Anda di halaman 1dari 206

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU - ISO:


FAKTOR SUKSES KUNCI, GAYA KEPEMIMPINAN, DAN
DAMPAKNYA

Studi Kasus pada Dua SMA Negeri di Kecamatan Ngaglik, Sleman,


Daerah Istimewa Yogyakarta

TESIS
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

Diajukan oleh
Ignatius Suryadi
NIM. 152222103

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU - ISO:


FAKTOR SUKSES KUNCI, GAYA KEPEMIMPINAN, DAN
DAMPAKNYA

Studi Kasus pada Dua SMA Negeri di Kecamatan Ngaglik, Sleman,


Daerah Istimewa Yogyakarta

TESIS
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN
UNTUK MENCAPAI DERAJAT SARJANA S-2

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

Diajukan oleh
Ignatius Suryadi
NIM. 152222103

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU - ISO:


FAKTOR SUKSES KUNCI, GAYA KEPEMIMPINAN, DAN
DAMPAKNYA

Studi Kasus pada Dua SMA Negeri di Kecamatan Ngaglik, Sleman,


Daerah Istimewa Yogyakarta

TESIS
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN
UNTUK MENCAPAI DERAJAT SARJANA S-2

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

Diajukan oleh
Ignatius Suryadi
NIM. 152222103

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU-ISO:


FAKTOR SUKSES KUNCI, GAYA KEPEMIMPINAN,
DAN DAMPAKNYA

Studi Kasus pada Dua SMA Negeri di Kecamatan Ngaglik, Sleman,


Daerah Istimewa Yogyakarta

ABSTRAK
Penelitian evaluatif ini bertujuan untuk menganalisis tiga hal: (1) Faktor
sukses kunci implementasi sistem manajemen mutu (SMM) dengan standar ISO
9001: 2008 di SMAN 1 dan 2 Ngaglik; (2) Gaya kepemimpinan kedua SMA
tersebut yang menunjang keberhasilan implementasi SMM-ISO; dan (3) Dampak
(positif) yang dirasakan para pemangku kepentingan sekolah maupun dampak
negatif yang dipersepsikan oleh pimpinan sekolah. Metodologi penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif yang ditunjang pendekatan kuantitatif sederhana.
Hasil penelitian ini memberikan beberapa simpulan berikut. Pertama, Faktor
sukses kunci dalam implementasi SMM-ISO di kedua SMA tersebut adalah: (1)
Tim/wakil manajemen mutu; (2) Komitmen dan dukungan manajemen; (3
Komunikasi dan keterlibatan semua anggota, namun faktor ini kurang optimal di
SMAN 1; dan (4) Tingkat organisasi sebelumnya. Kedua, Gaya kepemimpinan
pihak manajemen SMAN 1 dipersepsikan oleh para pendidik sebagai cukup
transformatif, walaupun hanya kuat pada variabel ke-1 (pengaruh ideal, ing
ngarsa sung tuladha) dan ke-2 (stimulasi intelektual, atau sebagian dari ing
madya mangun karsa), sedang gaya kepemimpinan pihak manajemen SMAN 2
dipersepsikan transformatif dan merata untuk semua variabel, termasuk tut wuri
handayani. Dalam kondisi demikian, kedua SMAN tersebut tetap memperoleh
sertifikat ISO. Jadi, gaya kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh
secara langsung terhadap pemerolehan sertifikat ISO. Ketiga, Dampak
implementasi SMM-ISO dirasakan positif oleh para pelanggan eksternal dan
internal (pemangku kepentingan) kedua SMA Negeri di Ngaglik. Sedang dampak
negatif sertifikasi ISO, manajemen SMAN 2 lebih merasakan (96%) daripada
manajemen SMAN 1 (73%).

Kata Kunci: sistem manajemen mutu, ISO, wakil manajemen mutu (WMM),
kepemimpinan transformasional, dan perbaikan berkelanjutan.

iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

IMPLEMENTATION OF QUALITY MANAGEMENT SYSTEM-ISO:


KEY SUCCESS FACTORS, LEADERSHIP STYLE, AND ITS IMPACT

Case Study at Two State Senior High Schools in Ngaglik, Sleman,


Daerah Istimewa Yogyakarta

ABSTRACT

This evaluative research aims to analyze three things: (1) Key success factors of
the implementation of quality management system (QMS) with ISO 9001: 2008
standard in SMAN 1 and 2 Ngaglik; (2) Both high school leadership styles that
support the successful implementation of QMS-ISO; and (3) the (positive) impacts
experienced by school stakeholders as well as the negative impacts experienced
by the school leadership. The methodology of this research is qualitative
approach supported by a simple quantitative approach. The results of this study
provide some of the following conclusions. First, the key success factors in the
implementation of QMS-ISO in both SMA are: (1) Team/representative of quality
management; (2) Management commitment and support; (3) Communication and
involvement of all members, although this factor significantly afected in SMAN 1,
and (4) Level of previous organization. Secondly, leadership style of SMAN 1
management is experienced by educators as quite transformative, though only
strong in 1st variable (the ideal influence, ing ngarsa sung tuladha), and 2nd
variable (intellectual stimulation, or a part of ing madya mangun karsa), while the
leadership style of SMAN 2 management is perceived transformatively and evenly
for all variables, including tut wuri handayani. In these unique conditions, both of
SMAN still get ISO sertificate. So, the transformational leadership style doesn’t
influence in getting ISO sertificate directly. Thirdly, the impact of QMS-ISO
implementation is felt positively by external and internal customers (stakeholders)
of both senior high schools in Ngaglik, while the negative impact of ISO
certification experienced more by management of SMAN 2 (96%) than SMAN 1
management (73%).

Keywords: quality management system, ISO, quality management representative,


transformational leadership, continuous improvement.

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN


PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Ignatius Suryadi

Nomor Mahasiswa : 152222103

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan


Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

IMPLEMENTASI SISTEM MANAJEMEN MUTU - ISO:


FAKTOR SUKSES KUNCI, GAYA KEPEMIMPINAN, DAN
DAMPAKNYA
Studi Kasus pada Dua SMA Negeri di Kecamatan Ngaglik, Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-
ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media
lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun mem-
berikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 29-1-2018

Yang menyatakan

(Ignatius Suryadi )
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Mahakasih atas

segala berkat kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya

tulis ini. Karya tulis berupa tesis ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Magister Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

Tesis ini tidak akan terselesaikan, jika penulis tidak dibantu oleh beberapa

pihak yang memberi motivasi, inspirasi, fasilitasi, dan semangat bagi penulis.

Oleh karenanya, secara tulus penulis megucapkan terimakasih kepada:

1. Drs. Johannes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., selaku Rektor, Drs. T. Handono

Eko Prabowo, M.B.A., Ph.D. dan Dr. Titus Odong Kusumajati, M.A. selaku

Kaprodi dan Wakaprodi Magister Manajemen, serta Staf administrasi

Program Magister Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta yang telah memberi izin dan fasilitasi bagi penulis untuk

menjalani dan menyelesaikan studi di Prodi MM USD tersebut.

2. Drs. Subagyo, Kepala SMA Negeri 1 Ngaglik, dan Drs. H. Agus Santosa,

Kepala SMA Negeri 2 Ngaglik, atas izin dan fasilitasi penelitian yang

diberikan.

3. Dr. Fransisca Ninik Yudianti, M.Acc., QIA. dan Dr. Yoseph Yapi

Taum, M.Hum., selaku dosen-dosen pembimbing penelitian dan penulisan

tesis yang memberikan banyak masukan dan motivasi dengan segala

kesabaran dan sharing pengalamannya.

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

Halaman judul .................................................................................................. i


Pernyataan Originalitas .................................................................................... ii
Abstrak ............................................................................................................. iii
Abstract ............................................................................................................ iv
Halaman Persetujuan Dosen Pembimbing ....................................................... v
Halaman Persetujuan Tim Penguji Tesis ......................................................... vi
Kata Pengantar ................................................................................................. vii
Daftar Isi........................................................................................................... ix
Daftar Tabel ..................................................................................................... xi
Daftar Gambar .................................................................................................. xii
Daftar Lampiran .............................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 11
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 12
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 13
E. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ........................................... 13
F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 14

BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................... 16


A. Manajemen Mutu ............................................................................. 16
1. Manajemen.................................................................................. 16
2. Manajemen Mutu Terpadu atau Total Quality Management (TQM) 19
3. Prinsip-prinsip TQM dalam Pendidikan ..................................... 23
4. Nilai-nilai TQM .......................................................................... 25
5. Mutu dalam Pendidikan .............................................................. 28
6. Program Penjaminan Mutu Pendidikan di Satuan Pendidikan ... 30
7. ISO (International Organization for Standardization) .............. 38
B. Kepemimpinan................................................................................. 43
1. Kepemimpinan versus Manajemen ............................................. 43
2. Kepemimpinan Instruksional ...................................................... 44

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Kepemimpinan Transformasional............................................... 47
4. Kepemimpinan Spiritual ............................................................. 53
5. Kepemimpinan Kewirausahaan .................................................. 53
C. Faktor Sukses Kunci dan Dampak Implementasi Manajemen Mutu 55
1. Faktor Sukses Kunci Implementasi Manajemen Mutu ............... 55
2. Dampak Implementasi ISO 9001: 2008...................................... 57
D. Strategi Implementasi Manajemen Mutu ........................................ 61

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 68


A. Jenis Penelitian ................................................................................ 68
B. Subjek dan Objek Penelitian............................................................ 69
C. Instrumen Penelitian ........................................................................ 70
D. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 77
E. Metode Analisis Data ...................................................................... 80

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 85


A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ............................................... 85
1. SMA Negeri 1 Ngaglik………………………………………… 85
2. SMA Negeri 2 Ngaglik ............................................................... 90
B. Deskripsi data .................................................................................. 95
1. Faktor Sukses Implementasi Manajemen Mutu ....................... 95
2. Gaya Kepemimpinan ............................................................... 102
3. Dampak Implementasi ISO 9001: 2008 ................................... 114
C. Pembahasan ..................................................................................... 146
1. Faktor Sukses Kunci Implementasi Manajemen Mutu ............ 146
2. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional .................. 149
3. Dampak Implementasi ISO 9001: 2008 ................................... 154

BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN ............................ 163


A. Simpulan .......................................................................................... 163
B. Keterbatasan .................................................................................... 169
C. Saran ................................................................................................ 169
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 174
LAMPIRAN ..................................................................................................... 178

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perbedaan Manajemen Tradisional dan TQM .............................. 2


Tabel 2.1 Pelanggan Pendidikan ................................................................... 23
Tabel 2.3 Penerapan ISO 9000 untuk Penjaminan Mutu Pendidikan ........... 42
Tabel 2.4 Indikator Kepemimpinan Transformasional di Sekolah ............... 51
Tabel 4.1 Hasil Penelitian Gaya Kepemimpinan Pimpinan Sekolah di SMA
Negeri 1 Ngaglik Sleman .............................................................. 104
Tabel 4.2 Hasil Penelitian Gaya Kepemimpinan Pimpinan Sekolah di SMA
Negeri 2 Ngaglik Sleman ............................................................. 109
Tabel 4.3 Dampak ISO, Menurut Peserta Didik (Siswa), SMA Negeri 1
Ngaglik ......................................................................................... 116
Tabel 4.4 Dampak ISO, Menurut Peserta Didik (Siswa), SMA Negeri 2
Ngaglik ......................................................................................... 120
Tabel 4.5 Dampak ISO, Menurut Orangtua Peserta Didik, SMA Negeri 1
Ngaglik ......................................................................................... 124
Tabel 4.6 Dampak ISO, Menurut Orangtua Peserta Didik, SMA Negeri 2
Ngaglik ......................................................................................... 126
Tabel 4.7 Dampak ISO, Menurut Pendidik (Guru), SMA N1 Ngaglik ........ 129
Tabel 4.8 Dampak ISO, Menurut Pendidik (Guru), SMA N 2 Ngaglik ....... 135
Tabel 4.9 Dampak ISO, Menurut Manajemen Sekolah, SMA N 1 Ngaglik . 139
Tabel 4.10 Dampak Negatif ISO, Menurut Manajemen SMA N 1 Ngaglik .. 142
Tabel 4.11 Dampak ISO, Menurut Manajemen Sekolah, SMA N 2 Ngaglik . 143
Tabel 4.12 Dampak Negatif ISO, Menurut Manajemen SMA N 2 Ngaglik .. 145
Tabel 4.13 Kadar Kepemimpinan Transformasional Dua SMAN Ngaglik ... 151

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses Sirkuler Lembaga Pendidikan (SMA) ............................. 30


Gambar 2.2 Model Dasar Penjaminan Mutu Pendidikan ............................... 32
Gambar 2.3 Model Sistem Manajemen Mutu dengan Dasar Proses .............. 40
Gambar 3.3 Komponen-komponen Analisis Data: Model Interaktif ............. 81
Gambar 4.1 Grafik Kepuasan Peserta Didik (Siswa), SMA Negeri 1 Ngaglik 118
Gambar 4.2 Grafik Dampak ISO, Menurut Peserta Didik (Siswa), SMA Negeri
1 Ngaglik..................................................................................... 119
Gambar 4.3 Grafik Kepuasan Peserta Didik (Siswa), SMA Negeri 2 Ngaglik 122
Gambar 4.4 Grafik Dampak ISO, Menurut Peserta Didik (Siswa), SMA Negeri
2 Ngaglik..................................................................................... 123
Gambar 4.5 Grafik Kepuasan Orangtua Peserta Didik, SMA N 1 Ngaglik .... 125
Gambar 4.6 Grafik Dampak ISO, Menurut Orangtua Peserta Didik, SMA N
1Ngaglik...................................................................................... 125
Gambar 4.7 Grafik Kepuasan Orangtua Peserta Didik, SMA N 2 Ngaglik .... 127
Gambar 4.8 Grafik Dampak ISO, Menurut Orangtua Peserta Didik, SMA N 2
Ngaglik........................................................................................ 128
Gambar 4.9 Grafik Kepuasan Pendidik (Guru), SMA N 1 Ngaglik ............... 134
Gambar 4.10 Grafik Dampak ISO, Menurut Pendidik, SMA N 1 Ngaglik ..... 134
Gambar 4.11 Grafik Kepuasan Pendidik (Guru), SMA N 2 Ngaglik .............. 137
Gambar 4.12 Grafik Dampak ISO, Menurut Pendidik, SMA N 2 Ngaglik ..... 138
Gambar 4.13 Grafik Kepuasan Manajemen SMA N 1 Ngaglik ...................... 140
Gambar 4.14 Grafik Dampak ISO, Menurut Manajemen SMA N 1 Ngaglik . 141
Gambar 4.15 Grafik Kepuasan Manajemen SMA N 2 Ngaglik ...................... 144
Gambar 4.16 Grafik Dampak ISO, Menurut Manajemen SMA N 2 Ngaglik . 144

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ................................................................... 179


Lampiran 2 Kebijakan Mutu SMA Negeri 1 Ngaglik ................................... 180
Lampiran 3 Kebijakan Mutu SMA Negeri 2 Ngaglik ................................... 181
Lampiran 4 SK Tim ISO SMA Negeri 1 Ngaglik ......................................... 182
Lampiran 5 SK Tim Manajemen Mutu SMA Negeri 2 Ngaglik ................... 184
Lampiran 6 Sertifikat ISO SMA Negeri 1 Ngaglik ....................................... 188
Lampiran 7 Sertifikat ISO SMA Negeri 2 Ngaglik ....................................... 189

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi ini hampir tidak ada lagi sesuatu yang dapat diharapkan

tetap (tidak berubah). “The only certainty about the future is its uncertainty, that

there will be changes”, kata Hamdy dan Aitken (dalam Oliver, 1996: 2).

Perubahan yang lebih pesat terutama terjadi dalam praksis pendidikan, karena

dalam dunia pendidikan tidak pernah ada hal yang tetap. Satu-satunya yang tetap

dalam pendidikan adalah perubahan itu sendiri. Suyanto (2001: 1-2) mengatakan

bahwa membangun sektor pendidikan tidak pernah akan mencapai tujuan akhir

yang sempurna dan final. Hal ini terjadi karena konteks pendidikan selalu

dinamis, berubah dan tidak pernah konstan, sesuai dengan perubahan masyarakat,

ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dalam dunia pendidikan, hal tersebut kiranya dapat dipahami mengingat

pendidikan selalu harus mampu “melayani”, beradaptasi, dan bahkan juga ikut

menentukan dunia makro yang selalu melaju dengan pesatnya. Sayangnya,

menurut Etzold (dalam Sindhunata, 2000: 12) dibandingkan lembaga-lembaga

yang terkait dengan bisnis dan perdagangan, sekolah termasuk lembaga yang

paling malas berubah, atau malah cenderung tidak suka berubah. Karena itu,

sekolah pada dasarnya sulit untuk mereformasikan diri. Situasi menjadi berbeda

manakala lembaga pendidikan tersebut diampu oleh pimpinan yang transformatif,

sebab dengan gaya kepemimpinan itu pemimpin dapat memanfaatkan segala

1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

talenta, kharisma, keteladanan, dan inspirasinya dalam memengaruhi pemangku

kepentingan sekolah untuk berubah (transformed) menjadi lebih baik.

Dewasa ini, di lingkungan bisnis global, pelanggan telah mengalami

perubahan pesat, baik dalam tuntutan mereka maupun cara mereka memenuhi

tuntutannya. Oleh karena itu, untuk dapat bertahan (survive) dan berkembang

dalam lingkungan yang telah berubah tersebut, manajemen harus mengubah

paradigma mereka, agar sikap dan tindakan mereka dalam menjalankan bisnis

menjadi efektif. Paradigma baru (new paradigm) tersebut adalah penerapan

manajemen mutu terpadu (MMT) atau total quality management (TQM), yang

dapat diartikan sebagai perpaduan dari berbagai fungsi perusahaan ke dalam

falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep mutu, teamwork,

produktivitas kerja, dan kepuasan pelanggan. Dengan TQM, dimungkinkan

adanya keniscayaan bahwa semua kegiatan manajemen memberikan kontribusi

yang signifikan pada pencapaian tujuan-tujuan organisasi dan merupakan hal yang

harus diselesaikan secara tepat dan profesional sesuai prosedur kerja yang telah

digariskan yaitu “Do the right thing, first time, every time”.

Untuk memperjelas perbedaan antara paradigma manajemen tradisional

dengan paradigma manajemen baru yang disebut TQM, berikut ini disajikan

sebuah matriks pembandingan yang dikutip dari buku karya Hadari Nawawi,

tahun 2000. Dari segi manajemen fungsional, keduanya memang sama, namun

dari dimensi-dimensi organisasional, tampaklah bahwa TQM sangat kental

dengan terminologi (berorientasi pada) mutu/kualitas, layanan, kerja tim,

pemberdayaan, demokratis, dan jangka panjang.

2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 1.1
Perbedaan Manajemen Tradisional dan TQM
DIMENSI PARADIGMA MANAJE- MANAJEMEN
ORGANISASI MEN TRADISIONAL
PARADIGMA TQM FUNGSIONAL
- Individualisme - Usaha bersama 1. Perencanaan
1. Budaya
- Diferensiasi - Fungsi silang dalam bekerja 2. Perorganisasian
organisasi
- Kepemimpinan - Melatih dan memberi
- Laba peluang 3. Penggerakan
- Produktivitas - Layanan yang memuaskan 4. Pengawasan
a. Komunikasi a. Komunikasi Karakteristik
- Atas ke bawah - Dua arah (vertikal, hori- pelaksanaan,
- Prosedur dan mekanis- sontal dan diagonal) Fungsi-fungsi
me kerja birokrasi - Jaringan kerja manajemen
2. Pelaksanaan b. Desain Pekerjaan: b. Desain Pekerjaan: - Berfokus pada
pekerjaan - Efisiensi - Kualitas yang dilayani
- Produktivitas - Pelayanan
- Kualitas
- Metode kerja terbaik - Kontrol yang luas
- Kontrol terbatas - Tim kerja otonom - Kepemimpinan
- Deskripsi pekerjaan - Pelayanan yang aktif
yang bersifat khusus - Keterampilan kerja - Konsep kualitas
3. Tujuan Tujuan organisasi
pelaksanaan Tujuan individual Tujuan tim kerja - Pengikutsertaan
pekerjaan pekerja
- Reviu hasil supervisi - Pihak yang dilayani, - Pendekatan
4. Pengukuran
rekan kerja dan reviu pemecahan
dan - Kinerja keuangan hasil supervisi masalah
penilaian
- Kualitas dan layanan
Sumber: Nawawi (2000: 130)

Sebenarnya untuk menerapkan manajemen mutu, sebuah lembaga

pendidikan dapat memilih baik TQM atau pun ISO. Keduanya relatif mirip, atau

dapat juga dikatakan memiliki keterkaitan sangat erat. Ada beberapa pernyataan

yang merupakan simpulan dari hasil sejumlah penelitian di Yunani (Purnama,

2006: 87-94) sebagai berikut. Pertama, kebanyakan perusahaan yang menerapkan

ISO 9000 pada saat yang bersamaan juga mengadopsi prinsip-prinsip TQM.

Kedua, bahwa penerapan ISO 9000 merupakan langkah awal implementasi TQM.

Ketiga, ISO 9000 sebagai basis penerapan TQM. Keempat, bahwa ISO 9000 dan

TQM bukan alternatif yang berbeda satu sama lain. Kelima, sertifikasi ISO 9000

menyediakan bangunan kokoh bagi kesuksesan dan efektivitas implementasi

TQM. Keenam, perusahaan yang telah memiliki sertifikat ISO memiliki level

3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

TQM lebih tinggi dibanding perusahaan yang belum/tidak mendapatkan sertifikat

ISO. Dan ketujuh, ada pernyataan bahwa salah satu manfaat praktis memperoleh

sertifikat ISO adalah ‘membantu pencapaian TQM’.

Akhirnya, kedelapan, penulis menambahkan bahwa TQM dan ISO sama-

sama menggunakan Siklus PDCA (Plan – Do – Check – Act). Mengingat, di

lingkungan institusi pendidikan dasar dan menengah tidak/belum ada yang

mendeklarasikan implementasi TQM, tetapi ‘hanya’ berusaha mendapatkan

sertifikat ISO, maka penulis memilih untuk menggunakan keduanya (TQM dan

ISO) secara saling melengkapi. Konkretnya: TQM mendasari implementasi

kebijakan mutu di SMA, dan sertifikat ISO 9001: 2008 sebagai bukti pengakuan

mutu secara internasional.

Sebagaimana dalam dunia bisnis, jika institusi pendidikan ingin dapat

bertahan hidup dan bahkan mengalami perkembangan serta tidak terlindas oleh

kompetisi regional (MEA yang sudah mulai diterapkan pada tahun 2015) dan

kompetisi global (APEC mulai efektif berjalan pada tahun 2020, bahkan 2010

bagi negara-negara maju), maka mau tidak mau mereka harus

mengimplementasikan paradigma manajemen baru yang disebut TQM atau pun

ISO tersebut. Dengan demikian lembaga pendidikan berpeluang memperoleh

sertifikat mutu, seperti misalnya ISO 9000. Sebab dalam era globalisasi yang

tidak lain adalah era mutu ini, semua hal (orang-orang, perusahaan, sekolah-

sekolah dan perguruan tinggi) harus bermutu, dan jika tidak bermutu niscaya akan

ditinggalkan orang.

Namun tampaknya masih belum banyak lembaga pendidikan yang sudah

4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berorientasi pada penerapan standar mutu dan karenanya mendapatkan sertifikat

ISO. Agaknya mereka masih terpancang dan berkiblat pada otoritas birokrasi

pendidikan, melalui ujian nasional dan supervisi untuk tingkat sekolah menengah

dan sekolah dasar, yang kadang masih disangsikan kadar objektivitasnya. Dalam

soal penelitian dan pengembangan (litbang, R & D), kiranya juga masih sedikit

sekali lembaga pendidikan (terutama tingkat dasar dan menengah) yang memiliki

dan memfungsikannya secara efektif demi pengembangan lembaga.

Di banyak negara maju, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dapat

berkembang dan masuk dalam percaturan pendidikan tingkat dunia setelah dalam

dirinya – dan didukung oleh kebijakan politik pemerintah – memiliki komitmen

terhadap mutu sebagai kebijakan manajemen. Amerika Serikat pun baru

menyadari ketertinggalannya dalam bidang pendidikan dari sejumlah negara

setelah diterbitkan laporan Newsweek 2 Desember 1991 dengan judul “The Best

Schools in the World”. Dalam laporan tersebut dikemukakan adanya 10 negara

yang tampil dengan prestasi unggul dalam pendidikan melebihi negara-negara

lain. Negara-negara tersebut antara lain: Selandia Baru (unggul dalam pelajaran

membaca dan menulis), Italia (terbaik dalam pendidikan prasekolah), Negeri

Belanda (Matematika dan Bahasa Asing), Jepang (IPA), Swedia (pendidikan

orang dewasa), dan Amerika Serikat (dalam pendidikan seni dan pascasarjana).

Namun kemudian di Amerika Serikat (AS), melalui kebijakan politiknya, George

Bush segera mencanangkan program America 2000 yang pada intinya bertujuan

untuk memperbaiki mutu pendidikan AS agar dapat berkibar kembali dan menjadi

yang terbaik di dunia. Pembaharuan terutama menyangkut perbaikan mutu

5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pendidikan sains dan matematika, di samping pada pelajaran bahasa, job training,

pendidikan keguruan, pendidikan seni, dan pendidikan tinggi (Supriadi, dalam

Jalal dan Dedi Supriadi, 2000: 59).

Pada saat ini sudah banyak sekolah dan perguruan tinggi di AS yang

menerapkan kebijakan TQM untuk meningkatkan mutu pendidikannya. Menurut

Lewis dan Smith (dalam Tjiptono, 2001: 402), data yang dikumpulkan oleh

Quality Progress menunjukkan bahwa pada tahun 1992 saja sudah ada 220

institusi PT di AS yang menerapkan TQM, termasuk di dalamnya Harvard

University, Oregon State University, University of Pennsylvania, University of

Chicago, dan University of Texas-Austin. Sedang untuk tingkat Sekolah

Menengah, misalnya, staf dan para siswa pada Mt Edgecumbe di Alaska yang

mengadopsi 14 butir TQM dari Deming dan memodifikasinya untuk kepentingan

praksis pendidikan di institusinya. Di Eropa, berkembang prinsip-prinsip yang

disebut EFQM (European Foundation for Quality Management). Yang disebut

terakhir itu, oleh Peter Scholten dari Utrecht Belanda, juga pernah

diimplementasikan sebagai pilot project di ITS Surabaya (Scholten, Oktober

1999).

Selain yang diungkapkan terakhir (pilot project EFQM di ITS), semua yang

dipaparkan di atas adalah terutama hasil penelitian di luar negeri. Bagaimana di

Indonesia? Pastilah kondisinya berbeda, misalnya soal gaya kepemimpinan yang

dituntut dalam implementasi kebijakan manajemen mutu (TQM, ISO). Pemikir

Hardiman (2014) mengkonstatasi bahwa kepemimpinan politik – yang tentunya

derivasinya juga ke dalam bidang pendidikan – di Indonesia hanya didominasi

6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

oleh gaya transaksional dan transformasional. Mengutip pendapat Bass dan

Riggio, dikatakan bahwa kepemimpinan transaksional paling-paling hanya akan

menghasilkan kompromi yang tidak akan melampaui self-interests. Pemimpin

memperoleh loyalitas para pengikut dengan menjanjikan sejumlah uang atau

kedudukan.Organisasi yang terbangun rapuh karena tidak diikat oleh komitmen

moral, tetapi hanya oleh pertukaran kepentingan diri.

Berbeda dari itu, kepemimpinan transformasional membangkitkan

”kesadaran akan nilai dan pentingnya tujuan-tujuan ideal dan khusus” serta

”melampaui kepentingan diri demi kebaikan organisasi”. Seorang pemimpin

transformasional ”efektif dalam memotivasi para pengikut untuk mendukung

kebaikan yang lebih besar yang melampaui kepentingan diri”. Ia melibatkan para

pengikut untuk memberdayakan mereka sehingga kinerja organisasi menjadi lebih

daripada yang diharapkan. Dalam teori politik, kepemimpinan transaksional

mendekati modus vivendi ala Hobbes, sedangkan kepemimpinan transformasional

mendekati demokrasi partisipatoris. Ini berarti berbicara tentang politik

transaksional dan politik transformasional. Pengejaran kuasa kerap membuat

orang lupa bahwa politik transaksional hanya akan mereproduksi oportunis-

oportunis sebagaimana sudah dikenal selama ini.

Tentang betapa pentingnya implementasi TQM dalam institusi pendidikan

dasar dan menengah (khususnya untuk Sekolah Katolik) di Indonesia pernah

dikemukakan oleh seorang pengamat pendidikan, Waruwu (2016), yang

mengatakan bahwa, utamanya untuk membantu mengembalikan kejayaan dan

keunggulan sekolah Katolik, perlu dilakukan tiga langkah berikut. Pertama,

7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memperbaiki manajemen sekolah, pimpinan dan staf yayasan mesti menyesuaikan

diri dengan perubahan dan menerapkan Total Quality Management (TQM) di

bidang pendidikan. Kedua, sekolah-sekolah berkolaborasi membangun Learning

Center, tempat para guru mengikuti training profesional. Karena hanya dengan

pembinaan terus-menerus, mutu profesional guru dapat ditingkatkan. Dan ketiga,

para kepala sekolah perlu dimampukan untuk menjadi “coach” bagi guru-guru.

Mereka perlu menguasai kompetensi “The leader as a coach” (HIDUP,

25/9/2016).

Di lingkungan sekolah (SMA/SMK) negeri di Kabupaten Sleman, Daerah

Istimewa Yogyakarta pada saat ini sudah banyak SMA Negeri yang – karena

instruksi Dinas Dikpora – telah berproses dan memperoleh sertifikat ISO. Sejak

tahun 2015 yang lalu, sebanyak 17 SMK dan 4 SMA Negeri di Sleman telah

berproses dan akhirnya memperoleh sertifikat pengakuan mutu secara nasional

berupa sertifikat ISO dari PT TUV Indonesia, yaitu ISO 9001: 2008. Enam SMA

Negeri yang terakhir pada paruh pertama tahun 2016 adalah SMA Negeri 1

Godean, SMA Negeri Ngemplak, SMA Negeri 1 Pakem, SMA Negeri Mlati,

SMA Negeri 1 Ngaglik, dan SMA Negeri 2 Ngaglik.

Mengingat – sejauh penulis ketahui – belum pernah ada SMA Negeri di

Sleman yang mendeklarasikan kebijakan mutu (semisal TQM, Six Sigma,

Ballance Scorecard, ISO, dan semacamnya), maka rasanya kebijakan Pemerintah

Kabupaten (cq. Dinas Dikpora) Sleman yang mewajibkan (menginstruksikan)

SMA-SMA Negeri mengikuti proses memperoleh sertifikat ISO tersebut menjadi

semacam lompatan dan terobosan yang signifikan, namun terasa meloncat.

8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Semestinya instruksi tersebut didahului dengan kebijakan prakondisi/penyiapan

(pengangkatan atau pemberian diklat) kepala sekolah dengan kualifikasi tertentu.

Sesuai tuntutan nilai-nilai TQM maupun ISO, sesungguhnya perlu dimunculkan

(diinternalisasikan) terlebih dahulu gaya kepemimpinan transformasional yang

sungguh diperlukannya. Untuk kepentingan itu, penulis telah melakukan studi

pendahuluan dengan metode observasi dan wawancara singkat terhadap sejumlah

SMA Negeri tersebut, tetapi utamanya di SMA Negeri 1 Ngaglik. Titik berat

penelitian awalnya adalah tentang kepemimpinan kepala sekolah; gaya

kepemimpinan yang ada dan sesungguhnya diperlukan: apakah kepemimpinan

instruksional, transformasional ataukah gaya yang lain. Hasil penelitian awal

tersebut menunjukkan bahwa faktor penentu (sukses kunci) keberhasilan meraih

sertifikasi ISO 9001: 2008 adalah kepemimpinan sekolah yang berarti bukan

sekadar kepemimpinan kepala sekolah perse.

Kepemimpinan instruksional dan kepemimpinan transformasional adalah dua

model yang paling berpengaruh yang diterapkan untuk kepemimpinan pendidikan

(Hallinger, 2003; Robinson et al, 2008, dalam Keung dan Szapkiw, 2013). Hasil

kerja terbaru Robinson et al. (2008) menunjukkan bahwa kepemimpinan

instruksional memiliki 3-4 kali dampak pada outcome siswa dibandingkan dengan

kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan yang berpusat di sekitar

hubungan antara pemimpin dan pengikut sebagai lawan dari yang berfokus pada

pekerjaan pedagogik tertentu. Meskipun kepemimpinan instruksional telah

terbukti memengaruhi prestasi siswa, definisi kepemimpinan transformasional

yang paling umum digunakan dari kepemimpinan yang efektif dalam literatur

9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

empirik baru-baru ini telah terbukti menjadi bentuk yang paling efektif ketika

mempelajari keseluruhan efektivitas organisasi dan pemimpin (Bass dan Riggio,

2006; Northouse, 2010).

Sebagaimana dikemukakan oleh Stone, Russell, dan Patterson (2004),

kepemimpinan transformasional ternyata sudah diinisiasi oleh Burns (1978) dan

baru kemudian oleh Bass (1985a). Kedua peneliti dan praktisi tersebut

menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional dengan kepemimpinan

pelayan (servant leadership) sepintas begitu mirip, namun tentu saja senyatanya

ada persamaan dan perbedaan. Tetapi penelitian ini tidak bermaksud untuk

menelaah masalah tersebut.

Tertarik dengan situasi demikian, maka penulis mencoba melakukan studi

atau penelitian dengan judul “Implementasi Sistem Manajemen Mutu - ISO:

Faktor Sukses Kunci, Gaya Kepemimpinan, dan Dampaknya; Studi Kasus

pada Dua SMA Negeri di Kecamatan Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa

Yogyakarta”. Ini merupakan sebuah penelitian evaluatif (evaluasi kebijakan

pendidikan) dan eksploratif. Berhubung faktor kepemimpinan (leadership) di

Sekolah diyakini menjadi salah faktor sukses kunci utama, sebagaimana diuraikan

dalam manajemen mutu (TQM maupun ISO), maka kepemimpinan akan dikaji

sebagai faktor penentu utama keberhasilan implementasi manajemen mutu di

SMA. Apalagi dalam TQM disebutkan secara eksplisit tentang pentingnya (nilai)

kepemimpinan transformasional, pada nilai ketiganya: Manajemen partisipatif

(participative management) dan gaya kepemimpinan transformasional

(transformational leadership). Penelitian ini akan lebih berfokus pada

10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

implementasi manajemen mutu sesuai standar ISO 9001: 2008.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang diuraikan di muka, tampaklah adanya

masalah dalam manajemen lembaga pendidikan: di satu sisi tuntutan mutu oleh

pelanggan eksternal dan internal semakin dinamis (tinggi), sementara di sisi lain

lembaga pendidikan merupakan lembaga yang paling malas berubah, atau malah

cenderung tidak suka berubah. Mereka – lembaga pendidikan itu – yang mestinya

senantiasa berubah justru relatif paling enggan berubah.

