penanganan bambu secara maksimal dengan pengawet boraks.

Kata Kunci: boraks, kuat mekanik, pengawetan bambu

PENDAHULUAN selain kayu dalam penggunaan material struktur


Bambu merupakan salah satu dari bangunan.
beberapa material/bahan konstruksi yang sudah Bambu memiliki berat struktur cukup
cukup lama dikenal di masyarakat. Penggunaan ringan dengan kekuatan lentur cukup tinggi,
bambu sebagai salah satu unsur bahan sehingga mempunyai ketahanan cukup tinggi
bangunan selama ini masih bersifat sekunder, terhadap gempa.
yaitu untuk kepentingan pembuatan perancah/ Budidaya bambu juga cukup mudah,
bekisting, reng atap dan terbatas pada selain faktor kekuatan yang cukup, menjadikan
keperluan furniture. Hal ini memang disebabkan bambu memiliki potensi semakin besar untuk
oleh masih minimnya pengetahuan masyarakat dijadikan sebagai bahan bangunan. Oleh karena
tentang sifat-sifat mekanik bambu. Sementara, itu, perlu adanya pengetahuan yang cukup baik
ketersediaan bambu cukup banyak, mudah mengenai bambu terhadap kekuatan mekanik
didapat, selain harganya relatif murah, sehingga dan fisiknya, karena selain keunggulan tersebut,
sangat dimungkinkan untuk menjadi alternatif bambu memiliki kekurangan, yaitu mudah sekali

Pengujian Sifat Mekanik Bambu (Metode Pengawetan dengan Boraks) – Sri Handayani 43
rusak dan diserang kumbang bubuk. Hal ini paling besar dibandingkan dengan bagian-
karena potensi secara alami adanya kandungan bagian yang lain. Kekuatan tarik maksimum
amylum yang sangat disenangi oleh kumbang yang besar diiringi oleh prosentase serabut
bubuk tersebut. sklerenkim yang besar pula.
Perkembangan teknologi pengolahan c. Ada tidaknya nodia, Di dalam inter-nodia
bahan bangunan pada saat ini menuntut adanya sel-selnya berorientasi kearah sumbu aksial
pengetahuan yang dapat atau mampu sedang di dalam nodia sel-selnya mengarah
mengurangi kelemahan dari sifat-sifat bahan pada sumbu transversal. Oleh karena itu,
bangunan tersebut. Sebagai bahan bangunan, batang-batang yang bernodia mempunyai
bambu harus diupayakan penanganannya, agar kekuatan yang lebih rendah daripada
penggunaan bambu menjadi optimal. Metode batang-batang yang tidak bernodia.
pengawetan diupayakan sebagai salah satu Janssen (1980) menyatakan bahwa
upaya untuk dapat meningkatkan keawetan keuntungan pemakaian bambu adalah:
bambu dengan cara menghilangkan zat amylum a. Bambu tumbuh sangat cepat dan dapat
yang dikandung oleh bambu. Secara tradisional dibudidayakan penduduk.
metode pengawetan telah dilakukan oleh b. Bambu maempunyai sifat mekanik baik.
masyarakat kita yaitu dengan cara merendam c. Pengerjaannya membutuhkan alat-alat
dalam air, tetapi cara ini membutuhkan waktu sederhana.
cukup lama, kurang lebih satu bulan. Prinsip d. Kulit terluar banyak mengandung silica,
yang digunakan untuk pengawetan bambu yang dapat melindungi bambu.
adalah memasukkan zat racun yang dapat Sedangkan kerugiannya adalah:
mematikan serangga dan jamur. Oleh karena itu a. Bambu membutuhkan upaya pengawetan
metode pengawetan yang dilakukan adalah untuk memperoleh jangka pemakaian yang
dengan menggunakan bahan-bahan pengawet cukup lama.
yang lazim digunakan, sehingga akan menjadi b. Bentuk batang bambu tidak persis silinder
lebih efektif. tetapi agak kerucut.
c. Bambu mudah terbakar (combustible
LANDASAN TEORI material).
Bambu merupakan jenis tanaman yang Liese (1980) juga menyatakan bahwa
termasuk Bamboidae yaitu salah satu anggota bambu umumnya mempunyai keawetan alami
sub familia rumput, sehingga pertumbuhannya rendah, walaupun ada perbedaan dalam
sangat cepat. Menurut Janssen (1980) faktor- jenisnya. Bambu mudah sekali diserang oleh
faktor yang berpengaruh terhadap kekuatan organisme perusak seperti bubuk kayu kering,
bambu adalah: rayap kayu kering dan rayap subteran.
a. Kandungan air, kekuatan tarik bambu akan Selanjutnya juga dinyatakan bahwa secara
menurun dengan meningkatnya kandungan anatomi dan kimiawi bambu dan kayu memiliki
air. kesamaan, oleh karena itu faktor-faktor yang
b. Bagian arah melintang bahan, kekuatan berpengaruh pada kayu juga akan berpengaruh
tarik maksimum bagian luar batang bambu

