Anda di halaman 1dari 24

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

PEREKONOMIAN PADA MASA AL-KHULAFA’ AL-RASYIDIN

OLEH:

KELOMPOK V

HANIFAH
ILHAMUDDIN PURBA
VIDYA MAWARNI

DOSEN PEMBIMBING
CAHYONO BAYU AJI, SE, M.EI

AKUNTANSI SYARIAH-A
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohiim
Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh
Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, dan tak lupa shalawat beriringkan
salam kita hantarkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Perekonomian Pada Masa Al-Khulafa’
Al-Rasyidin” untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam ini tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Cahyono Bayu
Aji, SE, M.Ei, selaku dosen mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam serta
pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, dengan
kerendahan hati, kami memohon maaf.
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Wassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh

Medan, 08 Oktober 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................. Error! Bookmark not defined.

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2

2.1 Perekonomian pada Masa Kekhalifahan Abu Bakar Siddiq ......................... 2

2.2 Perekonomian pada Masa Kekhalifahan Umar bin Khattab ....................... 11

2.3 Perekonomian pada Masa Kekhalifahan Utsman bin Affan ....................... 14

2.4 Perekonomian pada Masa Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib ...................... 16

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 20

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah munculnya perekonomian Islam diawali sejak Nabi Muhammad SAW.
ditunjuk sebagai seorang Rasul. Rasulullah mengeluarkan sejumlah kebijakan yang
menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan masalah hukum, politik, dan juga
masalah perdagangan. Selanjutnya kebijakan-kebijakan Rasulullah dijadikan
sebagai pedoman oleh para khalifah untuk memutuskan masalah-masalah ekonomi.
Al-Qur’an dan Hadits dijadikan sebagai dasar teori ekonomi oleh para khalifah
yang juga digunakan oleh para pengikutnya dalam menata kehidupan ekonomi
negara.
Setelah wafatnya Rasul kepemimpinan dipegang oleh Khulafa’ al-Rasyidin
sebagai perkembangan gagasan dan pemikiran muncul pada masa ini. Hal ini
tercermin dari kebijakan-kebijakan yang berbeda antara khalifah yang satu dengan
yang lainnya dan kebijakan tersebut muncul sebagai akibat dari munculnya
masalah-masalah baru. Salah satunya adalah masalah pemenuhan kehidupan
masyarakat di bidang ekonomu sehingga untuk mengatasi masalah-masalah
perdagangan pun muncul pada waktu itu. Sejumlah aturan yang bersumber dari al-
Qur’an dan Hadits hadir untuk memecahkan masalah ekonomi yang ada
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perekonomian pada masa kekhalifahan Abu Bakar Ash-
Shiddiq?
2. Bagaimana perekonomian pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab?
3. Bagaimana perekonomian pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan?
4. Bagaimana perekonomian pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami mekanisme perekonomian pada masa
kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq.
2. Untuk mengetahui dan memahami mekanisme perekonomian pada masa
kekhalifahan Umar bin Khattab.
3. Untuk mengetahui dan memahami mekanisme perekonomian pada masa
kekhalifahan Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perekonomian pada Masa Kekhalifahan Abu Bakar Siddiq
Abu Bakar terlahir dari keluarga terhormat dari suku Quraisy. Ayahnya
bernama Abu Quhafah Utsman ibn Amir dan ibunya bernama Salma bint Shakhr.
Menurut At-Tanthowi, nama beliau adalah Abdullah, hal ini sebagaimana
diterangkan oleh mayoritas ulama ahl an-nasab. Nama tersebut disematkan oleh
Rasulullah ketika beliau masuk Islam, di mana nama beliau sebelum masuk Islam
adalah Abdul Ka'bah. Al-Bukhari dan para pakar hadits, seperti dijelaskan oleh at-
Tanthowi menegaskan bahwa nama Abdullah ini dikuatkan oleh beberapa riwayat,
di antaranya adalah apa yang disebutkan oleh Abdullah ibn az-Zabair, beliau
berkata, "nama Abu Bakar adalah Abdullah ibn Utsman". Adapun gelar beliau
adalah 'Atiiq, di mana para ahli sejarah berbeda pendapat tentang arti dari gelar ini,
ada yang mengatakan artinya keindahan, pendapat lain mengatakan, artinya
kedermawanan dan ada pula yang mengatakan, arti 'Atiiq adalah yang terbebas dari
api neraka.
Abu Bakar terpilih menjadi pengganti Rasulullah SAW setelah beliau wafat.
Posisi ini layak bagi Abu Bakar karena beliau adalah orang terbaik setelah
Rasulullah SAW, beliau adalah orang yang paling mengetahui tentang historikal
Islam sejak awal ia datang, beliau juga yang selalu menemani Rasulullah SAW pada
kondisi-kondisi kritis. Di samping itu, indikasi-indikasi bahwa Rasulullah SAW
menginginkan Abu Bakar sebagai khalifah setelah beliau begitu banyak, di
antaranya Rasulullah menunjuk Abu Bakar sebagai imam di saat beliau sakit
menjelang wafat. Kepemimpinan Abu Bakar tidak berlangsung lama. Beliau hanya
melalui masa sebagai khalifah selama dua tahun tiga bulan sepuluh hari. Beliau
wafat pada malam selasa tanggal 22 Jumadil Akhir tahun 13 Hijriyah dalam usia
enam puluh tiga tahun setelah mengalami sakit selama lima belas hari.
Pada masa pemerintahannya, Abu Bakar banyak menghadapi persoalan dalam
negri yang berasal dari kelompok murtad, nabi palsu dan pembangkang zakat.
Setelah melesaikan urusan dalam negri, Abu Bakar mulai ekspansi ke wilayah utara
untuk menghadapi pasukan Romawi dan Persia yang selalu mengancam kedudukan
umat Islam. Namun, ia meninggal dunia sebelum usaha ini dilakukan.