Sudah banyak disadari bahwa untuk dapat survive, apalagi berkembang,

lembaga pendidikan harus mengubah orientasi: dari produksi atau produk (yang

dapat) disediakan menjadi memuaskan kebutuhan pelanggan (terutama pelanggan

eksternal-primer: siswa, pembelajar). Itulah manajemen mutu. Kalau hal itu

menjadi komitmen, kebijakan, dan praksis keseharian semua level manajemen,

maka disebut manajemen mutu terpadu (total quality management, TQM). Agar

mutu institusinya diakui secara internasional, maka perlu dibuktikan dengan

sertifikat pengakuan yang bernama sertifikat ISO. Sayangnya, seringkali sertifikat

ini hanya menandai sisi administrasi dan kurang menyentuh sisi esensi.

Untuk memastikan bahwa implementasi manajemen mutu dan pemerolehan

sertifikat ISO di sekolah sampai pada ranah yang esensial (hakiki) dan impak atau

dampaknya juga dirasakan oleh para pemangku kepentingan (stakeholders atau

para pelanggan), maka penelitian ini akan mengkaji masalah-masalah yang

dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut.

11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1. Faktor sukses apa sajakah yang paling memengaruhi/menentukan keberhasilan

SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman dalam upaya

mengimplementasikan kebijakan sistem manajemen mutu (SMM) dengan

standar ISO 9001: 2008?

2. Sejauh manakah model/gaya kepemimpinan transformasional menunjang

keberhasilan pemerolehan sertifikat ISO dalam rangka implementasi sistem

manajemen mutu di SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik,

Sleman?

3. Apa sajakah dampak implementasi sistem manajemen mutu dengan standar

ISO 9001: 2008 bagi pemangku kepentingan (stakeholders atau pelanggan) di

SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sekurang-

kurangnya dapat dirinci menjadi tiga tujuan pokok berikut.

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang paling menentukan keberhasilan SMA

Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman dalam upaya

mengimplementasikan kebijakan sistem manajemen mutu (SMM) dengan

standar ISO 9001: 2008.

2. Untuk mengetahui seberapa kuat gaya/model kepemimpinan transformasional

menunjang keberhasilan pemerolehan sertifikat ISO dalam rangka

implementasi sistem manajemen mutu di SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA

Negeri 2 Ngaglik, Sleman.

12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Untuk mengetahui dampak penerapan/implementasi sistem manajemen mutu

dengan standar ISO 9001: 2008 bagi pemangku kepentingan (stakeholders

atau pelanggan) SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi

kepentingan praktis, yaitu:

1. dapat dijadikan salah satu acuan dalam usaha meningkatkan kualitas

pendidikan dua SMA Negeri di Ngaglik, Kabupaten Sleman;

2. dapat dijadikan salah satu alat evaluasi kebijakan akreditasi sekolah-sekolah

oleh Depdikbud yang mesti bekerja sama dengan lembaga independen dan

para pemangku kepentingan (stakeholders).

3. dapat juga memacu dan menjadi referensi bagi pemerintah dalam perekrutan,

pemilihan, penempatan, penyiapan, dan pengembangan kompetensi kepala

sekolah.

E. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Menyadari akan berbagai keterbatasan yang ada, termasuk banyak SMA

Negeri di Sleman yang sudah bersertifikat ISO, maka peneliti memutuskan untuk

membuat pembatasan-pembatasan sebagai berikut.

1. Fokus utama penelitian ini adalah dua SMA Negeri (sudah bersertifikat ISO)

di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, kendatipun penelitian

pendahuluannya menyangkut banyak SMA Negeri di beberapa kecamatan di

13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kabupaten Sleman.

2. Yang dimaksudkan dengan kepemimpinan di sini adalah pengaruh dan

aktivitas para pemimpin (pimpinan) Sekolah, yang bukan hanya Kepala

Sekolah, melainkan juga para pemimpin (leaders) yang lainnya, utamanya:

kepala sekolah, para wakil kepala sekolah, dan wakil manajemen mutu

(WMM). Kepuasan pelanggan eksternal-primer (siswa/peserta didik),

sekunder (orangtua/wali peserta didik), dan pelanggan internal (guru dan

tenaga kependidikan) pun menjadi fokus penelitian.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis ini diuraikan dalam lima bab dan masing-

masing bab akan dirinci menjadi sub-bab menurut keperluan penguraiannya.

Secara garis besar, sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah

sebagai berikut.

BAB I. PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah,

batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

sistematika penulisan.

BAB II. LANDASAN TEORI

Bab ini menjelaskan teori-teori mendasari penelitian ini dan

digunakan sebagai dasar dalam melakukan pembahasan. Teori yang

diungkapkan terutama menyangkut variabel penelitian ini:

manajemen mutu (TQM dan ISO 9001: 2008), gaya kepemimpinan

14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(terutama instruksional dan transformasional), dan dampak

implementasi manajemen mutu dengan standar ISO 9001: 2008.

BAB III. METODE PENELITIAN

Bab III menjelaskan cara yang sungguh-sungguh digunakan dalam

melakukan penelitian, meliputi jenis penelitian, tempat dan waktu

penelitian, subjek dan objek penelitian, data dan teknik

pengumpulan data, variabel penelitian, pengukuran variabel, dan

teknis analisis data.

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan deskripsi data atas dua SMA yang diteliti:

SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman, Daerah

Istimewa Yogyakarta. Kemudian dilakukan pembahasan atas hasil

penelitian lapangan, terkait dengan masalah dan tujuan penelitian.

BAB V. SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

Bab V, yang merupakan puncak penelitian, mengungkapkan

simpulan atau konklusi, keterbatasan penelitian, dan saran atau

rekomendasi yang penulis tujukan kepada pimpinan SMA Negeri 1

dan SMA Negeri 2 Ngaglik, dan Pemda (Dinas Dikpora)

Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Manajemen Mutu

1. Manajemen

Istilah manajemen (management) berasal dari kata to manage

(mengelola) yang semula berasal dari bahasa Italia maneggio yang merupakan

kata serapan dari Bahasa Latin maneggiare dan berasal dari kata manus yang

artinya sama dengan kata Inggris hand (tangan). Jadi, secara etimologis,

manajemen berarti mengelola atau mengurus, menangani sesuatu untuk

mencapai tujuan. Orangnya disebut manajer. Namun, seringkali kata

manajemen juga berkonotasi para manajer, para pemimpin atau pimpinan

organisasi. Tiga definisi manajemen yang cukup variatif dapat dikemukakan

sebagai berikut.

a. Menurut Stoner, Freeman, & Gilbert (1995: 7), manajemen adalah proses

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha

para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya

organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

b. Follet (Handoko, 2000: 8) mendefinisikan manajemen sebagai seni dalam

menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.

c. Gullick (Handoko, 2000: 11) memberikan definisi manajemen sebagai

suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematik

16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk

mencapai tujuan dan membuat sistem kerjasama ini lebih bermanfaat bagi

kemanusiaan.

Dari ketiga definisi manajemen tersebut, dapatlah dikemukakan definisi

baru yaitu manajemen merupakan ilmu dan seni menyelesaikan pekerjaan

melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan

usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber

daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

Stoner, Freeman, & Gilbert memilih kata ‘proses’ yang berarti cara

sistematik untuk melakukan pekerjaan. Proses tersebut terdiri atas kegiatan-

kegiatan (fungsi-fungsi, tugas-tugas) manajemen, yaitu: perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan (planning, organizing, leading,

controlling). Pakar lain menyebutkan fungsi-fungsi manajemen secara berbeda,

tetapi hakikatnya sama. Terry (1986: 5), misalnya, menyebutkan dengan:

planning, organizing, actuating, dan controlling (POAC). Fayol (Adelina &

Rambe, 1994: 26) memakai terminologi: planning, organizing, commanding,

coordinating, dan controlling (POCCC). Menurut Adelina & Rambe (ibid.:

26), ada pula pakar yang menggunakan istilah: planning, organizing,

motivating, dan controlling (POMC), planning, organizing, motivating,

controlling, dan evaluating (POMCE), planning, organizing, staffing,

directing, controlling, reporting dan budgeting (POSDCRB). Sementara Rue &

Byar (2000: 6) memilih menggunakan terminologi planning, organizing,

staffing, leading, controlling (POSLC). Dalam konteks TQM/ISO, Edward

17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Deming memakai PDCA (plan-do-check-act) sebagai sebuah siklus, dan

karenanya disebut sebagai Siklus Deming (Deming Cycle). Sedang untuk

Penelitian Tindakan Kelas (classroom action research) digunakan PAOR

(planning-acting-observing-reflecting).

Dengan menggunakan terminologi Terry (POAC), maka dapat

dikemukakan sedikit penjelasan atas fungsi-fungsi manajemen itu sebagai

berikut.

a. Perencanaan (Planning, inklusif Budgeting)

Perencanaan dalam organisasi adalah sangat esensial, karena dalam

kenyataannya perencanaan memegang peranan lebih dibandingkan dengan

fungsi-fungsi manajemen lainnya. Dalam perencanaan, manajer

memutuskan: “apa yang harus dilakukan”, “mengapa dilakukan”, “kapan

melakukannya”, “di mana harus dilakukan”, “siapa yang melakukan”, dan

“bagaimana melakukannya” (5W + 1H). Jadi perencanaan adalah

pemilihan sekumpulan kegiatan dan penetapan selanjutnya apa yang harus

dilakukan, kapan dan di mana, bagaimana, dan oleh siapa.

b. Pengorganisasian (Organizing, termasuk Coordinating)

Pengorganisasian berasal dari kata Organisasi (organ, organon = alat),

dapat didefinisikan sebagai berikut.

Pengorganisasian (organizing) merupakan proses penyusunan


struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi,
sumberdaya yang dimilikinya, dan lingkungan yang melingkupinya.
Aktivitas ini menjembatani kegiatan perencanaan dengan
pelaksanaannya (Handoko, 2000: 167).

Dalam pengorganisasian selalu dilakukan pengumpulan data tentang

18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan, yang dinamakan analisis jabatan

(job analysis), yaitu suatu proses untuk mempelajari dan mengumpulkan

berbagai informasi yang berhubungan dengan berbagai operasi dan

kewajiban suatu jabatan. Analisis jabatan ini dapat menghasilkan (1)

deskripsi jabatan (job description), yaitu pernyataan yang teratur dari

berbagai tugas, wewenang, dan tanggung jawab suatu jabatan tertentu; dan

(2) spesifikasi jabatan (job specification), yaitu catatan tentang kualitas

minimal yang diperlukan karyawan untuk memangku jabatan tertentu atau

mengerjakan suatu pekerjaan tertentu seperti tercantum dalam deskripsi

jabatan.

c. Penggerakan (Actuating mencakup Staffing, Commanding, Directing,

Leading, dan Motivating)

Hakikat fungsi ini adalah bagaimana mendorong/memerintah/men-

ciptakan situasi kondusif bagi anggota organisasi untuk melaksanakan

tugas masing-masing dalam sistem dan konteks yang ada.

d. Pengawasan/Pengendalian (Controlling, termasuk Reporting dan

Evaluating)

Pengawasan/pengendalian (controlling) dapat didefinisikan sebagai

proses untuk menjamin bahwa kegiatan sesuai dengan yang direncanakan.

2. Manajemen Mutu Terpadu atau Total Quality Management (TQM)

a. Pentingnya Strategi Mutu

TQM lahir pada tahun 1980 dan sejak itu telah diserap oleh banyak

19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

organisasi, besar dan kecil, di hampir semua sektor (Sousa dan Voss, 2002,

dalam Gamboa dan Melão, 2012).Di sektor pendidikan, TQM telah

diusulkan untuk mengatasi kekhawatiran efisiensi, kualitas pendidikan dan

akuntabilitas, meskipun sebagian besar proposal ini difokuskan pada

pendidikan tinggi (Owlia dan Aspinwall, 1997; Shutler dan Crawford, 1998,

ibid.). Menurut Evans dan Lindsay (2007, ibid.), TQM adalah filosofi

manajemen yang menekankan proses perbaikan terus-menerus, produk dan

layanan untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

Dalam buku yang berjudul “Cost Management: A Strategic Emphasis”

(2013), pada bab 17, Blocher et al. menjelaskan betapa banyak perusahaan

di Amerika Serikat yang telah melakukan upaya keras untuk meningkatkan

mutu produk dan jasa mereka. Sesuai dengan uraian dalam buku tersebut,

hal tersebut merujuk pada upaya-upaya kolektif sebagai manajemen mutu

terpadu atau MMT (total quality management-TQM), yaitu upaya

berkelanjutan dan tidak mudah menyerah oleh semua pihak di dalam

perusahaan untuk memahami, menemukan, dan memperluas ekspektasi

konsumen. Faktanya, peningkatan berkelanjutan telah menjadi sebuah jalan

hidup bagi banyak perusahaan, baik di Amerika Serikat maupun negara-

negara lainnya, dibuktikan dengan standar mutu dan penghargaan-

penghargaan berikut.

1) Baldrige Quality Award

Pada 1987, Kongres di AS menciptakan Malcolm Baldrige National

Quality Award untuk meningkatkan daya saing di antara bisnis-bisnis di AS

20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan mempromosikan kesadaran akan pentingnya mutu, mengakui mutu

dan hasil kerja, serta memublikasikan strategi kinerja yang sukses dari

perusahaan-perusahaan di AS dalam bidang produksi, jasa, industri kecil,

serta –ditambahkan pada 1999– pendidikan dan perawatan kesehatan. Tujuh

kategori umum yang menjadi kriteria: kepemimpinan, perencanaan strategi,

fokus pada pelanggan dan pasar, informasi dan analisis, fokus pada sumber

daya manusia, manajemen proses, dan hasil bisnis.

2) ISO 9000 dan ISO 14000

Untuk menstandarisasi praktik-praktik manajemen mutu, sebuah agensi

khusus (Perusahaan Standarisasi Internasional – International Organization

for Standardization) dibentuk pada 1987, perusahaan yang mengadopsi

serangkaian standar mutu yang direvisi pada 1994 dan 2000. Dengan

demikian, standar mutu manajemen yang paling baru merujuk pada ISO

9000: 2000. Di seluruh dunia, ISO 9000 telah menjadi sertifikasi yang dicari

oleh perusahaan-perusahaan global untuk mendapatkan tanda persetujuan

atas produk dan jasa mereka.

Standar-standar ISO 9000: 2000 berfokus pada pengembangan,

pendokumentasian, dan pengimplementasian prosedur yang efektif untuk

meyakinkan konsistensi operasional dan kinerja dalam proses penyampaian

produksi dan jasa dengan tujuan keseluruhan dari peningkatan yang

berkelanjutan. Pantas dicatat bahwa seperangkat standar ISO 9000: 2000

berhubungan dengan proses di tempat untuk meyakinkan bahwa hasil dari

perusahaan memuaskan persyaratan mutu konsumen.

21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Seperti halnya ISO 9000, ISO 14000 terkonsentrasi pada manajemen

mutu, yaitu proses yang meyakinkan sebuah produk akan mempunyai efek

bahaya yang kecil terhadap lingkungan dalam beberapa tingkat siklus hidup,

baik karena polusi maupun menipisnya sumber daya alam.

b. Makna Mutu/kualitas

Mutu/kualitas (quality) masih diartikan secara beragam oleh para

pakarnya menurut persepsi masing-masing, karena memang tidak mudah

untuk mendefinisikannya. Dalam hal ini, Goetsch & Davis (1994: 1)

menulis demikian:

When pressed to define ‘pornography’, a Supreme Court justice once


commented that he couldn’t define it but knew when he saw it. Quality
is like that. Although few consumers could define quality if asked, all
know it when they see it. This makes the critical point that quality is in
the eye of the beholder.

c. Total Quality Management (TQM)

Total quality management (TQM) atau manajemen mutu terpadu

(MMT) oleh Ishikawa (Rizal, 1997: 2; Tjiptono & Diana; 2001: 4) diartikan

sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah holistik

yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan

pengertian serta kepuasan pelanggan. Sashkin & Kiser (1994) telah

berusaha mendefinisikan TQM sesuai esensi filosofi mutu menurut W.

Edwards Deming – sebagai perintis, di samping Joseph Juran, Elton Mayo,

Philip B. Crosby, Armand V. Feigenbaum – sebagai berikut.

TQM adalah suatu komitmen budaya organisasi untuk memuaskan


pelanggan melalui penggunaan suatu sistem terpadu terhadap alat-alat,
teknik-teknik, dan pelatihan.TQM meliputi perbaikan terus-menerus
atas proses-proses organisasional, yang menghasilkan produk dan jasa

22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang berkualitas tinggi (Stoner, Freeman, & Gilbert, 1995: 211;


Sashkin & Kiser, 1994: 39).

Dalam konteks pendidikan, Sallis (1993: 34) merumuskan definisi

TQM seperti berikut.

TQM adalah suatu filosofi perbaikan yang terus-menerus, yang dapat


menyediakan institusi pendidikan dengan seperangkat alat praktis
yang sesuai dan melebihi kebutuhan, keinginan, dan harapan
pelanggan pada waktu sekarang dan yang akan datang.

Tentang bermacam-macam pelanggan dalam bidang pendidikan

tersebut, Sallis (1993: 32) menjelaskan seperti dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.2
Pelanggan Pendidikan
Pendidikan (Nilai Tambah bagi
Jasa (produk)
Pembelajar)
Pembelajar (Siswa) Pelanggan Eksternal Primer
Orangtua/Pemerintah Daerah/ Pelanggan Eksternal
para pemilik pekerjaan Sekunder
Pasar Tenaga Kerja/Pemerintah/
Pelanggan Eksternal Tersier
Masyarakat
Guru dan Staf Pendukung
Pelanggan Internal
(Tenaga Kependidikan)
Sumber: Sallis (1993: 32; Suryadi, 2002)

3. Prinsip-prinsip TQM dalam Pendidikan

Para pakar TQM dalam bidang pendidikan telah mencoba mengadopsi

prinsip-prinsip TQM dari Deming. Cotton (dalam Bush & Coleman, 2000:

64-65) mengatakan bahwa staf dan para siswa pada Mt Edgecumbe telah

mencoba mengadopsi 14 butir TQM Deming dan memodifikasinya untuk

kepentingan pendidikan menjadi 15 butir berikut.

a. Menciptakan dan memelihara suatu keajegan tujuan yang mengarah pada

perbaikan bagi siswa dan servis/jasa.

23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

b. Mengikuti filosofi baru.

c. Melakukan penghapusan pemeringkatan dan akibat yang membahaya-

kan dari pemeringkatan orang-orang.

d. Menghentikan ketergantungan pada pengetesan untuk mencapai kualitas.

e. Bekerjasama dengan institusi-institusi pendidikan asal para siswa

(pemasok).

f. Memperbaiki secara tetap dan seterusnya sistem perbaikan dan

jasa/layanan siswa.

g. Melembagakan pelatihan yang kontinyu dalam pekerjaan.

h. Melembagakan kepemimpinan.

i. Menyingkirkan ketakutan.

j. Mematahkan/menghilangkan hambatan-hambatan di antara bagian-

bagian. Bekerja sebagai sebuah tim.

k. Menghapuskan slogan-slogan, batasan-batasan, dan target-target bagi

para guru dan para siswa dengan meminta kinerja yang sempurna dan

tingkat-tingkat produktivitas yang baru.

l. Menghapuskan standar kerja (kuota) pada para guru dan siswa.

m. Menghilangkan hambatan-hambatan yang merampas para siswa, para

guru dan manajemen atas hak-hak mereka menuju pada kebanggaan dan

kesenangan atas kecakapan kerja.

n. Melembagakan suatu program pendidikan dan perbaikan diri bagi setiap

orang yang bervariasi.

o. Menempatkan setiap orang di dalam komunitas untuk bekerja demi

24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menyempurnakan transformasi.

4. Nilai-nilai TQM

Internalisasi nilai-nilai TQM merupakan tahap kedua, yang

mengasumsikan sudah ada sosialisasi sebelumnya. Sebetulnya ada beberapa

cara untuk mengimplementasikan nilai-nilai TQM. Tetapi demi

mengembangkan sistem perbaikan yang terus-menerus, maka pendekatan

siklus PDCA (plan-do-check-act) dari Deming sangat dianjurkan.

Nilai-nilai TQM (TQM values) yang lebih sistematik – daripada versi

Mt Edgecumbe – dan dipakai dalam studi ini adalah sebagaimana diuraikan

di bawah ini.

a. Fokus pada pelanggan (customer focus)

Menurut Whitely (Goetsch & Davis, 1994: 149-150), fokus pada

pelanggan (customer focus), terkait dengan anasir berikut:

1) Visi, komitmen, dan suasana

2) Penyejajaran dengan pelanggan

3) Kemauan untuk mengidentifikasi & mengatasi masalah pelanggan

4) Memanfaatkan informasi dari pelanggan

5) Mendekati para pelanggan

6) Kemampuan, kesanggupan, dan pemberdayaan karyawan

7) Penyempurnaan produk dan proses secara terus-menerus.

b. Perbaikan berkesinambungan (incremental continuous improvement)

Menurut Tjiptono & Diana (2001: 407) perbaikan berkesinambung-

an/terus-menerus mempunyai elemen-elemen:

25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1) Komunikasi

2) Memperbaiki yang nyata/jelas

3) Memandang ke hulu

4) Mendokumentasi kemajuan dan masalah

5) Memantau perubahan

6) Tidak melakukan jalan pintas (short cut)

c. Manajemen partisipatif (participative management) dan gaya

kepemimpinan transformasional (transformational leadership).

Manajemen partisipatif sesuai dengan terminologi: konsultasi,

pengambilan keputusan bersama, pemberdayaan, desentralisasi,

ataupun manajemen yang demokratis. Menurut Bass & Avilio (2006:

21-22; Sadler, 1997: 42-43), gaya kepemimpinan transformasional

memiliki empat komponen utama, yaitu:

1) Pengaruh Ideal (Idealized Influence), juga disebut Pengaruh

Kharismatik (Charismatic Influence) atau Charismatic Behaviors

atau Attributed Charisma.

2) Motivasi Inspirasional (Inspirational Motivation)

3) Stimulasi Intelektual (Intellectual Stimulation)

4) Perhatian/Konsiderasi Pribadi (Individualized Consideration)

d. Komitmen manajemen/pimpinan puncak (top management/leader

commitment)

Beberapa tindakan yang seharusnya dilakukan oleh manajemen

puncak, menurut Berry (Garperz, 1997: 73-74), antara lain berupa:

26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1) Pimpinan puncak menetapkan visi dan kebijakan mutu institusi

2) Menyetujui investasi keuangan berupa penyediaan anggaran

untuk perbaikan mutu

3) Memimpin langsung tim perbaikan mutu

4) Berpartisipasi dalam pelatihan perbaikan mutu

5) Menetapkan sistem penghargaan dan pengakuan atas keberhasilan

perbaikan mutu.

e. Pemberdayaan (empowerment)

1) Merekrut orang-orang terbaik yang berkualifikasi dan

memedulikan apa yang mereka kerjakan.

2) Memperlakukan karyawan hanya dengan cara sebagaimana dia

ingin diperlakukan berkaitan dengan aspek-aspek: kejujuran

(honesty), kepedulian (care), rasa hormat (respect), kesamaan

(equality), kerja sama (teamwork), pengakuan (recognition),

kepercayaan (trust) (Gaspersz, 1997: 57).

3) Menerapkan model: listen, learn, live, lead, dan let pada

karyawan, dengan cara: educate, enable, dan encourage (Biech,

1994: 69).

f. Kerjasama tim (teamwork)

Menurut Tjiptono & Diana (2001: 166), sebuah tim harus

memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.

1) Ada kesepakatan anggota terhadap misi tim

27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2) Semua anggota menaati peraturan tim yang berlaku

3) Ada pembagian wewenang dan tanggung jawab yang adil

4) Orang-orang beradaptasi dengan perubahan

g. Berorientasi pada proses (process oriented)

Manajemen yang menekankan proses berarti juga berpikir dalam

terminologi keseluruhan sistem (berpikir sistemik), dari input, proses,

dan output. Ketika terjadi kesalahan tidak hanya menyalahkan orang,

namun menelaah dari kelima komponen prosesnya (orang, mesin,

metode, bahan, dan lingkungan).

h. Berorientasi jangka panjang (long-term oriented)

Semua usaha diarahkan untuk kepentingan jangka panjang, bukan

hanya sesaat. Ada investasi dan ketangguhan dalam perjuangan.

5. Mutu dalam Pendidikan

Mutu atau kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari

barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan

kebutuhan yang ditentukan atau tersirat. Dalam konteks pendidikan, kualitas

oleh para ahli selalu dikaitkan dengan proses, sehingga kualitas pendidikan

akan sangat tergantung pada efektivitas pendidikan sebagai sebuah institusi.

Oleh karenanya pengertian mutu dalam pendidikan mencakup input,

proses dan output pendidikan (Slamet PH, 2000). Karena hanya dengan

proses yang baik (bermutu) akan dihasilkan produk yang baik (bermutu),

sebagaimana dikatakan Mulyadi (1998, 18) “Quality product or service can

be provided most consistenly by quality organization.”

28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Namun yang dimaksud dengan proses dalam dunia pendidikan, bukanlah

proses linier, melainkan proses sirkuler, artinya Sekolah (SMA) sebagai

penghasil jasa, yang pengelolanya juga merupakan pelanggan internal, dapat

menerima masukan (input) dari pelanggan tersier, yaitu kebutuhan pelanggan.

Berbagai input tersebut diproses dan hasilnya adalah jasa pendidikan berupa

pembelajaran yang disampaikan kepada pelanggan primer (peserta didik,

siswa), secara efektif dan efisien.

Pelanggan primer (siswa) yang sudah memahami jasa pendidikan sebagai

lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan tersier sudah siap memasuki

dunia kerja. Di pihak lain, pelanggan tersier memberikan masukan berupa

saran-saran kepada Sekolah tentang mutu/kualitas jasa yang diterimanya.

Dalam hal ini, pelanggan sekunder (orangtua dan pemerintah daerah) juga

memberikan dukungan berupa dana untuk pendidikan pelanggan primer.

Pelanggan primer juga memberikan masukan kepada sekolah selama proses

pembelajaran berlangsung (Pulungan, 1999: 5).

Proses sirkuler industri jasa pendidikan digambarkan, dengan modifikasi

dari penulis sekaligus memadukannya dengan uraian Sallis (1993), tampak

seperti di bawah ini.

29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

A
Sekolah (Pengelola
SMA) – Pelanggan
Internal
Masukan Proses
Biaya Mutu
pendidikan pendidikan

Pelanggan Pelanggan Jasa


Eksternal-Tersier Eksternal-Sekunder Pendidikan

Biaya Kewajiban
Pembelajaran
Lulusan Pembelajaran
sesuai mutu Pelanggan
Eksternal-Primer
(Siswa-siswi)

Gambar 2.1
Proses Sirkuler Lembaga Pendidikan (SMA)
Sumber: Pulungan (1999: 5; Suryadi, 2009)

6. Program Penjaminan Mutu Pendidikan di Satuan Pendidikan

Dalam buku berjudul Penjaminan Mutu Internal Sekolah, Teori dan

Praktik (2016), Harmanto, Sulistiyani, Rifai, Mustari, dan Munandar, yang

merupakan Kepala dan staf LPMP DIY, menjelaskan pentingnya

penjaminan mutu pendidikan bagi satuan pendidikan. Ada pun model dan

strategi implementasinya dapat diringkaskan sebagai berikut.

a. Model Penjaminan Mutu Pendidikan

Pada pasal 3 dan 4 PP No 19 Tahun 2005 disebutkan bahwa

pemerintah menerbitkan Standar Nasional Pendidikan (SNP), ditujukan

sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan

pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang

30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bermutu dan untuk penjaminan mutu pendidikan nasional dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat.

SNP, yang meliputi Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi,

Standar Proses, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar

Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Penilaian, dan

Standar Pembiayaan, mencakup komponen input, proses dan output

pendidikan. SNP tersebut seharusnya terintegrasi di dalam sekolah untuk

memberikan layanan terbaik kepada peserta didik. Sekolah diharapkan

dapat memenuhi SNP yang berarti sekolah dapat memenuhi standar

minimal yang mampu memberikan layanan pendidikan yang selanjutnya

menghasilkan lulusan dengan kompetensi sesuai daftar standar nasional

yang ditetapkan.

Untuk memenuhi SNP, sekolah idealnya melakukan upaya

peningkatan mutu melalui penjaminan mutu pendidikan. Melalui

penjaminan mutu pendidikan ini diharapkan tumbuh budaya mutu, mulai

dari bagaimana menetapkan standar, melaksanakan standar,

mengevaluasi pelaksanaan standar dan secara berkelanjutan berupaya

meningkatkan standar. Untuk mewujudkan budaya mutu melalui

pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan di sekolah, Harmanto (2009)

menyampaikan kerangka pikir penjaminan mutu seperti digambarkan

pada peta konsep Gambar 2.2 berikut.

31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 2.2. Model Dasar Penjaminan Mutu Pendidikan (Harmanto, et al., 2016)

Peta konsep model Penjaminan Mutu Pendidikan, pada Gambar 2.2

di atas, memperlihatkan bahwa penjaminan mutu pendidikan merupakan

suatu siklus yang mengaitkan SNP, implementasi SNP, pengukuran

capaian SNP, dan rumusan program peningkatan mutu pendidikan. Pada

model tersebut juga terlihat kaitan yang erat antara kegiatan penjaminan

mutu (quality assurance), pengendalian mutu (quality control), dan

peningkatan mutu (quality improvement), serta kaitan antara lembaga-

lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan penjaminan mutu seperti

LPMP, Badan Akreditasi Sekolah Madrasah (BAN S/M), Dinas

Pendidikan, dan satuan pendidikan selaku pelaksana SNP.

Implementasi siklus penjaminan mutu pada Gambar 2.2 tersebut

dapat diuraikan seperti berikut ini.

32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1) Pemetaan Awal

Sekolah perlu melakukan refleksi diri terhadap pelaksanaan SNP

melalui pemetaan awal. Pemetaan awal dapat dilakukan melalui

evaluasi diri sekolah (EDS) atau audit internal. Hasil dari pemetaan

awal akan dikelompokkan untuk dikaji lebih lanjut dalam rangka

menentukan alternatif pemecahan masalah.

2) Pemetaan Pra Pendampingan

Berdasarkan hasil analisis dari pemetaan awal akan diperoleh bahan

kajian tentang profil sekolah dalam hal pelaksanaan SNP. Profil

sekolah ini memperlihatkan informasi bidang-bidang implementasi

SNP yang sudah terlaksana dengan baik maupun yang belum dapat

dilaksanakan oleh sekolah atau masih perlu ditingkatkan. Hasil

temuan dianalisis untuk mencari akar permasalahan yang dialami

sekolah serta mencari solusi pemecahan masalah yang terbaik, antara

lain melalui pengenalan SNP, budaya mutu dan penjaminan mutu

melalui seminar, pendidikan dan latihan maupun workshop. Melalui

pra pendampingan, sekolah dibekali informasi mengenai model

dasar atau pokok-pokok pengetahuan yang melatarbelakangi

perlunya implementasi penjaminan mutu pendidikan, model sistem

penjaminan mutu pendidikan yang dikembangkan, model dokumen

yang perlu disusun, strategi pelaksanaannya, hubungan hasil

penerapan dokumen dengan sertifikasi guru, akreditasi sekolah dan

teknik pelaksanaan audit mutu internal di satuan pendidikan.

33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3) Pendampingan

Berdasarkan hasil pemetaan awal dan pra pendampingan, sekolah

yang telah dibekali pengetahuan dan berbagai latihan yang berkaitan

dengan penjaminan mutu mulai melaksanakan penjaminan mutu

melalui sosialisasi kepada warga sekolah atau stakeholders untuk

menyepakati pelaksanaan penjaminan mutu dan menumbuhkan

budaya mutu. Sekolah membentuk sebuah tim kerja untuk

menyiapkan perangkat penjaminan mutu, yaitu dokumen penjamin

mutu. Pada proses ini dilakukan pendampingan agar penyusunan

perangkat penjaminan mutu dapat berjalan lancar. Perangkat

dokumen penjaminan mutu yang disusun meliputi Manual Mutu,

Prosedur Mutu, Petunjuk Kerja maupun Catatan Mutu serta format-

format implementasinya.

4) Proses Pengendalian Mutu

Proses pengendalian mutu dengan pelaksanaan penjaminan mutu

dilakukan melalui monitoring dan Audit Internal (AMI), serta

implementasi dokumen mutu untuk mengidentifikasi hambatan-

hambatan yang ditemui oleh warga sekolah dan mengidentifikasi

bagian-bagian yang dapat ditingkatkan. Proses tersebut dilaksanakan

secara periodik untuk perbaikan berkelanjutan. Hasil evaluasi diri

sebagai bahan untuk rumusan koreksi yang selanjutnya akan

menentukan keberhasilan atau keterlaksanaan penjaminan mutu

dalam meningkatkan mutu (quality improvement). Pada saat proses

34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pengendalian mutu ini, peran pendampingan sangat penting karena

sekolah harus melakukan tahapan-tahapan pengendalian mutu secara

konsisten.

5) Pemetaan Akhir/Audit Eksternal

Selelah proses penjaminan mutu di sekolah yang dimulai dari

pemetaan awal, pemetaan pra pendampingan, pendampingan sampai

dengan proses pengendalian mutu, maka dilaksanakan pemetaan

akhir untuk mengetahui apakah solusi pemecahan masalah yang

telah dilakukan tercapai sesuai tujuan. Hasil pemetaan akhir ini akan

memberikan gambaran atau tingkatan pencapaian SNP di sekolah

untuk memenuhi atau melampaui SNP, serta keterlaksanaan

penjaminan mutu pendidikan berjalan sesuai rancangan yang telah

disepakati. Berdasarkan hasil pemetaan akhir diperoleh informasi

tentang dampak dari pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan

terhadap peningkatan mutu sekolah.

6) Akreditasi

Akreditasi dilakukan pada setiap jenjang satuan pendidikan untuk

menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan.

Akreditasi oleh pemerintah dilaksanakan oleh BAN-S/M terhadap

program dan/atau satuan pendidikan jalur formal pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah. Melalui proses implementasi

penjaminan mutu di sekolah yang dilakukan secara bertahap,

sistematik dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu

35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas, sekolah terus

berupaya meningkatkan mutu. Dalam upaya ini peran LPMP adalah

mensupervisi dan membantu satuan pendidikan pada jenjang

pendidikan dasar dan menengah dalam melakukan upaya penjaminan

mutu pendidikan, sementara pemerintah kabupaten/kota

mensupervisi dan membantu satuan pendidikan yang berada di

bawah kewenangannya untuk menyelenggarakan atau mengatur

penyelenggaraan penjaminan mutu. Selanjutnya BAN-S/M

memberikan rekomendasi penjaminan mutu pendidikan kepada

program dan/atau satuan pendidikan yang diakreditasi.

b. Strategi Pengembangan Mutu Pendidikan

Secara garis besar, strategi implementasi sistem penjaminan mutu

pendidikan oleh satuan pendidikan mencakup empat fase implementasi,

yaitu sebagai berikut.

