Dosen:
Pudiastuti RSP.Dra.,M.Kes,Apt
Disusun oleh:
Apoteker XXXVI-Kelas B
B. MACAM-MACAM ETIKA
1. Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan
perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya
sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara
mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku
manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang
membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam
penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan
dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara
etis.
2. Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan
seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan
oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika
Normatif merupakan normanorma yang dapat menuntun agar manusia
bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai
dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
PENYELESAIAN KASUS
Kajian Normatif:
Analisis pasal terkait pelanggaran tersebut :
1. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 5
(1) “Setiap orang memiliki hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman,bermutu, dan terjangkau”.
Pasal 8
“Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan
dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah dan akan
diterimanya dari tenaga kesehatan”.
Pasal 108
(1)“ Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan wewenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan”.
Pasal 5
“Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker/Farmasis harus
menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata
yang bertentangan dengan martabat dan tradisiluhur jabatan
kefarmasian “
Kajian Deskriptif:
a. Apoteker A bekerja sebagai tenaga kerja di suatu perusahaan farmasi di
Jakarta dan sebagai APA apotek di daerah Surakarta. Alasan yang
diungkapkan oleh Apoteker A belum melepas apotek tersebut karena ingin
membantu PSA yang belum sanggup membayar penuh 2 Apoteker jika
stand by semua karena kondisi apotek yang omzetnya masih rendah.
b. Apotek tersebut tidak memiliki apoteker pendamping, yang terlihat di
apotek tersebut hanya ada 1 tenaga yang memberikan pelayanan sekaligus
sebagai kasir di apotek tersebut. Apotek melayani secara bebas obat-obat
keras yang dibeli tanpa menggunakan resep dari dokter.
Kajian Konseptual:
Dari kasus di atas “Pasien atau konsumen ketika membeli obat di apotek
hanya dilakukan oleh asisten apoteker yang merangkap sebagai petugas kassa”.
Hal ini melanggar pasal-pasal di atas. Pelayanan kefarmasian diapotek harus
dilakukan oleh Apoteker, jika Apoteker Pengelola Apotek berhalangan hadir
seharusnya digantikan oleh Apoteker Pendamping dan jika Apoteker
Pendamping berhalangan hadir seharusnya digantikan oleh Apoteker
Pengganti bukan digantikan oleh Asisten Apoteker ataupun Tenaga
Kefarmasian lainnya. Tenaga Kefarmasian dalam hal ini adalah Asisten
Apoteker yang hanya membantu pelayanan kefarmasian bukan menggantikan
tugas Apoteker.
Kesimpulan:
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian pasal 51 “ Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau
instalasi farmasi rumah sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker” dan pasal
20 “Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping
dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian”. Tenaga Kefarmasian dalam hal ini
adalah Asisten Apoteker yang hanya membantu pelayanan kefarmasian bukan
menggantikan tugas Apoteker.