44 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume 9 – Januari 2007, hal: 43 - 53
pada sifat-sifat bambu. Sifat-sifat tersebut horizontal. Batang bambu bagian luar
antara lain kandungan air dan berat jenis. mempunyai berat jenis lebih tinggi daripada
bagian dalam. Sedangkan dalam arah
Kadar air bambu memanjang, berat jenis meningkat dari pangkal
Bambu termasuk zat higroskopis, ke ujung. Berat jenis mempunyai hubungan
artinya bambu mempunyai afinitas terhadap air, terbalik dengan kadar air. Semakin tinggi berat
baik dalam bentuk uap maupun cairan. Kayu jenis bambu, semakin kecil kadar airnya. Berikut
atau bambu mempunyai kemampuan meng- cara perhitungan besarnya berat jenis bambu
absorpsi atau desorpsi yang tergantung dari (Rochadi, 1996):
suhu dan kelembaban. Menurut Liese (dalam
Pathurahman, 1998), kandungan air dalam W2
Berat jenis = …….….( 2 )
 W air 
batang bambu bervariasi baik arah memanjang 1 +  x V
 100 
maupun arah melintang. Hal itu tergantung dari
dengan:
umur, waktu penebangan dan jenis bambu.
W 2 = berat spesimen bambu akhir (gram)
Pada umur satu tahun batang bambu W air = kadar air (%)
mempunyai kandungan air yang relatif tinggi, V = volume (cm3)
yaitu kurang lebih 120 hingga 130 %, baik pada
pangkal maupun ujungnya. Pada bagian ruas,
Kuat tarik
kandungan air lebih rendah daripada bagian
Kuat tarik atau keteguhan tarik bambu
nodia. Kadar air dinyatakan sebagai kandungan
yaitu suatu ukuran kekuatan bambu dalam hal
air yang berada dalam bambu. Perhitungan
kemampuannya untuk menahan gaya-gaya,
besarnya kadar air menurut Rochadi (1996)
yang cenderung menyebabkan bambu itu
adalah sebagai berikut:
terlepas satu sama lain (Pathurahman, 1998).

W1 − W 2
W air = x 100 % ……….…..( 1 ) P . maks
W2 σ maks = ………………..… ( 3 )
A
dengan:
dengan:
W air = Kadar air (%)
W 1 = Berat spesimen bambu awal (gram) σ maks = kekuatan/tegangan tarik pada
W 2 = Berat spesimen bambu akhir (gram) batas maksimum (kg/cm2 )
A = luas penampang melintang pada
bagian paling kecil di tengah-
tengah batang benda uji (cm2)
Berat jenis bambu P maks = beban tarik maksimum (kg)
Berat jenis dan kerapatan kayu atau
bambu merupakan faktor-faktor yang akan Kekuatan tarik sejajar serat bambu hasil
menentukan sifat-sifat fisikanya dan mekanika. penelitian yang dilakukan oleh Morisco (1999)
Menurut Liese (dalam Samsudin, 1997) berat menunjukkan nilai yang cukup tinggi yaitu
jenis bambu berkisar antara 0,5 sampai 0,9 gr berkisar antara 2000 – 3000 kg/cm2. Sementara
tiap centimeter kubik. Variasi berat jenis bambu itu kuat batas dan tegangan ijin bambu
terjadi baik pada arah vertikal maupun sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 1.