1) Fase Membangun Kesadaran Budaya Mutu

Implementasi manajemen penjaminan mutu sangat ditentukan oleh

komitmen manajemen dan seluruh warga sekolah untuk mewujudkan

budaya mutu. Kesadaran akan budaya mutu ini dapat dibentuk

melalui kegiatan seminar/workshop/lokakarya penjaminan mutu

guna menjawab pertanyaan-pertanyaan apa itu mutu, mengapa perlu

memiliki sistem penjaminan mutu, apa itu dokumen mutu, mengapa

setiap kegiatan harus diatur dalam prosedur dan instruksi kerja yanag

jelas serta harus didokumentasikan, dan berbagai pertanyaan lain.

36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2) Fase Membangun Struktur dan Tanggung Jawab Organisasi

Setelah seluruh tingkatan organisasi dalam sekolah menyadari

pentingnya budaya mutu serta adanya komitmen bersama untuk

mewujudkan penjaminan mutu, langkah selanjutnya adalah

membangun struktur dan tanggung jawab organisasi penjaminan

mutu. Deskripsi pekerjaan setiap personel organisasi harus jelas dan

disusun berdasarkan fungsi atau posisi dan syarat kompetensi yang

harus dimiliki.

3) Fase Dokumentasi dan Implementasi Sistem Penjaminan Mutu

Fase ini dimulai dengan penyusunan dokumen mutu sekolah yang

akan dijadikan standar penyelenggaraan pendidikan. Langkah awal

yang dilakukan adalah mencermati proses-proses penyelenggaraan

pendidikan dalam Standar Nasional Pendidikan yang harus

dilakukan oleh sekolah. Setelah proses-proses tersebut

teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah membuat diagram alir

seluruh aktivitas penyelenggaraan pendidikan itu dan menentukan

penanggung jawabnya. Berdasarkan hasil identifikasi ini kemudian

disusun prosedur operasional, instruksi kerja, dan formulir

implementasi yang akan dijadikan standar kinerja sekolah. Setiap

prosedur diberi nomor indeks sebagai dasar pengendalian dokumen

(indeks prosedur).

4) Fase Peningkatan Mutu Pendidikan

Pada siklus penjaminan mutu ada tahapan ketika satuan pendidikan

37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

harus melakukan peningkatan mutu. Tahapan peningkatan mutu ini

didahului dengan kegiatan monitoring, evaluasi diri dan audit mutu

internal. Dalam hal standar yang ditetapkan telah dicapai,

peningkatan mutu dilakukan dengan penetapan standar baru melalui

proses benchmarking. Sedangkan apabila standar yang ditetapkan

belum tercapai, maka satuan pendidikan harus mencari ruang-ruang

yang dapat diperbaiki.

7. ISO (International Organization for Standardization)

a. Hakikat ISO

Pada saat negara-negara Eropa membentuk perjanjian perdagangan

bebas Eropa (the European Free Trade Area), manajemen kualitas/mutu

menjadi sasaran strategik kunci. Untuk memenuhi standarisasi

persyaratan mutu negara-negara Eropa dan pasar bersama, dan untuk

mengerjakan bisnis, suatu agen khusus untuk standarisasi, the

International for Standardization, mengeluarkan seri standar ISO 9000

(Purnama, 2006: 79). Sekarang ini standar seri ISO 9000 telah diterima

secara luas sebagai standar minimum sistem kualitas perusahaan.

Standar ISO 9000 sudah diperkenalkan sejak awal tahun 1987, dan

secara berkala direvisi sehingga dapat menggabungkan umpan balik

pengguna dan untuk tetap diperbarui dengan kemajuan dalam praktik

manajemen (Hoyle, 2006, ibid.). Revisi pertama diterbitkan pada tahun

1994 (ISO, 9000: 1994), yang termasuk penyesuaian minor dan

38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menjelaskan beberapa aspek dari versi 1987. Bagaimanapun, pengguna

mengkritik ISO 9000: 1994 untuk, antara lain kesalahannya, memiliki

perawatan lengkap dan menguraikan dari praktik TQM dan karena terlalu

fokus pada industri (Zhu dan Scheuermann, 1999; Costa et al., 2009).

Pada tahun 2000, ISO 9000 mengalami revisi besar yang bertujuan

untuk mengatasi kelemahan-kelemahan ini (ISO, 9000: 2000). Misalnya,

ISO 9000 sekarang telah berada padadelapan prinsip manajemen mutu

inti, yang mengharuskan organisasi untuk menggunakan pendekatan

berbasis proses, termasuk konsep-konsep baru pada perbaikan terus-

menerus dan penekanan kuat pada komitmen kepemimpinan dan

manajemen, semua ini sangat mendasar bagi TQM. Redaksinya pun

direstrukturisasi dan diklarifikasi, mengadopsi suatu sikap yang lebih

umum. ISO 9001 adalah satu-satunya standar dalam seri ini terhadap

organisasi yang dapat disertifikasi oleh register independen (ISO 2010).

Standar ini sedikit dirumusulangkan pada tahun 2008 (ISO, 9001: 2008),

tetapi tidak ada persyaratan tambahan.

Sama seperti pada TQM, Standar ISO 9001: 2008 juga menerapkan

pendekatan siklus PDCA (plan-do-check-act) dari Deming. Siklus

tersebut tampak dalam gambar di bawah ini.

39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 2.3
Model Sistem Manajemen Mutu dengan Dasar Proses

Sumber: International Standard ISO 9001 (2008). Quality Management


Systems – Requirements. Fourth edition 2008

b. Prinsip Manajemen Mutu dalam ISO 9001: 2008

Sebenarnya prinsip-prinsip dalam ISO 9001: 2008 tidak berbeda

jauh dengan nilai-nilai TQM, hanya sedikit berbeda dalam redaksi. Ini

dapat dipahami karena ISO itu merupakan salah satu wujud TQM.

Dengan jumlah yang sama (8 butir), berikut ini penulis sajikan 8

prinsip manajemen mutu dalam ISO 9001: 2008, sesuai dokumen PT

TuV Rheiland Indonesia (2015).

1) Fokus kepada pelanggan (Customer focus)

2) Kepemimpinan (Leaderships)

3) Keterlibatan orang-orang (Involvement of people)

40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4) Pendekatan proses (Process approach)

5) Pendekatan sistem bagi manajemen (System approach to

management).

Oleh Purnomosidi (1997: 1), pendekatan sistem dijelaskan bahwa

menggunakan sistem sebagai takaran “benar dan utuh”.

6) Peningkatan berkelanjutan (Continual improvement)

7) Pendekatan secara nyata untuk membuat keputusan (Factual

approach to decision making)

8) Hubungan saling menguntungkan dengan pemasok (Mutually

beneficial supplier relationships).

Penjelasan atas butir 1) sampai dengan 8) di atas – kecuali butir 5) –

tidak berbeda jauh dengan penjelasan nilai-nilai TQM di bagian

terdahulu.

c. ISO 9000 untuk Pendidikan

Dengan adanya berbagai kesepakatan tentang perdagangan

bebas di tingkat regional (seperti AFTA dan NAFTA) dan

internasional (WTO), maka tuntutan mutu oleh para pelanggan,

termasuk pelanggan jasa pendidikan, sudah sering sampai tahap

standar mutu internasional. Oleh karenanya masyarakat internasional

(International Organization for Standardization) yang berkantor pusat

di Jenewa, Swis telah merumuskan standar mutu produk/jasa yang

disebut ISO.

Dalam Tabel 2.3 berikut ini dikutipkan butir-butir yang dapat

41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dijadikan contoh penerapan persyaratan (klausul) untuk memperoleh

sertifikat ISO 9000 dalam dunia bisnis dan penerapannya dalam

pendidikan, sebagaimana yang diuraikan oleh Sallis (1993: 64; 2006).

Tabel 2.3
Penerapan ISO 9000 untuk Penjaminan Mutu Pendidikan

Persyaratan ISO 9000 Terjemahan untukPendidikan


1. Responsibilitas manajemen Komitmen manajemen pada kualitas
2. Sistem kualitas Sistem kualitas
3. Review kontrak Kontrak dengan pelanggan internal dan
eksternal (siswa yang berhak, dan keberhakan
pelanggan eksternal, mis. Orangtua).
4. Pengendalian dokumen Pengendalian dokumen
5. Pembelian Kebijakan seleksi & admisi
6. Pembeli atas produk yang Jasa-jasa pendukung siswa, termasuk
disediakan kesejahteraan, konseling dan pengaturan
pastoral dan tutorial
7. Identifikasi & pengusutan Catatan kemajuan siswa
produk
8. Pengendalian proses Pengembangan kurikulum, desain &
penyampaian pengajaran & strategi
pembelajaran
9. Inspeksi dan pengetesan Penghitungan/pengukuran dan pengetesan
10. Inspeksi, perlengkapan Konsistensi metode pengukuran/penilaian
pengukuran dan tes
11. Inspeksi & status tes Catatan dan prosedur pengukuran termasuk
catatan-catatan prestasi
12. Pengendalian atas produk yang Prosedur diagnostik & metode pengidentifika-
tidak sesuai sian yang kurang berhasil & gagal
13. Tindakan korektif/perbaikan Tindakan korektif bagi siswa yang kurang
berhasil dan gagal. Sistem untuk penanganan
keluhan dan permohonan
14. Perawatan, penyimpanan, Fasilitas fisik dan lingkungan. Hak-hak lain
pengepakan & pengiriman yang ditawarkan, mis.: fasilitas olah raga, klub
& kemasyarakatan, organisasi siswa, fasilitas
belajar, dsb.
15. Catatan kualitas Catatan kualitas
16. Audit kualitas internal Prosedur validasi & audit kualitas internal
17. Pelatihan Pelatihan dan pengembangan staf, termasuk
prosedur bagi pengukuran kebutuhan pelatihan
& penilaian efektivitas pelatihan
18. Teknik-teknik statistikal Metode review/tinjauan ulang, monitoring &
evaluasi
Sumber: Sallis, 1993: 64.

42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Kepemimpinan

1. Kepemimpinan versus Manajemen

Dalam praksis keseharian, wacana kepemimpinan seringkali dikacaukan

dengan manajemen. Padahal, seperti dijernihkan oleh Richard L. Daft (2015: 5)

dalam buku The Leadership Experience, bahwa “Leadership as influence

relationship among leaders and followers who intend real changes and outcomes

that reflect their shared purpose” (Kepemimpinan sebagai hubungan saling

memengaruhi antara para pemimpin dan para pengikut yang mengarah pada

perubahan dan outcome nyata yang tampak dalam tujuan mereka). Sedang

Hughes, Ginnett, dan Curphy (2015: 8) menyatakan bahwa Management suggests

words like efficiency, planning, paper work, procedures, regulations, control, and

consistency. Leadership is often more associated with words like risk taking,

dynamic, creativity, change, and vission. Pengertian tersebut menunjukkan

perbedaan, yaitu bahwa manajemen berkaitan dengan penanggulan kompleksitas,

sedangkan kepemimpinan berkaitan dengan pengelolaan perubahan.

Betapa pun ada banyak teori kepemimpinan yang menunjukkan beragamnya

gaya kepemimpinan, pada penelitian ini semula sengaja hanya dibahas dua di

antaranya saja, yaitu gaya atau model kepemimpinan instruksional dan

transformasional. Gaya atau model kepemimpinan transaksional tidak dibahas

secara khusus karena belum tersedia uraian dari literatur yang memadai, dan

secara umum dipahami sebagai kurang baik. Namun, karena dalam diklat calon

Kepala Sekolah SMA/SMK/SMP/SLB Kanwil Dinas Pendidikan, Pemuda, dan

Olah Raga DIY bekerja sama dengan LPPKS (Lembaga Pengembangan dan

43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pemberdayaan Kepala Sekolah) Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini

yang diperkenalkan tiga kepemimpinan, yaitu kepemimpinan pembelajaran/

instruksional, kepemimpinan spiritual, dan kepemimpinan kewirausahaan, maka

pada bab ini juga sedikit disinggung mengenai dua model kepemimpinan terakhir

tersebut.

2. Kepemimpinan Instruksional

Menurut Blase dan Blase (1999), kepemimpinan instruksional (instructional

leadership), menyangkut empat bidang berikut.

a. Model preskriptif yang menggambarkan kepemimpinan instruksional

sebagai integrasi tugas pemberian bantuan langsung kepada para guru,

pengembangan kelompok, pengembangan staf, pengembangan kurikulum,

dan penelitian tindakan; sebagai sebuah aktivitas yang demokratis,

mengembangkan, dan transformasional berdasarkan kesetaraan dan

pertumbuhan; sebagai upaya keras yang berorientasi pada inkuiri/pe-

nyelidikan yang mendorong suara guru; dan sebagai studi diskursif/wacana

kritis tentang interaksi kelas demi mencapai keadilan sosial.

b. Studi tentang kepemimpinan instruksional, termasuk studi eksploratif

mengenai pengaruh tidak langsung dari konferensi instruksional dan

perilaku kepala sekolah-guru seperti pengaruh pemantauan kemajuan siswa.

c. Studi tentang pengaruh langsung dari perilaku kepala sekolah pada guru dan

pengajaran di kelas termasuk sintesis dari penelitian yang menunjukkan

hubungan antara perilaku kepala sekolah tertentu dan komitmen,

keterlibatan, dan inovasi guru.

44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

d. Studi pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap prestasi belajar siswa

termasuk tinjauan studi yang menyelidiki peran kepala sekolah (misalnya

penggunaan dari konstruk seperti kepemimpinan partisipatif dan pengam-

bilan keputusan yang terdesentralisasi) dalam efektivitas sekolah.

Studi yang bertajuk Effective instructional leadership: Teachers’

perspectives and how principals promote teaching and learning in schools,

Blase dan Blase (1999), antara lain membuat dua simpulan utama, yaitu

pertama, dalam interaksi kepala sekolah-guru yang efektif mengenai pengajaran,

proses-proses seperti inkuiri/penyelidikan, refleksi, eksplorasi, dan hasil

percobaan; para guru membangun repertoar atas alternatif-alternatif yang

fleksibel daripada mengoleksi prosedur dan metode pengajaran yang rigid. Dan,

kedua, model kepemimpinan instruksional efektif diderivasi secara langsung dari

data; dua tema besar: talking with teachers to promote reflection dan promoting

professional growth.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Calik, Sezgin, Kavgacia, dan Kilinic

berjudul “Pengujian Hubungan antara Kepemimpinan Instruksional Kepala

Sekolah dan Efikasi Diri Guru dan Efikasi Kolektif Guru” (2012), melengkapi

referensi penelitian tentang implementasi manajemen mutu di sekolah ini.

Dalam penelitiannya, Calik et al. mendasari konstruk-konstruk penting berikut.

b. Efikasi diri guru (teachers’ self efficacy), adalah keyakinan orang tentang

bakat mereka untuk mengaktifkan motivasi, sumber daya kognitif, dan

tindakan serial yang diperlukan untuk memastikan pengendalian atas

peristiwa/kejadian dalam kehidupan mereka (Wood & Bandura, 1989).

45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

c. Efikasi kolektif guru (collective teacher efficacy), adalah kepercayaan

bersama dari suatu kelompok tentang pengorganisasian dan pengelolaan

fase-fase tindakan yang diperlukan untuk memproduksi keterampilan pada

tingkat tertentu.

d. Efikasi kolektif guru (collective teacher efficacy). Refleksi efikasi kolektif

di sekolah disebut efikasi guru kolektif. Efikasi guru kolektif didefinisikan

sebagai "persepsi guru bahwa upaya mereka, sebagai sebuah kelompok,

dapat memiliki dampak positif pada siswa" (Goddard, 2001: 467; Goddard,

Hoy, & Hoy, 2000: 480).

e. Kepemimpinan instruksional (instructional leadership) adalah perilaku

kepala sekolah yang memengaruhi pengajaran dan pembelajaran secara

langsung dan tidak langsung.

Adapun hasil penelitian tersebut menunjukkan tiga konklusi penting sebagai

berikut.

a. Bahwa semua variabel dianalisis dan hubungan yang signifikan ditemukan.

Banyak studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang

positif dan signifikan antara efikasi kolektif dan efikasi diri guru. Bahwa

kepemimpinan instruksional muncul sebagai antecenden (antecendent) yang

efektif sambil membangun efikasi kolektif.

b. Bahwa perilaku kepemimpinan instruksional kepala sekolah memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap efikasi diri guru.

c. Bahwa kepemimpinan instruksional memengaruhi efikasi kolektif secara

tidak langsung melalui efikasi diri guru. Dengan kata lain, ketika kepala

46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sekolah menunjukkan perilaku kepemimpinan instruksional, persepsi guru

tentang efikasi diri mereka sendiri semakin kuat.

3. Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional (transformational leadership) telah

diformulasikan secara awal oleh Burns (1978) dari penelitian deskriptif mengenai

kepemimpinan politik (Yukl 1998: 296), dan telah menjadi fokus dari penelitian

yang telah dilakukan pada setiap benua dan di hampir setiap negara industri di

dunia (Bass dan Riggio, 2006). Konseptualisasi kepemimpinan yang efektif

sebagai kepemimpinan transformasional dianggap sesuai untuk mempelajari para

pemimpin internasional dalam berbagai pengaturan/seting (Bass dan Riggio,

2006; Mancuso et al., 2010).

Pendekatan transformasional memberikan seperangkat luas atribut pribadi

dan praktik-praktik yang khas pemimpin transformasional (Hakim dan Bono,

dalam Keung, Emerson K. dan Amanda J. Rockinson-Szapkiw (2016). Model

kepemimpinan transformasional Bass (1985) mengemukakan bahwa pemimpin

transformasional menunjukkan lima faktor/komponen: (1) pengaruh ideal

(idealized influence) (terkait, attributed), (2) pengaruh ideal (idealized influence)

(perilaku, behavior), (3) motivasi inspirasional (inspirational motivation), (4)

stimulasi intelektual (intellectual stimulation), dan (5) pertimbangan individual

(individualized consideration) (Bass dan Bass, 2008). Penelitian Bass dan Riggio

(2006) menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional adalah pendekatan

kepemimpinan yang efektif atas dan di luar kepemimpinan transaksional.

47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pengaruh ideal (terkait, attributed) mencerminkan sejauh mana pengikut

melihat pemimpin sebagai percaya diri, kuat, dan terfokus pada tingkat tinggi cita-

cita dan etika. Pengaruh ideal (perilaku, behavior) mengacu pada "tindakan

karismatik pemimpin yang berpusat pada nilai-nilai, keyakinan, dan rasa misi

(sense of mission)" (Antonakis et al., 2003: 264). Oleh Avolio et al. (1991) juga

disebut sebagai pengaruh kharismatik (charismatic influence).

Motivasi inspirational adalah cara pemimpin menginspirasi pengikutnya

dengan membayangkan sebuah masa depan yang optimistik, menetapkan tujuan

yang ambisius, dan menawarkan dorongan bahwa visi dapat dicapai (Bass dan

Riggio, 2006). Cara-cara pemimpin menantang pengikut untuk berpikir kreatif,

membingkai masalah yang sulit untuk menemukan solusi, dan mendorong inovasi

yang dikenal sebagai stimulasi intelektual (Bass dan Riggio, 2006).

Sedang pertimbangan individual adalah cara para pemimpin menyarankan,

mendukung, dan fokus pada kebutuhan individu pengikut untuk mendorong

pertumbuhan dan perkembangan mereka (Antonakis et al.: 2003). Faktor atau

komponen nomor 1 dan 2 di atas seringkali dijadikan satu faktor saja.

Empat (dari 5) faktor dalam kepemimpinan transformasional tersebut

sesungguhnya tidak berbeda secara hakiki dengan terminologi kepemimpinan

among menurut Ki Hadjar Dewantara. Empar faktor menurut Bass dan Avolio itu:

a. Idealized Influence (pengaruh ideal).

b. Intellectual Stimulation (stimulasi intelektual).

c. Inspirational motivation (motivasi inspirasional).

d. Individual consideration (perhatian/konsiderasi terhadap individu).

48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Nomor (a) di atas, yaitu Idealized Influence atau pengaruh ideal, sebenarnya

dapat disamakan dengan terma “ing ngarsa sung tuladha” atau di depan memberi

teladan, dalam trilogi kepemimpinan menurut Ki Hadjar Dewantara. Nomor (b)

Intellectual Stimulation atau stimulasi intelektual, dan (c) yaitu Inspirational

motivation atau motivasi inspirasional, sesungguhnya tidak berbeda jauh dengan

“ing madya mangun karsa” atau di tengah membangun kehendak, memotivasi,

dan menginspirasi. Sedang kriteria/komponen terakhir (d) yaitu Individual

consideration (perhatian atau konsiderasi terhadap individu) dalam trilogi

kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara sama dengan “tut wuri handayani” atau

memberi perhatian dan dorongan dari belakang.

a. Karakteristik KepemimpinanTransformasional

Menurut Tichy dan Devanna (dalam Sadler, 1997: 43), berdasar pengamatan

sejumlah aksi 14 pemimpin bisnis yang transformasional, ditemukan sejumlah

karakteristik kepemimpinannya yang membedakan dengan kepemimpinan

transaksional, berikut:

1) Mereka memandang secara jelas bahwa mereka adalah agen-agen perubahan

(change agents).

2) Mereka berani (courageous).

3) Mereka memercayai orang-orang (believe in people).

4) Mereka didorong oleh seperangkat nilai yang kuat (values).

5) Mereka pembelajar sepanjang hayat (life-long learners).

6) Mereka mampu mengatasi kompleksitas, ketidakpastian, dan ambiguitas.

7) Mereka visioner.

49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

b. Kharisma dalam Kepemimpinan Transformasional

Seperti disebutkan di atas, pengaruh kharisma termasuk faktor penting dalam

kepemimpinan transformasional. Bahkan dalam banyak buku ataupun jurnal,

wacana tentang kepemimpinan transformasional selalu disandingkan dengan

terma kharisma.

Hughes, Ginnett, dan Curphy (2015: 577) memberikan beberapa contoh

pemimpin kharismatik: Yesus Kristus, Muhammad, Joan of Arc, Mahatma

Gandhi, Martin Luther King Jr., Nelson Mandela, dan Hugo Chavez. Walaupun

mereka sangat berbeda dalam banyak hal, namun ada karakteristik khas yang

mereka bagikan, yaitu kharisma.

Sebelum pertengahan tahun 1970-an, kepemimpinan kharismatik dikaji oleh

sejarawan, ilmuwan politik, dan pakar sosiologi. Max Weber adalah pakar

sosiologi yang paling awal meneliti dan menulis tentang itu. Bass dalam Sadler

(1997: 49) mengutip pandangan Weber mengenai kharisma yang memiliki 5

elemen: (1) Seseorang yang memiliki bakat luar biasa; (2) Peka terhadap krisis;

(3) Solusi radikal pada krisis; (4) Para pengikut memercayai bahwa mereka

terhubung dengan kekuasaan transendental; dan (5) Pengakuan atas kekuasaan

transendental muncul setelah ada keberhasilan yang terulang.

c. Ciri-ciri Kepemimpinan Transformasional dalam Pendidikan

Dengan memodifikasi hasil penelitian Sunaengsih (2011), berikut

disajikan indikator-indikator dari masing-masing pilar kepemimpinan

transformasional dalam dunia pendidikan (sekolah).

50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 2.4

Indikator Kepemimpinan Transformasional di Sekolah

VARIABEL INDIKATOR
1. Pimpinan Sekolah (Kepala Sekolah, Wakil Kepala
Sekolah, Tim/Manajemen Mutu) menjalankan tugasnya
sesuai dengan visi dan misi sekolah.
2. Pimpinan Sekolah merumuskan visi dan misi sekolah
secara bersama untuk menumbuhkan wawasan dan
keterlibatan guru.
Idealized 3. Pimpinan Sekolah mengingatkan guru untuk saling
Influence menghargai dengan sesama guru.
(pengaruh ideal, 4. Pimpinan Sekolah memberikan contoh perilaku yang
kharismatik) baik di lingkungan sekolah.
5. Pimpinan Sekolah menanamkan komitmen yang tinggi
kepada guru terhadap visi sekolah.
6. Pimpinan Sekolah mengurangi hukuman terhadap
kekeliruan sebagai upaya profesional.
7. Pimpinan Sekolah memberikan kebebasan berkreasi
kepada guru dalam mengemban tugas yang telah
diberikan.
1. Pimpinan Sekolah memberikan buku atau referensi
lainnya kepada guru untuk dijadikan acuan dalam
pengembangan diri guru.
2. Pimpinan Sekolah memberikan kesempatan kepada guru
Intellectual untuk melakukan pendidikan dan pelatihan.
Stimulation 3. Pimpinan Sekolah memberikan kebebasan berpendapat
(stimulasi bagi guru mengenai kebijakan yang diberlakukan di
intelektual) sekolah.
4. Pimpinan Sekolah melibatkan guru untuk mengambil
keputusan dan melakukan penilaian terhadap kegiatan
sekolah.
5. Pimpinan Sekolah mempunyai cara tersendiri dalam
memecahkan masalah yang rumit.
1. Pimpinan Sekolah memengaruhi guru untuk bersikap
optimistik dalam menghadapi masa depan.
2. Pimpinan Sekolah memberikan pengakuan atas kerja
Inspirational guru dalam bentuk pujian secara personal.
motivation 3. Pimpinan Sekolah memberikan semangat kepada guru
(motivasi untuk melaksanakan tugas secara baik.
inspirasional) 4. Pimpinan Sekolah memberikan dukungan kepada guru
untuk memperoleh hasil yang terbaik dalam
pembelajaran di kelas.
5. Pimpinan Sekolah menceritakan succes story rekan-
rekannya untuk memotivasi guru agar dapat mencapai

51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

VARIABEL INDIKATOR
sukses seperti mereka.
6. Pimpinan Sekolah memberikan dorongan kepada guru
untuk bekerja keras dan cerdas secara profesional.
7. Pimpinan Sekolah memberikan semangat guru untuk
mencari metode lain dalam memecahkan masalah
mengenai pembelajaran di kelas.
8. Pimpinan Sekolah mendorong guru untuk memraktikkan
pendekatan baru dalam melaksanakan pembelajaran.
9. Pimpinan Sekolah mengomunikasikan tujuan yang harus
dicapai guru secara jelas.
10. Pimpinan Sekolah memberikan penghargaan/pujian
kepada guru yang telah menyelesaikan pekerjaan secara
baik.
11. Pimpinan Sekolah memberikan waktu khusus kepada
guru untuk berdiskusi mengenai bagaimana
menyelesaikan tugas secara baik.
1. Pimpinan Sekolah memuji dan memberikan penghargaan
terhadap hasil kerja atau prestasi guru.
2. Pimpinan Sekolah menerima saran-saran perbaikan atas
kinerja yang dilakukannya.
3. Pimpinan Sekolah secara rutin memberikan waktu
khusus kepada guru dalam menyampaikan pendapat.
4. Pimpinan Sekolah meminta pendapat guru mengenai
Individual
kepemimpinannya di sekolah.
consideration
5. Pimpinan Sekolah melaksanakan atau menindaklanjuti
(perhatian
saran yang pernah disampaikan guru.
terhadap
6. Pimpinan Sekolah memberitahu guru untuk memeriksa
individu)
hasil evaluasi guna melengkapi kekurangannya.
7. Pimpinan Sekolah membimbing dan melatih guru secara
pribadi apabila memiliki masalah.
8. Pimpinan Sekolah mengetahui keterampilan atau
keahlian yang guru miliki dan mengetahui kebutuhan
guru untuk kelancaran pembelajaran di kelas.
9. Pimpinan Sekolah memberikan perhatian dengan cara
mendengarkan keluhan guru demi kenyamanan bersama.

Sumber: Sunaengsih (2011)

Gaya kepemimpinan transaksional, dengan demikian, pastilah sedapat

mungkin dihindari, terlebih dalam praksis pendidikan di sekolah (SMA). Sedang

kepemimpinan instruksional tetaplah harus diperhatikan (tidak dinafikan) oleh

52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kepala sekolah, namun dalam konteks implementasi manajemen mutu dengan

standar ISO 9001: 2008, gaya tersebut kurang memadai. Oleh karenanya

semestinya dipilih gaya kepemimpinan transformasional, sebagaimana

dipersyaratkan oleh prinsip-prinsip manajemen mutu (TQM maupun ISO).

4. Kepemimpinan Spiritual

Kepemimpinan spiritual (spiritual leadership) diartikan sebagai

penggabungan nilai, sikap, dan perilaku yang diperlukan untuk memotivasi

diri dan orang lain secara intrinsik, sehingga mereka memilikinya sebagai

panggilan tugas (Fry, 2003, dalam modul Diklat Calon Kepala Sekolah,

LP2KS Indonesia, 2017).

a. Menciptakan suatu visi yang setiap anggota dalam organisasi memiliki

rasa terpanggil untuk memberi makna dan perbedaan dalam kehidupannya;

b. Membangun budaya sosial dan/atau organisasi berdasarkan cinta altruistik

(lawan dari sifat asosial atau egois), sehingga antara pemimpin dan yang

dipimpin memiliki rasa saling memerhatikan, peduli, menghargai secara

tulus, antar anggota merasa dipahami dan dihargai;

c. Memiliki keyakinan dan harapan, berdasarkan konsep dan tugas

kepemimpinan spiritual tersebut (ibid.).

5. Kepemimpinan Kewirausahaan

Kepemimpinan Kewirausahaan (entrepreneurship leadership) adalah

kepemimpinan dengan semangat, sikap, perilaku dan kemampuan dalam

53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menangani usaha dan atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari,

menciptakan, menerapkan cara kerja, teknologi dan produksi baru dengan

meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik

dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar.

a. Karakteristik Pemimpin Kewirausahaan

1) Inovatif, artinya kemampuan berpikir kreatif, mengembangkan ide-ide

baru yang bermanfaat di setiap kesempatan, memanfaatkan sumber daya

yang tersedia, dan mampu memecahkan masalah.

2) Kerja keras, adalah berusaha dengan sepenuh hati dengan sekuat tenaga

untuk berupaya mendapatkan keinginan pencapaian hasil yang maksimal

pada umumnya.

3) Pantang menyerah, yaitu daya tahan seseorang bekerja sampai sesuatu

yang diinginkannya tercapai. Pantang menyerah adalah kombinasi antara

bekerja keras dengan motivasi yang kuat untuk sukses.

4) Berani mengambil risiko, adalah keberanian mengambil risiko adalah

kemampuan seseorang untuk mau mengambil langkah dalam

ketidakpastian dan mengambil beban tanggung jawab untuk masa depan.

5) Proaktif, berarti melakukan sesuatu dengan inisiatif sendiri, kemudian

bertanggung jawab terhadap perilakunya sendiri baik dari masa lalu,

sekarang ataupun masa mendatang.

2. Naluri kewirausahan kepala sekolah

Kepala sekolah/madrasah yang memiliki naluri kewirausahaan akan

menciptakan pengalaman dan sumber belajar bidang kewirausahaan bagi guru

54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan peserta didiknya. Sumber belajar berupa unit usaha antara lain dapat berupa

koperasi sekolah, kantin sekolah, unit jasa transportasi, hotel, bengkel sekolah

dan yang sejenisnya.

C. Faktor Sukses dan Dampak Implementasi Manajemen Mutu

1. Faktor Sukses Implementasi Manajemen Mutu

Dari hasil penelitian dan pedoman ISO, dapatlah ditunjukkan adanya

beberapa faktor sukses kunci implementasi ISO 9001: 2008 sebagai berikut.

a. Tim/manajemen mutu (quality team).

Manajemen puncak (top management) harus menunjuk seorang

anggota manajemen organisasi, yang di luar tugas lainnya, harus

memiliki tanggung jawab dan wewenang berikut.

1) memastikan proses yang diperlukan untuk sistem manajemen mutu

yang telah ditetapkan, diterapkan dan dipelihara;

2) melaporkan kepada manajemen puncak tentang kinerja

(performance) sistem manajemen mutu dan kebutuhan apa pun

untuk perbaikannya; dan

3) memastikan untuk tumbuhnya kesadaran tentang persyaratan

pelanggan di seluruh organisasi.

b. Komitmen dan dukungan manajemen (management commitment and

support).

Manajemen puncak (top management) harus memberi bukti

komitmennya pada pengembangan dan penerapan sistem manajemen

mutu dan terus-menerus memperbaiki efektivitasnya dengan cara:

55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1) menyampaikan ke organisasi pentingnya memenuhi persyaratan

pelanggan serta undang-undang dan peraturan,

2) menetapkan kebijakan mutu,

3) memastikan sasaran mutu yang ditetapkan,

4) melakukan tinjauan manajemen, dan

5) memastikan tersedianya sumber daya.

c. Komunikasi dan keterlibatan semua anggota (communication with and

involvement of all members).

Manajemen puncak harus memastikan bahwa proses komunikasi

sesuai dengan yang ditetapkan dalam organisasi dan bahwa komunikasi

terjadi sehubungan dengan efektivitas sistem manajemen mutu.

d. Tingkat organisasi sebelumnya (previous level of organisation).

Alasan di balik faktor ini adalah bahwa jika sekolah, sebelum

memulai jejak langkah sertifikasi, telah memiliki proses-proses di tempat

(SOP) yang didefinisikan secara jelas dan terstruktur, pasti dapat

membantu membawa implementasi ISO 9001: 2008 menjadi sukses.

Dari empat faktor penentu keberhasilan (faktor sukses a, b, c, dan d) yang

diuraikan di atas, jelaslah bahwa faktor kepemimpinan menjadi sangat

menentukan (faktor diterminan) sebab manajemen puncak (top management)

harus memiliki kepemimpinan (leadership) yang memadai, demikian juga tim

manajemen mutu (biasa disebut wakil manajemen mutu, WMM) pastilah

dipilih karena kemampuan kepemimpinan (leadership)-nya. Dengan

demikian pantaslah kalau dikatakan pentingnya kepemimpinan sebagai faktor

56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

penentu keberhasilan implementasi manajemen mutu standar ISO 9001:

2008, dengan tanpa menafikan faktor-faktor lainnya. Apalagi dalam TQM

disebutkan secara eksplisit tentang pentingnya (nilai) kepemimpinan

transformasional, pada nilai ketiganya: Manajemen partisipatif (participative

management) dan gaya kepemimpinan transformasional (transformational

leadership). Sedang dalam standar ISO 9001: 2008 hanya disebutkan bahwa

kepemimpinan (leadership) menjadi prinsip ke-duanya.

2. Dampak Implementasi ISO 9001: 2008

Dalam buku “Memasuki Pasar Internasional dengan ISO 9000 Sistem

Manajemen Mutu”, Hadiwihardjo dan Wibisono (1996) menguraikan

keuntungan dari (implementasi) ISO Seri 9000 adalah pertama, perusahaan

tidak kehilangan kesempatan untuk berusaha dan bersaing di pasar bebas

dalam era globalisasi ini. Kedua, memengaruhi kemampuan bersaing

maupun mutu; ini terkait dengan kepentingan para pemasok dan manajemen

mutu, dalam arti mampu menjamin pemenuhan persyaratan mutu pembeli.

