Anda di halaman 1dari 8

TUGAS ETIKA & REGULASI OBA

“KAJIAN ETIKA KEFARMASIAN”

Dosen:
Pudiastuti RSP.Dra.,M.Kes,Apt

Disusun oleh:
Apoteker XXXVI-Kelas B

1. Nova Mahindri S Putri 1820364048


2. Noviana Nur laila 1820364049
3. Nur Dyah Kumalasari 1820364050
4. Nuraini Maudini 1820364051
5. Nuzulul Chusna 1820364052

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI ETIKA
Etika adalah studi tentang nilai-nilai manusiawi yang berhubungan dengan
nilai kebenaran dan ketidakbenaran yang didasarkan atas kodrat manusia serta
manifestasinya di dalam kehendak dan perilaku manusia. Pelanggaran etika
belum tentu melanggar UU, namun hanya melanggar sumpah (etika). Sedang
pelanggaran UU pasti melanggar etika juga.

B. MACAM-MACAM ETIKA
1. Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan
perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya
sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara
mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku
manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang
membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam
penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan
dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara
etis.
2. Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan
seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan
oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika
Normatif merupakan normanorma yang dapat menuntun agar manusia
bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai
dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.

C. KASUS & PENYELESAIAN KASUS


Apoteker A bekerja sebagai kepala instalasi farmasi di salah satu Rumah
sakit di Surakarta. Saat ini Apoteker A juga tercatat masih menjadi APA di
salah satu apotek di Surabaya. Apoteker A belum melepas apotek tersebut
karena ingin membantu PSA yang belum sanggup menggaji 2 Apoteker karena
kondisi apotek yang omzetnya masih rendah. Selama ini pekerjaan
kefarmasian di apotek tersebut dilakukan oleh AA (asisten apoteker).

PENYELESAIAN KASUS
Kajian Normatif:
Analisis pasal terkait pelanggaran tersebut :
1. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 5
(1) “Setiap orang memiliki hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman,bermutu, dan terjangkau”.
Pasal 8
“Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan
dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah dan akan
diterimanya dari tenaga kesehatan”.
Pasal 108
(1)“ Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan wewenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan”.

2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1998 Tentang Perlindungan Konsumen


Pasal 4
(1) “Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.

3. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan


Kefarmasian
Pasal 1
(13)“ Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktek kefarmasian oleh Apoteker”.
Pasal 20
“Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker
pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian”.
Pasal 21
(1) “Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan
kefarmasian”.
(2) “Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep
dokter dilaksanakan oleh Apoteker”.
Pasal 51
(1) “Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi
rumah sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker”.

4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/PER/SK/X/2002


Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
Pasal 19.
(1) “Apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan melakukan
tugasnya pada jam buka Apotik, Apoteker Pengelola Apotik harus
menunjuk Apoteker pendamping.”
(2) “Apabila Apoteker Pengelola Apotik dan Apoteker Pendamping
karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker
Pengelola Apotik menunjuk. Apoteker Pengganti”
5. Keputusan Menteri Kesehatan No, 1027/MENKES/SK/IX/2004
Tentang Standar Pelayanan di Apotek
Bab III tentang pelayanan, standar pelayanan kesehatan di apotek

6. Kode etik apoteker


Pasal 3
“Setiap apoteker/Farmasis harus sennatiasa menjalankan profesinya sesuai
kompetensi Apoteker/Farmasis Indonesia serta selalu mengutamakan dan
berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan
kewajibannya “

Pasal 5
“Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker/Farmasis harus
menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata
yang bertentangan dengan martabat dan tradisiluhur jabatan
kefarmasian “

7. Lafal sumpah atau Janji Apoteker


“Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian”.

Kajian Deskriptif:
a. Apoteker A bekerja sebagai tenaga kerja di suatu perusahaan farmasi di
Jakarta dan sebagai APA apotek di daerah Surakarta. Alasan yang
diungkapkan oleh Apoteker A belum melepas apotek tersebut karena ingin
membantu PSA yang belum sanggup membayar penuh 2 Apoteker jika
stand by semua karena kondisi apotek yang omzetnya masih rendah.
b. Apotek tersebut tidak memiliki apoteker pendamping, yang terlihat di
apotek tersebut hanya ada 1 tenaga yang memberikan pelayanan sekaligus
sebagai kasir di apotek tersebut. Apotek melayani secara bebas obat-obat
keras yang dibeli tanpa menggunakan resep dari dokter.

Kajian Konseptual:
Dari kasus di atas “Pasien atau konsumen ketika membeli obat di apotek
hanya dilakukan oleh asisten apoteker yang merangkap sebagai petugas kassa”.
Hal ini melanggar pasal-pasal di atas. Pelayanan kefarmasian diapotek harus
dilakukan oleh Apoteker, jika Apoteker Pengelola Apotek berhalangan hadir
seharusnya digantikan oleh Apoteker Pendamping dan jika Apoteker
Pendamping berhalangan hadir seharusnya digantikan oleh Apoteker
Pengganti bukan digantikan oleh Asisten Apoteker ataupun Tenaga
Kefarmasian lainnya. Tenaga Kefarmasian dalam hal ini adalah Asisten
Apoteker yang hanya membantu pelayanan kefarmasian bukan menggantikan
tugas Apoteker.

Kesimpulan:
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian pasal 51 “ Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau
instalasi farmasi rumah sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker” dan pasal
20 “Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping
dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian”. Tenaga Kefarmasian dalam hal ini
adalah Asisten Apoteker yang hanya membantu pelayanan kefarmasian bukan
menggantikan tugas Apoteker.

Anda mungkin juga menyukai