2
Namun demikian, beberapa waktu menjelang ajalnya Abu Bakar banyak
menemui dalam mengumpulkan pendapatan negara sehingga ia menanyakan
berapa banyak upah atau gaji yang telah diterimanya. Ketika diberitahukan bahwa
jumlah tunjangannya sebesar 800 dirham, ia langsung memerintahkan untuk
menjual sebagian besar tanah yang dimilikinya dan seluruh hasil penjualannya
diberikan kepada negara. Disamping itu, Abu Bakar juga menanyakan lebih jauh
mengenai berapa banyak fasilitas yang telah dinikmatinya selama menjadi khalifah.
a. Pendapatan Negara di Masa Abu Bakar as-Shiddiq
Di masa Rasulullah, sumber penerimaan negara dapat dibagi menjadi tiga
klasifikasi besar, yaitu pendapatan yang diterima dari kaum muslimin, pendapatan
dari non-muslim dan penerimaan dari sumber lain. Jika dirincikan, maka
pendapatan tersebut sebagai berikut:
a) Dari kaum muslimin sumber penerimaan negara terdiri atas: kharaj
(pajak tanah), zakat, ushr (bea impor), khumus (seperlima harta
rampasan perang), wakaf, amwal fadhla (Harta yang diperoleh karena
pemiliknya pergi meninggalkan negerinya atau meninggal tanpa ahli
waris) dan nawaib (pungutan terhadap orang kaya untuk menutup defisit
anggaran negara).
b) Pendapatan dari non-muslim, yaitu jizyah (dipungut permanen dari non
muslim yang hidup di dalam naungan pemerintahan Islam), kharaj dan
ushr.
c) Penerimaan dari sumber lain, meliputi ghanimah (rampasan perang), fai'
(harta yang diperoleh dari jalan damai), uang tebusan untuk tawanan
perang, kaffarah (denda), dan hadiah. Secara umum, pendapatan negara
pada masa khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq tidak berbeda dengan
pendapatan negara di masa Rasulullah. Hanya saja kondisi
pemerintahan yang tidak stabil pada masa itu, menjadikan beberapa
instrumen fiskal saat itu menjadi penting untuk dibahas. Instrumen
fiskal tersebut yaitu:

3
1. Zakat
Zakat adalah instrumen fiskal yang paling vital di masa kenabian. Hal
tersebut dikarenakan selain zakat merupakan kewajiban setiap muslim dalam
hartanya dan sebagai pembersih dari dosa dan penghalus pekerti, zakat juga dapat
menjadi solusi penyempitan kesenjangan dan pemerataan pendapatan antara kaum
muslimin (QS. Al-Hasyr: 7). Zakat juga menjadi sebuah antitesa dari praktik riba
yang sudah membudaya di tengah-tengah masyarakat jahiliyah (QS. Ar-Ruum: 39).
Pada masa Abu Bakar, instrumen fiskal ini mendapatkan ancaman yang
cukup membahayakan. Demikian itu terjadi akibat munculnya para pembangkang
yang enggan membayar zakat. Mereka berargumen bahwa kewajiban zakat hanya
berlaku di masa hidup Rasulullah. Sementara ketika beliau telah wafat, tidak ada
lagi kewajiban mengeluarkan zakat. Oleh sebab itu, khalifah Abu Bakar mengambil
kebijakan tegas, beliau mengeluarkan ultimatum untuk memerangi orang-orang
yang enggan mengeluarkan zakat. Abu Bakar mengatakan, seperti yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah, "Sungguh aku akan memerangi orang yang
memisahkan antara kewajiban shalat dan zakat, karena sesungguhnya zakat adalah
hak yang ada pada harta. Sungguh aku akan perangi mereka, walaupun mereka
hanya menolak untuk memberikan seutas tali yang pernah mereka berikan kepada
Rasulullah."
Qutb Ibrahim menyebutkan empat alasan yang mendorong Abu Bakar untuk
memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat, yaitu:
 Sikap enggan untuk membayar zakat adalah bentuk pembangkangan dan
kemaksiaatan kepada Allah sekaligus bentuk dekonstruksi terhadap rukun
Islam. Di samping itu, hal ini juga merupakan sikap menyelisihi tuntunan
Rasulullah SAW. Tentunya, jika khalifah membiarkan hal ini terjadi tanpa
ada tindakan, maka sejatinya dia telah merestui keburukan ini, dan dia harus
bertanggung jawab di hadapan Allah di dunia dan akhirat.
 Sikap enggan membayar zakat akan mencederai hak orang-orang yang
menjadi mustahik zakat. Seorang hamba sahaya yang seharusnya dapat
dimerdekakan dengan harta zakat akhirnya akan terbengkalai. Bagitu pula
dengan orang-orang yang memiliki tanggungan utang dan mustahik lainnya.

4
 Zakat adalah pilar kehidupan sosial yang merekat antara kaum kaya dan
orang-orang fakir dan miskin. Begitu juga halnya dengan orang-orang yang
baru masuk Islam. Dengan zakat, masyarakat dapat bergandeng tangan
menangani urusan umum bersama-sama, rasa dengki akan hilang, dan
kehidupan masyarakat akan seimbang. Maka jika zakat ini sudah dirusak,
maka secara otomatis tatanan masyarakat juga akan menjadi tidak
seimbang.
 Dengan banyaknya orang yang tidak mau membayar zakat, tentunya kondisi
baitul maal akan menjadi defisit. Dan jika kondisi ini dibiarkan oleh
khalifah, maka bukan tidak mungkin petaka ini akan menjadi gelombang
besar yang akan melanda negara lambat laun.
2. Khums
Khums adalah seperlima dari harta rampasan perang yang diperoleh oleh
kaum muslimin dari musuh mereka. Pada masa pemerintahan Abu Bakar ash-
Shiddiq, kondisi negara sedang berada dalam ancaman yang membahayakan. Ada
tiga masalah utama yang terjadi setelah wafatnya Rasulullah SAW. Pertama,
munculnya nabi-nabi palsu, seperti, Musailamah al-Kadzab, Thulaihah dan lainnya.
Kedua, munculnya orang-orang yang enggan membayar zakat. Ketiga, banyaknya
orang-orang yang berpaling dari Islam (murtad). Ketiga hal ini, ditambah dengan
keniscayaan ekspansi, seperti memberangkatkan pasukan Usamah ibn Zaid
menghadapi pasukan romawi dan perang-perang lain menjadi bagian dari
terealisasinya instumen khumus sebagai sumber pendapatan negara.
Pidato perdana Abu Bakar dan ungkapan-ungkapan lainnya tentang
keharusan berjihad dan menumpas orang-orang yang enggan membayar zakat lahir
dari keyakinan yang kuat akan keutamaan jihad dan kemuliaan yang diberikan
Allah kepada para mujahid. Di samping itu, Abu Bakar juga sangat menyadari
bahwa pondasi yang mengokohkan negara adalah aktivitas jihad di jalan Allah.
Quthb Ibrahim mencatat beberapa peperangan yang terjadi pada masa Abu Bakar,
antara lain:
1. Mengirim ekspedisi Usamah ibn Zaid yang sudah dipersiapkan oleh
Rasulullah SAW sebelum beliau wafat.