Dalam bidang pendidikan, hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

Gamboa & Melano di Sekolah Vokasi atau SMK di Portugal (2012)

menunjukkan adanya dampak implementasi ISO 9001: 2008. Dampak-

dampak tersebut dapat dikategorikan menjadi dampak positif (manfaat,

advantages) - internal dan eksternal; dan dampak negatif (kerugian,

mudharat, disadvantages), yang dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Dampak positif - internal:

1) Peningkatan keterlibatan orang-orang (pemangku kepentingan),

57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2) Generasi dinamis atas perbaikan terus-menerus,

3) Standarisasi dan efisiensi proses.

b. Dampak positif - eksternal:

1) Perbaikan kredibilitas pasar, dan

2) Promosi daya saing.

c. Dampak negatif:

1) Penambahan birokrasi,

2) Biaya sertifikasi dan pemeliharaan yang tinggi,

3) Isu-isu mengenai interpretasi standar,

4) Kesulitan adaptasi standar pendidikan,

5) Problema adaptasi sumberdaya insani, dan

6) Konsumsi waktu dan proses permintaan.

Sedang dari hasil penelitian Moturi & Mbithi di Universitas Naerobi,

Kenya (2015) dapatlah penulis paparkan beberapa manfaat implementasi

ISO 9001: 2008 sebagai berikut.

a. Institusionalisasi/pelembagaan mutu ke dalam proses kelembagaan.

b. Penanaman budaya kualitas/mutu pada staf dan siswa.

c. Peningkatan lingkungan kerja bagi staf dan siswa.

d. Konsistensi dalam dokumentasi, perbaikan dokumen dan manajemen

catatan di seluruh lembaga.

e. Peningkatan kepuasan pelanggan; indeks kepuasan siswa yang

membaik.

f. Peningkatan penggunaan TIK (ICT) sebagai penggerak utama

58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

peningkatan kinerja di sekolah.

g. Peningkatan branding, visibilitas, peringkat dan benchmarking

dengan sekolah lainnya.

h. Peningkatan sarana dan prasarana.

i. Berbagai jenis peralatan di laboratorium, bengkel dan teater secara

teratur dikalibrasi, diservis dan dipelihara/dirawat.

j. Peningkatan kompetensi staf, moral dan rasa kepemilikan.

k. Meningkatnya kerjasama, nilai tambah dan keterkaitan dengan sektor

publik dan swasta, lokal dan internasional.

Jika digunakan hasil dari dua penelitian (di Portugal dan Kenya) di

atas dan dipadukan dengan model klasifikasi pelanggan pendidikan

menurut Edward Sallis, maka dampak positif (manfaat) implementasi ISO

9001: 2008 itu dapat dirinci sebagai berikut.

a. Dampak positif bagi pelanggan eksternal primer: siswa/pembelajar:

1) Perbaikan terus-menerus

2) Standarisasi dan efisiensi proses

3) Peningkatan lingkungan kerja bagi staf dan siswa.

4) Konsistensi dalam dokumentasi, perbaikan dokumen dan

manajemen catatan di seluruh lembaga.

5) Peningkatan kepuasan pelanggan; indeks kepuasan siswa yang

membaik.

6) Peningkatan penggunaan TIK (ICT) sebagai penggerak utama

peningkatan kinerja di sekolah.

59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

b. Dampak positif bagi pelanggan eksternal sekunder: orangtua siswa:

1) Perbaikan terus-menerus

2) Standarisasi dan efisiensi proses

3) Peningkatan lingkungan kerja bagi staf dan siswa.

4) Konsistensi dalam dokumentasi, perbaikan dokumen dan

manajemen catatan di seluruh lembaga.

c. Dampak positif bagi pelanggan internal: guru/pendidik:

1) Perbaikan terus-menerus

2) Standarisasi dan efisiensi proses

3) Peningkatan lingkungan kerja bagi staf dan siswa.

4) Konsistensi dalam dokumentasi, perbaikan dokumen dan

manajemen catatan di seluruh lembaga.

5) Peningkatan sarana dan prasarana.

6) Berbagai jenis peralatan di laboratorium, bengkel dan teater

secara teratur dikalibrasi, diservis dan dipelihara.

7) Peningkatan kompetensi staf, moral dan rasa kepemilikan.

d. Dampak positif bagi manajemen sekolah:

1) Perbaikan terus-menerus

2) Standarisasi dan efisiensi proses

3) Peningkatan lingkungan kerja bagi staf dan siswa.

4) Konsistensi dalam dokumentasi, perbaikan dokumen dan

manajemen catatandi seluruh lembaga.

5) Peningkatan kepuasan pelanggan; indeks kepuasan siswa yang

60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

membaik.

6) Peningkatan penggunaan TIK sebagai penggerak utama

peningkatan kinerja di sekolah.

7) Peningkatan branding, visibilitas, peringkat dan benchmarking

dengan sekolah lainnya.

8) Peningkatan sarana dan prasarana.

9) Berbagai jenis peralatan di laboratorium, bengkel dan teater

secara teratur dikalibrasi, diservis dan dipelihara.

10) Peningkatan kompetensi staf, moral dan rasa kepemilikan.

D. Strategi Implementasi Manajemen Mutu

Implementasi strategi (strategy implementation) merupakan keseluruhan

aktivitas dan pilihan yang dipersyaratkan untuk mengeksekusi rencana strategik

(Wheelen dan Hunger, 2012: 320). Lebih lanjut diuraikan bahwa ini adalah

proses yang tujuan-tujuan, strategi-strategi, dan kebijakan-kebijakan yang

ditempatkan pada aksi melalui pengembangan program-program, anggaran, dan

prosedur-prosedur. Walaupun implementasi biasanya dipertimbangkan setelah

strategi diformulasikan, implementasi merupakan suatu bagian kunci dari

manajemen strategik. Dengan demikian formulasi strategi dan implementasi

strategi harus dipertimbangan sebagai dua sisi dari mata uang yang sama.

Dengan mengutip pendapat Powell, T.C. (1995), Wheelen dan Hunger

(ibid., 367) menunjukkan adanya lima unsur ataupun ramuan penting dari

implementasi TQM, yaitu sebagai berikut.

61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1. Suatu fokus yang intens pada kepuasan pelanggan: Semua orang

memahami bahwa pekerjaan mereka ada hanya karena adanya kebutuhan

pelanggan. Oleh karenanya semua pekerjaan didekati dalam rangka

memuaskan pelanggan.

2. Pelanggan internal seperti pelanggan eksternal: Seorang pekerja

(pendidik dan tenaga kependidikan) haruslah memedulikan kesenangan

pelanggan internal sebagaimana memuaskan pelanggan eksternal.

3. Pengukuran akurat pada setiap variabel kritis dalam operasi

perusahaan: Ini berarti bahwa setiap pekerja (pendidik dan tenaga

kependidikan) haruslah dilatih tentang apa yang diukur, bagaimana

mengukur, dan bagaimana menginterpretasikan data. Suatu pedoman TQM

adalah bahwa Anda hanya memperbaiki apa yang Anda ukur.

4. Perbaikan berkelanjutan atas produk dan jasa: Setiap orang

merealisasikan bahwa operasi memerlukan pemantauan secara berkelanjutan

demi menemukan cara-cara memperbaiki produk dan jasa.

5. Hubungan kerja baru berbasis kepercayaan dan teamwork: Hal penting

dalam pemberdayaan adalah memberikan pada setiap pegawai (pendidik

dan tenaga kependidikan) ruang gerak yang luas dalam hal bagaimana

mereka mencapai tujuan-tujuan perusahaan (sekolah). Penelitian

menunjukkan bahwa kunci keberhasilan TQM tergantung pada komitmen

eksekutif, suatu budaya organisasi yang terbuka, dan pemberdayaan

pegawai.

Dalam konteks implementasi manajemen mutu (khususnya TQM) di

62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

lingkungan organisasi nirlaba, Nawawi (2000: 128-137) menegaskan bahwa

karena pengimplementasian TQM di lingkungan organisasi nirlaba (termasuk

lembaga pendidikan) merupakan sesuatu yang relatif baru, maka prinsip

utamanya adalah komitmen pucuk pimpinan (top manager) dan semua staf

pimpinan (manajer dan bawahannya) yang secara keseluruhan disebut eksekutif,

untuk menerima TQM sebagai filsafat yang mendasari budaya organisasi dan

perilaku manajerialnya.

Sedang untuk implementasi manajemen mutu (TQM), lebih lanjut Nawawi

(ibid., 129-137) menunjukkan karakteristiknya dalam fungsi-fungsi manajemen

secara terpadu di lingkungan organisasi nirlaba sebagai berikut.

1. Berfokus pada yang dilayani

Yang dilayani oleh lembaga pendidikan adalah para pelanggan internal dan

eksternal, maka merekalah yang harus menjadi fokus perhatian dalam

aktivitas layanan pendidikan yang diselenggarakan.

2. Kepemimpinan yang aktif

Karakteristik ini dalam TQM mengharuskan para pemimpin/manajer

organisasi nirlaba di bidangnya masing-masing, dari pucuk pimpinan (top

manager) sampai yang terendah sebagai pimpinan kerja di lapangan, harus

menerima bahwa persyaratan kualitas bersifat fundamental (mendasar).

Oleh karena itu para pimpinan/manajer pada semua jenjang dan jenis

jabatan harus aktif dan bahkan pro-aktif dalam menetapkan tolok ukur

kualitas dan mewujudkannya dalam pemberian pelayanan umum dari

pelaksanaan pembangunan. Karakteristik ini harus diwujudkan dalam semua

63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

fungsi manajemen mulai dari aktif dalam merumuskan perencanaan yang

berorientasi pada kualitas, kemudian aktif pula membagi pembidangan kerja

dan mengatur penempatan personal agar pelaksanaan pekerjaan mampu

menghasilkan sesuatu yang berkualitas. Di samping itu aktif pula dalam

mewujudkan fungsi pelaksanaan (actuating) dengan memberikan

pengarahan dan bimbingan, diawali dengan menetapkan dan memerintahkan

keputusan dan/atau kebijakan secara berkualitas, memilih dan menetapkan

cara bekerja, sampai pada memberikan pengarahan dan bimbingan selama

pelaksanaan pekerjaan, agar seluruh kegiatan berlangsung secara

berkualitas. Akhirnya harus aktif pula dalam mewujdkan, mempertahankan

dan mengembangkan pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya yang berfokus

pada kualitas.

Di lingkungan organisasi pelaksana operasional sistem pendidikan nasional,

berarti seluruh pimpinan/manajer dari Menteri sampai Kepala Sekolah,

harus aktif dalam menyusun dan mengimplementasikan kurikulum,

mengembangkan media pendidikan, mencari dan mengembangkan interaksi

belajar mengajar dan lain-lain, serta akhirnya aktif dalam melakukan

supervisi dan pengawasan yang berkualitas, agar memperoleh hasil berupa

lulusan yang berkualitas.

3. Konsep kualitas

Banyak sarana kerja yang telah dihasilkan dalam kemajuan dan sarana kerja

yang telah dihasilkan dalam kemajuan dan perkembangan ilmu dan

teknologi yang semakin pesat itu, yang dapat digunakan untuk

64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

meningkatkan kualitas. Sarana kerja berteknologi canggih itu tidak saja

telah meningkatkan kecepatan dalam bekerja, tetapi juga telah

meningkatkan kecermatan, efisiensi, efektivitas, produktivitas dan kualitas

kerja serta hasilnya dalam berbagai bidang, termasuk juga dalam

mengelola/mengendalikan dan melaksanakan secara operasional kegiatan

untuk mewujudkan sistem pendidikan nasional. Untuk itu seharusnyalah

pelaksanaan fungsi manajemen dalam melaksanakan TQM di lingkungan

organisasi nirlaba mengembangkan konsep kualitas dengan menggunakan

sarana berteknologi canggih tersebut. Dengan demikian hasilnya akan lebih

akurat, objektif dan cepat dengan tingkat ketepatan (certainity) yang tinggi,

sehingga dalam penggunaan hasilnya pada setiap pengimplementasian

fungsi manajemen akan lebih berkualitas. Demikian juga dalam proses

belajar mengajar sebagai perwujudan fungsi pelaksanaan (actuating)

sebagai kegiatan operasional sistem pendidikan nasional, seharusnyalah

kualitasnya terus ditingkatkan melalui penggunaan media dan sarana

berteknologi canggih.

4. Pengembangan konsep kualitas sebagai budaya organisasi

Budaya organisasi yang menjamin pelaksanaan komitmen pucuk pimpinan

(top manager) dan manajer bawahannya dalam menciptakan, mewujudkan,

melaksanakan dan mengontrol pelaksanaan pekerjaan yang berfokus pada

kualitas, sangat besar pengaruhnya pada pelaksanaan proses menghasilkan

sesuatu, dan pada kualitas hasilnya. Dalam budaya seperti itu berarti

pelatihan dan pengembangan personal untuk meningkatkan kualitas

65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

keterampilan, wawasan, sikap dan nilai-nilai terhadap pekerjaan yang

menjadi tanggung jawabnya, harus dilaksanakan secara terus menerus.

Budaya seperti itu akan sangat mendukung bagi terwujudnya kualitas

kehidupan kerja (quality of work life) tanpa diskriminasi, yang memberikan

kesempatan pada semua personal agar secara terus-menerus berusaha

meningkatkan kemampuannya dalam memberikan kontribusi untuk

meningkatkan kualitas. Pada giliran berikutnya budaya organisasi seperti itu

akan menunjang bagi perwujudan dan pengembangan tim kerja dalam

melaksanakan semua fungsi manajemen yang sangat besar pengaruhnya

pada kemampuan melaksanakan semua tugas pokok organisasi nirlaba

secara efektif, produktif dan berkualitas. Konsep kualitas dalam

melaksanakan TQM harus dikembangkan sebagai obsesi setiap personal

dalam melaksanakan tugas pokoknya, agar terwujud menjadi budaya

organisasi. Dalam budaya seperti itu setiap prestasi berupa peningkatan

kualitas melalui kreativitas, inisiatif dan inovasi dalam bekerja selalu

dihargai, karena sangat penting.

5. Berfokus pada pemberdayaan SDM

Karakteristik TQM ini bertolak dari asumsi bahwa “berapa pun jumlah dana

yang tersedia, lengkapnya aset, dan canggihnya teknologi yang dimiliki,

akan kehilangan arti bila tidak dioperasikan oleh SDM yang berkualitas”.

Oleh karenanya diperlukan pemberdayaan SDM melalui pelatihan untuk

setiap jenjang jabatan dan fungsi organisasi secara berkelanjutan.

6. Pendekatan pemecahan masalah

66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Karakteristik TQM ini merupakan perwujudan cara bekerja yang berkualitas

untuk mencapai hasil yang berkualitas pula, yang harus dikembangkan

menjadi budaya organisasi nirlaba. Intinya adalah pengembangan sikap

SDM kunci untuk tidak menunggu perintah dalam bekerja dan peningkatan

kemampuan dalam menemukan dan memecahkan masalah secara nyata,

dengan pendekatan ilmiah.

7. Mengenali partner (rekan kerja)

Partner kerja bisa bersifat individual maupun organisasional, seperti para

jurnalis, LSM, partai politik, organisasi profesi, dan sebagainya. Mereka

dapat menjadi partner dalam pemberian masukan perbaikan kualitas.

67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian studi kasus dengan pendekatan

kualitatif-naturalistik, sebab dalam menjaring gejala yang berupa data, peneliti

tidak berusaha memanipulasi kondisi lapangan. Pengambilan data yang demikian

sering disebut pengambilan data secara alami atau natural.

Sebagaimana dikatakan oleh Yin (1984; 2015: 18), studi kasus adalah suatu

inkuiri empirik yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan nyata,

bilamana batas-batas antara fenomena dan konteks tidak tampak secara tegas; dan

di mana multisumber bukti dimanfaatkan. Definisi lain mengatakan bahwa

penelitian studi kasus (Case study research) merupakan suatu pendekatan

penelitian kualitatif yang penelitinya mengeksplorasi sutau sistem (kasus) yang

dibatasi atau sistem (kasus-kasus) ganda yang dibatasi melalui pengumpulan data

yang terinci dan mendalam yang melibatkan banyak sumber informasi (seperti

observasi, wawancara, bahan audiovisual, dan dokumen-dokumen maupun

laporan-laporan), dan melaporkan suatu deskripsi kasus dan kasus berbasis tema-

tema (Creswell, 2007: 73).

Sebagai sebuah model studi kasus, maka digunakan empat tahap: (1)

merancang studi kasus; (2) melakukan studi kasus; (3) menganalisis bukti studi

kasus; dan (4) mengembangkan simpulan atau konklusi, rekomendasi, dan

implikasi (Tellis, dalam Moturi dan Mbithi, 2015). Tahap rancangan atau desain

68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menyangkut penentuan tujuan, masalah studi/penelitian dan sumber data;

pengaturan pengumpulan data; analisis bukti studi kasus dan pengujiannya;

melakukan kategorisasi dan tabulasi bukti yang mengarah pada tujuan; dan

akhirnya simpulan, rekomendasi dan implikasi yang dibuat berdasarkan bukti.

Penelitian ini juga dapat dikategorikan sebagai penelitian evaluatif

(evaluative research) karena fokus penelitian ini adalah mengevaluasi berbagai

kebijakan subjek (pimpinan SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik,

Sleman, DIY) dalam mengimplementasikan kebijakan sistem manajemen mutu

(ISO 9001: 2008) sebagai kebijakan manajemen dalam praksis pendidikannya.

Oleh karenanya format atau bentuk penelitian atau analisis kebijakan ini dapat

disebut berbentuk integratif, yaitu semacam kombinasi atau sintesis dari yang

berbentuk prospektif (sebelum sesuatu kebijakan atau intervensi diterapkan) dan

yang berbentuk retrospektif (sesudahnya).

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: tahap persiapan,

tahap pengambilan data, tahap analisis data, dan terakhir tahap pelaporan hasil.

Hal ini sesuai dengan pendapat Moleong (1999: 109) yang menyatakan bahwa

penelitian kualitatif dapat dibagi ke dalam empat tahap, yaitu: (1) tahap persiapan

ke lapangan, (2) pekerjaan lapangan, (3) analisis data, dan (4) penulisan laporan.

B. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah pimpinan sekolah (SMA Negeri 1 Ngaglik dan

SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman, DIY), yang meliputi Kepala Sekolah dan para

Wakil Kepala Sekolah, dan para pemimpin lain (khususnya Tim/Wakil

69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Manajemen Mutu) dengan tugas-tugas tertentu, serta sejumlah responden lainnya,

seperti sejumlah guru, karyawan administratif/tenaga kependidikan, dan para

siswa, sebagai sarana memperoleh data yang akurat karena ada cross check. Yang

terakhir ini akan dilakukan dalam rangka mencapai validitas data yang terkumpul

ataupun kredibilitas penelitian ini.

Sedang objek penelitian ini adalah implementasi sistem manajemen mutu

(ISO 9001: 2008) di SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman,

DIY, terutama terkait dengan: (1) faktor-faktor penentu keberhasilannya secara

umum dan faktor kepemimpinan yang menjadi kunci utama keberhasilan; dan (2)

dampak (manfaat) implementasi manajemen mutu dengan standar ISO 9001:

2008. Dampak yang dirasakan oleh para pemangku kepentingan (pelanggan

eksternal dan internal) Sekolah akan menjadi objek dan fokus penelitian lainnya.

C. Instrumen Penelitian

Ada dua buah instrumen penelitian pokok, selain peneliti sendiri selaku

instrumen penelitian, yang akan dipergunakan dalam studi ini yaitu kuesioner

yang tinggal diisi oleh responden mengenai butir-butir nilai-nilai manajemen

mutu standar ISO 9001: 2008, menyangkut dampak implementasi kebijakan

manajemen mutu (ISO) yang dirasakan oleh para pelanggan eksternal dan internal

sekolah (pemangku kepentingan, stakeholders) dan faktor-faktor keberhasilannya,

termasuk kepemimpinan transformasional, sebagai panduan wawancara.

Instrumen dibuat dengan mengacu nilai-nilai kebijakan manajemen mutu (ISO

9001: 2008) yang sudah diimplementasikan di SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA

70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Negeri 2 Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Jadi, baik masalah pertama, ke-dua, maupun ke-tiga dicari jawabannya

dengan pengamatan/observasi, kuesioner/angket, studi dokumen yang tersedia,

dan wawancara mendalam. Sedang masalah ke-empat (tentang strategi

implementasi SMM-ISO), semula berupa analisis kritis atas fakta yang ada,

kemudian berdasarkan kajian pustaka dan hasil temuan lapangan akan ditawarkan

strategi implementasi yang baru (atau memperkuat yang sudah ada, kalau

memang sudah baik). Namun karena tidak ditemukan data mengenai strategi

khusus dalam implementasi SMM-ISO di kedua SMAN tersebut, maka masalah

dan tujuan ke-4 ditiadakan atau dieliminasikan. Sebaliknya, karena 2 orang WMM

dan seorang Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA Negeri 2 Ngaglik

mengusulkan untuk memilih model penjaminan mutu, maka penulis

menambahkan teori penjaminan mutu institusi pendidikan.

Panduan wawancara maupun kuesioner/angket penelitian mengacu pada

kisi-kisi instrumen penelitian yang telah dipersiapkan di bawah ini.

1. Instrumen pertama: Faktor Sukses Implementasi Manajemen Mutu

Untuk mengetahui faktor sukses kunci apa saja yang dapat memastikan

sekolah (SMA Negeri 1 Ngaglik & 2 Ngaglik) dapat memperoleh sertifikat ISO

9001: 2008, penulis membuat instrumen pertama berikut, yang khusus dipakai

sebagai panduan wawancara kepada para penentu kebijakan dan implementasi

sistem manajemen mutu (SMM). Mereka adalah pimpinan atau manajemen

sekolah, yaitu: seorang kepala sekolah, 4 orang wakil kepala sekolah, dan seorang

wakil manajemen mutu (WMM), untuk masing-masing SMA tersebut.

71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kisi-kisi Instrumen Penelitian


Faktor Sukses Implementasi Manajemen Mutu
Di SMA Negeri 1 dan 2 Ngaglik, Sleman

Variabel Indikator
Manajemen puncak menunjukkan seseorang untuk:
 memastikan proses yang diperlukan untuk sistem
manajemen mutu yang telah ditetapkan, diterapkan dan
Tim/manajemen
dipelihara;
mutu (quality
team).  melaporkan kepada manajemen puncak tentang kinerja
(performance) sistem manajemen mutu dan kebutuhan
apa pun untuk perbaikannya; dan
 memastikan untuk tumbuhnya kesadaran tentang
persyaratan pelanggan di seluruh organisasi.
Manajemen puncak:
 menyampaikan ke organisasi pentingnya memenuhi
Komitmen dan persyaratan pelanggan serta undang-undang dan
dukungan peraturan,
manajemen
(management  menetapkan kebijakan mutu,
commitment  memastikan sasaran mutu yang ditetapkan,
and support).
 melakukan tinjauan manajemen, dan
 memastikan tersedianya sumber daya.
Komunikasi dan
keterlibatan Manajemen puncak harus memastikan bahwa proses
semua anggota komunikasi sesuai dengan yang ditetapkan dalam
(communication organisasi dan bahwa komunikasi terjadi sehubungan
with and dengan efektivitas sistem manajemen mutu.
involvement of
all members).
Tingkat Jika sekolah, sebelum memulai jejak langkah sertifikasi,
organisasi telah memiliki proses-proses di tempat (SOP) yang
sebelumnya didefinisikan secara jelas dan terstruktur, pasti dapat
(previous level of membantu membawa implementasi ISO 9001: 2000
organisation). menjadi sukses.

Sumber: Gamboa, António dan Melão (2012)

2. Instrumen ke-dua: Gaya Kepemimpinan Transformasional

Untuk mengetahui kebenaran data atas asumsi bahwa gaya kepemimpinan

72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kepala sekolah khususnya, dan pimpinan (manajemen) sekolah pada umumnya,

bersifat transformasional, sebagaimana dipersyaratkan oleh sistem manajemen

mutu, baik TQM maupun ISO, maka digunakan instrumen ke-dua. Berbeda

dengan sasaran instrumen pertama, instrumen ke-dua ditujukan kepada responden

selain pimpinan sekolah (bukan pejabat struktural), dan sedapat mungkin para

guru PNS yang belum mengisi kuesioner/angket lainnya. Penulis memilih

responden yang relatif memiliki bakat dan kemampuan kepemimpinan, sehingga

diharapkan mampu memahami konteks pertanyaan/pernyataan yang tersaji dalam

instrumen ini. Pada umumnya mereka pernah atau sedang mendapatkan tugas

kepemimpinan atau manajerial bidang tertentu, sehingga mampu bersikap kritis

dan relatif objektif.

Kisi-kisi Instrumen Penelitian


Gaya Kepemimpinan Transformasional
Di SMA Negeri 1 dan 2 Ngaglik, Sleman

Varia- Indikator No butir pada


bel instrumen
Pimpinan Sekolah (Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah,
Tim/Manajemen Mutu) menjalankan tugasnya sesuai dengan 1
visi dan misi sekolah.
(pengaruh ideal, kharismatik)

Pimpinan Sekolah merumuskan visi dan misi sekolah secara 2


1. Idealized Influence

bersama untuk menumbuhkan wawasan dan keterlibatan guru.


Pimpinan Sekolah mengingatkan guru untuk saling menghargai 3
dengan sesama guru.
Pimpinan Sekolah memberikan contoh perilaku yang baik di 4
lingkungan sekolah.
Pimpinan Sekolah menanamkan komitmen yang tinggi kepada 5
guru terhadap visi sekolah.
Pimpinan Sekolah mengurangi hukuman terhadap kekeliruan 6
sebagai upaya profesional.
Pimpinan Sekolah memberikan kebebasan berkreasi kepada guru 7
dalam mengemban tugas yang telah diberikan.

73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Varia- Indikator No butir pada


bel instrumen
Pimpinan Sekolah memberikan buku atau referensi lainnya
2. Intellectual Stimulation

kepada guru untuk dijadikan acuan dalam pengembangan diri 1


(stimulasi intelektual)

guru.
Pimpinan Sekolah memberikan kesempatan kepada guru untuk 2
melakukan pendidikan dan pelatihan.
Pimpinan Sekolah memberikan kebebasan berpendapat bagi 3
guru mengenai kebijakan yang diberlakukan di sekolah.

Pimpinan Sekolah melibatkan guru untuk mengambil keputusan 4


dan melakukan penilaian terhadap kegiatan sekolah.
Pimpinan Sekolah mempunyai cara tersendiri dalam 5
memecahkan masalah yang rumit.
Pimpinan Sekolah memengaruhi guru untuk bersikap optimistik 1
dalam menghadapi masa depan.
Pimpinan Sekolah memberikan pengakuan atas kerja guru dalam 2
3. Inspirational motivation (motivasi inspirasional)

bentuk pujian secara personal.


Pimpinan Sekolah memberikan semangat kepada guru untuk 3
melaksanakan tugas secara baik.
Pimpinan Sekolah memberikan dukungan kepada guru untuk 4
memperoleh hasil yang terbaik dalam pembelajaran di kelas.
Pimpinan Sekolah menceritakan succes story rekan-rekannya
untuk memotivasi guru agar dapat mencapai sukses seperti 5
mereka.
Pimpinan Sekolah memberikan dorongan kepada guru untuk 6
bekerja keras dan cerdas secara profesional.
Pimpinan Sekolah memberikan semangat guru untuk mencari
metode lain dalam memecahkan masalah mengenai 7
pembelajaran di kelas.
Pimpinan Sekolah mendorong guru untuk memraktikkan 8
pendekatan baru dalam melaksanakan pembelajaran.
Pimpinan Sekolah mengomunikasikan tujuan yang harus dicapai 9
guru secara jelas.
Pimpinan Sekolah memberikan penghargaan/pujian kepada guru 10
yang telah menyelesaikan pekerjaan secara baik.
Pimpinan Sekolah memberikan waktu khusus kepada guru untuk
berdiskusi mengenai bagaimana menyelesaikan tugas secara 11
baik.
Pimpinan Sekolah memuji dan memberikan penghargaan
(perhatian terhadap individu)

1
4. Individual consideration

terhadap hasil kerja atau prestasi guru.


Pimpinan Sekolah menerima saran-saran perbaikan atas kinerja 2
yang dilakukannya.
Pimpinan Sekolah secara rutin memberikan waktu khusus 3
kepada guru dalam menyampaikan pendapat.
Pimpinan Sekolah meminta pendapat guru mengenai 4
kepemimpinannya di sekolah.
Pimpinan Sekolah melaksanakan atau menindak-lanjuti saran 5
yang pernah disampaikan guru.
Pimpinan Sekolah memberitahu guru untuk meme-riksa hasil 6
evaluasi guna melengkapi kekurangannya.

74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Varia- Indikator No butir pada


bel instrumen
Pimpinan Sekolah membimbing dan melatih guru secara pribadi 7
apabila memiliki masalah.
Pimpinan Sekolah mengetahui keterampilan atau keahlian yang
guru miliki dan mengetahui kebutuhan guru untuk kelancaran 8
pembelajaran di kelas.
Pimpinan Sekolah memberikan perhatian dengan cara 9
mendengarkan keluhan guru demi kenyamanan bersama.

Sumber: Sunaengsih (2011)

3. Instrumen ke-tiga: Dampak Implementasi Manajemen Mutu

Untuk mengetahui impak atau dampak implementasi sistem manajemen

mutu pada kedua SMA Negeri di Ngaglik, penulis membandingkan apa yang

dirasakan dan disaksikan oleh para responden antara sebelum dan sesudah

mendapatkan sertifikat ISO 9001: 2008. Para responden yang disasar adalah

representasi para pemangku kepentingan (stakeholders atau para pelanggan

eksternal dan internal): pimpinan atau manajemen sekolah, para peserta didik

(siswi-siswa), para orangtua/wali siswa/peserta didik, dan para guru/pendidik.

Seluruh pimpinan atau manajemen sekolah di kedua SMAN Ngaglik

diminta mengisi angket/kuesioner, para peserta didik dipilih minimal 2 kelas dari

6 kelas/rombel (sekitar 160 orang) yang memahami dan mengalami masa sebelum

dan sesudah sertifikasi ISO, para orangtua/wali siswa/peserta didik hanya dari

peserta didik yang mau menjadi perantara (penulis tidak mampu menemui para

orangtua secara langsung), sedang para guru/pendidik-PNS diminta semuanya,

tanpa kecuali.

75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kisi-kisi Instrumen Penelitian


Dampak Implementasi Manajemen Mutu (ISO 9001: 2008)
Di SMA Negeri 1 dan 2 Ngaglik, Sleman

No Butir pa-
Variabel Indikator da Instrumen
Adanya perbaikan terus-menerus. 1
Standarisasi dan efisiensi proses. 2
1. Dampak positif
Peningkatan lingkungan kerja bagi staf dan siswa. 3
(manfaat,
advantages) Konsistensi dalam dokumentasi, perbaikan
bagi pelanggan dokumen dan manajemen catatan di seluruh 4
eksternal lembaga.
primer: siswa/ Peningkatan kepuasan pelanggan; indeks kepuasan
5
pembelajar. siswa yang membaik.
Peningkatan penggunaan TIK (ICT) sebagai
6
penggerak utama peningkatan kinerja di sekolah.
2. Dampak positif Adanya perbaikan terus-menerus. 1
(manfaat,
advantages) Standarisasi dan efisiensi proses. 2
bagi pelanggan Peningkatan lingkungan kerja bagi staf dan siswa. 3
eksternal Konsistensi dalam dokumentasi, perbaikan
sekunder: dokumen dan manajemen catatan di seluruh 4
orangtua siswa.lembaga.
Adanya perbaikan terus-menerus. 1
Standarisasi dan efisiensi proses. 2
Peningkatan lingkungan kerja bagi staf dan siswa. 3
3. Dampak Konsistensi dalam dokumentasi, perbaikan
positif dokumen dan manajemen catatan di seluruh 4
(manfaat, lembaga.
advantages) Peningkatan sarana dan prasarana. 5
bagi pelanggan Berbagai jenis peralatan di laboratorium, bengkel
internal: dan teater secara teratur dikalibrasi, diservis & 6
guru/pendidik. dipelihara.
Peningkatan kompetensi staf, moral dan
7
kepemilikan.
Adanya perbaikan terus-menerus. 1
Standarisasi dan efisiensi proses. 2
Peningkatan lingkungan kerja bagi staf dan siswa. 3
4. Dampak Konsistensi dalam dokumentasi, perbaikan
positif dokumen dan manajemen catatan di seluruh 4
(manfaat, lembaga.
advantages) Peningkatan kepuasan pelanggan; indeks kepuasan
5
bagi siswa yang membaik.
manajemen Peningkatan penggunaan TIK (ICT) sebagai
6
sekolah. penggerak utama peningkatan kinerja di sekolah.
Peningkatan branding, visibilitas, peringkat dan
7
benchmarking dengan sekolah lainnya.
Peningkatan sarana dan prasarana. 8

76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

No Butir pa-
Variabel Indikator da Instrumen
Berbagai jenis peralatan di laboratorium, bengkel
dan teater secara teratur dikalibrasi, diservis & 9
dipelihara.
Peningkatan kompetensi staf, moral dan
10
kepemilikan.
Adanya penambahan birokrasi. 1
5. Dampak Biaya sertifikasi dan pemeliharaan yang tinggi. 2
Negatif Isu-isu mengenai interpretasi standar. 3
(Kerugian, Kesulitan adaptasi standar pendidikan. 4
mudharat, Problema adaptasi sumberdaya insani. 5
disadvantages) Konsumsi/penggunaan waktu dan proses
6
permintaan.
Sumber: Modifikasi dari Gamboa & Melano (2012), Moturi & Mbithi (2015)

D. Metode Pengumpulan Data

Empat macam metode pengumpulan data dicobakan secara simultan demi

mendapatkan data yang akurat, komprehensif, dan memadai baik secara

kuantitatif maupun kualitatif. Metode-metode tersebut adalah sebagai berikut.

1. Pengamatan dengan partisipasi (participant observation)

Pengamatan atau observasi dilakukan dengan partisipasi, artinya peneliti

ikut terlibat dalam berbagai aktivitas subjek penelitian yang terkait dengan

usaha implementasi manajemen mutu dengan standar ISO 9001: 2008,

terutama untuk SMA Negeri 1 Ngaglik. Sedang untuk SMA Negeri 2 Ngaglik,

peneliti hanya mengamati perilaku yang menunjukkan terpengaruh oleh budaya

(nilai-nilai) manajemen mutu.

2. Wawancara secara mendalam (in-depth interviewing)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan pihak yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan

77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

jawaban atas pertanyaan itu (Moloeng, 2007: 186). Wawancara dipergunakan

untuk mengadakan komunikasi dengan subjek penelitian sehingga diperoleh

data-data yang diperlukan. Teknik wawancara mendalam ini diperoleh

langsung dari subjek penelitian melalui serangkaian tanya jawab dengan pihak-

pihak yang terkait langsung dengan pokok permasalahan.

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan menggunakan

pedoman wawancara bebas terpimpin. Wawancara bebas terpimpin yaitu cara

mengajukan pertanyaan yang dikemukakan bebas, artinya pertanyaan tidak

terpaku pada pedoman wawancara tentang masalah-masalah pokok dalam

penelitian kemudian dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi di lapangan

(Hadi, 1994: 207). Dalam melakukan wawancara ini, pewawancara membawa

pedoman yang hanya berisi garis besar tentang hal-hal yang ditanyakan.