Pengujian Sifat Mekanik Bambu (Metode Pengawetan dengan Boraks) – Sri Handayani 45
Tabel 1. Kuat Batas dan Tegangan Ijin Bambu Kuat lentur
(Morisco 1999:18)
Kuat lentur bambu adalah kemampuan bahan
Macam Kuat Batas Tegangan Ijin
Tegangan (kg/cm2) (kg/cm2) untuk menahan beban yang bekerja tegak lurus
Tarik 981 – 3920 294,2 sumbu memanjang serat di tengah–tengah
Lentur 686 – 2940 98,07
bahan yang ditumpu pada kedua ujungnya
Tekan 245 – 981 78,45
E tarik 98070-294200 196,1 x 103 (Pathurahman, 1998).
.
Janssen (1980) menyatakan bahwa 3.P.l
σ ltr maks = ………….…… ( 5 )
kekuatan tarik bambu akan menurun dengan 2.b.h 2
meningkatnya kadar air, kekuatan tarik
maksimum bagian luar bambu paling besar dengan:
2
dibandingkan dengan bagian-bagian yang lain. σ ltr maks = kuat lentur maks (kg/cm )
Di dalam internodia sel-selnya berorientasi P = beban maksimum (kg)
L = bentang bebas (cm)
kearah sumbu aksial, sedang pada nodia sel- B = lebar benda uji (cm)
selnya mengarah pada sumbu transversal. Oleh H = tebal benda uji (cm)

karena itu bagian batang yang bernodia


mempunya kekuatan tarik maksimum yang lebih
Keawetan Bambu dan Pengawetan Bambu
rendah daripada bagian batang yang tidak
Keawetan bambu adalah daya tahan
bernodia.
bambu terhadap berbagai faktor perusak
bambu, misalnya ketahanan bambu terhadap
Kuat tekan
serangan rayap, bubuk kayu kering, dan jamur
Kekuatan tekan merupakan kekuatan
perusak bambu (Tim ELSPPAT, 2000).
bambu untuk menahan gaya dari luar yang
Penyebab kerusakan bambu bersifat
datang pada arah sejajar serat yang cenderung
biologis dan non biologis. Penyebab kerusakan
memperpendek atau menekan bagian-bagian
bambu non biologis yang terpenting adalah
bambu secara bersama-sama (Pathurahman,
kadar air. Kadar air yang tinggi menyebabkan
1998) .
kekuatan bambu menurun dan mudah lapuk.
Penyebab kerusakan bambu biologis adalah
P . maks
σ maks = ………………..… ( 4 ) adalah rayap, kumbang bubuk, dan jamur,
A
beberapa di antaranya adalah jamur
dengan:
Schizophlyllum cummune, Auricalria sp;
σ maks = kekuatan/tegangan tekan pada
2 Pleurotus sp; Strureum sp; dan Poria incrssata
batas maksimum (kg/cm )
A = luas penampang bagian yang sp. Kumbang bubuk hidup dalam jaringan serat
tertekan pada benda uji (cm2)
bambu dan kumbang jenis ini mengambil sari
P maks = beban tekan maksimum (kg)
makanan yaitu pati. Oleh karena itu prinsip
pengawetan bambu adalah mengeluarkan zat
pati yang menjadikan kumbang bubuk hidup dan
berkembang.