5
2. Pembebasan Irak
3. Pertempuran dzat al-Salasil
4. Pertempuran al-Madzar
5. Pertempuran Walijah
6. Perang Ullais
7. Kehancuran Amghisiya
8. Pembebasan al-Hirah
9. Penaklukan Daumatul Jandal
10. Penaklukan Syam
11. Perang Yarmuk
Tentunya kemenangan-kemenangan yang dicapai oleh kaum muslimin
dalam pertempuran melawan musuh Allah akan mendatangkan implikasi bagi
pertumbuhan pendapatan negara. Berikut ini beberapa hal yang menjadi implikasi
positif dari peperangan yang terjadi di masa Abu Bakar terhadap perolehan negara:
a. Dengan adanya penaklukan-penaklukan yang dicapai oleh kaum muslimin,
manjadikan banyak penduduk wilayah taklukan tersebut memeluk Islam.
Hal ini meningkatkan pendapatan negara dari hasil zakat yang tentunya
menjadi wajib bagi mereka yang memiliki harta dan telah mencapai nishab.
Begitu juga halnya dengan dikalahkannya orang-orang
b. Penaklukan ini menjadikan kebijakan fiskal Islam yang adil menggantikan
posisi kebijakan fiskal yang dahulu diterapkan oleh penguasa Romawi
ataupun Persia.
c. Penaklukan-penaklukan ini menjadikan negara Islam semakin luas, maka
selain menjadikan pendapatan negara meningkat dari instrumen zakat,
perolehan itu juga bertambah dari jizyah Ahli Kitab yang tetap pada agama
mereka.
d. Allah menghalalkan bagi kaum muslimin mengambil ghanimah (harta
rampasan perang). Maka apabila mereka mampu mengalahkan musuh,
maka mereka dapat mengambil ghanimah sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan Allah dan Rasul-Nya. yang awalnya enggan membayar zakat.

6
3. Jizyah
Pada masa Rasulullah penarikan jizyah sudah mulai dilakukan, bahkan
jizyah juga dikenal pada masa pra-Islam, baik di Romawi, Persia dan Byzantium.
Jizyah adalah pajak yang dibayarkan oleh orang non-muslim khususnya ahli kitab,
sebagai jaminan perlindungan jiwa, properti, ibadah, bebas dari nilai-nilai dan tidak
wajib militer. Ibn al-Qayyim mengatakan bahwa jizyah adalah pajak kepala yang
diberikan oleh orang non-muslim dengan penuh ketundukan dan kehinaan. Besaran
jizyah satu dinar per tahun untuk orang dewasa yang mampu membayarnya. Tujuan
utamanya adalah kebersamaan dalam menanggung beban negara yang bertugas
memberikan perlindungan, keamanan dan tempat tinggal bagi mereka dan juga
sebagai dorongan kepada kaum kafir untuk masuk Islam.
Jizyah merupakan hak Allah yang diberikan kepada kaum muslimin dari
orang-orang kafir sebagai tanda tunduknya mereka kepada Islam. Namun demikian,
jizyah tidaklah wajib bagi mereka yang tidak mampu membayarnya. Regulasi
penetapan jizyah ini tidaklah serta-merta ditetapkan oleh komandan pasukan Islam
di dalam setiap pertempuran atau penaklukan. Dari beberapa keterangan yang dapat
dihimpun tentang penetapan jizyah di masa khalifah Abu Bakar, dapat disimpulkan
beberapa poin penting yang berkaitan dengan jizyah tersebut, sebagai beerikut:
 Penetapan jizyah dilakukan dengan menawarkan tiga pilihan sikap,
yaitu masuk Islam, membayar jizyah atau perang. Tawaran pertama
adalah tawaran dakwah kepada Islam. Jika mereka memeluk Islam maka
mereka memiliki posisi yang sama dengan muslim lainnya.
 Jika mereka memilih tetap di dalam agama mereka, maka komandan
pasukan Islam akan menetapkan jizyah atas mereka.
 Penetapan jizyah hanya berlaku bagi laki-laki, karena merekalah yang
berperang melawan pasukan Islam.
 Ayat jizyah tidak menetapkan secara eksplisit besaran yang dibayarkan
oleh ahli kitab. Hal ini tergantung pada kondisi setiap daerah taklukan.
Khalid bin Walid menetapkan besaran jizyah sepuluh dirham bagi setiap
laki-laki pada perang Hirah, sehingga terkumpil jizyah sebesar 60.000
dirham