Sebagai sebuah penelitian kualitatif, maka dilakukan wawancara

berulang-ulang (mendalam) dengan sejumlah pimpinan atau manajemen

sekolah (khususnya WMM) dan hampir semua guru (tetap, PNS) yang

mengalami masa transisi sertifikasi ISO, tenaga kependidikan (administrasi)

maupun sejumlah (sekitar 10 orang) peserta didik, demi memperoleh data yang

lebih lengkap dan terkonfirmasi. Wawancara ulang juga dilakukan sekiranya

diperlukan untuk menggali jawaban-jawaban yang masih tersembunyi,

terutama yang menyangkut penilaian (judgement) atas kebijakan pimpinan

sekolah. Wawancara dialakukan terutama untuk menjawab pertanyaan

penelitian pertama, mengenai faktor-faktor sukses kunci dalam implementasi

sistem manajemen mutu (ISO), selain juga untuk memperkuat jawaban

78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

angket/kuesioner mengenai gaya kepemimpinan pihak manajemen atau

pimpinan sekolah maupun dampak yang dirasakan dan disaksikan atas

sertifikasi ISO tersebut.

3. Analisis dokumen atau analisis konten (content analysis).

Dokumen-dokumen yang dianalisis adalah catatan-catatan proses,

laporan, hasil audit internal dan eksternal dalam rangka implementasi

manajemen mutu melalui perolehan sertifikat ISO 9001: 2008, termasuk foto-

foto, video, dan segala dokumen yang terkait dengan hal itu. Dokumen juga

dapat berupa usaha-usaha sosialisasi visi, misi, dan kebijakan sekolah kepada

segenap pemangku kepentingan.

Dari segi urutan kerja memadukan pendekatan kuantitatif dan kualitatif

(Brannen, 1996), penelitian ini juga dapat disebut melalui 2 tahap. Tahap I dengan

pendekatan kuantitatif: berupa kuesioner/angket pada (1) Pelanggan eksternal-

primer: Pembelajar/Siswa; (2) Pelanggan eksternal-sekunder: Orangtua/wali

Siswa; dan (3) Pelanggan internal: Guru dan tenaga kependidikan di dua SMA

Negeri di Ngaglik Sleman (yang sudah ber-ISO), untuk mendapatkan data

dampak implementasi ISO 9001: 2008 dan gaya kepemimpinan sekolah yang

bersangkutan. Untuk melihat tingkat kepuasan pelanggan, digunakan before-after

analysis.

Tahap II dengan pendekatan kualitatif: wawancara mendalam pada Kepala

Sekolah dan pimpinan Sekolah lainnya (para wakil kepala sekolah dan wakil

manajemen mutu), serta sejumlah guru kedua SMA tersebut untuk mengkorfimasi

dan mendalami hasil pengumpulan data secara kuantitatif (kuesioner) mengenai

79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dampak, faktor sukses kunci maupun gaya kepemimpinan transformasional yang

memang diprasyaratkan oleh TQM dan ISO.

E. Metode Analisis Data

Seperti ditulis Nasution (1988: 126), analisis adalah proses menyusun

data agar dapat ditafsirkan. Menyusun data berarti menggolong-golongkan dalam

pola, tema atau kategori. Tafsiran atau interpretasi artinya memberikan makna

kepada analisis, menjelaskan pola atau kategori, dan mencari hubungan antara

berbagai konsep.

Disadari sepenuhnya bahwa dalam penelitian kualitatif, data diperoleh

dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang

bermacam-macam (trianggulasi), dan dilakukan secara terus-menerus sampai

datanya jenuh. Dengan pengamatan yang terus-menerus tersebut mengakibatkan

variasi data kualitatif tinggi sekali. Data yang diperoleh umumnya adalah data

kualitatif (walaupun tidak menolak data kuantitatif), sehingga teknik analisis data

yang digunakan belum ada polanya yang jelas. Oleh karena itu sering mengalami

kesulitan dalam melakukan analisis (Sugiyono, 2014: 426-427).

Menghadapi masalah tersebut, maka data yang diperoleh dalam

penelitian ini dianalisis dengan teknik pembandingan berlanjut (continuous

comparison) atau kategorisasi. Dapat juga dikatakan bahwa penulis menggunakan

model interaktif (interactive model). Pada model ini, ada hubungan interaktif dan

merupakan proses siklikal di antara tiga aktivitas analisis (reduksi data, penyajian

data, dan konklusi) bersama koleksi data itu sendiri. Jika divisualisasikan dalam

80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

gambar, model analisis data (interaktif) tersebut tampak sebagai berikut.

Pengumpulan
data

Penyajian
data
Reduksi
data

Simpulan-simpulan:
penarikan/verifikasi

Gambar 3.3
Komponen-komponen Analisis Data: Model Interaktif
Sumber: Miles & Huberman, 1994: 12

Penjelasan dari gambar tersebut adalah sebagai berikut. Analisis data

terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data,

penyajian data, penarikan simpulan/verifikasi.

1. Reduksi data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang

muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Sebagaimana diketahui,

reduksi data, berlangsung terus-menerus selama projek yang berorientasi

kualitatif berlangsung. Sebenarnya bahkan sebelum data benar-benar

terkumpul (lihat gambar 3.3), antisipasi akan adanya reduksi data sudah

tampak waktu penelitinya memutuskan (acap kali tanpa disadari sepenuhnya)

81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kerangka konseptual wilayah penelitian, permasalahan penelitian, dan

pendekatan pengumpulan data yang mana yang dipilihnya. Selama

pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi selanjutnya

(membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus,

membuat partisi, menulis memo). Reduksi data/proses transformasi ini

berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap

tersusun. Reduksi data tidak perlu diartikan sebagai kuantifikasi data.

Dalam penelitian ini sudah barang pasti semua data mentah yang didapat

dari berbagai instrumen penelitian tidak disajikan begitu saja, melainkan akan

direduksi sesuai kebutuhan data terkait dengan pertanyaan penelitian. Namun

demikian, data yang tersaji bisa lebih dari sekadar yang diperlukan untuk

menjawab pertanyaan penelitian. Fleksibilitas tetap dimungkinkan.

Konkretnya, sejumlah kuesioner/angket yang telah diisi dan

dikembalikan oleh para peserta didik terpaksa tidak dipakai karena tidak diisi

secara lengkap atau salah dalam memahami pertanyaan/pernyataan peneliti.

Ada juga data yang tidak sahih/valid karena tidak tegas butir opsi yang

dipilihnya (memilih lebih dari satu opsi, padahal tidak diberi opsi demikian).

2. Penyajian Data

Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data.

Penulis membatasi suatu “penyajian” sebagai sekumpulan informasi tersusun

yang memberi kemungkinan adanya penarikan simpulan dan pengambilan

tindakan. Penyajian yang paling sering digunakan pada data kualitatif pada

masa yang lalu adalah bentuk teks naratif (berbentuk catatan lapangan),

82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Dalam penelitian ini, penyajian data juga

dalam bentuk narasi, tabel-tabel dengan grafik-grafik penguatnya (memperjelas

secara visual), dan ada pula yang berupa matriks komparatif (SMA Negeri 1

dan SMA Negeri 2 Ngaglik).

3. Menarik simpulan/Verifikasi

Simpulan-simpulan final dalam penelitian kualitatif mungkin tidak muncul,

karena harus tetap terbuka dan skeptik. Simpulan-simpulan juga diverifikasi

selama penelitian berlangsung, dan merupakan hasil analisis yang dapat

digunakan untuk mengambil tindakan.

Karena dalam penelitian ini tidak diperoleh data empirik yang menunjukkan

strategi khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen mutu (SMM)

dalam model ISO 9001: 2008 (by design), maka pertanyaan penelitian yang ke-

4, tentang strategi implementasi SMM-ISO dieliminasi atau dibatalkan.

Adapun simpulan-simpulan utama yang diambil adalah terkait dengan: faktor

sukses, gaya kepemimpinan pihak manajemen atau pimpinan sekolah, dan

impak atau dampak positif implementasi SMM-ISO bagi para pemangku

kepentingan (stakeholders atau para pelanggan: peserta didik/siswa,

orangtua/wali siswa, pendidik, dan pimpinan sekolah) serta dampak negatif

yang dirasakan oleh pimpinan sekolah.

Sebagaimana telah diuraikan di depan, untuk menjawab pertanyaan ke-1,

penulis menggunakan instrumen I sebagai pemandu wawancara dan

pengamatan secara langsung. Wawancara dilakukan kepada banyak pihak

terkait, baik jajaran manajemen sekolah (terlebih WMM), sejumlah guru

83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

maupun beberapa orang peserta didik.

Pertanyaan ke-2 dijawab dengan instrumen II, berupa angket/kuesioner

untuk mengumpulkan data kuantitatif yang diikuti wawancara konfirmatif.

Responden pengisi angket dan wawancara untuk data ini hanya dipilih dari

para guru non-pejabat struktural, yang sekaligus diharapkan cukup memiliki

wawasan kepemimpinan dengan segala idealismenya.

Sedang pertanyaan ke-3 dijawab dengan data kuantitatif dan kualitatif dari

para pendidik, peserta didik, orangtua peserta didik, dan manajemen sekolah.

84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

1. Profil Singkat SMA Negeri 1 Ngaglik

Lokasi penelitian ini adalah di SMA Negeri 1 Ngaglik Sleman,

Yogyakarta, sedang waktu penelitiannya adalah pada paruh kedua tahun

2017. SMA tersebut berdiri pada tanggal 2 Februari 1968 dengan nama

SMA Negeri Donoharjo Filial SMA Negeri Sleman. Berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 28 Agustus 1974,

nomor 0219/O/1974 terhitung mulai 1 Juli 1974 berubah menjadi SMA

Negeri Donoharjo. Untuk pelaksanaan proses belajar mengajar, SMA

Negeri Donoharjo menempati tempat dan gedung milik Kelurahan

Donoharjo.

Setelah itu, berkat bantuan dari pemerintah melalui proyek

peningkatan Gedung Sekolah dan bantuan Anggota BPPP dan masyarakat

sekitarnya, Sekolah dapat memiliki gedung sendiri walaupun sampai saat ini

gedung-gedung tersebut menempati tanah milik Desa Donoharjo (HGB).

Secara geografis SMA Negeri 1 Ngaglik berada di Desa Donoharjo,

Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta,

tepatnya di dusun Kayunan, Jalan Palagan Tentara Pelajar, dari arah

Monumen Yogya Kembali ke utara kurang lebih 7 km.

Manajemen dan Kepemimpinan SMA Negeri 1 Ngaglik saat ini

85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berada pada para personal sebagai berikut.

Kepala Sekolah : Drs. Subagyo

Wakil Kepala Sekolah :

Urusan Kurikulum : Drs. Rahmad Saptanto, M.Pd.

Urusan Kesiswaan : Drs. Suharyono

Urusan Sarana Prasarana : Dra. Rin Utari Sutartinah

Urusan Hubungan Masyarakat : Drs. Hadi Siswanto

Wakil Manajemen Mutu : Dewi Rahayu, S.Pd., M.Pd.

1. Guru : 43 Orang

Latar Belakang Pendidikan : S1 = 38 orang

S2 = 6 orang

Golongan : III = 5 orang

: IV = 30 orang

Guru Tetap (PNS) : 35 orang

Guru Tidak tetap (Honorer) : 8 orang

2. Visi dan Misi Sekolah

a. Visi

Menjadi SMA sebagai komunitas beriman, bertakwa, cerdas,

berprestasi, berkecakapan hidup dan berkarakter kebangsaan

Pancasila.

86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Slogan (Tagline):

“Berkarakter – Cerdas – Prestasi – Terampil”

(Good Character – Smart – High Achievement – Life Skills)

b. Misi

1) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sarana-prasarana,

proses pembelajaran, dan budaya organisasi secara terus-menerus

(continuous improvement) yang mampu meningkatkan/meman-

tapkan kecerdasan warga komunitas SMA Negeri 1 Ngaglik.

2) Menyelenggarakan pendidikan karakter bangsa Pancasila

(termasuk akhlak mulia dan budi pekerti luhur) bagi seluruh

warga SMA sejak seawal mungkin (saat MOS bagi siswa baru,

dan pada saat merekrut pendidik maupun tenaga kependidikan

baru, dan berkelanjutan (melekat pada semua mata pelajaran), dan

melalui acara-acara khusus, seperti: lomba pidato berbahasa Jawa,

lomba panata cara (MC) dan tembang-tembang Jawa, perayaan

Hari Kartini dengan lomba Dimas-Diajeng, LCC dan lomba

pidato dan KTI bertemakan Pancasila, lomba menulis dan

membaca puisi dan geguritan, dan sebagainya.

3) Memberikan pendidikan soft skills, misalnya dengan pelatihan

“Seven habbit of highly effective people” menurut Steven Covey,

motivation and character building, pelatihan integritas (kejujuran,

anti korupsi) secara terprogram dan berkelanjutan.

87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4) Semakin memantapkan kurikulum sekolah (Standar Isi) yang

mendukung keunggulan, sesuai dengan kebutuhan peserta didik,

budaya dan kearifan lokal (local wisdom), maupun tuntutan lokal-

regional-nasional-global. Think globally, act locally. Misalnya:

tambahan mata pelajaran Bahasa Inggris khusus dalam wujud

English free conversation.

5) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran dan

bimbingan guna mengembangkan kreativitas, integritas,

kejujuran, dan kemandirian siswa.

6) Meningkatkan keterampilan dan sikap-mental positif siswa

melalui kegiatan ekstrakurikuler (soft skill), sesuai dengan potensi

(minat & bakat) yang dimiliki, minimal mengambil 1 bidang

kecakapan hidup: kewirausahaan, menjahit, produksi bidang

ekonomi-kreatif, olah raga, seni-budaya, dan kepenulisan.

7) Meningkatkan imtaq sesuai ajaran agama yang dianut dalam

kehidupan sehari hari dan di lingkungan masyarakat

c. Pemetaan 8 SNP di sekolah

Hasil kajian dalam bentuk studi dokumentasi dan wawancara yang

disertai pengamatan, menunjukkan bahwa sebagian besar standar nasional

pendidikan (SNP) di SMA Negeri 1 Ngaglik sudah baik, terutama yang

menyangkut:

1) Standar Isi

2) Standar Kompetensi Lulusan

88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3) Standar Sarana dan Prasarana

4) Standar Pengelolaan, dan

5) Standar Pembiayaan.

Semua SNP itu sudah secara terus-menerus diperbaiki dan

ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya, sehingga wajarlah kalau kemudian

SMA tersebut telah memperoleh pengakuan Akreditasi A dari Badan

Akreditasi Sekolah dan mendapatkan sertifikat ISO 9001: 2008 dari PT TuV

Rheiland Indonesia. Apalagi semester ini pimpinan Sekolah (termasuk para

koordinator penyiapan tiap standar) tengah berbenah untuk menghadapi Tim

Asesor Akreditasi.

Boleh disebut bahwa yang masih perlu dibenahi adalah Standar

Proses, agar proses pembelajaran semakin berwajah saintifik (active

learning) yang mensyaratkan guru selaku fasilitator yang memadai, dan

Standar Penilaian yang cenderung masih belum lengkap

pengadministrasiannya oleh guru. Standar Pendidik dan Tenaga

Kependidikan juga masih harus terus-menerus menjadi perhatian

pemangku kepentingan (stakeholders) Sekolah karena faktor mobilitas dan

peningkatan standar/tuntutan mutu. Bisa terjadi pensiun dan mutasi atau pun

promosi guru senior tidak langsung tergantikan oleh yang relatif sepadan.

Sebenarnya sarana dan prasarana yang berupa toilet bagi para peserta didik

juga masih kurang jumlah dan kualitasnya.

Pada 2 bulan terakhir ini SMA Negeri 1 Ngaglik agak merasa

kerepotan setelah 2 orang tenaga kependidikan (Bendahara dan Kepala TU)

89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pensiun, sehingga pekerjaan-pekerjaannya dibagikan kepada beberapa orang

guru. Sekarang ini tinggal tersisa 3 orang tenaga kependidikan honorer

andalan dan seorang tenaga kependidikan PNS yang relatif kurang rajin.

Tenaga keamanan (satpam) ada 3 orang honorer masih perlu ditingkatkan

kontribusinya agar semakin tampak dan fungsional (“hadir”) bukan hanya

saat awal dan akhir PBM.

2. Profil Singkat SMA Negeri 2 Ngaglik

Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia, tanggal 9 November 1983, nomor 0473/C/1983, dengan surat

persetujuan Men-PAN nomor B.748/I/MENPAN/9/1983, merupakan

bukti otentik lahir atau berdirinya SMA Negeri 2 Ngaglik, yang di kala

itu bernama SMA Negeri Ngaglik. Dengan berbagai pertimbangan,

tanggal terbitnya surat tidak dijadikan tanggal kelahiran, namun tanggal

31 Juli 1983 lah yang dianggap sebagai hari atau tanggal kelahiran.

Tahun 1983, di awal berdiri, SMA Negeri 2 Ngaglik bernaung pada

SMA Negeri 1 Ngaglik yang pada saat itu bernama SMA Negeri

Donoharjo, dibawah pimpinan Bapak Soewarno, BA. Karena tidak

tersedianya ruangan, SMA Negeri 2 Ngaglik ditempatkan di sebuah

barak penampungan korban Gunung Merapi di dusun Balong Donoharjo.

Jarak sekolah induk dengan sekolah ampuan cukup jauh, yakni kurang

lebih 1 kilometer. Tempat tersebut kondisinya tidak layak untuk dihuni,

apalagi untuk berlangsungnya proses belajar mengajar.

90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Keadaan ini bertahan selama satu semester Tahun Ajaran

1983/1984. Baru pada semester kedua, SMA Negeri 2 Ngaglik pindah

tempat ke Sukoharjo Ngaglik Sleman, yang notabene memang tempat

peruntukannya. Dikarenakan saat itu pembangunannya belum rampung,

sehingga masih belum diserahterimakan. Tempat ini berlokasi di Jl.

Besi–Jangkang, Sukoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta atau kira-kira

berjarak 2,5 kilometer arah timur Jl. Kaliurang Km 12 Besi.

Kepindahan tempat ini membawa akibat munculnya kepemimpinan

ganda dalam satu sekolah. Kepala Sekolah yang masih tetap dijabat

Bapak Soewarno, BA tidak bisa mengawasi langsung kegiatan

operasional sehari-hari, sehingga ditunjuklah seorang Guru yang

bernama Bapak Drs. I. M. Sugeng sebagai Pelaksana Harian (Plh). Dari

waktu inilah boleh dibilang SMA Negeri 2 Ngaglik bagaikan bayi yang

baru mulai belajar merangkak, dengan segala keterbatasan, baik fasilitas

maupun tenaga atau sumber daya manusianya, dengan tempat yang

masih benar-benar baru, baik gedung maupun lingkungannya. Bahkan

fasilitas kantor dan anggaran pun benar-benar belum punya. Halaman

dan lingkungan masih berupa hamparan tanah kosong nan gersang

dengan sisa–sisa puing bahan bangunan. Gedung tersebut dibangun

diatas tanah seluas 31.675 m2 milik Pemerintah Desa Sukoharjo Ngaglik

Sleman, yang diserahkan kepada Pimpinan Proyek Peningkatan SMA

DIY guna pembangunan SMA Negeri 2 Ngaglik.

Manajemen dan Kepemimpinan SMA Negeri 2 Ngaglik saat ini

91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berada pada para personal sebagai berikut.

Kepala Sekolah : Drs. H. Agus Santosa

Wakil Kepala Sekolah :

Urusan Kurikulum : Dra. Enik Sri Agustini

Urusan Kesiswaan : Yuman Ahmad, S.Pd

Urusan Sarana Prasarana : Kartijono, S.Pd

Urusan Hubungan Masyarakat : Drs. H. Suharto, S.Sn.

Wakil Manajemen Mutu : Amirudin Ahmad, S.Pd.

1. Guru SMA Negeri 2 Ngaglik : 53 orang

Latar Belakang Pendidikan : S1 = 49 orang

S2 = 4 orang

Golongan : III = 6 orang

: IV = 47 orang

Guru Tetap : 45 orang

Guru Tidak tetap : 8 orang

2. Visi Sekolah

“Berkualitas, Berakhlak mulia dan Berwawasan Global.”

Berkualitas dan unggul dalam hal/segi :

a. Pelaksanaan kedisiplinan dan ketertiban

b. Perolehan NUAN yang tinggi

c. Persaingan di SMPTN

92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

d. Kegiatan Ekstrakurikuler

e. Kegiatan Lomba Olahraga dan Seni

f. Kreativitas dan Lomba Keagamaan

g. Kemantapan berbahasa Inggris

h. Ketrampilan pengoperasian komputer

3. Misi Sekolah

a. Melaksanakan proses pembelajaran dan bimbingan secara efektif agar

siswa berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki

untuk mencapai peningkatan Nilai UAN.

b. Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenal potensi

dirinya sehingga dapat dikembangkan secara optimal sesuai dengan

berwawasan global.

c. Menumbuhsuburkan suasana dan semangat yang kondusif agar siswa

dapat berkembang secara optimal.

d. Menumbuhkan semangat keunggulan kepada seluruh warga sekolah.

e. Kemantapan dan kemampuan berkomunikasi berbahasa Inggris.

4. Pemetaan 8 SNP di Sekolah

Tidak jauh berbeda dengan SMA Negeri 1 Ngaglik, hasil kajian dalam

bentuk studi dokumentasi dan wawancara yang disertai pengamatan,

menunjukkan bahwa sebagian besar standar nasional pendidikan (SNP) di

SMA Negeri 2 Ngaglik juga sudah (lebih) baik, terutama yang menyangkut:

1) Standar Isi

93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2) Standar Proses

3) Standar Kompetensi Lulusan

4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

5) Standar Sarana dan Prasarana

6) Standar Pengelolaan

7) Standar Pembiayaan, dan

8) Standar Penilaian Pendidikan.

Karena setiap standar dalam SNP itu sudah secara terus-menerus

diperjuangkan peningkatan kualitasnya, maka sangat wajarlah ketika

kemudian SMA Negeri 2 Ngaglik pun telah memperoleh pengakuan

Akreditasi A dari Badan Akreditasi Sekolah dan mendapatkan sertifikat ISO

9001: 2008 dari PT TuV Rheiland Indonesia. Apalagi SMA Negeri 2

Ngaglik juga dipercaya membuka Kelas Khusus Olahraga (KKO), selain

prestasi akademik (nilai UN) juga relatif lebih baik.

Hampir setahun terakhir ini SMA Negeri 2 Ngaglik harus berbenah

secara serius setelah terjadi pergantian 2 orang penting di Sekolah (Kepala

Sekolah dan tenaga kependidikan yang menjadi Bendahara Sekolah dan

sekaligus Kepala TU, karena mutasi, dalam hal pencapaian standar

pengelolaan dan standar pembiayaan. Beruntung kedua personal yang

baru memang mumpuni dalam hal tersebut. Keduanya sangat menguasai

standar tersebut, bahkan kepala Administrasi/TU-nya bergelar S.E., M.M.

bidang keuangan.

94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Deskripsi dan Analisis Data

Mengacu pada masalah dan tujuan penelitian ini, maka deskripsi dan

analisis data penulis sajikan dalam tiga narasi utama: (1) faktor sukses kunci

implementasi sistem manajemen mutu (SMM) menurut standar ISO 9001:

2008; (2) faktor gaya kepemimpinan manajemen sekolah; dan (3) dampak

implementasi SMM-ISO bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) atau

para pelanggan (primer-sekunder-tersier) sekolah.

1. Faktor Sukses Implementasi ISO

Karena sejak awal dilakukan prasurvei sudah didapatkan informasi

bahwa program sertifikasi ISO yang ada di kedua SMA Negeri di

Kecamatan Ngaglik Kabupaten Sleman itu merupakan kebijakan

(perintah) Bupati melalui Kepala Dinas Dikpora Sleman, maka penulis

meyakini faktor atau kunci suksesnya pastilah bukan sesuatu yang ideal-

otentik, melainkan suatu rekayasa portofolio. Oleh karenanya terhadap

variabel ini tidak disiapkan instrumen kuantitatif, melainkan cukup dengan

pengamatan dan wawancara mendalam.

Observasi atau pengamatan langsung dan wawancara mendalam

dilakukan dengan responden utama, yaitu 6 orang pimpinan sekolah yang

telah membuktikan bahwa karena usaha memperoleh sertifikat ISO 9001:

2008 merupakan kebijakan dan perintah bupati, maka apa pun yang ada

dan terjadi pasti tetap mendapatkan sertifikat ISO tersebut, sejauh semua

persyaratan (dan bukti) administratif dipenuhi. Selain pimpinan sekolah,

sejumlah guru senior non-pejabat struktural juga penulis wawancarai.

95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Hasil wawancara dengan para responden, yang dikaitkan dengan

instrumen penelitian mengenai faktor sukses implementasi SMM-ISO, dan

sesuai pedoman implementasi ISO, dapatlah ditunjukkan adanya beberapa

faktor sukses kunci implementasi ISO 9001: 2008 di kedua SMA tersebut

adalah sebagai berikut.

a. Tim/manajemen mutu (quality team) atau wakil manajemen mutu

(WMM).

Di kedua SMA Negeri di Ngaglik tersebut, manajemen puncak (top

management) sudah menunjuk seorang anggota manajemen organisasi

(yaitu Dewi Rahayu, S.Pd., M.Pd. di SMAN 1 dan Amirudin Ahmad,

S.Pd.T. di SMAN 2), yang di luar tugas lainnya, memiliki tanggung

jawab dan wewenang berikut.

1) memastikan proses yang diperlukan untuk sistem manajemen mutu

yang telah ditetapkan, diterapkan dan dipelihara;

2) melaporkan kepada manajemen puncak tentang kinerja

(performance) sistem manajemen mutu dan kebutuhan apa pun

untuk perbaikannya; dan

3) memastikan untuk tumbuhnya kesadaran tentang persyaratan

pelanggan di seluruh organisasi.

Diakui oleh WMM SMA Negeri 1 Ngaglik (Dewi Rahayu, S.Pd.,

M.Pd.) bahwa kerja lembur administratif dilakukan utamanya oleh

WMM sendiri, tetapi sepenuhnya dia sadari bahwa hanya yang terkait

pekerjaan administratif (klerikal) dia bisa menyelesaikan tunggakan

96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kerja anggota tim dan para guru pada umumnya. Dalam soal yang

paling hakiki, yaitu membangun paradigma mutu PDCA (plan, do,

check, act), tetaplah merupakan kompetensi atau kewenangan

pemimpin pucuk (kepala sekolah).

Di SMAN 2, WMM melakukan kerja lembur terutama pada saat

awal program, yaitu membuat/menyusun pedoman mutu, kebijakan

mutu, dan SOP.

b. Komitmen dan dukungan manajemen (management commitment

and support).

Manajemen puncak (top management) harus memberi bukti

komitmennya pada pengembangan dan penerapan sistem manajemen

mutu dan terus-menerus memperbaiki efektivitasnya dengan cara:

1) menyampaikan ke organisasi pentingnya memenuhi persyaratan

pelanggan serta undang-undang dan peraturan,

2) menetapkan kebijakan mutu,

3) memastikan sasaran mutu yang ditetapkan,

4) melakukan tinjauan manajemen, dan

5) memastikan tersedianya sumber daya.

Hasil pengamatan dan wawancara dengan Tim Manajemen Mutu

atau WMM SMA Negeri 1 Ngaglik (khususnya Dewi Rahayu, S.Pd.,

M.Pd. dan Titik Krisnawati, S.Pd., M.Pd.), pemimpin puncak (kepala

sekolah) belum memiliki komitmen tinggi dalam memandu pembatinan

(internalisasi) kebijakan mutu dan implikasi manajerial dan

97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

teknikalnya. Sebagian kecil guru memang sudah terbiasa dengan cara

kerja yang berorientasi mutu, terutama dengan semangat continuous

improvement, namun sebagian besar masih bertahan dengan

kemapanan, apalagi guru dan karyawan/karyawati yang mendekati

masa pensiun. Itu sering menjadi pembenar baginya. “Saya sudah

hampir pensiun, biar mereka yang muda-muda...” kata Dra. Hj. Siwi

Wahyuni dan Drs. Pratiknyo, yang memasuki masa pensiun pada

semester ini.

Di SMAN 1, butir nomor 1) di atas dilakukan oleh para pendamping

dan konsultan sertifikasi ISO. Sedang nomor 2) – 5) dilakukan oleh

WMM, yang diperkaya oleh anggota WMM baik secara individual

maupun dalam rapat tim/WMM.

WMM SMAN 2 menyatakan hal serupa, namun pada akhirnya juga

diakui bahwa kunci utama keberhasilan program sertifikasi ISO di

sekolahnya adalah komitmen masing-masing warga (terutama anggota

tim dan WMM) dalam menjalankan SMM-ISO.

Kebijakan afirmatif atasan selaku suprastruktur Sekolah, dalam hal

ini Bupati dan Kepala Dinas Dikpora Sleman, yang turun pada kepala

sekolah, yang mewajibkan sekolah-sekolah tertentu mengusahakan

diperolehnya sertifikat ISO bagi sekolahnya, pastilah juga menjadi

faktor kunci keberhasilan yang berkontribusi signifikan. Apalagi ada

pesan bahwa ketika penyerahan sertifikat ISO senantiasa diusahakan

agar Bupati berkesempatan menghadirinya.

98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

c. Komunikasi dan keterlibatan semua anggota (communication with

and involvement of all members).

Manajemen puncak harus memastikan bahwa proses komunikasi

sesuai dengan yang ditetapkan dalam organisasi dan bahwa komunikasi

terjadi sehubungan dengan efektivitas sistem manajemen mutu.

Faktor komunikasi dan keterlibatan semua anggota/warga SMAN 1

dapat dikatakan kurang optimal. Selain masalah kerja lembur WMM

dan tim, ada satu kelas (XII IPS3) yang penulis batalkan untuk

dijadikan responden tertulis dan lisan (wawancara) karena ketika

ditanya mengenai pengetahuannya tentang ISO, tidak ada yang mampu

menjawabnya secara memadai. Muhammad Devano adalah satu-

satunya peserta didik di kelas tersebut yang sedikit agak

mengetahuinya, dan menjawab: “semacam peringkat...?” Atau

Kasminah Puji Lestari: “ada peningkatan prestasi siswa dan pengajaran

guru, mungkin”. Artinya, kebanyakan peserta didik tidak merasakan

dampak signifikan atas diperolehnya sertifikat ISO di SMA mereka.

Dalam hal ini agak berbeda dengan kondisi di SMAN 2 yang para

peserta didik kelas XI-nya pun (bukan hanya kelas XII) cukup memiliki

informasi dan pemahaman mengenai sertifikasi ISO. Oleh karenanya,

penulis tidak membatalkan 1 kelas pun untuk dipilih menjadi responden

penelitian, maupun mereduksi data dari responden kelompok ini karena

kesalahpahaman atas pertanyaan/pernyataan penelitian yang penulis

ajukan dan dijawabnya.

99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

d. Tingkat organisasi sebelumnya (previous level of organization).

Alasan di balik faktor ini adalah bahwa jika sekolah, sebelum

memulai jejak langkah sertifikasi, telah memiliki proses-proses di

tempat (SOP) yang didefinisikan secara jelas dan terstruktur, pasti dapat

membantu membawa implementasi ISO 9001: 2008 menjadi sukses.

Dalam hal tertib administrasi pembelajaran, semua guru di kedua

SMAN Ngaglik sudah relatif baik, apalagi kalau menjelang atau

sesudah mengikuti akreditasi. Bahkan tuntutan guru saat menyiapkan

kenaikan pangkat dan golongan maupun untuk pemberkasan pengajuan

tunjangan profesi guru pada setiap semester telah memungkinkan

adanya usaha melengkapi administrasi pembelajarannya. Tertib

administrasi keuangan pun, baik yang dibuat guru maupun tenaga

kependidikan, sudah semakin ketat, bahkan terkesan terlalu ketat dan

birokratis. Hal ini sering dikritik oleh Presiden Joko Widodo.

Konstatasi ini diperkuat oleh Dra. Siwi Indarwati, seorang guru

senior SMAN 1 Ngaglik terkait dengan inti atau esensi SMM

“perbaikan terus-menerus (continuous improvement)”, katanya “ISO

sebenarnya sejajar dengan akreditasi, yang menuntut perbaikan terus-

menerus, apalagi dengan kurikulum baru, maka Sekolah memang

dituntut begitu”. Artinya, dengan memenuhi tuntutan akreditasi institusi

sekolah, maka sesungguhnya tuntutan SMM-ISO pun ikut terpenuhi.

Selain kategorisasi data di atas, sebenarnya ada juga pandangan-

pandang kritis-skeptik dari sejumlah guru tentang penerapan SMM-ISO

100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

di SMA, bahkan oleh guru yang sekaligus WMM. Secara panjang

lebar, misalnya WMM SMA Negeri 2 Ngaglik mengungkapkan sebagai

berikut.

“Semangat dari implementasi ISO 9001: 2008 sebenarnya memacu


sekolah untuk lebih baik dari segi manajemen maupun kepuasan siswa
dan warga sekolah. Akan tetapi dalam pelaksanaannya diperlukan
komitmen yang tinggi dari top management dan stakeholders dalam
konsistensi pelaksanaan SMM ISO 9001: 2008, di samping itu sering
masih terjadi perbedaan interpretasi standar yang menyebabkan
kesulitan dalam pembuatan klausul yang sesuai dengan standar
pemerintah. Biaya sertifikasi juga menjadi masalah klasik, karena
untuk pemperoleh dan mempertahankan ISO dibutuhkan dana yang
tidak sedikit, yang tidak jarang dana yang sebenarnya dialokasikan
untuk kebutuhan penyelenggaraan kegiatan lain harus dikorbankan
untuk sertifikasi ISO. Untuk SMK mungkin lebih bagus
memanfaatkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO sesuai dengan
standar yang diperlukan oleh dunia industri. Untuk SMA mungkin
lebih baik menggunakan SMM yang dibuat oleh Lembaga Penjamin
Mutu Pendidikan (LPMP) yang lebih aplikatif, sesuai dengan standar
pemerintah, dan yang lebih penting murah!!!” (wawancara semi
tertulis dengan WMM, Amirudin Ahmad, S.Pd.T, 23/5/2017).

Salah satu guru sejarah SMA Negeri 1 Ngaglik, Triyana, S.Pd.,

menyatakan bahwa sebenarnya SMA ini tidak layak memiliki sertifikat

ISO, dan sesungguhnya tidak berdampak apa-apa ISO ini karena kepala

sekolah, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, dan WMM tidak

memandunya secara memadai; pemahaman mereka pun masih sepotong-

sepotong”.

Dra. Susi Purwanti, guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 2 Ngaglik

yang senior dan berprestasi, termasuk berprestasi membimbing peserta

didik menulis buku fiksi (novel), mengatakan:

“ISO itu tidak baik dan tidak berguna, kecuali sesaat, penilaian
masyarakat (users) jauh lebih penting, yaitu berapa lulusannya
diterima di perguruan tinggi bermutu, bekerja di mana, dan bagaimana

101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

nilai UN-nya. Jadi, kunci suksesnya ada pada kemampuan kepala


sekolah mengompakkan para guru, terutama para guru senior yang
vokal harus ‘didengarkan’ dan jangan sampai diinterupsi dengan
ungkapan ‘ya, saya sudah tahu maksudnya, ...’”.