46 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume 9 – Januari 2007, hal: 43 - 53
Pengawetan bambu dilakukan dengan Boraks
tujuan menaikkan umur pakai dan meningkatkan Boraks adalah senyawa dengan nama
nilai ekonomisnya. Padlinurjaji (1980) Natrium Tetraborat (Na2B4O7) yang
menyatakan bahwa tujuan pengawetan bambu mengandung tidak kurang dari 99 % dan tidak
adalah untuk mempertahankan mutu sebagai lebih 105,0 % Na2B4O7.10H2O dengan sifat:
bahan baku serta untuk mempertinggi mutu hablur transparan, tidak berbau, warna putih
hasil produksi yaitu meningkatkan daya tahan sangat sedikit larut dalam air dingin tetapi lebih
bambu terhadap kemungkinan kerusakan larut dalam air panas. Besar daya pengawet
biologis. Berikut ini adalah beberapa cara mungkin disebabkan senyawa aktif asam borat.
pengawetan bambu: Senyawa borat ini dikenal sebagai bahan yang
1. Non kimia, meliputi perendaman yaitu mampu membunuh bakteri pembusuk,
memasukkan bambu kedalam air dengan walaupun belum ada penelitian yang khusus
tujuan untuk mencegah serangan kumbang mengemukakan hal tersebut (Yuliana, 2002).
bubuk pada bambu, pemanasan yaitu Sebagai alternatif pengganti kayu, bambu
perebusan bambu pada suhu 100° C mempunyai banyak keunggulan, tetapi perlu
selama 1 jam cukup efektif untuk dijadikan perhatian bahwa bambu juga
mengurangi serangan kumbang bubuk, mempunyai beberapa kendala di antaranya
pressure-treatment atau lebih dikenal adalah bambu mudah terkena serangan
dengan cara penekanan pada bambu kering kumbang bubuk sehingga menyebabkan bambu
yaitu bambu kering diberi lubang lubang menjadi tidak awet.
dalam ruas-ruasnya, untuk menghindarkan Kerusakan bambu dapat juga
pecahnya bambu tersebut oleh tekanan diakibatkan oleh jamur maupun serangga, yang
yang dipompakan kedalam tangki menjadikan bambu sebagai sumber makanan
pengawetan. dan tempat berkembangbiak. Karena itu, upaya
2. Pengawetan kimia, meliputi metode menjadikan bambu tahan terhadap serangga
pengawetan minyak solar yaitu metode atau jamur dengan memberikan bahan
pengawetan bambu dengan cara bambu pengawet berupa racun yang dapat mematikan
segar yang baru ditebang didirikan terbalik serangga dan jamur secara permanen, mudah
ujung bambu sebelah atas dipasang tabung meresap, tidak membahayakan manusia dan
diisi minyak solar yang secara gravitasi hewan, tidak merusak bambu, tersedia dalam
akan mendesak keluar cairan yang jumlah banyak serta murah. Boraks digunakan
terkandung dalam bambu, metode untuk mengawetkan bambu sebagai pengganti
pengawetan dengan mengunakan boraks zat pati yang ada dalam rongga sel bambu
yaitu seperti pada cara penggunaan minyak dengan metode pemanfaatan gravitasi.
solar hanya saja bahan pengawetnya Teori yang mengemukakan bahwa
diganti dengan boraks. seperti yang telah penurunan kandungan pati juga akan
dilakukan Yayasan Bambu Lingkungan mengakibatkan penurunan sifat mekanik
Lestari (YBLL) Universitas Mataram. bambu, maka penambahan konsentrasi larutan
boraks terhadap bambu dimungkinkan

Pengujian Sifat Mekanik Bambu (Metode Pengawetan dengan Boraks) – Sri Handayani 47
berpengaruh terhadap sifat mekanik bambu. 6. Tatah/baja tulangan beton, untuk melubangi
Berdasarkan hasil ulasan tersebut maka atau membuat pahatan-pahatan pada ujung
Hipotesis yang dinyatakan adalah bahwa ada bambu.
perbedaan kekuatan mekanik bambu yang 7. Universal Testing Machine (UTM).
diberi bahan pengawet dibandingkan dengan 8. Oven dan Desicator.
bambu yang tidak diberi bahan pengawet.

METODOLOGI PENELITIAN. Benda Uji


Penelitian ini merupakan penelitian Bentuk uji spesimen dalam penelitian ini
eksperimen untuk mencoba menguji kekuatan mengacu pada penelitian Phaturahman yang
mekanik bambu, meliputi kuat tekan, tarik dan mengacu pada standar Inggris, yang banyak
lentur dengan memberikan perlakuan terlebih dipakai dalam berbagai jenis pengujian kayu
dahulu yaitu pengawetan dengan menggunakan dengan modifikasi sesuai ukuran bahan yaitu
boraks. Penelitian dilakukan di Laboratorium British Standart No. 3731957.
Bahan Teknik Sipil UNNES dan Laboratorium
Mekanika Bahan UGM. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah:
Bahan Penelitian 1. Kuat mekanik bambu
Bambu yang digunakan dalam Kuat Tarik, Kuat Tekan dan Kuat Lentur
penelitian ini adalah bambu Ori dan bambu pada bambu dengan pengawet dan tanpa
Wulung yang sering digunakan sebagai bahan pengawet.
bangunan. 2. Posisi bambu
Bahan pengawet yang digunakan yaitu Dengan nodia dan tanpa nodia (bagian
Boraks dengan konsentrasi 10%. pangkal, tengah dan ujung).
Pengujian pada setiap bagian dilakukan
Alat Penelitian masing-masing sebanyak tiga kali pengulangan.
Alat-alat penelitian yang dipakai dalam
penelitian ini adalah: Cara Penelitian
1. Gergaji, untuk memotong bambu. Penelitian ini dilakukan dengan cara:
2. Timbangan, untuk mengukur berat batang 1. Proses persiapan meliputi pemotongan
bambu. bambu sesuai dengan ukuran-ukuran benda
3. Meteran, untuk mengukur panjang batang uji, kemudian mempersiapkan bahan
bambu. pengawet boraks dihitung sesuai dengan
4. Sarung tangan karet, untuk menjaga agar besarnya kebutuhan.
tangan terlindung dari zat kimia bahan 2. Proses pemasukan bahan pengawet yaitu
pengawet. memasukkan bahan pengawet kedalam
5. Ember, untuk mengaduk bahan pengawet. bambu dengan cara bambu didirikan terbalik
dan diisi penuh dengan larutan boraks yang
sudah diberi pewarna merah. Larutan