7
 Pendapatan jizyah dapat menurun disebabkan kebijakan tidak
diberlakukannya jizyah bagi golongan berikut:
1. Orang tua renta yang tidak mampu bekerja
2. Orang tua yang sakit
3. Budak ahli kitab yang masuk Islam harus dibayar untuk tuannya
4. Penduduk Hirah memberikan jizyah mereka untuk baitul mal, dan baitul
mal menanggung biaya akomodasi jizyah tersebut.
4. Kharaj
Kharaj adalah sejenis pajak yang dikenalkan pada tanah yang terutama
ditaklukkan oleh kekuatan senjata, terlepas dari apakah si pemilik tanah itu seorang
yang di bawah umur atau orang dewasa, budak atau merdeka, muslim ataupun tidak
beriman. Menurut al-Arif, sumber pendapatan yang pertama kali diperkenalkan di
masa Rasulullah SAW adalah kharaj. Kharaj menurut al-Arif sama dengan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) di Indonesia. Hanya saja, yang membedakan antara
keduanya adalah bahwa kharaj ditentukan berdasarkan tingkat produktifitas lahan
sementara PBB ditentukan berdasarkan zoning.
Maka jika jizyah adalah pajak atas kepala, maka kharaj adalah pajak atas
tanah. Ketika Rasulullah SAW wafat dan Abu Bakar melanjutkan estafeta khalifah,
terdapat beberapa bidang tanah yang menjadi milik daulah Islamiyah, antara lain:
a. Tanah Bani Nadhir.
b. Tanah Bani Quraisy.
c. Tanah Khaibar.
d. Begitu juga tanah Mekah setelah ditaklukkan, namun tidak dibagi oleh
Rasulullah SAW.
Ada empat jenis tanah di masa pemerintahan Abu Bakar, yaitu sebagai berikut:
 Tanah milik negara, seperti tanah Bani Nadhir. Tanah ini
menyumbangkan seperempat hasilnya kepada baitul mal.
 Tanah yang dimiliki oleh kaum muslimin, di mana mereka
mengeluarkan zakat dari hasil tanah tersebut jika telah mencapai nishab.
 Tanah kharaj yang dikelola oleh ahli kitab seperti tanah Khaibar. Kharaj
yang dikeluarkan sesuai kesepakatan mereka dengan Rasulullah SAW.

8
 Tanah Haram, yaitu Mekah. Tidak halal untuk diperjualbelikan dan
tidak dipungut pajaknya. Khalifah memegang kontrol terhadap kesucian
tanah ini, sebagai perpanjangan tangan dari perintah Rasulullah SAW.
Pada masa Abu Bakar inilah dimulai sistem penggajian untuk khalifah, hal
ini dilakukan agar khalifah berkonsentrasi dalam mengurus negara, sehingga
kebutuhan keluarga khalifah diurus oleh kekayaan dari Baitul Maal. Menurut
beberapa keterangan, beliau diperbolehkan mengambil 2.5 atau 2.75 dirham setiap
harinya dengan tambahan makanan dan pakaian. Setelah berjalannya waktu
ternyata tunjangan tersebut kurang mencukupi, sehingga ditetapkan 2000 atau 2500
dirham, bahkan ada yang mencatat 6000 dirham pertahun.
Dalam masalah pendistribusian harta baitul maal, Abu Bakar menerapkan
konsep balance budget, di mana seluruh pendapatan langsung didistribusikan tanpa
ada cadangan. Sehingga ketika beliau wafat hanya ada satu dirham yang tersisa
dalam perbendaharaan negara. Dalam mengeluarkan belanja negara yang berasal
dari zakat, Abu Bakar memberikan bagian yang sama rata kepada seluruh sahabat
Nabi, dan tidak membeda-bedakan antara kaum muslim awal dengan orang yang
baru masuk Islam, begitu juga antara budak dan orang merdeka, dan antara laki-
laki dan perempuan.
Menurut Quthb, ada dua klasifikasi belanja negara di masa pemerintahan
Abu Bakar, yaitu belanja negara yang memiliki alokasi yang sudah ditentukan dan
belanja negara yang alokasinya tidak spesifik.
1. Belanja negara yang memiliki alokasi yang sudah ditentukan Belanja
negara yang memiliki alokasi yang sudah ditentukan diambil dari zakat
dan khumus. Zakat dialokasikan untuk delapan golongan yang
disebutkan oleh Allah (QS. At-Taubah: 60), sedangkan khumus
dialokasikan sesuai keterangan di dalam surat al-Anfal ayat 41. Adapun
bagian yang menjadi hak Nabi ketika beliau masih hidup, seperti telah
dijelaskan sebelumnya dialokasikan untuk kepentingan pertahanan.
2. Belanja negara yang alokasinya tidak spesifik Belanja negara yang
alokasinya tidak spesifik ini relatif sedikit dibandingkan dengan belanja
yang sudah ditentukan alokasinya karena beberapa alasan, di antaranya:

9
 Pada pemerintahan Abu Bakar belum ada Diwan yang mengurusi hal ini
secara khusus.
 Rendahnya gaji pegawai pemerintahan.
 Rendahnya jumlah pegawai pemerintahan.
 Pegawai sukarela berjumlah lebih banyak.
 Sedikitnya kebutuhan publik yang membutuhkan anggaran negara yang
tidak spesifik.
Ada beberapa contoh belanja negara yang tidak spesifik pengalokasiannya,
seperti biaya haji, biaya perang yang membutuhkan tambahan selain dari harta
zakat, biaya sosial, dan biaya proyek pengumpulan al-Qur'an yang diketuai oleh
Zaid ibn Tsabit.
Para kerabat serta sahabat Rasulullah telah mendapat banyak pengaruh baik
dari beliau, seorang yang memiliki karisma tinggi, dicintai dan dihormati. Para
sahabat selalu ingin lebih dekat lagi berinteraksi dengan beliau. Wafatnya sangat
mengejutkan banyak orang termasuk Umar, pendukung terkuat Rasulullah SAW.
Peristiwa itu merupakan saat yang sangat kritis dalam sejarah negara Islam yang
baru lahir. Abu Bakar yang dihormati karena kecerdasannya, pengabdiannya, dan
kesetiaannya kepada Rasulullah menyadarkan umatnya terhadap situasu yang kritis
akibat ditinggal pemimpin mereka. Mereka pun sadar dan akhirnya memilih dirinya
sebagai pengganti Rasulullah yang telah wafat.
Selama sekitar 27 bulan dari masa kepemimpinannya, Abu Bakar telah
banyak menangani masalah murtad, cukai, dan orang-orang yang menolak
membayar zakat kepada negara. Salah satu suku telah mengumpulkan zakat dan
mendistribusikannya di antara mereka tanpa sepengetahuan Abu Bakar.
Sebelum wafatnya, Rasulllah telah mengeluarkan perintah untuk
menghentikan ekspedisi ke Syiria untuk menyelidiki pembunuhan terhadap utusan
muslim yaitu Zaid. Untuk memenuhi permintaan Rasulullah, dan untuk
memperbaharui perintah bagi pasukan lini utama di daerah utara, Abu Bakar
mengirim pasukan. Ketika pasukan telah berangakat, Madina diserang
pemberontak. Abu Bakar mengambil keputusan yang tegas dan akhirnya berhasil.