Komentar Dra. Susi Purwanti tersebut mempertegas bahwa

kepemimpinan kepala sekolah yang mampu mengompakkan dan

memotivasi utamanya para guru senior menjadi sangat menentukan. Hal

demikian dapat dipahami, sebab dengan mengompakkan dan memicu

komitmen para guru senior, maka para guru juniornya akan menjadi relatif

mudah ‘dikendalikan’. Dan menurut kesimpulan WMM-nya, komitmen

para warga sekolah menjadi salah satu kunci sukses implementasi SMM-

ISO di SMAN 2 Ngaglik.

2. Gaya Kepemimpinan dalam SMM-ISO

Baik dalam sistem manajemen mutu TQM maupun ISO, faktor

kepemimpinan menjadi nilai dan faktor diterminan yang disebutkan secara

jelas. Bahkan dalam TQM dikemukakan secara eksplisit pentingnya

manajemen partisipatif dan gaya kepemimpinan transformasional. Oleh

karenanya dalam studi ini juga diteliti mengenai gaya kepemimpinan

tersebut, baik secara kuantitatif maupun (diperkuat, dikonfirmasi) dengan

wawancara. Untuk mendapatkan data kuantitatif, penulis menggunakan

kuesioner/angket penelitian gaya kepemimpinan transformasional atau

transformatif di bidang pendidikan hasil penelitian Sunaengsih (2011).

Dua tabel (Tabel 4.1 dan Tabel 4.2) berikut merupakan instrumen

yang diisi oleh sejumlah responden khusus: dari 8 eksemplar kuesioner

102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang penulis bagikan secara terbatas, 7 orang guru dari SMA Negeri 1

Ngaglik dan hanya 3 orang guru SMA Negeri 2 Ngaglik yang mengisi dan

mengembalikan angket/kuesioner mengenai gaya kepemimpinan.

Kesulitan penulis di SMA Negeri 2 Ngaglik adalah tidak mungkin untuk

datang setiap hari demi dapat bertemu semua guru terpilih. Responden

kelompok ini dipilih dari guru-PNS yang relatif kritis, bukan pimpinan

sekolah, dan terutama belum mengisi kuesioner lainnya.

Sebagai catatan adalah bahwa skor/nilai 1 pada kedua tabel (Tabel 4.1

dan Tabel 4.2) tersebut adalah terendah atau paling tidak/kurang

transformatif dan skor/nilai 5 berarti tertinggi atau paling transformatif.

Dengan cara lain, dapat dikatakan bahwa:

a. Skor 1 berarti sangat buruk, atau sangat tidak transformatif.

b. Skor 2 berarti buruk, atau kurang transformatif.

c. Skor 3 artinya sedang, atau cukup transformatif.

d. Skor 4 bermakna baik, atau transformatif

e. Skor 5 bermakna sangat baik, atau sangat transformatif.

Indikator-indikator tersebut masih dapat dipilah lagi ke dalam 4

variabel kepemimpinan transformasional, seturut pendapat Bass dan

Avolio, yaitu:

a. Idealized Influence (pengaruh ideal).

b. Intellectual Stimulation (stimulasi intelektual).

c. Inspirational motivation (motivasi inspirasional).

d. Individual consideration (perhatian/konsiderasi terhadap individu).

103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Nomor (a) di atas, yaitu Idealized Influence atau pengaruh ideal,

sebenarnya dapat disamakan dengan terma “ing ngarsa sung tuladha” atau

di depan memberi teladan, dalam trilogi kepemimpinan menurut Ki

Hadjar Dewantara. Nomor (b) Intellectual Stimulation atau stimulasi

intelektual, dan (c) yaitu Inspirational motivation atau motivasi

inspirasional, sesungguhnya tidak berbeda jauh dengan “ing madya

mangun karsa” atau di tengah membangun kehendak, memotivasi, dan

menginspirasi. Sedang kriteria/komponen terakhir (d) yaitu Individual

consideration (perhatian atau konsiderasi terhadap individu) dalam trilogi

kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara sama dengan “tut wuri handayani”

atau memberi perhatian dan dorongan dari belakang.

Hasil resume (reduksi data) penilaian atau persepsi responden (para

guru pengisi angket/kuesioner) mengenai gaya kepemimpinan pihak

manajemen atau pimpinan sekolah (kepala sekolah, 4 orang wakil kepala

sekolah, dan seorang WMM) adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1
Hasil Penelitian Gaya Kepemimpinan Manajemen Sekolah
di SMA Negeri 1 Ngaglik, Sleman
Varia- Skor-Nilai
Indikator
bel 1 2 3 4 5
Pimpinan Sekolah (Kepala Sekolah, Wakil Kepala
(pengaruh ideal, kharismatik)

Sekolah, Tim/Manajemen Mutu) menjalankan 1 1 2 3 0


1. Idealized Influence

tugasnya sesuai dengan visi dan misi sekolah.


Pimpinan Sekolah merumuskan visi dan misi
sekolah secara bersama untuk menumbuhkan 1 1 2 2 1
wawasan dan keterlibatan guru.
Pimpinan Sekolah mengingatkan guru untuk saling 0 3 1 3 0
menghargai dengan sesama guru.
Pimpinan Sekolah memberikan contoh perilaku yang 0 1 1 5 0
baik di lingkungan sekolah.
Pimpinan Sekolah menanamkan komitmen yang 0 4 0 2 1
tinggi kepada guru terhadap visi sekolah.

104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Varia- Skor-Nilai
Indikator
bel 1 2 3 4 5
Pimpinan Sekolah mengurangi hukuman terhadap 0 1 2 4 0
kekeliruan sebagai upaya profesional.
Pimpinan Sekolah memberikan kebebasan berkreasi
kepada guru dalam mengemban tugas yang telah 1 0 1 5 0
diberikan.
Jumlah responden/frekuensi tiap skor pada variabel 1 3 11 9 24 2
Pimpinan Sekolah memberikan buku atau referensi
lainnya kepada guru untuk dijadikan acuan dalam 2 0 5 0 0
2. Intellectual Stimulation

pengembangan diri guru.


(stimulasi intelektual)

Pimpinan Sekolah memberikan kesempatan kepada 0 2 2 1 2


guru untuk melakukan pendidikan dan pelatihan.
Pimpinan Sekolah memberikan kebebasan
berpendapat bagi guru mengenai kebijakan yang 0 2 2 3 0
diberlakukan di sekolah.
Pimpinan Sekolah melibatkan guru untuk mengambil
keputusan dan melakukan penilaian terhadap 0 1 2 4 0
kegiatan sekolah.
Pimpinan Sekolah mempunyai cara tersendiri dalam 0 2 1 4 0
memecahkan masalah yang rumit.
Jumlah responden/frekuensi tiap skor pada variabel 2 2 7 12 12 2
Pimpinan Sekolah memengaruhi guru untuk bersikap 1 3 1 2 0
optimistik dalam menghadapi masa depan.
Pimpinan Sekolah memberikan pengakuan atas kerja 0 3 1 3 0
guru dalam bentuk pujian secara personal.
Pimpinan Sekolah memberikan semangat kepada 0 2 2 2 1
3. Inspirational motivation (motivasi inspirasional)

guru untuk melaksanakan tugas secara baik.


Pimpinan Sekolah memberikan dukungan kepada
guru untuk memperoleh hasil yang terbaik dalam 0 4 0 3 0
pembelajaran di kelas.
Pimpinan Sekolah menceritakan succes story rekan-
rekannya untuk memotivasi guru agar dapat 1 3 1 1 1
mencapai sukses seperti mereka.
Pimpinan Sekolah memberikan dorongan kepada
guru untuk bekerja keras dan cerdas secara 0 3 1 3 0
profesional.
Pimpinan Sekolah memberikan semangat guru untuk
mencari metode lain dalam memecahkan masalah 0 4 1 2 0
mengenai pembelajaran di kelas.
Pimpinan Sekolah mendorong guru untuk
memraktikkan pendekatan baru dalam melaksanakan 0 4 2 1 0
pembelajaran.
Pimpinan Sekolah mengomunikasikan tujuan yang 1 2 2 2 0
harus dicapai guru secara jelas.
Pimpinan Sekolah memberikan penghargaan/pujian
kepada guru yang telah menyelesaikan pekerjaan 0 4 0 2 1
secara baik.
Pimpinan Sekolah memberikan waktu khusus kepada
guru untuk berdiskusi mengenai bagaimana 1 2 2 2 0
menyelesaikan tugas secara baik.
Jumlah responden/frekuensi tiap skor pada variabel 3 4 34 13 23 3

105
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Varia- Skor-Nilai
Indikator
bel 1 2 3 4 5
Pimpinan Sekolah memuji dan memberikan 0 3 2 1 1
4. Individual consideration (perhatian terhadap penghargaan terhadap hasil kerja atau prestasi guru.
Pimpinan Sekolah menerima saran-saran perbaikan 0 2 1 3 1
atas kinerja yang dilakukannya.
Pimpinan Sekolah secara rutin memberikan waktu 0 2 4 1 0
khusus kepada guru dalam menyampaikan pendapat.
Pimpinan Sekolah meminta pendapat guru mengenai 2 1 4 0 0
kepemimpinannya di sekolah.
Pimpinan Sekolah melaksanakan atau menindak-
individu)

1 2 2 1 1
lanjuti saran yang pernah disampaikan guru.
Pimpinan Sekolah memberitahu guru untuk meme- 2 2 2 1 0
riksa hasil evaluasi guna melengkapi kekurangannya.
Pimpinan Sekolah membimbing dan melatih guru 1 1 4 1 0
secara pribadi apabila memiliki masalah.
Pimpinan Sekolah mengetahui keterampilan atau
keahlian yang guru miliki dan mengetahui kebutuhan 0 4 1 2 0
guru untuk kelancaran pembelajaran di kelas.
Pimpinan Sekolah memberikan perhatian dengan
cara mendengarkan keluhan guru demi kenyamanan 0 3 1 3 0
bersama.
Jumlah responden/frekuensi tiap skor pada variabel 4 6 20 21 13 3
Total responden/frekuensi x skor, semua variabel 15 72 55 72 10
Proporsi agregatif (dalam persen) 6,7 32 24,6 32 4,5

PS: skor/nilai 1 (terendah, paling tidak/kurang transformatif) dan skor/nilai 5


(tertinggi, paling transformatif). Modus (skor/nilai tertinggi) bersifat
agregatif untuk semua kriteria (variabel dan indikator) kepemimpinan
transformatif atau transformasional.

Dengan modus penilaian kembar yang berada pada skor 2 dan 4 (yaitu

berjumlah 72 atau 32%), tabel (4.1) tersebut menunjukkan bahwa pendapat

responden (guru non-pejabat struktural), selain yang memilih skor 3

(cukup transformatif, 24,6%), seolah terbelah menjadi 2 ujung yang

berseberangan: pertama, sebagian yang relatif lebih besar atau tepatnya

38,7% guru menilai (mempersepsikan) pimpinan/manajemen sekolah

(kepala sekolah, para wakil kepala sekolah, dan WMM) SMA Negeri 1

Ngaglik sebagai kurang transformatif (32%) dan tidak transformatif

106
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(6,7%); dan kedua, sebagian lainnya (36,5%) guru menilai

(mempersepsikan) pimpinan sekolah (kepala sekolah, para wakil kepala

sekolah, dan WMM) SMA Negeri 1 Ngaglik sebagai transformatif (32%)

dan sangat transformatif (4,5%).

Namun, dari dimensi kelompok variabel, penilaian responden hanya

baik dari aspek keteladanan, sebab skor/nilai “Baik” hanya diberikan

pada variabel Keteladanan (skor 4 memiliki frekuensi tertinggi [24] pada

variabel ke-1 (pengaruh ideal), dan frekuensi tertinggi yang juga bernilai

kembar [12] diberikan bagi skor 3 dan 4 pada variabel ke-2 (stimulasi

intelektual). Sebagaimana diuraikan di depan, variabel ke-1 tersebut

sesungguhnya sama esensinya dengan watak/sifat “ing ngarsa sung

tuladha”, dan ke-2 mirip dengan sebagian “ing ngarsa sung tuladha”

dalam trilogi kepemimpinan menurut Ki Hadjar Dewantara.

Namun dari aspek/sifat memotivasi dan menginspirasi pengikut

(para guru dan karyawan), sebagai variabel ke-3 (motivasi inspirasional),

pimpinan SMA Negeri 1 Ngaglik masih dirasakan kurang karena modus

penilaian (34) berada pada skor 2 yang maknanya kurang transformatif.

Dalam terminologi kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara variabel (kriteria)

ini tidak berbeda jauh dengan terma “ing madya mangun karsa”,

membangun hasrat dari tengah, dengan motivasi dan inspirasi.

Sedang kriteria terakhir (variabel ke-4, perhatian terhadap individu)

dalam terminologi kepemimpinan among menurut Ki Hadjar Dewantara

sama dengan “tut wuri handayani”, memerhatikan dan mendorong dari

107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

belakang, bisa dikatakan bahwa pimpinan SMA Negeri 1 Ngaglik relatif

cukup transformatif, meskipun cenderung/mendekati kurang tranformatif,

karena modus penilaian ada pada skor 3 (21) diikuti skor 2 (20). Artinya,

secara rerata (mean) berada di antara skor 2 (berarti buruk, atau kurang

transformatif) dan skor 3 (artinya sedang, atau cukup transformatif).

Dalam praksis keseharian, penulis menemukan data berupa beberapa

contoh pernyataan dan tindakan pimpinan sekolah yang membenarkan hal

di atas. Pada semester ini, ketika sekolah tidak memiliki bendahara sekolah

dan kepala TU (karena pensiun dan belum memperoleh ganti), tugas

tersebut diberikan kepada seorang guru PNS (kebetulan juga WMM).

Pekerjaan administratif dan fisik yang sangat rumit dan ribet (karena

dalam setiap bulannya harus beberapa kali bolak-balik ke Dinas Dikpora

dan Bank), namun ternyata sampai bulan ketiga bekerja belum

mendapatkan tunjangan apa pun, bahkan pengganti biaya transportasi pun

belum. “...ini sebagai ibadah Pak, toh saya juga butuh lancar

penggajian...”, katanya. Luar biasa spiritualitas kerjanya.

Hal ini berarti bahwa kepala sekolah belum juga melakukan tindakan

diskresi yang memadai, kurang memberi perhatian yang memotivasi atau

mendorong dari tengah (motivasi inspirasional atau ing madya mangun

karsa), baik berupa pengakuan kerja dalam bentuk pujian secara personal,

pemberian dukungan, maupun penghargaan. Di sini terbukti kurang tinggi

kadar trasformatifnya gaya kepemimpinan kepala sekolah.

Sementara itu Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum dirasakan dan

108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dialami begitu mudahnya menyalahkan guru walaupun datanya tidak

akurat (antara lain testimoni guru honorer seni budaya: Doni Darmawan,

S.Pd. dan Titik Krisnawati, S.Pd., M.Pd. seorang guru PNS Biologi yang

cukup berprestasi), sedang Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan

begitu mudah marah-marah kepada peserta didik. Kedua contoh yang

disebutkan terakhir juga menunjukkan kurangnya dalam hal memberi

perhatian individual dan inspirasi yang memotivasi/mendorong dari tengah

(motivasi inspirasional atau ing madya mangun karsa) dan dari belakang

(konsiderasi individual atau tut wuri handayani). Daripada menyalahkan

dan memarahi, akan jauh lebih berguna (memotivasi) dengan

mendengarkan, memberi penghargaan dan memberi pujian (guru seni

budaya sering membimbing siswa dan berprestasi, sedang guru biologi

tersebut termasuk guru berprestasi).

Penilaian yang agak berbeda terjadi pada para pendidik SMA Negeri 2

Ngaglik terhadap pimpinan sekolahnya. Hasil pengolahan data tampak

dalam tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2
Hasil Penelitian Gaya Kepemimpinan Manajemen Sekolah
di SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman

Varia- Skor-Nilai
Indikator
bel 1 2 3 4 5
Pimpinan Sekolah (Kepala Sekolah, Wakil Kepala
1. Idealized Influence

Sekolah, Tim/Manajemen Mutu) menjalankan 0 0 0 3 0


(pengaruh ideal,

tugasnya sesuai dengan visi dan misi sekolah.


kharismatik)

Pimpinan Sekolah merumuskan visi dan misi


sekolah secara bersama untuk menumbuhkan 0 0 0 3 0
wawasan dan keterlibatan guru.
Pimpinan Sekolah mengingatkan guru untuk saling 0 0 1 1 1
menghargai dengan sesama guru.
Pimpinan Sekolah memberikan contoh perilaku yang 0 0 1 1 1

109
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Varia- Skor-Nilai
Indikator
bel 1 2 3 4 5
baik di lingkungan sekolah.
Pimpinan Sekolah menanamkan komitmen yang 0 0 1 1 1
tinggi kepada guru terhadap visi sekolah.
Pimpinan Sekolah mengurangi hukuman terhadap 0 1 2 0 0
kekeliruan sebagai upaya profesional.
Pimpinan Sekolah memberikan kebebasan berkreasi
kepada guru dalam mengemban tugas yang telah 0 0 1 1 1
diberikan.
Jumlah responden/frekuensi tiap skor pada variabel 1 0 1 6 10 4
Pimpinan Sekolah memberikan buku atau referensi
lainnya kepada guru untuk dijadikan acuan dalam 0 0 2 1 0
2. Intellectual Stimulation

pengembangan diri guru.


(stimulasi intelektual)

Pimpinan Sekolah memberikan kesempatan kepada 0 0 1 0 2


guru untuk melakukan pendidikan dan pelatihan.
Pimpinan Sekolah memberikan kebebasan
berpendapat bagi guru mengenai kebijakan yang 0 0 1 1 1
diberlakukan di sekolah.
Pimpinan Sekolah melibatkan guru untuk mengambil
keputusan dan melakukan penilaian terhadap 0 0 0 2 1
kegiatan sekolah.
Pimpinan Sekolah mempunyai cara tersendiri dalam 0 0 0 2 1
memecahkan masalah yang rumit.
Jumlah responden/frekuensi tiap skor pada variabel 2 0 0 4 6 5
Pimpinan Sekolah memengaruhi guru untuk bersikap 0 0 0 2 1
optimistik dalam menghadapi masa depan.
Pimpinan Sekolah memberikan pengakuan atas kerja 0 0 0 3 0
guru dalam bentuk pujian secara personal.
3. Inspirational motivation (motivasi inspirasional)

Pimpinan Sekolah memberikan semangat kepada 0 0 0 2 1


guru untuk melaksanakan tugas secara baik.
Pimpinan Sekolah memberikan dukungan kepada
guru untuk memperoleh hasil yang terbaik dalam 0 0 0 3 0
pembelajaran di kelas.
Pimpinan Sekolah menceritakan succes story rekan-
rekannya untuk memotivasi guru agar dapat 0 0 1 2 0
mencapai sukses seperti mereka.
Pimpinan Sekolah memberikan dorongan kepada
guru untuk bekerja keras dan cerdas secara 0 0 0 2 1
profesional.
Pimpinan Sekolah memberikan semangat guru untuk
mencari metode lain dalam memecahkan masalah 0 0 1 1 1
mengenai pembelajaran di kelas.
Pimpinan Sekolah mendorong guru untuk
memraktikkan pendekatan baru dalam melaksanakan 0 0 0 3 0
pembelajaran.
Pimpinan Sekolah mengomunikasikan tujuan yang 0 0 1 2 0
harus dicapai guru secara jelas.

110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Varia- Skor-Nilai
Indikator
bel 1 2 3 4 5
Pimpinan Sekolah memberikan penghargaan/pujian
kepada guru yang telah menyelesaikan pekerjaan 0 0 0 2 1
secara baik.
Pimpinan Sekolah memberikan waktu khusus kepada
guru untuk berdiskusi mengenai bagaimana 0 0 0 2 1
menyelesaikan tugas secara baik.
Jumlah responden/frekuensi tiap skor pada variabel 3 0 0 3 24 6
Pimpinan Sekolah memuji dan memberikan 0 0 0 3 0
penghargaan terhadap hasil kerja atau prestasi guru.
4. Individual consideration (perhatian terhadap

Pimpinan Sekolah menerima saran-saran perbaikan 0 0 0 2 1


atas kinerja yang dilakukannya.
Pimpinan Sekolah secara rutin memberikan waktu 0 0 3 0 0
khusus kepada guru dalam menyampaikan pendapat.
Pimpinan Sekolah meminta pendapat guru mengenai 0 1 1 1 0
kepemimpinannya di sekolah.
Pimpinan Sekolah melaksanakan atau menindak-
individu)

0 0 0 2 1
lanjuti saran yang pernah disampaikan guru.
Pimpinan Sekolah memberitahu guru untuk meme- 0 1 2 0 0
riksa hasil evaluasi guna melengkapi kekurangannya.
Pimpinan Sekolah membimbing dan melatih guru 0 0 2 1 0
secara pribadi apabila memiliki masalah.
Pimpinan Sekolah mengetahui keterampilan atau
keahlian yang guru miliki dan mengetahui kebutuhan 0 0 1 1 1
guru untuk kelancaran pembelajaran di kelas.
Pimpinan Sekolah memberikan perhatian dengan
cara mendengarkan keluhan guru demi kenyamanan 0 1 0 1 1
bersama.
Jumlah responden/frekuensi tiap skor pada variabel 4 0 3 9 11 4
Total responden/frekuensi x skor, semua variabel 0 4 24 51 17

PS: skor/nilai 1 (terendah, paling tidak/kurang transformatif) dan skor/nilai 5


(tertinggi, paling transformatif). Modus (skor/nilai tertinggi) bersifat
agregatif untuk semua kriteria (variabel dan indikator) kepemimpinan
transformatif atau transformasional.

Tabel (4.2) di atas menunjukkan bahwa para responden menilai

(mempersepsikan) pimpinan SMA Negeri 2 Ngaglik sebagai transformatif,

karena skor/nilai “Baik” diberikan pada semua variabel kepemimpinan

transformatif (transformasional). Jadi pimpinan/manajemen sekolah

mereka dinilai memenuhi 3 kriteria menurut terminologi kepemimpinan Ki

Hadjar Dewantara: “ing ngarsa sung tuladha”, “ing madya mangun

111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

karsa”, dan “tut wuri handayani”. Modus skor-penilaian untuk keempat

variabel, baik menurut konsep Bass dan Avolio maupun dalam trilogi

kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara, ada pada skor 4 (Baik) yang berarti

transformatif.

Para responden pada instrumen ke-dua ini dipilih yang bukan

pimpinan atau manajemen sekolah karena akan menilai tingkat/kadar

transformasionalnya gaya kepemimpinan manajemen sekolah. Selain

kriterium itu, responden untuk variabel ini juga dipilih yang diduga

memiliki pemahaman yang cukup tentang kepemimpinan ideal (sehingga

mampu menilainya secara kritis dan objektif), dan utamanya yang belum

mengisi instrumen penelitian variabel lainnya. Tentang dugaan bahwa

responden-responden tersebut memiliki pemahaman yang cukup tentang

kepemimpinan ideal, penulis mendasarkan penilaian secara pribadi

(personal judgement) dalam pergaulan dan diskusi sehari-hari. Penilaian

tetap dengan Skala Likert: nilai 1 (terendah, paling tidak transformatif)

sampai dengan nilai 5 (paling transformatif). Modus (skor/nilai tertinggi)

juga bersifat agregatif untuk semua kriteria (variabel dan indikator)

kepemimpinan transformatif atau transformasional.

Tentang keunggulan prestasi akademik SMA Negeri 2 Ngaglik,

penulis mendapatkan kesan kebanggaan otentik dari salah seorang staf

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum (Samsul Bakri, S.Pd.). Ia

menyatakan bahwa nilai masuk siswa baru (intake) sekitar 2 angka di

bawah SMA Negeri 1 Pakem (SMAN favorit), namun pada saat kelulusan

112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

selisihnya tinggal di bawah 1. Sementara itu, kepala sekolah SMA Negeri

2 Ngaglik (Drs H. Agus Santosa) memiliki prinsip bahwa prestasi adalah

bagian dari 4 hal tak terpisahkan: disiplin, tertib, bersih, dan prestasi. Ini

menjadi litani yang sering diulang diucapkan dalam upacara bendera.

Disiplin diyakini menjadi kunci segala prestasi.

Kepala sekolah meyakini bahwa Kurikulum adalah hasil kajian

mendalam para pakar dan praktisi, yang berarti perhitungan kebutuhan

waktu bagi peserta didik belajar sudah memadai. Oleh karenanya,

sesungguhnya tambahan jam pembelajaran secara umum sudah tidak

diperlukan. Yang paling penting adalah bahwa jam efektif pembelajaran

jangan sampai diganggu apa pun, maka dipilih beberapa kiat berikut.

a. Pada awal tahun pembelajaran, yang sering menjadi jam-jam pelajaran

yang kurang efektif, seperti semester awal (Juli 2017 yang lalu),

pimpinan sekolah mengambil kebijakan-kebijakan berikut:

1) Sementara peserta didik baru mengikuti program pengenalan

lingkungan sekolah, Kelas XI mengikuti kegiatan pendidikan

kepramukaan secara blok;

2) Kelas XII menerima beragam masukan dan motivasi dari: para

alumni yang sukses, anggota POLRI, perguruan tinggi, dan

lembaga bimbingan belajar.

b. Setiap hari selambat-lambatnya jam 06.55 (masuk pelajaran jam

07.00) diadakan doa bersama bagi para guru, kadang sambil briefing,

113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang dipimpin secara bergantian oleh para wakil kepala sekolah, guru

piket, atau sesekali oleh kepala sekolah sendiri.

c. Kelas Khusus Olah raga (KKO) tidak diperkenankan hanya

mengandalkan prestasi di bidang olah raga khusus minatnya, dan

mengabaikan sikap-sikap dan komitmen pada mata pelajaran lainnya.

Kebijakan-kebijakan tersebut membuat penulis semakin yakin bahwa

kepala sekolah SMA Negeri 2 Ngaglik memiliki karakter pemimpin

transformasional: memberi teladan, memotivasi dan menstimulasi para

guru dan karyawan, dan sekaligus melakukan perubahan dengan

terobosan-terobosannya (tindakan transformatif). Pengalaman selaku guru

PNS yang tinggal setahun memasuki masa pensiun, dan selaku kepala

sekolah yang juga sangat senior karena sudah menjadi kepala di 3 SMAN,

dua di antaranya selama 2 periode (2 x 4 tahun) begitu tampak melekat

pada dirinya saat penulis wawancarai secara langsung maupun tidak

langsung (sambil mewawancarai dalam rangka OJL Diklat Cakep).

3. Dampak Implementasi ISO

Dengan mengadopsi dan mengadaptasi teori Sallis (1993), penelitian

mengenai impak atau dampak implementasi SMM-ISO di 2 SMA Negeri

di Ngaglik, Sleman, ini mengkaji dari sisi para pemangku kepentingan

(pelanggan eksternal dan internal)-nya.

a. Penilaian/Persepsi Peserta Didik

Hasil survei pendahuluan yang penulis lakukan menunjukkan

bahwa hanya peserta didik kelas XII dari SMA Negeri 1 Ngaglik yang

114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memahami adanya sertifikasi ISO. Oleh karenanya, penulis meminta

kesediaan peserta didik dari IPS (2 kelas atau rombel) dan 1 kelas IPA

yang kebetula sedang kosong (tidak ada guru). Dampak implementasi

SMM ISO dibandingkan antara sebelumnya (September 2015, proses

mulai) dengan sesudah diterima sertifikat ISO (Mei 2016).

Secara keseluruhan ada 35 orang peserta didik yang mengisi dan

mengembalikan angket/kuesioner, namun setelah direduksi tinggal 27

yang layak diolah dan dianalisis lebih lanjut karena tidak lengkap atau

salah memahami pertanyaan/pernyataan. Jumlah tersebut memang

bukanlah sampel yang representatif untuk membuat generalisasi dalam

simpulan. Namun demikian, penulis merasa cukuplah untuk sebuah

penelitian yang lebih menitikberatkan pendekatan kualitatif, apalagi

kalau memerhatikan jumlah sampel guru/pendidik dan pimpinan

sekolah yang sudah hampir mendekati sebanyak populasi.

Sebagai catatan adalah bahwa skor/nilai 1 pada kedua tabel (Tabel

4.3 dan Tabel 4.4) di bawah adalah terendah atau paling tidak/kurang

memuaskan dan skor/nilai 5 berarti tertinggi atau paling memuaskan.

Dengan cara lain, dapat dikatakan bahwa:

a. Skor 1 berarti sangat buruk, atau sangat tidak memuaskan.

b. Skor 2 berarti buruk, atau kurang memuaskan.

c. Skor 3 artinya sedang, atau cukup memuaskan.

d. Skor 4 bermakna baik, atau memuaskan.

e. Skor 5 bermakna sangat baik, atau sangat memuaskan.

115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Adapun hasil analisis data kuantitatif mengenai dampak

implementasi SSM-ISO bagi para peserta didik di kedua sekolah

penulis sajikan dalam tabel (Tabel 4.3 dan Tabel 4.4) dan grafik

(Gambar 4.1, 4.2, 4.3, dan 4.4) yang diharapkan mampu memperjelas

secara visual, di bawah ini.

Tabel 4.3
Dampak ISO menurut Peserta Didik SMAN 1 Ngaglik
Skor Sebelum ISO Skor Sesudah ISO
No Butir-butir Pernyataan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1.
Anda merasakan/melihat ada
0 13 10 4 0 0 0 6 17 4
perbaikan terus-menerus.
2.
Ada standarisasi/pembakuan dan
0 13 12 2 0 1 1 12 11 2
efisiensi proses.
3. Peningkatan lingkungan kerja
4 15 8 2 0 1 1 17 7 1
bagi staf dan siswa.
Konsistensi dalam dokumentasi,
4.
perbaikan dokumen dan
0 17 9 1 0 0 6 14 6 1
manajemen catatan di seluruh
lembaga (SMA).
Peningkatan kepuasan
5. pelanggan; indeks kepuasan 0 12 14 1 0 0 2 15 8 2
siswa yang membaik.
6. Peningkatan penggunaan TIK
(ICT) sebagai penggerak utama 3 6 16 1 1 0 2 6 16 3
peningkatan kinerja di sekolah.
Jumlah frekuensi 7 76 69 11 1 2 12 70 65 13
Jumlah frekuensi x skor 7 152 207 44 5 2 24 210 260 65
Skor total sebelum & sesudah ISO 415 561
Perubahan (kenaikan) 146 = 35%

PS: Skor/nilai 1 berarti terendah atau sangat tidak memuaskan sedang


skor/nilai 5 bermakna tertinggi atau sangat memuaskan; skor-skor di
tengah (2, 3, dan 4) menunjukkan persepsi: kurang memuaskan, cukup
memuaskan, dan memuaskan. Modus (skor/nilai tertinggi) bersifat
agregatif untuk semua butir aspek kepuasan (sebelum ISO) dan dampak
(sesudah) implementasi SMM-ISO.

Dengan asumsi bahwa semua aktivitas manajerial di sekolah pada

waktu itu tidak terlepas dari usaha mendapatkan sertifikat ISO, maka

116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dapat dikatakan bahwa ada kenaikan skor total sebanyak 146 atau

35% dari sebelum implementasi sistem manajemen mutu (SMM) ISO

dan sesudahnya. Ini artinya, ada dampak positif yang dirasakan oleh

27 orang peserta didik SMA Negeri 1 Ngaglik.

Dengan cara berbeda, ada 3 orang peserta didik (Aji, Fatimah,

dan Heribertus Agil) dari kelas XII IPS2 SMA Negeri 1 Ngaglik yang

dengan mantap mengatakan adanya peningkatan mutu SMA mereka,

sehingga layak memperoleh sertifikat ISO. Spontan mereka menyebut

semakin baiknya peraturan, infrastruktur (taman dan ruang kelas)

semakin baik, dan kantin sekolah sudah memadai. Artinya, selain butir

(nomor 6) pernyataan mengenai penguatan penggunaan TIK, mereka

implisit menilai baik untuk semua butir lainnya (1-5).

Meskipun kontras, tetapi justru memperkaya perspektif, jawaban

lisan 3 orang peserta didik lain juga penulis sajikan sebagai berikut.

“Sertifikasi ISO tidak meningkatkan apa pun, bahkan justru ada


yang menurun: kedisiplinan siswa kurang baik karena sekolah
kurang tegas, baik karena ikut tawuran, terlambat datang ke
sekolah dan ada yang sudah diberi point (pelanggaran) hanya
mendapat skorsing 1-2 minggu. Ada juga guru yang hanya
memerhatikan murid yang menonjol, kalau yang itu sudah jelas
ya sudah, lalu mengatakan: ‘kalau belum jelas tanya saja pada
teman-temannya, itu ada di LKS’” (diwakili oleh Mutiara, XII
IPA1 SMA Negeri 1 Ngaglik, 28/4/2017).

Pernyataan yang mirip dengan itu disampaikan juga oleh 2

orang siswi kelas XI IPS dan XI IPA SMA Negeri 1 Ngaglik, aktivis

OSIS dan lomba (Lianita dan seorang temannya yang penulis lupa

mencatat namanya).

117
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Data kuantitatif, sesuai tabel (4.3) di atas, mengenai tingkat

kepuasan (persepsi/penilaian sebelum ISO) dan dampak positif

(sesudah ISO) tampak diperjelas oleh 2 gambar visual (grafik) di

bawah ini.

Gambar 4.1
Grafik Kepuasan Awal Peserta Didik SMAN 1 Ngaglik

Grafik (gambar 4.1) tersebut menunjukkan bahwa kepuasan

pelanggan eksternal-primer sebelum sertifikasi ISO didominasi oleh

skor 2 dan 3 untuk semua butir pernyataan dalam kuesioner/angket.

Hal tersebut berbeda/berubah (menjadi lebih baik pasca sertifikasi

ISO), sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.2 berikut.

118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 4.2
Grafik Dampak ISO menurut Peserta Didik SMAN 1 Ngaglik

Pasca implementasi ISO (Gambar 4.2), responden (peserta didik,

yang adalah pelanggan eksternal-primer) menilai ada perbaikan mutu

di semua unsur/butir pernyataan. Skor yang membaik (menjadi 3 atau

4) mewarnai secara mencolok, pengecualian terjadi pada butir nomor

2 (frekuensi skor 3 tetap sebanyak 12) dan butir nomor 4 (frekeuensi

skor 2 dan 4 sama: 6, kendati skor 3-nya meningkat).