48 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume 9 – Januari 2007, hal: 43 - 53
pengawet akan meresap masuk ke dalam yang telah mengering dan mengkristal,
serat-serat bambu ke bawah melewati sehingga penambahan bahan pengawet boraks
buku-buku bambu sehingga akan berpengaruh terhadap kadar air bambu.
mendorong sap bambu keluar. Demikian
seterusnya sampai sap bambu akan Tabel 2. Kadar Air Bambu tanpa Pengawet
Kadar Air Kadar Air
terdorong keluar semuanya ditandai dengan Bambu Ori Bambu Wulung
Posisi (%) (%)
keluarnya larutan boraks yang berwarna
N TN N TN
merah. Hal ini menunjukkan bahwa larutan Pangkal 36,357 36,314 63,267 53,744
bahan pengawet telah masuk dan meresap Tengah 33,629 33,745 50,805 43,376
ke dalam bambu menggantikan sap bambu. Ujung 32,422 28,240 42,539 43,903

Proses ini dilakukan pada semua benda uji.


3. Proses pengeringan dilakukan dengan cara Tabel 3. Kadar Air bambu dengan Pengawet
Boraks
menyimpan bambu yang telah diawetkan
Kadar Air Kadar Air
terlindung dari sinar matahari secara Posisi Bambu Ori Bambu Wulung
(%) (%)
langsung. N TN N TN
Pangkal 26,32 23,47 39,78 39,98

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tengah 24,00 21,65 25,81 25,81


Ujung 23,67 20,05 23,26 23,26
Pengujian bahan dan pengawetan
bambu meliputi: pemeriksaan kadar air bambu,
Berat jenis
berat jenis, kuat tarik, kuat tekan dan kuat
Pengujian berat jenis pada bambu yang
lentur.
diawetkan dan tanpa pengawet mengalami
kenaikan dari pangkal ke ujung (Tabel 4 dan 5).
Kadar air
Pada bambu bernodia mempunyai berat jenis
Hasil penelitian kadar air dapat dilihat
lebih tinggi dibandingkan berat jenis bambu
pada Tabel 2 dan Tabel 3 serta Gambar 1 dan
tanpa nodia. Peningkatan berat jenis bambu
2. Kadar air bambu mengalami penurunan dari
yang diberi penambahan bahan pengawet
pangkal ke ujung bambu. Bambu yang bernodia
boraks dikarenakan berat jenis merupakan
cenderung mempunyai kadar air lebih tinggi bila
petunjuk tentang banyaknya rongga dalam
dibandingkan dengan bambu tanpa nodia.
bambu dan menentukan banyak air yang
Pengujian kadar air bambu tanpa pengawet
mengandung zat pati yang diabsorbsi
bernodia mengalami penurunan dari pangkal ke
menentukan dimensi bambu, sehingga
ujung bambu, sedangkan untuk bambu yang
penambahan boraks berpengaruh terhadap
bernodia mempunyai kadar air lebih tinggi
berat jenis bambu. Hubungan antara berat jenis
daripada bambu tanpa nodia.
bambu cenderung berbanding terbalik dengan
Penurunan kadar air tersebut dikarena-
kadar air bambu yang dapat dilihat pada
kan kemampuan untuk mengasorbsi tergantung
Gambar 1 dan 2.
pada luas permukaan rongga sel dan keadaan
air dalam bambu yang berupa air bebas
(menempati rongga sel) diganti oleh boraks