10
Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan perhitungan zakat, seperti
yang ia katakan pada Anas (seorang Amil), bahwa “jika seseorang yang harus
membayar satu untu betina berumur setahun sedangkan dia tidak memilikinya dan
ia menawarkan untuk memberikan seekor unta betina yang berumur dua tahun, hal
tersebut dapat diterima. Kolektor zakat akan mengembalikan 20 dirham atau dua
kambing kepadanya.” Dalam kesempatan yang lain, ia menginstruksikan pada amil
yang sama, “kekayaan dari orang yang berbeda tidak dapat digabung, atau kekayaan
yang telah digabung tidak dapat dipisahkan (ditakutkan akan terjadi kelebihan
pembayaran atau kekurangan penerimaan zakat).”
2.2 Perekonomian pada masa Kekhalifahan Umar bin Khattab
Umar bin Khattab ra merupakan khalifah kedua bagi kaum muslimin dengan
menggantikan Abu Bakar As-Shiddiq ra. Periode kekhalifahan Umar benar-benar
merupakan abad keemasan dalam sejarah Islam. Selama kurun waktu 10 tahun
khalifah Umar bin Khattab berhasil membuktikan kehebatan sistem ekonomi Islam
yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya. Negara mengalami kemakmuran yang amat
pesat, hal yang belum pernah disaksikan orang Arab sebelumnya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan ekonomi pada masa
Umar bin Khattab, adalah sebagai berikut:
1. Melakukan sistematisasi dalam pemberlakuan pungutan jizyah kepada ahlu
dzimah dengan cara menetapkan tiga tingkatan jizyah. Yang disesuaikan
dengan tingkat kemampuan mereka membayar.
2. Mengehentikan pendistribusian bagian zakat, untuk salah satu asnaf yaitu
orang-orang yang baru masuk Islam karena negara Islam telah kuat.
3. Melakukan restrukturisasi sumber dan sistem ekonomi baru yang belum
pernah ada sebelumnya.
4. Atas saran khalifah Ali memungut zakat atas kuda yang oleh Rasulullah
SAW. Dibebaskan dari zakat.
5. Membentuk dewan-dewan, baitul maal, membuat dokumen-dokumen
negara dan merancang sistem yang mampu menggerakkan ekonomi, baik
produksi maupu distribusi.
6. Umar tidak mendistribusikan tanah taklukan di Irak kepada prajurit dan
membiarkannya sebagai amanah.

11
7. Banyak kemenangan yang dicapai tentara muslim pada masa Umar telah
menghasilkan banyak harta rampasan yang secara signifikan menambah
kekayaan negara.
Disamping itu, khalifah Umar bin Khattab membentuk Dewan Ekonomi,
dengan tugas sebagai berikut:
1. Mendirikan baitul maal, menempa uang, membentuk tentara untuk menjaga
dan melindungi tapal batas, mengatur gaji, mengangkat hakim-hakim,
mengatur perjalanan pos, dan lain-lain.
2. Mengadakan dan menjalankan hisbah (pengawasan terhadap pasar,
pengontrolan terhadap timbangan dan takaran, penjagaan terhadap tata
tertib dan susila, pengawasam terhadap kebersihan jalan dan sebagainya).
3. Memperbaiki dan mengadakan perubahan terhadap peraturan yang telah
ada, misalnya hak penguasaan tanah yang didapat dari perang yang semula
diberikan kepada kaum muslimin diubah menjadi tetap hak pemilik semula
tetapi dikenakan pajak tanah (kharaj), dan peninjauan kembali persyaratan
untuk pembagian zakat bagi orang-orang yang muallafatu qulubuhum, dan
lain-lain.
4. Umar melakukan reformasi hak penguasaan tanah dengan mencontoh
Rasulullah SAW. pada waktu membagikan tanah Khaibar.
Beliau banyak melakukan ekspansi. Baitul maal pada masa ini tertata baik dan
rapi lengkap dengan sistem administrasinya karena pendapatan negara meningkat
drastis. Harta baitul maal tidak dihabiskan sekaligus, sebagian diantaranya untuk
cadangan baik untuk kepentingan darurat, pembayaran gaji tentara dan kepentingan
umat lain. Baitul maal merupakan pelaksana kebijakan fiskal negara Islam.
Khalifah mendapat tunjangan sebesar 5000 dirham pertahun, satu stel pakaian
musim panas, satu stel pakaian musim dingin, serta seekor binatang tunggangan
untuk naik haji. Harta baitul maal adalah milik kaum muslimin sedang khalifah dan
amil hanya pemegang amanah.
Untuk mendistribusikan harta baitul maal, khalifah Umar bin Khattab
mendirikan beberapa departemen, antara lain:

12
1. Departemen palayanan militer, departemen ini berfungsi untuk
mendistribusikan dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam
peperangan.
2. Departemen kehakiman dan eksekutif, departemen ini bertanggung jawab
terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif.
3. Departemen pendidikan dan pengembangan Islam, departemen ini
mendistribusikan dana bagi penyebar dan pengembang ajarana Islam
beserta keluarganya.
4. Departemen jaminan sosial, departemen ini berfungsi untuk
mendistribusikan dana bantuan kepada seluruh fakir miskin dan orang-
orang yang menderita.
Umar juga mendirikan diwan Islam yang bertugas memberikan tunjangan
angkatan perang dan pensiun. Tunjangan yang diberikan adalah sebagai berikut:
1. Aisyah dan Abbas bin Abd Mutalib masing masing 12000 dirham.
2. Para istri nabi selain Aisyah masing-masing 10000 dirham.
3. Ali, Hasan, Husain dan para pejuang badar masing masing 5000 dirham.
4. Para pejuang uhud dan para migran abisinya masing-masing 4000 dirham.
5. Kaum muhajirin sebelum peristiwa fathu Makkah masing-masing 3000
dirham.
6. Putra para pejuang badar, orang yang memeluk Islam ketika fathu
Makkah, anak-anak kaum muhajirin dan anshar, para pejuang qadisiyah,
uballa, dan orang-orang yang menghadiri perjanjian hudaibiyah masing-
masing 2000 dirham.
7. Orang-orang Makkah yang bukan termasuk kaum muhajirin masing-
masing 800 dirham.
8. Warga Madinah 25 dinar.
9. Kaum muslimin di Yaman, Syria, Irak, masing-masing 200-300 dirham.
10. Anak-anak yang baru lahir yang tidak diakui masing-masing 100 dirham.
Salah satu kebijakan yang membanggakan adalah Umar menghitung kekayaan
para pejabat di awal dan di akhir jabatannya. Bila terdapat kenaikan yang tidak
wajar, yang bersangkutan secara langsung diminta membuktikan bahwa kekayaan
yang dimilikinya itu didapat dengan cara yang halal. Bila gagal, Umar

13
memerintahkan pejabat itu menyerahkan kelebihan harta dari jumlah yang wajar
kepada baitul maal, atau membagi dua kekayaan itu, setengah untuk yang
bersangkutan dan sisanya untuk negara.
Pada masa pemerintahannya, khalifah Umar bin Khattab mengklasifikasikan
pendapatan negara menjadi empat bagian, yaitu:
1. Pendapatan zakat dan ‘ushr. Pendapatan ini didistribusikan dalam tingkat
lokal jika kelebihan penerimaan sudah disimpan di baitul maal pusat dan
dibagikan kepada delapan ashnaf.
2. Pendapatan khums dan sedekah. Pendapatan ini didistribusikan kepada fakir
miskin atau untuk membiayai mereka yang sedang mencari kesejahteraan,
tanpa diskriminasi apakah ia seorang muslim atau bukan.
3. Pendapatan kharaj, fa’i, jizyah, ‘ushr dan sewa tanah. Pendapatan ini
digunakan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan serta untuk
menutupi biaya operasional administrasi, kebutuhan militer dan sebagainya.
4. Pendapatan lain-lain. Pendapatan ini digunakan untuk membayar para
pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar, dan dana sosial lainnya.

2.3 Perekonomian pada Masa Kekhalifahan Utsman bin Affan


Utsman meneruskan kebijakan pada masa Umar. Khalifah Utsman tidak
mengambil upah dari kantornya. Beliau juga mengurangi zakat dari pensiun dan
menambahkan santunan dengan pakaian. Kemudian juga memperkenalkan
kebiasaan membagikan makanan di masjid untuk orang-orang menderita,
penembara dan orang miskin. Beliau membagi tanah taklukan dari kerajaan Persia
yang pada masa Umar disimpan sebagai lahann negara yang ridak dibagi-bagi
sehingga pendapatan dari tanah ini meningkat dari 9 juta ke 50 juta dirham. Pada
masa ini banyak konflik yang muncul ke permukaan.
Pemilihan Khalifah ketiga berbeda dengan Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq
yang menunjuk langsung penggantinya sebelum beliau wafat, Khalifah Umar bin
Khattab membentuk sebuah tim yang bernggotakan enam orang sahabat yaitu
Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi
Waqqash dan Abdurrahman bin Auf. Setelah wafatnya Khalifah Umar tim ini
melakukan pemufakatan yang pada akhirnya menunjuk Utsman bin Affan sebagai
Khalifah Islam yang ketiga. Khalifah Utsman bin Affan memerintah selama 12

14
tahun (24 H-36H). Dalam berbagai literatur dikatakan bahwa selama enam tahun
pertama pemerintahannya dilewati dengan baik, sementara enam tahun kedua
terjadi banyak keguncangan dalam bidang politik, sosial dan ekonomi yang
berakhir pada pembunuhan sang Khalifah. Pada masa pemerintahannya, Khalifah
Utsman bin Affan berhasil melakukan ekspansi ke wilayah Armenia, Cyprus,
Tunisia, Rhodes dan bagian tersisa dari Persia, Transoxania dan Tabaristan. Beliau
juga berhasil menumpas pemberontakan di daerah Khurasan dan Iskandariah.
Selain itu, pemerintahan Khalifah Utsman juga telah berhasil menuliskan kembali
ayat-ayat Al-Qur’an menjadi ”satu huruf” atau satu versi yang hingga kini disebut
dengan ”Mushaf Utsmani” untuk menghilangkan keanekaragaman dalam bacaan
Al-Qur’an. Khalifah Utsman bin Affan menjalankan kebijakan ekonominya dengan
melakukan beberapa penataan baru dengan mengikuti kebijakan Khalifah Umar
sebagai berikut:
a. Dalam rangka pengembangan sumber daya alam, dilakukan pembuatan
saluran air, pembangunan jalan-jalan dan pembentukan organisasi kepolisian
secara permanen untuk mengamankan jalur perdagangan.
b. Membentuk armada laut kaum muslimin hingga berhasil membangun
supremasi kelautan di wilayah Mediterania dan berhasil membangun
pelabuhan pertama negara Islam di semenanjung Syria,Tripoli dan Barca di
Afrika Utara.
c. Tidak mengambil upah dari kantornya, bahkan menyimpan uangnya di
bendahara negara. Hal ini bermuara pada terjadinya kesalahpahaman dengan
Abdullah bin Irqam, bendahara Bayt al-mal saat itu
d. Mempertahankan sistem pemberian bantuan dan santunan serta memberikan
sejumlah besar uang kepada masyarkat yang berbeda-beda.
e. Dalam hal pengelolalan zakat, pemilik harta diberikan keleluasaan untuk
menaksir hartanya sendiri. Dibebaskan zakat atas harta terpendam.
f. Menaikkan dana pensiun sebesar 100 dirham dan memberikan ransum
tambahan berupa pakaian. Memperkenalkan tradisi mendistribusikan
makanan ke masjiduntuk fakir miskin dan musafir.