Tabel (4.4) di bawah ini menunjukkan bahwa kondisi di SMA

Negeri 2 Ngaglik tidak berbeda jauh dengan kondisi di SMA Negeri 1

Ngaglik, karena hasil tabulasi data juga menampilkan adanya

kenaikan jumlah skor sesudah implementasi ISO sebesar 232 atau

44%. Tabel (4.4) tersebut menggambarkan tanggapan (persepsi dan

penilaian pribadi) para peserta didik (siswi-siswa) di SMA Negeri 2

Ngaglik. Ada sejumlah 36 orang responden dari SMA Negeri 2

119
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ngaglik (semuanya dari kelas XI IPS dan XI IPA) yang

angket/kuesionernya diisi dan dikumpulkan, namun hanya ada 30

orang responden dari SMA Negeri 2 Ngaglik yang mengisinya secara

benar sehingga bisa diolah dan dianalisis. Mereka dipilih dari kelas-

kelas yang relatif ‘mendengar’ dan memahami adanya sertifikasi ISO

di SMA-nya. Kelas XII sebenarnya (semestinya) lebih

‘mendengarnya’, namun karena mereka sedang sibuk mengikuti

serangkaian ujian akhir, maka penulis tidak sampai hati

mengganggunya. Para responden itu membandingkan kondisi sebelum

dan sesudah ada sertifikasi ISO.

Tabel 4.4
Dampak ISO menurut Peserta Didik SMAN 2 Ngaglik
Skor Sebelum Skor Sesudah
No Butir-butir Pernyataan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1. Anda merasakan/melihat ada


0 19 8 1 2 0 0 5 17 8
perbaikan terus-menerus.
2. Ada standarisasi/pembakuan
1 15 11 3 0 0 3 10 14 3
dan efisiensi proses.
3. Peningkatan lingkungan
9 10 11 2 0 2 3 1 17 7
kerja bagi staf dan siswa.
Konsistensi dalam dokumen-
4. tasi, perbaikan dokumen dan
0 10 19 1 1 0 0 11 10 9
manajemen catatan di
seluruh lembaga (SMA).
Peningkatan kepuasan
5. pelanggan; indeks kepuasan 0 7 18 4 0 0 1 7 14 8
siswa yang membaik.
Peningkatan penggunaan
6. TIK (ICT) sebagai pengge-
1 16 8 4 1 0 2 5 13 10
rak utama peningkatan
kinerja di sekolah.
Jumlah frekuensi 12 79 78 19 9 3 11 42 89 50
Jumlah frekuensi x skor 12 158 234 76 45 3 22 126 356 250
Jumlah skor total sebelum 757
525
& sesudah ISO

120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Skor Sebelum Skor Sesudah


No Butir-butir Pernyataan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Perubahan (kenaikan) 232 = 44%

PS: Skor/nilai 1 berarti terendah atau sangat tidak memuaskan sedang


skor/nilai 5 bermakna tertinggi atau sangat memuaskan; skor-skor di
tengah (2, 3, dan 4) menunjukkan persepsi: kurang memuaskan, cukup
memuaskan, dan memuaskan. Modus (skor/nilai tertinggi) bersifat
agregatif untuk semua butir aspek kepuasan (sebelum ISO) dan dampak
(sesudah) implementasi SMM-ISO.

Karena tidak ada kesempatan untuk mewawancarai para peserta

didik SMA Negeri 2 Ngaglik secara mendalam demi mengkorfirmasi

jawaban dalam kuesioner/angket yang telah mereka isi, maka penulis

memintanya via email dan WA, pada mereka yang telah

mencantumkan nama dan alamat email dan/atau nomor WA. Namun

hanya seorang yang mau menjawabnya. Dia adalah Kamila Amalia

kelas XI IPS, yang menjawab pertanyaan penulis melalui WA:

“Alhamdulillah puas, terutama dalam hal lingkungan sekolah yang

semakin baik. Ada perbedaan antara sebelum dan sesudah ISO:

semakin baik. Yang kurang memuaskan adalah waktu istirahat kurang

lama” (wawancara 15/8/2017). Berarti ini bukanlah kondisi yang

begitu penting, namun hanya sekadar kesenangan untuk lebih santai.

Dalam bentuk visualisasi grafis, data kuantitatif pada tabel (4.4)

di atas menjadi tampak lebih jelas sebagaimana ditampilkan di bawah

ini. Dan untuk seterusnya, dalam konteks dampak ISO, dibuat 2 buah

grafik yang disandingkan/ditampilkan berturutan: grafik pertama

menggambarkan tingkat kepuasan mula-mula (persepsi/penilaian

kondisi sebelum ISO) dan grafik ke-dua menunjukkan dampak positif

121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dari implementasi SMM ISO 9001: 2008 (kondisi sesudah/pasca ISO).

Gambar (4.3) di bawah ini menunjukkan bahwa kepuasan

pelanggan eksternal-primer sebelum sertifikasi ISO didominasi oleh

skor 2 dan 3 untuk semua butir pernyataan dalam kuesioner/angket.

Frekuensi skor-skor tersebut berubah (menjadi lebih baik pasca

implementasi SMM ISO).

Kemudian pasca implementasi SMM ISO (Gambar 4.4),

responden (peserta didik, yang adalah pelanggan eksternal-primer)

menilai ada perbaikan mutu di semua unsur/butir pernyataan. Skor

yang membaik (menjadi atau 3 atau 4 atau 5) mewarnai secara

mencolok, frekuensi skor 5 yang terkecil (3) ada pada butir nomor 2.

Ini menggambarkan kepuasan yang kurang tinggi para responden

berada pada standarisasi/pembakuan dan efisiensi proses.

Gambar 4.3
Grafik Kepuasan Awal Peserta Didik SMAN 2 Ngaglik

122
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 4.4
Grafik Dampak ISO menurut Peserta Didik SMAN 2 Ngaglik

b. Penilaian/Persepsi Orangtua Peserta Didik

Karena keterbatasan waktu penulis, untuk meminta kesediaan

para orangtua/wali peserta didik, penulis meminta kesediaan puteri-

puteranya untuk mewakili menjelaskan dan meminta para orangtuanya

mengisi kuesioner/angket sederhana penelitian ini. Ada sebanyak 12

orangtua/wali peserta didik SMA Negeri 1 Ngaglik, dan 8 orangtua

peserta didik SMA Negeri 2 Ngaglik, yang bersedia mengisi dan

mengembalikan angket yang hanya penulis titipkan puteri/puteranya.

Penulis tidak bisa berharap terlalu banyak atas data dari

orangtua peserta didik karena di kedua SMA tersebut mereka tidak

cukup intensif berinteraksi dengan pimpinan sekolah. Maka angket

kepada orangtua tersebut boleh dikatakan sekadar ‘melengkapi’ atau

123
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sedikit memperkaya perspektif saja. Alasan lainnya adalah

kekurangmampuan penulis menemui mereka secara langsung dan

intensif. Penulis pun hanya bisa memercayai bahwa para responden

tersebut mengisi sendiri angket tersebut secara langsung, walaupun

mungkin “diisikan” oleh anaknya. Berikut hasil olah datanya.

Tabel 4.5
Dampak ISO menurut Orangtua Siswa SMAN 1 Ngaglik
Skor Sebelum Skor Sesudah
No Butir-butir Pernyataan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1. Anda merasakan/melihat ada 2 4 6 0 0 0 2 3 6 1


perbaikan terus-menerus.
2. Ada standarisasi/pembakuan dan 0 4 3 2 0 0 0 5 5 0
efisiensi proses.
3. Peningkatan lingkungan kerja bagi 1 4 6 0 0 0 0 3 6 1
staf dan siswa.
Konsistensi dalam dokumentasi,
4. perbaikan dokumen dan manajemen 1 3 6 1 1 0 1 2 6 2
catatan di seluruh lembaga (SMA).
Jumlah frekuensi 4 15 21 3 1 0 3 13 23 4
Jumlah frekuensi x skor 4 30 63 12 5 0 6 39 92 20
Skor total sebelum & sesudah ISO 114 157
Perubahan (kenaikan) 43 = 37,7%

PS: Skor/nilai 1 berarti terendah atau sangat tidak memuaskan sedang


skor/nilai 5 bermakna tertinggi atau sangat memuaskan; skor-skor di
tengah (2, 3, dan 4) menunjukkan persepsi: kurang memuaskan, cukup
memuaskan, dan memuaskan. Modus (skor/nilai tertinggi) bersifat
agregatif untuk semua butir aspek kepuasan (sebelum ISO) dan dampak
(sesudah) implementasi SMM-ISO.

Para orangtua/wali peserta didik SMA Negeri 1 Ngaglik

merasakan ada kenaikan jumlah skor sebanyak 43 atau 37,7%, dari

sebelum ke sesudah ISO, yang artinya ada dampak positif yang

dirasakan orangtua/wali peserta didik atas program implementasi

SMM ISO 9001: 2008. Grafik berikut kiranya dapat memperjelas

aspek yang dirasakan relatif paling baik adalah perbaikan lingkungan

124
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kerja staf dan siswa.

Gambar 4.5
Grafik Kepuasan Awal Orangtua Siswa SMAN 1 Ngaglik

Gambar 4.6
Grafik Dampak ISO menurut Orangtua Siswa SMAN 1 Ngaglik

Dari 2 grafik di atas tampaklah secara visual-jelas bahwa

frekuensi nilai tinggi sebelum SMM ISO ada pada skor 3 dan 2,

sedang sesudahnya berada pada skor 4 dan 3. Artinya, secara

kuantitatif dipersepsikan oleh sebagian besar responden-orangtua

peserta didik bahwa implementasi SMM ISO berdampak positif

(memberi manfaat) bagi pemangku kepentingan sekolah.

125
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Sedang dampak implementasi SMM ISO 9001: 2008, menurut

para orangtua/wali peserta didik (siswa) SMA Negeri 2 Ngaglik

disajikan dalam tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6
Dampak ISO menurut Orangtua Siswa SMAN 2 Ngaglik
Skor Sebelum Skor Sesudah
No Butir-butir Pernyataan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1. Anda merasakan/melihat ada
1 7 0 0 0 0 1 1 6 0
perbaikan terus-menerus.
2. Ada standarisasi/pembakuan dan
2 6 0 0 0 0 1 4 3 0
efisiensi proses.
3. Peningkatan lingkungan kerja bagi
0 7 1 0 0 0 2 2 4 0
staf dan siswa.

4. Konsistensi dalam dokumentasi,


perbaikan dokumen dan manajemen 0 2 5 1 0 0 1 1 6 0
catatan di seluruh lembaga (SMA).
Jumlah frekuensi 3 22 6 1 0 0 5 8 19 0
Jumlah frekuensi x skor 3 44 18 4 0 0 10 24 76 0
Skor total sebelum & sesudah ISO 69 110
Perubahan (kenaikan) 41 = 59,4%

PS: Skor/nilai 1 berarti terendah atau sangat tidak memuaskan sedang


skor/nilai 5 bermakna tertinggi atau sangat memuaskan; skor-skor di
tengah (2, 3, dan 4) menunjukkan persepsi: kurang memuaskan,
cukup memuaskan, dan memuaskan. Modus (skor/nilai tertinggi)
bersifat agregatif untuk semua butir aspek kepuasan (sebelum ISO)
dan dampak (sesudah) implementasi SMM-ISO.

Perubahan (kenaikan) skor dari kondisi sebelum ke sesudah

implementasi SMM ISO sebanyak 41 atau 59,4% dapat dimaknai

bahwa ada dampak (positif) atas program sertifikasi ISO tersebut oleh

para orangtua peserta didik SMA Negeri 2 Ngaglik. Itu artinya juga

ada kenaikan tingkat kepuasan pelanggan eksternal-sekunder.

Tabel 4.5 (jumlah skor naik 43 atau 37,7%) dan tabel 4.6

(jumlah skor naik 41 atau 59,4%) juga dirancang untuk model Wi-Wo

126
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Analysis, dari persepektif orangtua peserta didik. Yang cukup

menonjol dari penilaian orangtua (terlebih dari SMA Negeri 2

Ngaglik) adalah bahwa mereka (cenderung) tidak menilai dengan skor

5 – baik sebelum maupun sesudah ISO – yang artinya dalam semua

aspek/unsur/butir penilaian ini kedua SMAN Ngaglik belum sangat

memuaskan mereka (para responden), atau dengan kata lain semua

aspek manajerial sekolah masih dapat diperbaiki/ditingkatkan.

Tingkat kepuasan awal para orangtua peserta didik SMA

Negeri 2 Ngaglik, dan dampak implementasi SMM ISO 9001: 2008

yang mereka persepsikan, tampak lebih jelas dalam visualisasi 2

grafik di bawah ini.

Gambar 4.7
Grafik Kepuasan Awal Orangtua Siswa SMAN 2 Ngaglik

127
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 4.8
Grafik Dampak ISO menurut Orangtua Siswa SMAN 2 Ngaglik

Dua grafik (Gambar 4.7 & 4.8) di atas menunjukkan secara

visual-jelas bahwa frekuensi skor tinggi sebelum SMM ISO ada pada

skor 2 (frekuensi 7 untuk butir 1 & 3, dan frekuensi 6 untuk butir 2),

dan satu aspek saja (konsistensi dokumentasi) yang dinilai agak tinggi

yaitu 3 (frekuensi 5), sedang frekuensi skor tinggi sesudah

implementasi ISO (dampaknya) berada pada skor 4 (frekuensi 6 untuk

butir 1 & 4, dan frekuensi 4 & 3 untuk butir 4 & 3 juga), dan satu

aspek/butir (pembakuan proses) yang masih diberi skor 3 (frekuensi 4,

dan butir lain dengan frekuensi 2 & 1). Artinya, secara kuantitatif

dipersepsikan oleh sebagian besar responden-orangtua peserta didik

bahwa implementasi SMM ISO berdampak positif (memberi manfaat)

bagi pemangku kepentingan sekolah.

c. Penilaian/Persepsi Pendidik/Guru

128
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pada dasarnya semua guru PNS di kedua SMAN Ngaglik

diminta mengisi kuesioner atau angket penelitian ini, sejauh bisa

penulis temui secara langsung dan sempat menjelaskan konteks dan

konten penelitian, beserta tujuan penelitian ini. Dari 35 orang guru

PNS (minus 6 orang pimpinan sekolah) di SMA Negeri 1 Ngaglik,

sebanyak 18 orang mengisi dan mengembalikan kuesioner/angket.

Sedang di SMA Negeri 2 Ngaglik, dari sejumlah 45 orang guru PNS

(minus 6 orang pimpinan sekolah) yang ada hanya didapatkan 18

angket/kuesioner yang diisi dan dikembalikan.

Hasil pengolahan data perspektif pendidik/guru tentang dampak

ISO di SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik penulis

sajikan dalam tabel 4.7 dan tabel 4.8 serta grafik pada gambar 4.9 dan

4.10 berikut.

Tabel 4.7
Dampak ISO menurut Pendidik SMAN 1 Ngaglik
Skor Sebelum Skor Sesudah
No Butir-butir Pernyataan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1. Anda merasakan/melihat ada


1 1 12 4 0 0 3 4 8 3
perbaikan terus-menerus.
2. Ada standarisasi/pembakuan dan
0 1 13 5 0 0 2 5 7 4
efisiensi proses.
3. Peningkatan lingkungan kerja bagi
1 3 10 4 0 0 1 7 7 3
staf dan siswa.
Konsistensi dalam dokumentasi,
4. perbaikan dokumen dan manajemen 0 2 7 9 0 0 0 7 8 3
catatan di seluruh lembaga (SMA).
5. Peningkatan sarana dan prasarana. 0 3 11 4 0 0 1 4 11 2
Berbagai jenis peralatan di
6. laboratorium, bengkel dan teater
1 2 11 4 0 1 0 3 11 4
secara teratur dikalibrasi, diservis,
dan dipelihara/dirawat.

129
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Skor Sebelum Skor Sesudah


No Butir-butir Pernyataan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

7. Peningkatan kompetensi, moral,


0 4 11 3 0 0 1 5 10 2
dan rasa kepemilikan staf.
Jumlah frekuensi 3 16 90 36 0 2 8 35 62 21
Jumlah frekuensi x skor 3 32 270 144 0 2 16 105 248 105
Skor total sebelum & sesudah ISO 449 476
Perubahan (kenaikan) 27 atau 6%
PS: Skor/nilai 1 berarti terendah atau sangat tidak memuaskan sedang
skor/nilai 5 bermakna tertinggi atau sangat memuaskan; skor-skor di
tengah (2, 3, dan 4) menunjukkan persepsi: kurang memuaskan, cukup
memuaskan, dan memuaskan. Modus (skor/nilai tertinggi) bersifat
agregatif untuk semua butir aspek kepuasan (sebelum ISO) dan dampak
(sesudah) implementasi SMM-ISO.

Dilihat dari jumlah skor total sebelum dan sesudah implementasi

SMM ISO 9001: 2008, para pendidik di SMA Negeri 1 Ngaglik

merasakan dampak positif dari implementasi ISO, karena tabel 4.7

menunjukkan adanya kenaikan jumlah skor total sebanyak 27 atau

6%. Namun sesudah implementasi ISO pun masih ada 2 orang

partisipan yang memberikan skor 1.

Dra. Siwi Indarwati, seorang guru senior dan pernah menjadi

kepala sekolah DPK di SMA Muhammadiyah Pakem, memberikan

penjelasan lisan atas angket yang telah diisinya (semua dinilai 3

sebelum ISO dan kemudian pasca ISO tetap menjadi 3 kecuali butir

ke-1 dan ke-3 yang nilainya menjadi 4) sebagai berikut.

Butir pernyataan 1 (perbaikan terus-menerus): “ISO sebenarnya


sejajar dengan akreditasi, yang menuntut perbaikan terus-
menerus, apalagi dengan Kurikulum baru, maka Sekolah
memang dituntut begitu”.
Butir pernyataan 2 (pembakuan dan efisiensi proses): “...kami
mengenal protap yang seharusnya pelaksanaannya sama...”
Butir pernyataan 3 (peningkatan lingkungan kerja): “...ruang

130
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

lobi ditata lebih bagus, ruang guru juga ditata ulang menjadi
lebih komunikatif.”
Butir pernyataan 4 (konsistensi dalam dokumentasi...): “...semua
dokumen lebih terstandar, misalnya selalu diberi header ‘nomor
dokumen, terkait ISO’, tetapi baru seperti itu…”.
Butir pernyataan 5 (Peningkatan sarana dan prasarana): “...Ada
perawatan dan perbaikan kecil-kecil, seperti kipas angin dan
LCD di kelas-kelas, penambahan ruang kelas (gedung lantai 2)
yang mungkin hanya kebetulan ada bansos dan DAK.”
Butir pernyataan 6 (peralatan di laboratorium, bengkel dan teater
secara teratur dikalibrasi, diservis, ...): “...Belum ada, padahal
semestinya ada, catatan yang menggambarkan riwayat
perawatan alat-alat praktikum, ....”
Butir pernyataan 7 (Peningkatan kompetensi, moral, dan rasa
kepemilikan staf): “...dalam tahap pengetahuan mungkin ada
peningkatan, tetapi belum sampai pelaksanaan”.

Yang lebih “istimewa” (ekstrem) adalah penilaian Drs Sumarjo,

seorang guru senior dan anggota tim pembina kesiswaan, yang

memberi skor 4 untuk semua butir pertanyaan/pernyataan, dan

kemudian pasca ISO tetap dengan skor 4 semuanya. Ketika

dikonfirmasi, responden tersebut bergeming dengan penilaian tersebut

karena yakin memang tidak ada dampak apa pun dari sertifikasi ISO

di SMAN 1 Ngaglik. Baginya, kuncinya ada pada pemimpin: ada

tidaknya terobosan kepemimpinan yang memperbaiki sekolah, dan

ternyata sekian tahun terakhir tidak ada perubahan (perbaikan) yang

berarti.

Drs. Indar Yulianto, seorang guru senior lain dan yang juga

pernah menjadi kepala sekolah DPK di SMA Muhammadiyah

Kalasan, memberikan penjelasan lisan atas angket yang telah diisinya

131
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(penilaian hanya pada skor 3 sebelum ISO dan pasca ISO menjadi 4

semuanya, akhirnya terlontar penyesalan atas pengisian angket yang

kurang dipikir), sebagai berikut.

Butir pernyataan 1 (perbaikan terus-menerus): “...Salam,


senyum, dan sapa dari petugas piket semakin digiatkan”.
Butir pernyataan 2 (pembakuan dan efisiensi proses:
“...sebenarnya semakin kurang jelas, apalagi sekarang tidak
memiliki kepala TU...”
Butir pernyataan 3 (peningkatan lingkungan kerja):
“...perawatan taman akan melibatkan guru dan siswa-siswi.”
Butir pernyataan 4 (konsistensi dalam dokumentasi...):
“...dokumentasi untuk guru dikelola dengan Dapodik oleh
seorang petugas khusus.”
Butir pernyataan 5 (peningkatan sarana dan prasarana): “...telah
disediakan almari tiap kelas.”
Butir pernyataan 6 (peralatan di laboratorium, bengkel dan teater
secara teratur dikalibrasi, diservis, ...): “...perbaikan baru
ruangnya, alatnya belum.”
Butir pernyataan 7 (Peningkatan kompetensi, moral, dan rasa
kepemilikan staf): “...pembinaan mental dan kerohanian akan
dilakukan tiap minggu ke-2”.

Sementara itu, salah seorang guru muda namun juga senior yang

pernah menjadi calon peserta diklat calon kepala sekolah, dan

cenderung kritis-skeptik (penilaian hanya pada skor 1 dan kemudian

pasca ISO menjadi 2 hanya untuk butir nomor 1 & 2, selebihnya tak

ada perbaikan sedikit pun: butir nomor 3, 5, & 7 dari skor 2 tetap

menjadi 2, sedang butir nomor 4 & 6 statik pada skor 1 pasca ISO),

Titik Krisnawati, S.Pd., M.Pd., memberikan penjelasan lisan atas

angket yang telah diisinya, sebagai berikut.

Butir pernyataan 1 (perbaikan terus-menerus), yang dinilai 1


kemudian menjadi 2: “...Literasi pagi sudah mulai baik, hampir

132
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

semua guru bisa masuk jam 07.00 untuk itu”.


Butir pernyataan 2 (pembakuan dan efisiensi proses), yang
dinilai 1 kemudian menjadi 2: “...sebenarnya ada SOP, tetapi
belum dipraktikkan...”
Butir pernyataan 3 (peningkatan lingkungan kerja), yang dinilai
2 kemudian tetap 2: “...perawatan taman sudah mulai dengan
pemupukan.”
Butir pernyataan 4 (konsistensi dalam dokumentasi... ), yang
dinilai 1 kemudian tetap menjadi 1: “...WKS Humas tidak
mampu mengkoordinasi kegiatan sosial para guru-karyawan.
Selalu jalan sendiri-sendiri. Surat Edaran untuk siswa selalu
tidak dengan tembusan kepada para wali kelas”
Butir pernyataan 5 (peningkatan sarana dan prasarana): “...telah
disediakan almari tiap kelas.”
Butir pernyataan 6 (peralatan di laboratorium, bengkel dan teater
secara teratur dikalibrasi, diservis, ...), yang dinilai 1 kemudian
tetap menjadi 1: “...Belum terprogram, hanya sesekali kalau ada
penawaran dan ada dana...”
Butir pernyataan 7 (Peningkatan kompetensi, moral, dan rasa
kepemilikan staf...), yang dinilai 2 kemudian tetap menjadi 2
“...baru hasil usaha sendiri...yang mau...”.

Penilaian para responden (pendidik) SMA Negeri 1 Ngaglik,

baik sebelum maupun sesudah (dampak) implementasi SMM ISO

menjadi lebih tampak jelas dalam visualisasi 2 grafik berikut ini.

133
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 4.9
Grafik Kepuasan Awal Pendidik (Guru) SMAN 1 Ngaglik

Gambar 4.10
Grafik Dampak ISO menurut Pendidik SMAN 1 Ngaglik

134
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Sedang hasil pengolahan data persepsi/penilaian 18 orang

responden dari unsur pendidik SMA Negeri 2 Ngaglik tentang

dampak implementasi SMM ISO 9001: 2008 disajikan dalam tabel

berikut.

Tabel 4.8
Dampak ISO menurut Pendidik SMAN 2 Ngaglik

Skor Sebelum Skor Sesudah


No Butir-butir Pernyataan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1. Anda merasakan/melihat ada


1 6 10 1 0 0 2 7 6 3
perbaikan terus-menerus.
2. Ada standarisasi/pembakuan dan
1 7 10 0 0 0 1 6 7 4
efisiensi proses.
3. Peningkatan lingkungan kerja bagi
1 5 12 0 0 0 1 6 8 3
staf dan siswa.
Konsistensi dalam dokumentasi,
4. perbaikan dokumen dan
1 5 11 1 0 0 2 5 8 3
manajemen catatan di seluruh
lembaga (SMA).
5. Peningkatan sarana dan prasarana. 1 6 9 1 1 0 1 5 9 3
Berbagai jenis peralatan di
6. laboratorium, bengkel dan teater
2 7 5 3 0 0 6 5 4 3
secara teratur dikalibrasi, diservis,
dan dipelihara/dirawat.
7. Peningkatan kompetensi, moral,
1 7 5 5 0 0 3 5 7 3
dan rasa kepemilikan staf.
Jumlah frekuensi 8 43 62 11 1 0 16 39 49 22
Jumlah frekuensi x skor 8 86 186 44 5 0 32 117 196 110
Skor total sebelum & sesudah ISO 329 455
Perubahan (kenaikan) 126 = 38,3%
PS: Skor/nilai 1 berarti terendah atau sangat tidak memuaskan sedang
skor/nilai 5 bermakna tertinggi atau sangat memuaskan; skor-skor di
tengah (2, 3, dan 4) menunjukkan persepsi: kurang memuaskan, cukup
memuaskan, dan memuaskan. Modus (skor/nilai tertinggi) bersifat
agregatif untuk semua butir aspek kepuasan (sebelum ISO) dan dampak
(sesudah) implementasi SMM-ISO.

Dilihat dari jumlah skor total sebelum dan sesudah implementasi

SMM ISO 9001: 2008, para pendidik di SMA Negeri 2 Ngaglik

135
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

merasakan dampak positif dari implementasi ISO, karena dari tabel

4.8 tampak adanya kenaikan jumlah skor total sebanyak 126 atau

38,3%. Dan sesudah implementasi ISO tidak ada lagi

partisipan/responden yang memberikan skor 1. Artinya ada kenaikan

(pengaruh positif) yang berarti (signifikan) pasca implementasi ISO.

Salah satu guru PNS yang sempat penulis wawancarai adalah

Yuliastuti Eka Purnamawati, S.Pd., seorang guru senior namun masih

muda, memberikan penjelasan lisan atas angket yang telah diisinya

(penilaiannya antara skor 3 dan 2 yang kemudian tetap menjadi 2,

tetap/menjadi 3 atau naik 1 menjadi 4), sebagai berikut.

Butir pernyataan 1 (perbaikan terus-menerus): “Petugas piket


setiap hari dibagi menjadi beberapa penjuru untuk 3S (senyum,
salam, dan sapa): di depan gerbang, depan ruang piket, dan
selatan sekolah”.
Butir pernyataan 2 (pembakuan dan efisiensi proses:
“Sebetulnya Pak Kepala yang sekarang lebih tegas, teliti, dalam
segala hal...kondisi proses belajar mengajar semakin
terkondisikan (kondusif)...tertib”.
Butir pernyataan 3 (peningkatan lingkungan kerja): “Sekarang
setiap hari Jumat karyawan bekerja bakti untuk membersihkan
lingkungan yang selama ini mungkin tidak dilakukan...dan siswa
yang terlambat diminta membersihkan lingkungan.”
Butir pernyataan 4 (konsistensi dalam dokumentasi...): “...untuk
dokumen justru kami rasakan semakin menurun... dibandingkan
dulu... karena sekarang tidak ada keseragaman dalam pembuatan
dokumen”.
Butir pernyataan 5 (Peningkatan sarana dan prasarana): “Sarana
prasarana semakin bagus...50% kelas terpasang LCD...dulu
kalau mau pakai harus mengambil dulu di gudang.”
Butir pernyataan 6 (peralatan di laboratorium, bengkel dan teater
secara teratur dikalibrasi, diservis, ...): “Perawatan laboratorium
dilakukan pada event tertentu karena tidak ada laboran”.
Butir pernyataan 7 (Peningkatan kompetensi, moral, dan rasa
kepemilikan staf): “Peningkatan kompetensi dilakukan dengan

136
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

adanya workshop, diklat, dll”.

Penyandingan 2 tabel (Tabel 4.7 dan Tabel 4.8) dimaksudkan

untuk melihat persepsi dan penilaian para pendidik (guru) di kedua

SMA Negeri Ngaglik terhadap signifikansi pengaruh atau dampak

positif kepemilikan sertifikat ISO 9001: 2008 di SMA-nya. Memang

tidak dilakukan uji signifikansi, karena ini bukan penelitian kuantitatif

murni. Penulis menduga bahwa data yang tersaji dalam kedua tabel

tersebut (naik 6% dan 39%) menunjukkan pengaruh yang lebih positif

(baik, berarti) daripada yang terungkap secara lisan karena rasa

pekewuh atau sungkan dan senyatanya mereka ikut terlibat

memperjuangkan pemerolehannya. Grafik-grafik berikut ini

diharapkan secara visual dapat memperjelasnya.

Gambar 4.11
Grafik Kepuasan Awal Pendidik SMAN 2 Ngaglik

137
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 4.12
Grafik Dampak ISO menurut Pendidik SMAN 2 Ngaglik

d. Penilaian/Persepsi Manajemen/Pimpinan Sekolah

Sekali lagi, yang dimaksudkan dengan manajemen/pimpinan

sekolah adalah seorang kepala sekolah, 4 orang wakil kepala sekolah,

dan seorang wakil manajemen mutu (WMM). Merekalah yang dipilih

untuk mengisi instrumen ini, dan tidak mengisi instrumen lainnya.

Namun kedua orang kepala sekolah dari 2 SMAN Ngaglik tersebut

tidak mengembalikan angket yang penulis berikan. Kepala SMA

Negeri 2 Ngaglik mengatakan dengan sengaja tidak mengisinya

karena baru 1 semester ini mutasi ke sekolah tersebut. Adapun hasil

pengolahan data persepsi manajemen kedua SMA itu disajikan dalam

4 tabel di bawah ini.

138
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 4.9
Dampak ISO menurut Manajemen SMAN 1 Ngaglik

Skor Sebelum Skor Sesudah


No. Butir-butir Pernyataan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

1. Anda merasakan/melihat ada 0 2 3 0 0 0 0 1 4 0


perbaikan terus-menerus.
2. Ada standarisasi/pembakuan dan 0 2 3 0 0 0 0 2 3 0
efisiensi proses.
3. Peningkatan lingkungan kerja bagi 0 2 1 2 0 0 0 1 4 0
staf dan siswa.
Konsistensi dalam dokumentasi,
4. perbaikan dokumen dan manajemen 0 2 1 1 0 0 0 0 4 0
catatan di seluruh lembaga (SMA).
5. Peningkatan kepuasan pelanggan; 0 2 1 2 0 0 0 2 3 0
indeks kepuasan siswa yang membaik.
Peningkatan penggunaan TIK sebagai
6. penggerak utama peningkatan kinerja 0 1 3 1 0 0 0 0 4 1
di sekolah.
Peningkatan branding, visibilitas,
7. peringkat dan benchmarking dengan 0 3 1 1 0 0 0 3 2 0
sekolah lainnya.
8. Peningkatan sarana dan prasarana. 0 2 1 2 0 0 0 1 4 0
Jumlah frekuensi 0 14 11 9 0 0 0 9 24 1
Jumlah frekuensi x skor 0 28 33 36 0 0 0 27 96 5
Skor total sebelum & sesudah ISO 97 128
Perubahan (kenaikan) 31 = 32%

PS: Skor/nilai 1 berarti terendah atau sangat tidak memuaskan sedang


skor/nilai 5 bermakna tertinggi atau sangat memuaskan; skor-skor di
tengah (2, 3, dan 4) menunjukkan persepsi: kurang memuaskan, cukup
memuaskan, dan memuaskan. Modus (skor/nilai tertinggi) bersifat
agregatif untuk semua butir aspek kepuasan (sebelum ISO) dan dampak
(sesudah) implementasi SMM-ISO.

Data yang diperoleh dari hampir semua pimpinan sekolah (5

orang mengisi, dan seorang kepala sekolah tidak mengisi angket,

namun bersedia diwawancarai), membuktikan adanya peningkatan

jumlah skor total sebanyak 31 atau 32% setelah implementasi ISO

yang menunjukkan dampak positif yang dirasakan oleh pihak

manajemen SMA Negeri 1 Ngaglik. Penilaian positif tersebut sangat

139
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

masuk akal karena merekalah yang (semestinya) paling bertanggung

jawab atas kinerja sekolah.

Gambar 4.13
Grafik Kepuasan Awal Manajemen SMAN 1 Ngaglik

140
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 4.14
Grafik Dampak ISO menurut Manajemen SMAN 1 Ngaglik

Selain ditanya persepsi/diminta menilai mengenai tingkat

kepuasan awal (sebelum ISO) dan impak atau dampak implementasi

SMM ISO 9001: 2008 (sesudah ISO), pimpinan atau manajemen

sekolah juga diminta tanggapannya terhadap (kalau ada) dampak

negatifnya. Format instrumennya sengaja dibuat lebih sederhana

sebagaimana tersaji di bawah ini.

141
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 4.10
Dampak Negatif ISO menurut Manajemen SMAN 1 Ngaglik
No Butir-Butir Pernyataan Ada Tidak ada
1. Anda merasakan/melihat ada penambahan 3 2
birokrasi.
2. Biaya sertifikasi dan pemeliharaan yang tinggi. 5 0
3. Isu-isu mengenai interpretasi standar. 3 2
4. Kesulitan adaptasi standar pendidikan. 3 2
5. Problema adaptasi sumberdaya insani. 4 1
6. Konsumsi/penggunaan waktu dan proses 4 1
permintaan.
Jumlah partisipan/responden 22 8

Tabel (4.10) tersebut menunjukkan bahwa semua pemimpin

atau manajemen SMA Negeri 1 Ngaglik merasakan bahwa

implementasi SMM ISO 9001: 2008 juga memiliki dampak negatif.

Dampak negatif yang paling mutlak ada/dirasakan oleh semua

personal adalah biaya sertifikasi dan pemeliharaan yang tinggi. Dua

butir sangat dirasakan/diyakini ada oleh 4 (dari 5) orang responden,

yaitu problema adaptasi sumberdaya insani dan penggunaan waktu

dan proses permintaan. Sedang 3 hal/faktor yang lain, yaitu: ada

penambahan birokrasi, isu-isu mengenai interpretasi standar, dan

kesulitan adaptasi standar pendidikan, bersifat nisbi (3-2 responden

saja yang merasakan ada/tidak menganggap ada).

Berikut tabel dampak positif implementasi SMM ISO 9001:

2008 bagi manajemen SMA Negeri 2 Ngaglik.