Pengujian Sifat Mekanik Bambu (Metode Pengawetan dengan Boraks) – Sri Handayani 49
Tabel 4. Berat Jenis Bambu dengan karena bambu mempunyai sifat heterogenitas
Pengawet Boraks
yang cukup tinggi seperti pada kayu.
Berat Jenis Berat Jenis
Bambu Ori Bambu Wulung
Posisi
(gr/cm3) (gr/cm3)
Hasil Pengujian Kuat Tarik
N TN N TN
Pangkal 0,71 0,63 0,47 0,47 Hasil Pengujian kuat tarik pada bambu
Tengah 0,72 0,65 0,59 0,48 yang diawetkan dapat dilihat pada Tabel 6,
Ujung 0,73 0,69 0,70 0,55
sementara hasil pengujian tarik tanpa pengawet

Tabel 5. Berat Jenis Bambu tanpa Pengawet Boraks dapat dilihat pada Tabel 7.

Berat Jenis Berat Jenis


Bambu Ori Bambu Wulung Tabel 6. Kuat Tarik Bambu dengan Pengawet
Posisi 3 3
(gr/cm ) (gr/cm )
Kuat Tarik Kuat Tarik
N TN N TN Bambu Ori Bambu Wulung
Posisi
Pangkal 0,67 0,59 0,44 0,23 (kg/cm2) (kg/cm2)

Tengah 0,69 0,60 0,56 0,33 N TN N TN


Ujung 0,72 0,67 0,64 0,38 Pangkal 3060,67 3173,64 4473,74 4349,90
Tengah 3088,38 3217,35 4133,61 4463,55
Ujung 3233,61 3256,17 3191,69 671
30

25 y = 31.184e-0.554x Tabel 7. Kuat Tarik Bambu tanpa Pengawet


K ad a r A ir ( % )

20 R2 = 0.6064

15 Kuat Tarik Kuat Tarik


Bambu Ori Bambu Wulung
10 Posisi
(kg/cm2) (kg/cm2)
5
N TN N TN
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Pangkal 2553,95 2851,33 1255,14 1868,65
Berat Jenis Tengah 2613,79 2886,92 1477,66 2418,88
Ujung 2796,43 2940,80 1528,19 2446,66
Gambar 1. Hubungan Berat Jenis Bambu Ori dengan
Kadar Air Bambu dengan Pengawet
Hasil Pengujian Kuat Tekan
70 Hasil pengujian kuat tekan dapat dilihat
60 y = 140.01e-2.2853x
50 R2 = 0.6577 pada Tabel 8 dan 9.
K a d ar A ir ( % )

40
30
Tabel 8. Kuat Tekan Bambu dengan Pengawet
20
10 Kuat Tekan Kuat Tekan
0 Bambu Ori Bambu Wulung
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Posisi (kg/cm2) (kg/cm2)
Berat Jenis
N TN N TN
Pangkal 459,11 457,06 587,78 483,21
Gambar 2. Hubungan Berat Jenis Bambu Ori dengan
Kadar Air Bambu tanpa Pengawet Tengah 475,83 463,04 582,01 608,72
Ujung 486,10 477,03 671,68 616,65
Pengujian kuat mekanik bambu dalam
penelitian ini meliputi kuat tekan, kuat tarik dan Tabel 9. Kuat Tekan Bambu tanpa Pengawet
kuat lentur, dengan pengujian pada bagian Kuat Tekan Kuat Tekan
Bambu Ori Bambu Wulung
Posisi
pangkal, tengah dan ujung serta dibedakan (kg/cm2) (kg/cm2)
N TN N TN
antara nodia dan tanpa nodia. Hal itu ditujukan
Pangkal 403,51 402,36 556,67 474,29
untuk mendapatkan data tentang kekuatan Tengah 414,06 408,43 421,70 497,79
mekanik secara menyeluruh pada bambu, Ujung 428,98 417,36 469,12 519,98