15
Pada masa enam tahun kedua pemerintahannya, terdapat beberapa kebijakan
dari Khalifah Utsman bin Affan yang pada akhirnya bermuara pada gejolak politik
dan terbunuhnya sang Khalifah. Adapun kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kebijakan dalam hal pemberian harta dari baitul maal kepada kerabatnya.
Hal ini berbeda dengan pandangan Abu Bakar dan Umar yang memandang
bahwa hak kerabat dalam bayt al-mal terbatas dalam standar umum yang ada
dan tidak ada toleransi atasnya.
b. Pandangan bahwa sedekah adalah bukan merupakan sumber devisa dan
pendapatan negara membuat beliau menggunakan dana zakat untuk
pembiayaan perang dan lainnya. Hal ini ditentang oleh kebanyakan sahabat
yang menyatakan bahwa sang Khalifah telah menyalahi ketentuan dalam Al-
Qur’an mengenai penyaluran zakat (At-Taubah:60). Pada akhirnya
kebijakan ini menghambat sirkulasi ekonomi dan membuat terjadinya
kesenjangan antara si kaya dan si miskin.
c. Kebijakan memberikan tambahan gaji kepada pejabat negara yang beberapa
diantaranya memiliki hubungan kekerabatan.
d. Kebijakan mengenai kepemilikan tanah dimana Beliau menginginkan
penduduk Arab untuk menjual harta fai’ mereka di daerah dan menggantinya
dengan kavling tanah yang pada akhirnya memunculkan tuan-tuan tanah
yang pada akhirnya menimbulkan kesenjangan antara tuan tanah yang
memiliki tanah luas dan penduduk miskin yang tidak memiliki tanah.

2.4 Perekonomian pada Masa Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib


Ali bin Abi Thalib dilahirkan pada tahun Gajah ke-13. Ali keponakan
Rasulullah saw dan dari suku Bani Hasyim, yang dipercaya menjadi penjaga tempat
suci ka’bah. Ali menikah dengan putri Rasulullah Fatimah az-Zahra dikaruniai dua
putra Hasan dan Husein. Setelah diangkat sebagai khalifah Islam keempat oleh
segenap kaum muslimin, Ali ibn Abi Thalib langsung mengambil beberapa
tindakan, seperti memberhentikan para pejabat yang korupsi, membuka kembali
lahan perkebunan yang telah diberikan kepada orang-orang kesayangan Utsman,
dan mendistribusikan pendapat pajak tahunan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan Umar ibn Al-Khattab.

16
Masa pemerintahan khalifah Ali ibn Abi Thalib yang hanya berlangsung
selama enam tahun selalu diwarnai dengan ketidakstabilan kehidupan politik. Ia
harus menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair ibn Al-Awwam, dan Aisyah
yang menuntut kematian Ustman ibn Affan. Berbagai kebijakan tegas yang
diterapkannya menimbulkan api permusuhan dengan keluarga Bani Umayyah yang
dimotori oleh Muawiyah ibn Abi Sofyan. Pemberontakan juga datang dari golongan
Khawarij, mantan pendukung khalifah Ali ibn Abi Thalib yang kecewa terhadap
keputusan tahkim pada perang Shiffin.
Sekalipun demikian, khalifah Ali ibn Abi Thalib tetap berusaha untuk
melaksanakan berbagai kebijakan yang dapat mendorong peningkatan
kesejahteraan umat Islam. Menurut sebuah riwayat, ia secara sukarela menarik diri
dari daftar penerima dana bantuan baitul maal, bahkan menurut riwayat yang lain,
Ali memberikan sumbangan sebesar 5000 dirham setiap tahun. Apapun faktanya,
kehidupan Ali sangat sederhana dan sangat ketat dalam membelanjakan keuangan
negara. Dalam sebuah riwayat, saudaranya yang bernama Aqil pernah
menandatangani Khalifah Ali bin Abi Thalib untuk meminta bantuan keuangan dari
dana Baitul Mal. Namun, Ali menolak permintaan tersebut. Dalam riwayat yang
lain, Khalifah Ali diberitakan pernah memenjarakan Gubernur Ray yang
dianggapnya telah melakukan tindak pidana korupsi.
Selama masa Pemerintahanya, Khalifah Ali ib Abi Thalib menetapkan pajak
terhadap para pemilik hutan sebesar 4000 diham dan mengizinkan Ibnu Abbas,
Gubernur Kuffah, memungut zakat terhadap sayuran segar yang akan digunakan
sebagai bumbu masakan.
Seperti yang telah disinggung, Ali tidak menghadiri pertemuan Majelis Syuro
di Jabiya yang diadakan oleh khalifah Umar untuk memusyawarahkan beberapa hal
penting yang berkaitan dengan status tanah-tanah taklukan. Pertemuan itu
menyepakati untuk tidak mendistribusikan seluruh pendapatan baitul maal, tetapi
menyimpan sebagian sebagai cadangan. Ali menolak seluruh hasil pertemuan
tersebut. Oleh karena itu, ketika menjabat sebagai khalifah, Ali mendistribusikan
seluruh pendapat dan provisi yang ada di baitul maal Madinah, Basrah dan Kufah.
Ali ingin mendistribusikan harta baitul maal yang ada di Sawad, namun urung
dilaksanakan demi menghindari terjadinya perselisihan diantara kaum muslimin.