50 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume 9 – Januari 2007, hal: 43 - 53
Hasil Pengujian Kuat Lentur Kekuatan mekanik bambu (tarik, tekan
Hasil pengujian kuat lentur sebagai- dan lentur) dengan pengawet cenderung
mana ditunjukkan pada Tabel 10 dan 11. mengalami kenaikan kekuatan dibandingkan
bambu tanpa pengawet. Hal ini dikarenakan
Tabel 9. Kuat Lentur Bambu dengan Pengawet pada proses pengawetan telah terjadi
Kuat Lentur Kuat Lentur penggantian zal pati yang ada dalam bambu
Bambu Ori Bambu Wulung
Posisi
(kg/cm2) (kg/cm2) digantikan dengan boraks, yang terdiri dari
N TN N TN
Pangkal 1532,05 1542,72 1503,10 1360,99
beberapa unsur kimia yaitu Natrium tetraborat
Tengah 1555,15 1572,25 1544,56 1415,72 (Na2B4O7). Seperti diketahui bahwa kekuatan
Ujung 1587,53 1712,26 1689,61 1607,70 bambu mudah sekali berkurang keawetannya
karena adanya kandungan zat pati, sehingga
Tabel 10. Kuat Tekan Bambu tanpa Pengawet mudah sekali diserang oleh kumbang bubuk.
Kuat Lentur Kuat Lentur
Bambu Ori Bambu Wulung Hasil analisis ini signifikan sebagaimana
Posisi
(kg/cm2) (kg/cm2)
ditunjukkan pada hasil uji perbedaan kuat
N TN N TN
Pangkal 2422,58 2633,43 1903,50 1648,96 mekanik dari bambu Ori dengan pengawet dan
Tengah 2397,52 2877,69 2383,50 2671,68 tanpa pengawet. Hasil uji analisis diperoleh hasil
Ujung 2521,98 2942,41 2396,72 2639,05 t hit = 2,74, kemudian t hit pada uji tekan
sebesar 3,14 dan t hit pada pengujian lentur
Hasil pemeriksaan sifat mekanik bambu sebesar 7,99. Hasil uji t untuk ketiga pengujian
yaitu kuat tarik, kuat tekan dan kuat lentur pada mekanik tersebut berada di luar daerah
bambu ori dan bambu wulung pada kondisi penerimaan ho untuk α = 5% yaitu t tabel
penambahan bahan pengawet boraks 10 % terletak di antara -2,1098 dan 2,1098. Hasil
pada tiga sampel bambu yang dirata-ratakan analisis uji tersebut menunjukkan adanya
mengalami kenaikan dari pangkal keujung, baik perbedaan yang signifikan rata-rata kuat
pada bambu yang bernodia maupun bambu mekanik (tarik, tekan dan lentur) pada bambu
tanpa nodia. Demikian pula dari hasil pengujian Ori yang diawetkan dan tanpa pengawet.
mekanik pada bambu yang tidak diawetkan Peningkatan kekuatan mekanik bambu
mengalami kenaikan dari posisi pangkal menuju dari posisi pangkal keujung ini cenderung
ke posisi ujung baik pada bambu dengan nodia dipengaruhi oleh banyaknya kadar air. Hal ini
maupun tanpa nodia. juga ditunjukkan pada pengujian kadar air,
Bambu tanpa nodia mempunyai dimana pada bagian ujung, kadar airnya
kekuatan lebih tinggi daripada bambu tanpa cenderung lebih tinggi. Pada posisi ujung,
nodia, karena arah serat bambu tanpa nodia bambu mengandung sedikit kadar air sehingga
cenderung lebih lama terpisah dan tidak cepat kekuatannya cenderung lebih besar. Semakin
patah akibat gaya yang menarik bagian-bagian rendah kadar air bambu maka cenderung
bambu dibandingkan bambu bernodia. semakin tinggi kekuatan tarik bambu.
Sementara pada bambu yang bernodia, arah Meskipun hasil analisis juga
serat bambu berbelok pada nodia sehingga menunjukkan adanya peningkatan yang kurang
mengakibatkan kekuatannya menjadi berkurang. konsisten dari pangkal ke ujung. Oleh karena itu

Pengujian Sifat Mekanik Bambu (Metode Pengawetan dengan Boraks) – Sri Handayani 51
perlu analisis lebih lanjut pada faktor-faktor yang kuat lentur) antara bambu yang diawetkan
lain. Hal ini dimungkinkan disebabkan karena dan bambu tanpa pengawet dengan
perbedaan prosentase kulit pada tampang yang menggunakan boraks.
ditinjau. Seperti diketahui bahwa tebal kulit 2. Kekuatan mekanik (tekan, tarik dan lentur)
bambu cenderung sama rata, tetapi pada posisi bambu cenderung mengalami peningkatan
ujung bambunya tipis, sehingga prosentase kulit dari posisi pangkal ke ujung. Adanya
naik. Peningkatan prosentase kulit menjadikan perbedaaan kekuatan mekanik pada posisi
kekuatan persatuan luas juga akan naik. Oleh pangkal, tengah dan ujung selain
karena itu kekuatan mekanik pada posisi ujung disebabkan oleh adanya perbedaan kadar
cenderung meningkat. Kumar dan Dobriyal air juga lebih disebabkan karena adanya
(1988) menurut hasil penelitiannya menunjuk- perbedaan prosentase kulit pada tampang
kan bahwa kekuatan bambu bagian luar lebih yang ditinjau.
besar dari dua kali kekuatan bambu bagian 3. Bambu yang diawetkan mempunyai
dalam. kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan
Hasil analisis kekuatan pada nodia dan kekuatan bambu tanpa pengawet. Bambu
tidak juga menunjukkan bahwa kekuatan tanpa nodia mempunya kuat mekanik yang
mekanik bambu pada bambu yang bernodia cenderung lebih tinggi daripada bambu
mempunyai kekuatan yang lebih kecil dengan nodia.
dibandingkan dengan bambu yang tidak
bernodia. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Saran
yang telah dilakukan oleh Morisco (1999), Bambu dapat dijadikan sebagai bahan
bahwa kekuatan bambu yang bernodia lebih alternatif pengganti kayu. Penggunaan bambu
rendah daripada bambu tanpa nodia. Turunnya sebagai bahan bangunan terutama untuk
kekuatan ini disebabkan oleh adanya serat kebutuhan struktur sebaiknya melalui proses
bambu di sekitar nodia yang tidak lurus, pengawetan dengan boraks, karena selain
sebagian berbelok menjahui sumbu batang dan dapat meningkatkan umur pakai bambu juga
sebagian lagi berbelok menuju sumbu batang. dapat meningkatkan sifat-sifat bambu dan
mekanik bambu.
UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR PUSTAKA
Terima kasih disampaikan kepada
saudara Zuni Afiatun dan Sidiq Subekti atas
Kumar, S & Dobriyal, PB. 1988. Preservative
pengambilan dan analisa data penelitian. Treatment of Bamboo for Structural
Uses.

PENUTUP Liese, W. 1980. Preservation of Bamboo. In


Lessard, G & Chouinard, A (eds).
Kesimpulan Bamboo Research in Asia. IDRC
1. Boraks sebagai bahan pengawet bambu Canada.

dapat meningkatkan sifat mekanik bambu. Morisco. 1999. Rekayasa Bambu. Yogyakarta.

Ada perbedaan yang kekuatan mekanik Pathurahman. 1998. Aplikasi Bambu pada
Struktur Gable Frame. Fakultas Teknik,
yang signifikan (kuat tarik, kuat tekan dan UGM, Yogyakarta.

52 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume 9 – Januari 2007, hal: 43 - 53
Samsudin, Muchammad. 1997. Sambungan
Yuliana, Tri. 2002. Analisa Kadar Boraks dalam
Bambu dengan Baut dan Pengisi.
Mie Basah dan Mie Kering dengan
Thesis tidak diterbitkan. Program Pasca
Indikator Kurkumin Menggunakan
Sarjana, UGM, Yogyakarta.
Analisa Volumetri. Skripsi tidak
Tim ELSPPAT. 2000. Pengawetan Kayu dan diterbitkan. FMIPA, UNNES, Semarang.
Bambu. Puspa Swara.
Rochadi, Tri. 1996. Pengujian Bahan Bangunan
2, untuk Mahasiswa Teknik Jurusan
Teknik Sipil. Bandung: Pusat
Pengembangan Pendidikan Politeknik
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Pengujian Sifat Mekanik Bambu (Metode Pengawetan dengan Boraks) – Sri Handayani 53
54 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume 9 – Januari 2007, hal: 43 - 53

Anda mungkin juga menyukai