17
Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, prinsip utama dari pemerataan
distribusi uang rakyat telah diperkenalkan. Sistem distribusi setiap pekan sekali
untuk pertama kalinya diadopsi. Hari kamis adalah hari pendistribusian atau hari
pembayaran. Pada hari itu, semua penghitungan diselesaikan dan pada hari sabtu
dimulai penghitungan baru. Cara ini mungkin solusi yang terbaik dari sudut
pandang hukum dan kondisi negara yang sedang berada dalam masa-masa transisi.
Khalifah Ali meningkatkan tunjangan bagi para pengikutnya di Irak.
Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib, alokasi pengeluaran kurang lebih masa
tetap sama sebagaimana halnya pada masa pemerintahan Khalifah Umar.
Pengeluaran untuk angkatan laut yang ditambah jumlahnya pada masa kekhalifahan
Utsman bin Affan hampir seluruhnya dihilangkan karena sepanjang garis pantai
Syria, Palestina, dan Mesir berada dibawah kekuasaan muawiyah. Namun
demikian, dengan adanya penjaga malam dan patroli yang telah terbentuk sejak
masa pemerintahan Khalifah Umar, Ali membentuk polisi yang
terorganisasi secara resmi yang disebut syurthah dan pemimpinnya diberi gelar
Shahibus Syurthah. Fungsi lainnya dari Baitul Mal masih tetap sama dan tidak ada
perkembangan aktivitas yang berarti pada masa ini.
Khalifah Ali memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan, administrasi
umum dan masalah-masalah yang berkaitan dengannya. Konsep ini dijelaskan
dalam suratnya yang terkenal yang ditujukan kepada Malik Asther bin Harits. Surat
yang panjang tersebut antara lain mendeskripsikan tugas, kewajiban serta tanggung
jawab para penguasa dalam mengatur berbagai prioritas pelaksanaan dispensasi
keadilan serta pengawasan terhadap para pejabat tinggi dan staff-staffnya,
menjelaskan kelebihan dan kekurangan para jaksa, hakim, dan abdi hukum lainnya,
menguraikan pendapat pegawai administrasi dan pengadaan bendahara. Surat ini
menjelaskan bagaimana berhubungan dengan masyarakat sipil, lembaga
peradilan dan angkatan perang. Ali menekankan Malik agar lebih memerhatikan
kesejahteraan para prajurit dan keluarga mereka dan diharapkan berkomunikasi
langsung dengan masyarakat melalui pertemuan terbuka, terutama dengan orang-
orang miskin, orang-orang yang teraniaya dan para penyandang cacat. Dalam surat
tersebut, juga terdapat instruksi untuk melawan korupsi dan penindasan,

18
mengontrol pasar, dan memberantas para tukang catut laba, penimbun barang dan
pasar gelap.
Secara utuh konsep pemerintahan Ali bin Abi Thalib RA, tercermin pada
suratnya kepada Malik Asther bin Harits, dengan poin-poin penting antara lain
sebagai berikut:
a. Tugas, kewajiban, serta tanggung jawab para penguasa dalam mengatur
berbagai prioritas pelaksanaan keadilan serta pengawasan terhadap pejabat
tinggi dan stafnya.
b. Menjelaskan hal-hal terkait dengan jaksa, hakim, dan penegak hukum
lainnya.
c. Menguraikan pendapatan pegawai administrasi dan bendahara.
d. Menjelaskan tatacara berhubungan dengan masyarakat sipil, lembaga
peradilan dan angkatan perang.
e. Instruksi agar Malik lebih memperhatikan kesejahteraan para prajurit dan
keluarga mereka.
f. Arahan agar Malik bin Harits berkomunikasi langsung dengan masyarakat
melalui pertemuan terbuka, terutama dengan orang-orang miskin, orang-
orang teraniaya, dan para penyandang cacat.
g. Instruksi untuk melawan korupsi dan penindasan.
h. Instruksi untuk melakukan control pasar dan memberantas para pedagang
licik, penimbun barang dan pasar gelap.
Secara umum pemikiran kebijakan dalam bidang perekonomian selama
masa pemerintahan Khalifah Ali RA adalah sebagai berikut:
a. Mengedepankan prinsip pemerataan dalam pendistribusian kekayaan
Negara kepada masyarakat.
b. Menetapkan pajak terhadap pemilik kebun dan mengizinkan pemungutan
zakat terhadap sayuran segar.
c. Pembayaran gaji pegawai dengan sistem mingguan.
d. Melakukan kontrol pasar dan memberantas pedagang licik, penimbun
barang, dan pasar gelap, serta aturan kompensasi bagi para pekerja jika
mereka merusak barang- barang pekerjaannya.

19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perekonomian Islam pada masa Khulafa’ al-Rasyidin ini masih murni dan
berdasar langsung pada al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Pada masa Abu Bakar ash
Shidiq, adalah awal mula dibentuknya baitul maal. Selanjutnya pengukuhan zakat
sebagai pendapatan negara dan melakukan kebijakan pembagian tanah taklukan.
Prinsip yang digunakan adalah kesamarataan dalam mendistribusikan harta baitul
maal. Pada masa Umar bin Khattab, dimulai pendirian baitul maal. Pada masa ini
sudah ada penyusunan anggaran pengeluaran dan pembelanjaan seperti ghanimah
dan kharaj untuk para pensiun, keluarga Nabi, pegawai, irigasi dan lain-lain. Pada
masa ini dharibah pernah dipakai untuk mendanai baitul maal. Umar menetapkan
jizyah yaitu kompensasi terhadap orang non muslim. Pada masa Umar ini mulai
terbentuk mata uang.
Pada masa Utsman bin Affan, dilakukan penataan baru seperti pembuatan
saluran air, pembangunan jalan dan pembentukan lembaga kepolisian. Utsman juga
melakukan perubahan administrasi tingkat atas dan beberapa gubernur. Utsman
melakukan pembagikan tanah Negara dengan tujuan reklamasi. Pada masa Ali bin
Abi Thalib, dilakukan pendistribusian seluruh pendapatan dan provisi yang ada
dalam baitul maal. Ali juga melakukan pendistribusian uang untuk rakyat. Ali
pernah melakukan penghapusan anggaran untuk angkatan laut. Ali termasuk
khalifah yang mempunyai konsep yang jelas terhadap pemerintahan, administrasi
umum dan masalah-masalah yang berkaitan dengannya.

20
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Euis. 2005. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Gramata
Publisihing.
Karim, Adiwarman. 2012. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: Edisi Ketiga.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Karim, Adiwarman. 2001. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam: Edisi Pertama.
Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar.
Aravik, Havis. 2017. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer: Edisi
Pertama. Depok: Kencana.

21

Anda mungkin juga menyukai