142
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 4.11
Dampak ISO menurut Manajemen SMAN 2 Ngaglik

Skor Sebelum Skor Sesudah


No Butir-butir Pernyataan
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Anda merasakan/melihat ada
1. 0 0 3 0 0 0 0 1 2 0
perbaikan terus-menerus.
Ada standarisasi/pembakuan dan
2. 0 0 3 0 0 0 0 2 1 0
efisiensi proses.
Peningkatan lingkungan kerja bagi
3. 0 0 2 1 0 0 0 1 2 0
staf dan siswa.
Konsistensi dalam dokumentasi,
4. perbaikan dokumen dan manajemen 0 0 3 0 0 0 0 0 3 0
catatan di seluruh lembaga (SMA).
Peningkatan kepuasan pelanggan;
5. 0 0 3 0 0 0 0 2 1 0
indeks kepuasan siswa yang membaik.
Peningkatan penggunaan TIK sebagai
6. penggerak utama peningkatan kinerja 0 0 2 1 0 0 0 0 3 1
di sekolah.
Peningkatan branding, visibilitas,
7. peringkat dan benchmarking dengan 0 0 3 0 0 0 0 2 1 0
sekolah lainnya.
8. Peningkatan sarana dan prasarana. 0 0 1 1 0 0 0 1 2 0
Jumlah frekuensi 0 0 17 3 0 0 0 8 13 1
Jumlah frekuensi x skor 0 0 51 12 0 0 0 24 52 5
Skor total sebelum & sesudah ISO 63 81
Perubahan (kenaikan) 18 = 30%
PS: Skor/nilai 1 berarti terendah atau sangat tidak memuaskan sedang
skor/nilai 5 bermakna tertinggi atau sangat memuaskan; skor-skor di
tengah (2, 3, dan 4) menunjukkan persepsi: kurang memuaskan, cukup
memuaskan, dan memuaskan. Modus (skor/nilai tertinggi) bersifat
agregatif untuk semua butir aspek kepuasan (sebelum ISO) dan dampak
(sesudah) implementasi SMM-ISO.

Data (Tabel 4.9 dan 4.11) menunjukkan keadaan sangat mirip

pada kedua SMAN (naik 32 & 30%). Grafik di SMAN 2 berikut ini.

143
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Gambar 4.15
Grafik Kepuasan Awal Manajemen SMAN 2 Ngaglik

Gambar 4.16
Grafik Dampak ISO menurut Manajemen SMAN 2 Ngaglik

Dalam hal dampak negatif ISO yang dirasakan oleh pihak

manajemen sekolah, data pada tabel (4.12) di bawah ini membuktikan

bahwa di SMA Negeri 2 Ngaglik hampir semua faktor/hal yang

144
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ditanyakan oleh penulis dianggap sebagai dampak negatif. Hanya 1

hal, yaitu tentang isu-isu mengenai interpretasi standar, yang tidak

dirasakan sebagai dampak negatif oleh seorang responden (Wakil

Kepala Sekolah Bidang Kurikulum).

Tabel 4.12
Dampak Negatif ISO menurut Manajemen SMAN 2 Ngaglik
No. Butir-Butir Pernyataan Ada Tidak ada
Anda merasakan/melihat ada penambahan 4 0
1.
birokrasi.
2. Biaya sertifikasi dan pemeliharaan yang tinggi. 4 0
3. Isu-isu mengenai interpretasi standar. 3 1
4. Kesulitan adaptasi standar pendidikan. 4 0
5. Problema adaptasi sumberdaya insani. 4 0
Konsumsi/penggunaan waktu dan proses 4 0
6.
permintaan.
Jumlah partisipan/responden 23 1

Empat tabel terakhir pada bab ini (Tabel 4.9 – 4.12) adalah resume
persepsi dan penilaian pihak Manajemen Sekolah (para Wakil Kepala
Sekolah dan WMM) tentang dampak positif dan negatif implementasi
Manajemen Mutu berupa ISO 9001: 2008. Mereka adalah pihak yang
paling bertanggung jawab (Kepala Sekolah tidak sempat mengisi
angket/kuesioner dan memang tidak sesibuk 4-5 orang personal tersebut),
maka penulis merasa wajar kalau penilaiannya relatif tinggi (ISO
berdampak positif).
Betapa pun demikian, ternyata kelompok responden ini juga tetap
kritis dalam menilai karena terlihat hampir tidak ada yang memberi skor 5,
baik sebelum maupun sesudah ada sertifikasi ISO. Semoga hal tersebut
menjadi indikator adanya sikap ketidakpuasan kreatif yang berimplikasi
pada usaha perbaikan berkelanjutan (continuous improvement)
sebagaimana diprasyaratkan oleh standar manajemen mutu versi/model
mana pun. Pihak manajemen sekolah juga melihat dampak negatif dari
implementasi SMM ISO 9001: 2008 tersebut.

145
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

C. Pembahasan

Demi menjawab pertanyaan penelitian, pembahasan dilakukan berturut-

turut: (1) faktor sukses implementasi SMM menurut standar ISO 9001: 2008,

(2) gaya kepemimpinan transformasional, dan (3) dampak implementasi

SMM-ISO bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) atau para

pelanggan (eksternal dan internal) di kedua sekolah (SMA Negeri 1 dan 2

Ngaglik). Pembahasan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Faktor Sukses Kunci Implementasi ISO

Mencermati data hasil wawancara dengan para responden, yang

dikaitkan dengan instrumen penelitian mengenai faktor sukses

implementasi SMM-ISO, dapatlah ditunjukkan adanya beberapa faktor

sukses kunci implementasi ISO 9001: 2008 di kedua SMA tersebut adalah

sebagai berikut.

a. Tim/manajemen mutu (quality team) atau wakil manajemen mutu.

Di kedua SMA Negeri di Ngaglik tersebut, manajemen puncak (top

management) sudah menunjuk masing-masing seorang wakil

manajemen mutu (WMM), yang di luar tugas utamanya, memiliki

tanggung jawab dan wewenang berikut.

1) memastikan proses yang diperlukan untuk sistem manajemen

mutu yang telah ditetapkan, diterapkan dan dipelihara;

2) melaporkan kepada manajemen puncak tentang kinerja

(performance) sistem manajemen mutu dan kebutuhan apa pun

untuk perbaikannya; dan

146
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3) memastikan untuk tumbuhnya kesadaran tentang persyaratan

pelanggan di seluruh organisasi.

Namun masih diakui oleh WMM bahwa mereka masih melakukan

kerja lembur administratif pada saat awal program, menyusun

pedoman mutu, kebijakan mutu, dan SOP.

b. Komitmen dan dukungan manajemen (management commitment

and support).

Manajemen puncak (top management) harus memberi bukti

komitmennya pada pengembangan dan penerapan sistem manajemen

mutu dan terus-menerus memperbaiki efektivitasnya dengan cara:

1) menyampaikan ke organisasi pentingnya memenuhi persyaratan

pelanggan serta undang-undang dan peraturan,

2) menetapkan kebijakan mutu,

3) memastikan sasaran mutu yang ditetapkan,

4) melakukan tinjauan manajemen, dan

5) memastikan tersedianya sumber daya.

Data hasil wawancara dengan Tim Manajemen Mutu (WMM)

SMAN 1, maupun hasil pengamatan penulis, pemimpin puncak

(kepala sekolah) belum memiliki komitmen tinggi dalam memandu

pembatinan (internalisasi) kebijakan mutu dan implikasi manajerial

dan teknikalnya. Sebagian kecil guru memang sudah terbiasa dengan

cara kerja yang berorientasi mutu, terutama dengan semangat

continuous improvement, namun sebagian besar masih bertahan

147
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan kemapanan dan kenyamanan, apalagi pendidik yang

mendekati masa pensiun.

Di kedua SMA, butir nomor 1) di atas dilakukan oleh para

pendamping dan konsultan sertifikasi ISO. Sedang nomor 2) – 5)

dilakukan oleh WMM, yang diperkaya oleh anggota WMM baik

secara individual maupun dalam rapat tim/WMM.

Selain itu, WMM SMAN 2 juga mengakui bahwa kunci utama

keberhasilan program sertifikasi ISO di sekolahnya adalah komitmen

masing-masing warga (terutama anggota tim dan WMM) dalam

menjalankan SMM-ISO. Tentu saja penyediaan dana yang cukup

besar (tersedianya sumber daya) juga terjadi di 2 SMA tersebut.

Kebijakan afirmatif atasan selaku suprastruktur Sekolah, dalam

hal ini Bupati dan Kepala Dinas Dikpora Sleman, yang turun pada

kepala sekolah, yang mewajibkan SMA & SMK Negeri tertentu

mengikuti program sertifikakasi ISO, pastilah juga menjadi faktor

kunci keberhasilan yang berkontribusi signifikan. Apalagi ditambah

pesan lisan agar ketika penyerahan sertifikat ISO diusahakan ketika

Bupati berkesempatan menghadirinya.

c. Komunikasi dan keterlibatan semua anggota (communication with

and involvement of all members).

Masih ada masalah kurang optimalnya komunikasi dan keterlibatan

semua anggota/warga SMAN 1. Hal itu tampak dari fakta bahwa ada

kelas XII yang tidak memiliki informasi yang memadai perihal

148
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sertifikasi ISO, sedang di SMAN 2 peserta didik kelas XI-nya pun

cukup memiliki informasi dan pemahaman mengenai sertifikasi ISO.

d. Tingkat organisasi sebelumnya (previous level of organization).

Karena tuntutan dalam akreditasi dan sertifikasi guru, maka tertib

administrasi (perencanaan dan pelaksanaan) pembelajaran maupun

keuangan, hampir semua guru di kedua SMAN Ngaglik sudah relatif

baik dan lengkap. Hal ini memudahkan dalam sertifikasi ISO.

Selain kategorisasi data di atas, sebenarnya ada juga pandangan-

pandang kritis-skeptik dari sejumlah guru dan pengamat pendidikan

tentang penerapan SMM-ISO di SMA, bahkan WMM. Kegundahan

juga muncul dari seorang pengamat pendidikan yang juga anggota tim

penyusun Kurikulum 2013 (Darmaningtyas, 1/5/2017): “ISO itu untuk

dunia industri (pabrik) yang memerlukan presisi tertentu; tidak cocok

untuk dunia pendidikan”.

Berbagai pernyataan kritis para responden (guru) sebenarnya

mempertegas bahwa kepemimpinan kepala sekolah memang sangat

urgen dalam implementasi SMM-ISO di SMAN Ngaglik.

2. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional

Gaya kepemimpinan pihak manajemen sekolah (kepala sekolah, para

wakil kepala sekolah, dan wakil manajemen mutu) SMA Negeri 1 Ngaglik

dipersepsikan sebagai cukup transformatif, oleh beberapa orang responden (3

orang). Tetapi sebagian besar responden lainnya (4 orang) cenderung menilai

149
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kurang transformatif gaya kepemimpinannya. Responden untuk variabel ini 7

orang guru yang bukan pejabat atau pimpinan sekolah, namun dipilih yang

relatif memiliki wawasan (dan kompetensi) kepemimpinan.

Hasil analisis temuan data tersebut merepresentasikan adanya dua

kelompok responden penilai: yang ekstrim memberi skor kecil (1 & 2) di

satu pihak dan yang di ekstrim seberang menilai relatif tinggi (3 & 4, bahkan

5). Penulis sempat mengidentifikasi, kendatipun angket/kuesioner yang terisi

dengan atau tanpa nama, bahwa kelompok pertama adalah para guru yang

relatif muda dengan idealisme tinggi, sedang kelompok kedua terutama guru

senior dan/atau mantan kepala sekolah SMA swasta yang pindah ke SMA

Negeri 1 Ngaglik. Artinya, ada rasa tidak enak hati alias pekewuh bagi

kelompok ke-2 itu dalam memberi penilaian kepada mantan kawan MKKS

(Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) sendiri. Pengamatan penulis pribadi

cenderung sependapat dengan kelompok pertama.

Ketika dilihat dari keempat variabel kepemimpinan transformasional

dalam pendidikan, maka dapat disajikan dalam matriks berikut.

150
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel 4.13
Kadar Kepemimpinan Transformasional Dua SMAN Ngaglik
Skor dengan frekuensi 3 Skor dengan frekuensi 3
Variabel Kepemimpinan
tertinggi, Pimpinan SMAN tertinggi, Pimpinan
Transformasional
1 Ngaglik SMAN 2 Ngaglik
1. Idealized Influence Skor 4 (frekuensi 24), Skor 4 (frekuensi 10),
(pengaruh ideal, skor 2 (frekuensi 11), dan skor 3 (frekuensi 6), dan
kharismatik). skor 3 (frekuensi 9). skor 5 (frekuensi 4).
Skor 3 & 4 (masing-masing Skor 4 (frekuensi 6),
2. Intellectual Stimulation dengan frekuensi 12), dan skor 5 (frekuensi 5), dan
(stimulasi intelektual).
skor 2 (frekuensi 7). skor 3 (frekuensi 4).
Skor 2 (frekuensi 34), Skor 4 (frekuensi 24),
3. Inspirational motivation skor 4 (frekuensi 23), dan skor 5 (frekuensi 6), dan
(motivasi inspirasional).
skor 3 (frekuensi 13). skor 3 (frekuensi 3).
4. Individual consideration Skor 3 (frekuensi 21), Skor 4 (frekuensi 11),
(perhatian atau konside- skor 2 (frekuensi 20), dan skor 3 (frekuensi 9), dan
rasi terhadap individu). skor 4 (frekuensi 13). skor 5 (frekuensi 4).

Matriks tersebut memperjelas bahwa nilai kadar transformasional

kepemimpinan SMA Negeri 2 Ngaglik lebih tinggi daripada di SMA Negeri 1

Ngaglik, meskipun penelitian ini bukan dalam rangka mengkomparasikan

keduanya. Dengan 4 variabel gaya kepemimpinan menurut Bass dan Avolio

tersebut, pimpinan SMA Negeri 2 Ngaglik lebih transformatif secara merata.

Sedang pimpinan SMA Negeri 1 Ngaglik hanya agak baik pada variabel 1

dan 2, yang dalam terminologi Ki Hadjar Dewantara sama dengan “ing

ngarsa sung tuladha”, dan hanya bernilai Cukup/Kurang pada variabel 3 dan

4, yang sesungguhnya tidak berbeda jauh dengan “ing madya mangun karsa”

dan “tut wuri handayani” dalam trilogi kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara.

Modus (agregatif, 53% untuk skor 3) pada SMA Negeri 2 Ngaglik

menunjukkan bahwa pimpinan sekolah pada waktu memperjuangkan dan

memperoleh sertifikat ISO 9001: 2008, yang ketika itu dengan kepala sekolah

Darwito, S.Pd., relatif memiliki gaya kepemimpinan transformasional. Hal

151
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tersebut dikonfirmasi oleh komentar karyawati honorer bagian perpustakaan

(Lastinawati, A.Md.) yang kebetulan mengikuti kepala sekolah tersebut pada

2 SMA berbeda: “keteladanan kepala sekolah menjadi kunci keberhasilan,

yaitu dalam hal kedisiplinan dan kinerja yang baik”.

WMM SMA Negeri 1 Ngaglik, mengatakan bahwa tidak perlu gaya

kepemimpinan khusus, melainkan yang penting melaksanakan siklus PDCA

(plan-do,check,act) secara lengkap, dan bukan hanya PD-nya saja. Ia pernah

menyaksikan Kepala Sekolah kalau pagi hanya membaca koran (padahal

bersama penulis selaku auditor internal, WMM tersebut menemukan bahwa

Kepala Sekolah kurang menguasai dokumen ISO yang dimiliki, bahkan ada

dokumen Kepala Sekolah yang sekadar hasil copas tetapi kurang diedit).

Dengan kondisi begitu pun sertifikat ISO tetap diperoleh.

Dalam pandangan Koordinator PKG (Penilaian Kinerja Guru) SMA

Negeri 1 Ngaglik, Titik Krisnawati, S.Pd., M.Pd., kunci semua kemajuan dan

pengembangan mutu sekolah berada pada kepemimpinan kepala sekolah.

“Kalau Kepala sekolah diam saja sulitlah berharap ada kemajuan, diberi
masukan untuk bersama-sama membenahi mutu pembelajaran dan
manajemen sekolah, seolah diterima tetapi tidak ditindaklanjuti. Anehnya
ketika ada rekayasa menjatuhkan kredibilitas saya melalui siswa, malah
langsung diterima. Saya mengalami hal-hal seperti itu. Dalam banyak
hal, kepala sekolah saat ini sangat kontras dengan kepala sekolah
sebelumnya yang sangat tegas (kadang terlalu keras) dan berkomitmen
tinggi (proaktif).”

Pengamatan penulis juga memperkuat sinyalemen responden di atas.

Pada semester ini, ketika sekolah tidak memiliki bendahara sekolah dan

kepala TU (karena pensiun dan belum memperoleh ganti), tugas tersebut

diberikan kepada seorang guru PNS (kebetulan juga WMM). Pekerjaan

152
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

administratif dan fisikal sangat rumit dan ribet (karena dalam setiap bulannya

harus beberapa kali bolak-balik ke Dinas Dikpora dan Bank), namun ternyata

sampai bulan ketiga ini belum mendapatkan tunjangan apa pun, bahkan

pengganti biaya transportasi pun belum. “...ini sebagai ibadah Pak, toh saya

juga butuh lancar penggajian...”, katanya. Luar biasa spiritualitas kerjanya.

Dalam hal ini, kepala sekolah belum juga melakukan tindakan diskresi yang

memadai. Di sini terbukti kurang tinggi kadar trasformasional gaya

kepemimpinan kepala sekolah.

Testimoni para pembimbing aneka lomba dan olimpiade pun

memperkuat hal tersebut. Para pembimbing itu biasanya melakukan

pembimbingan persiapan berhari-hari, dan pada saat pelaksanaan lomba

(olimpiade ekonomi-akuntansi, lomba roket-fisika, seni musik, dan

sebagainya) biasanya mengantar dan mendampingi para peserta,

memfasilitasi transportasi, dan tidak jarang mentraktir makan pada sore

harinya. Tetapi hampir tidak ada penghargaan dari (pimpinan) sekolah,

paling-paling mendapat uang transpor Rp20.000,00. “Padahal ada surat tugas

untuk itu”, kata Dra Parjilah, salah seorang pembimbing lomba tersebut.

Salah seorang guru sejarah, Triyana, S.Pd. menilai soal kepemimpinan

sekolah demikian: “...sebenarnya SMA ini tidak layak mendapatkan sertifikat

ISO dan dengan demikian juga tidak berdampak apa-apa, karena kepala

sekolah, WSK Kurikulum, dan WMM tidak memandunya secara memadai;

pemahaman mereka pun masih sepotong-sepotong”. Ini sesungguhnya juga

memperkuat konstatasi bahwa sebenarnya kepemimpinan transformasional

153
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memang sangat diperlukan untuk melakukan perubahan (perbaikan) sekolah.

Jadi, walaupun idealnya diperlukan gaya kepemimpinan transformasional

secara penuh/lengkap kepala sekolah (dan pimpinan atau manajemen sekolah

lainnya) agar implementasi SMM-ISO dapat berjalan dan teradministrasikan

secara optimal, namun ternyata dengan kepemimpinan yang kurang

transformatif (tidak lengkap keempat variabelnya) pun, SMA Negeri 1

Ngaglik masih tetap dapat meraih sertifikat ISO, yang penting tidak justru

menghambat WMM bekerja dalam rangka memenuhi tuntutan sertifikasi

ISO. Berarti gaya kepemimpinan transformasional tidak berpengaruh

langsung dalam pemerolehan sertifikat ISO. Tentu saja hasilnya, berupa

peningkatan mutu sekolah, akan lebih baik seandainya pihak

manajemen/pimpinan sekolah memiliki gaya kepemimpinan transformasional

relatif penuh, minimal sebagaimana terjadi di SMA Negeri 2 Ngaglik.

3. Dampak Implementasi ISO

Dampak positif atas implementasi SMM ISO 9001: 2008 dipersepsikan

secara beragam oleh para pemangku kepentingan (stakeholders) atau para

pelanggan sekolah. Mereka itu adalah (a) pelanggan eksternal-primer

(peserta didik), (b) pelanggan eksternal-sekunder (orangtua/wali peserta

didik), (c) pelanggan internal (pendidik/guru dan staf pendukung/tenaga

kependidikan), dan (d) pihak manajemen sekolah.

Penilaian dilakukan dengan mengkomparasikan persepsi dan penilaian

antara sebelum dengan sesudah diimplementasikan SMM ISO 9001: 2008.

154
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Penilaian mereka memang berupa persepsi subjektif, namun demikian karena

subjektivitas tersebut dari banyak subjek, maka secara filosofis menjadi

relatif objektif, betapa pun tanpa kriteria yang rinci dan rigid.

Penilaian/persepsi responden sebelum implementasi SMM-ISO penulis

maknai sebagai tingkat kepuasan awal pelanggan yang bersangkutan, sedang

penilaian sesudah/pasca ISO diterjemahkan sebagai dampak (positif) atas

implementasi SMM-ISO tersebut. Persepsi dan penilaian para responden di

kedua SMA yang diteliti adalah sebagai berikut.

a. Penilaian/Persepsi Peserta Didik

Dengan asumsi bahwa semua aktivitas manajerial di SMA Negeri 1

Ngaglik tidak terlepas dari usaha mendapatkan sertifikat ISO, maka dapat

dikatakan bahwa ada kenaikan skor total sebanyak 146 atau 35% dari

sebelum implementasi sistem manajemen mutu (SMM) ISO dan

sesudahnya. Ini artinya, dengan asumsi SMM ISO menjadi faktor/variabel

utama, ada dampak positif yang dirasakan oleh 27 orang peserta didik SMA

Negeri 1 Ngaglik.

Kepuasan (penilaian awal/sebelum ISO dianggap baik, memuaskan)

tertinggi (skor 3) ada pada butir nomor 6 (Peningkatan penggunaan

TIK/ICT sebagai penggerak utama peningkatan kinerja di sekolah) dan

diikuti nomor 5 (Peningkatan kepuasan pelanggan; indeks kepuasan siswa

yang membaik). Sedang dampak positif atas implementasi SMM ISO 9001:

2008 yang dirasakan oleh peserta didik paling baik adalah butir nomor 1

(ada perbaikan terus-menerus) dan butir nomor 6 juga. Secara agregatif,

155
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dampak positif memang berada pada skor 4 atau Baik (sebanyak 260) yang

disusul skor 3 atau Cukup (210).

Ada 3 orang peserta didik (Aji, Fatimah, dan Heribertus Agil) dari

kelas XII IPS2 yang dengan mantap mengatakan adanya peningkatan mutu

SMAN 1, sehingga layak memperoleh sertifikat ISO. Spontan mereka

menyebut semakin baiknya peraturan, infrastruktur (taman dan ruang kelas)

semakin baik, dan kantin sekolah sudah memadai.

Pernyataan tersebut memang agak kontras dengan jawaban lisan 3

orang peserta didik lainnya yang penulis peroleh berikut ini.

“Sertifikasi ISO tidak meningkatkan apa pun, bahkan justru ada yang
menurun: kedisiplinan siswa kurang baik karena sekolah kurang tegas,
baik karena ikut tawuran, terlambat datang ke sekolah dan ada yang
sudah diberi point (pelanggaran) hanya mendapat skorsing 1-2
minggu. Ada juga guru yang hanya memerhatikan murid yang
menonjol, kalau yang itu sudah jelas ya sudah, lalu mengatakan:
‘kalau belum jelas tanya saja pada teman-temannya, itu ada di LKS’”
(diwakili oleh Mutiara, XII IPA1 SMA Negeri 1 Ngaglik, 28/4/2017).

Pernyataan serupa juga dikatakan oleh 2 orang siswi kelas XI IPS dan

XI IPA SMA Negeri 1 Ngaglik (Lianita dan seorang temannya yang penulis

lupa mencatat namanya). Ada satu kelas (XII IPS3) yang penulis batalkan

untuk dijadikan responden tertulis dan lisan (wawancara) karena ketika

ditanya mengenai pengetahuannya tentang ISO, tidak ada yang mampu

menjawabnya. Muhammad Devano adalah satu-satunya peserta didik di

kelas tersebut yang sedikit agak mengetahuinya, dan menjawab: “semacam

peringkat...?” Atau Kasminah Puji Lestari: “ada peningkatan prestasi siswa

dan pengajaran guru, mungkin”. Artinya, kebanyakan peserta didik tidak

merasakan dampak signifikan atas diperolehnya sertifikat ISO di SMA

156
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mereka.

Dengan asumsi yang sama, bahwa semua aktivitas manajerial di SMA

Negeri 2 Ngaglik tidak terlepas (inherent) dengan usaha mendapatkan

sertifikat ISO, maka dapat dikatakan bahwa ada kenaikan skor total

sebanyak 43 atau 37,7% dari sebelum implementasi sistem manajemen

mutu (SMM) ISO dan sesudahnya. Ini artinya, dengan asumsi SMM ISO

menjadi faktor/variabel utama, ada dampak positif yang dirasakan oleh 30

orang peserta didik SMA Negeri 2 Ngaglik. Bahkan responden cukup

diambil dari kelas XI, karena mereka pun memahami secara relatif benar

mengenai ISO. Berbeda dengan responden SMA Negeri 1 Ngaglik, yang

ketika memilih peserta didik kelas XII pun tidak semua kelas

memahaminya, apalagi kelas-kelas di bawahnya.

Dari perspektif butir-butir/dimensi dampak ISO, peserta didik SMA

Negeri 2 Ngaglik merasakan tingkat kepuasan (sebelum ISO) Cukup atau

pada skor 3 (frekuensi dikalikan skor: 234) yang diikuti skor 2 atau kurang

puas (158), namun modus (nilai tertinggi pasca implementasi ISO) berada

pada skor 4 atau memuaskan (250). Dengan komparasi sebelum dan sesudah

(pasca) ISO secara agregatif juga menunjukkan adanya kenaikan skor 43

atau 37,7%.

Kamila Amalia kelas XI IPS SMA Negeri 2 Ngaglik, menjawab

pertanyaan penulis melalui WA: “Alhamdulillah puas, terutama dalam hal

lingkungan sekolah yang semakin baik. Ada perbedaan antara sebelum dan

sesudah ISO: semakin baik. Yang kurang memuaskan adalah waktu istirahat

157
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kurang lama” (wawancara 15/8/2017).

b. Penilaian/Persepsi Orangtua Peserta Didik

Baik orangtua/wali peserta didik SMA Negeri 1 Ngaglik maupun dari

SMA Negeri 2 Ngaglik sama-sama merasakan adanya dampak positif atas

penerimaan sertifikat ISO 9001: 2008 SMA anak-anak mereka. Hanya saja,

para orangtua peserta didik di SMA Negeri 2 Ngaglik lebih merasakan

dampak positif tersebut (peningkatan frekuensi skor dari saat sebelum

sampai sesudah implementasi ISO sebanyak 41 atau 59,4%) dibandingkan

dengan di SMA Negeri 1 Ngaglik yang hanya sebesar 43 yang setara

dengan 37,7%. Hal ini dapat penulis pahami ketika dikaitkan dengan

pernyataan para guru SMA Negeri 2 Ngaglik yang mengalami perjuangan

(pemerolehan sertifikat ISO) tersebut selama 2 tahun, sedang di SMA

Negeri 1 Ngaglik cukup setahun. Apalagi kalau dihubungkan dengan

penilaian guru dan karyawan yang menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan

pihak manajemen SMA Negeri 2 Ngaglik relatif lebih tranformatif

dibandingkan di SMA Negeri 1 Ngaglik.

Tidak satu pun responden-orangtua yang sempat penulis wawancarai.

Bahkan untuk kedua SMAN tersebut, penulis hanya dapat meminta tolong

para peserta didik yang bersedia menyampaikan angket/kuesioner (sekaligus

menjelaskannya) kepada orangtua mereka. Ini merupakan keterbatasan

penelitian ini (juga). Ada seorang responden yang ketika bertemu dan

menyerahkan kembali kuesioner yang telah ia isi mengatakan “ini terlalu

berat Pak untuk kami orang tua”. Penulis menduga bahwa sebenarnya para

158
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

orangtua memercayai Sekolah secara taken for granted. Mungkin hal itu

juga sebuah masalah kekurangjelasan atas butir-butir pertanyaan/pernyataan

yang penulis ajukan karena tanpa ada penjelasan secukupnya.

c. Penilaian/Persepsi Pendidik/Guru

Hasil pengolahan data menunjukkan hal serupa dalam hal persepsi

para guru atas manfaat atau dampak positif pemerolehan sertifikat ISO

9001: 2008. Para guru di SMA Negeri 2 Ngaglik lebih merasakan dampak

positif tersebut (ada kenaikan skor 122 atau 39%) daripada dari SMA

Negeri 1 Ngaglik yang dinilai/dipersepsikan hanya ada kenaikan skor

sebesar 27 atau setara dengan 6% saja.

Dalam percakapan informal, muncul kesan bahwa beberapa orang

guru SMA Negeri 1 Ngaglik masih bersikap skeptik terhadap ISO. Hal itu

tampak dari, misalnya, munculnya pernyataan: “untuk apa ada ISO, ini kan

bukan pabrik barang”, “daripada uang jutaan hanya untuk ISO, lebih baik

untuk menambah fasilitas dan kesejahteraan kita (guru)”, “dengan ISO,

sekolah jadi lebih baik?”, “hanya pada saat sertifikasi ISO kondisi sekolah

baik, sesudahnya kembali kurang baik dan tanpa pengawasan yang baik”,

dan aneka ungkapan kurang menggembirakan serupa lainnya.

Ada pernyataan sefrekuensi guru SMA Negeri 1 dan 2 Ngaglik yang

memperkuat penilaian pentingnya ISO dengan catatan tersebut, yaitu:

“Sebenarnya ISO baik, karena memang memaksa Sekolah menertibkan

banyak administrasi, namun sayangnya hanya terjadi pada saat pelaksanaan,

dan kurang pemantauan”. “ISO baik, tetapi sayangnya kurang pemantauan”.

159
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

“Saya rasa perlu ditingkatkan kedisiplinan semua stakeholders sekolah,

begitu pula sarana-prasarana (terutama buku pegangan siswa) perlu semakin

dilengkapi”. “Pengawasan harus dilakukan secara terus-menerus, evaluasi

dilakukan setiap 3 dan 6 bulan, dilanjutkan perbaikan, baik sarana-prasarana

maupun kinerja pendidik dan tenaga kependidikannya” (Dra. Sri Astuti,

Partini, S.Pd., M.Pd., dan Dra. J. Christi Susi I). Mereka semakin

membenarkan pentingnya Siklus PDCA dari Demming, untuk sistem

manajemen mutu, yang harus sungguh-sungguh diperhatikan dan dilakukan

secara konsisten dan berkelanjutan oleh manajemen sekolah.

Penulis memaknai komentar-komentar para pendidik tersebut sebagai

bentuk harapan atau tuntutan untuk membangun budaya mutu organisasi

sebagai prakondisi SMM-ISO terlebih dahulu sebelum mendeklarasikan

kebijakan implementasi sistem manajemen mutu, entah dalam bentuk

Sistem Penjaminan Mutu, TQM, ISO, dan lain-lainnya. Sebenarnya kalau

budaya mutu sudah terinternalisasi (terbatinkan) secara baik dan

menyeluruh, maka bisa diyakini perjuangan memperoleh sertifikasi ISO,

terakreditasi A, dan berharap mutu lulusan yang memenuhi harapan

pelanggan ekternal-tersier (perguruan tinggi dan dunia kerja) bukanlah hal

yang susah.

d. Penilaian/Persepsi Manajemen Sekolah

Barangkali pihak ini (Manajemen Sekolah, yang terdiri para wakil

kepala sekolah dan WMM, karena Kepala Sekolah tidak mau/tidak sempat

mengisi angket/kuesioner) yang relatif paling subjektif memberi penilaian

160
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

atau mempersepsikan dampak positif penerapan ISO, karena merekalah

yang paling bertanggung jawab terhadapnya. Dalam hal penilaian dampak

positif, manajemen SMA Negeri 1 Ngaglik lebih konservatif karena hanya

menganggap ada peningkatan frekuensi skor 31 atau 32%, sedang di SMA

Negeri 2 Ngaglik dipersepsikan naik sangat signifikan (skor naik 18 atau

30%). Sekali lagi ini masalah persepsi subjektif, terlebih menurut kacamata

pelaku utama. Di kedua SMA tersebut, penilaian kepuasan tertinggi

(sebelum ISO) dan dampak positif (sesudah) ISO berada pada “Peningkatan

penggunaan TIK sebagai penggerak utama peningkatan kinerja di sekolah”.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMA Negeri 2 Ngaglik

(Dra. Enik Sri Agustini) mengatakan “Memang ISO sebenarnya kalau bisa

diterapkan secara menyeluruh bagus. Tetapi dana (biaya?)-nya terlalu besar,

dan sudah ada SPMI (Sistem Penjamin Mutu Internal) dari LPMI (Lembaga

Penjamin Mutu Internal) berdasar Permen dan tidak berbiaya. Jadi

sebaiknya SPMI saja.”

Ketika penulis bertanya “Adakah manfaat ISO yang Bapak rasakan?”

kepada Kepala SMA Negeri 1 Ngaglik, Drs Subagyo, jawabannya sebagai

berikut.

“ISO hanya berbuah/ada manfaat (dampak) sedikit, karena tidak


berorientasi proses melainkan hanya hasil, itu pun hanya bersifat
administratif. Apalagi PT TuV Rheiland Indonesia (yang
mengeluarkan sertifikat ISO) berorientasi bisnis, sehingga kurang
sedikit pun tidak masalah asal pembayaran beres, kalau dengan
standar ketat mestinya banyak sekolah yang tidak lolos. ISO diadopsi
dari dunia bisnis, kurang cocok untuk lembaga pendidikan, lebih
mendalam akreditasi. Mungkin lebih cocok model penjaminan mutu
(ISO internal) yang dari LPMP” (wawancara, 14/8/2017).

161
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Untuk dampak negatif sertifikasi ISO, Manajemen SMA Negeri 2

Ngaglik lebih merasakan (96%) daripada di SMA Negeri 1 Ngaglik (73%).

Barangkali yang ke-2 itu lebih optimistik atau berkonfidensi tinggi. Tapi

ungkapan positif-optimistik juga muncul dari Wakil Kepala Sekolah Bidang

Humas SMA Negeri 1 Ngaglik (Drs. Hadi Siswanto): “Dengan adanya

implementasi ISO di SMA ini secara administrasi kelihatan tertata lebih

baik, kesadaran bapak-ibu guru tentang pentingnya tertib administrasi

memang diperlukan”.

Dampak negatif yang paling mutlak ada/dirasakan oleh semua

personal SMA Negeri 1 Ngaglik adalah biaya sertifikasi dan pemeliharaan

yang tinggi. Dua butir sangat dirasakan/diyakini ada oleh 4 (dari 5) orang

responden, yaitu problema adaptasi sumberdaya insani dan

konsumsi/penggunaan waktu dan proses permintaan. Sedang 3 hal/faktor

yang lain, yaitu: ada penambahan birokrasi, isu-isu mengenai interpretasi

standar, dan kesulitan adaptasi standar pendidikan, bersifat nisbi (3-2

responden saja yang merasakan ada/tidak menganggap ada). Sedang di

SMA Negeri 2 Ngaglik hampir semua faktor/hal yang ditanyakan oleh

penulis dianggap sebagai dampak negatif. Hanya 1 hal, yaitu tentang isu-isu

mengenai interpretasi standar, yang dirasakan bukan dampak negatif oleh

seorang responden (Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum).

162
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V

SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan berbagai uraian yang tersaji pada semua bab sebelumnya,

penulis membuat simpulan pokok berikut ini.

1. Faktor sukses kunci yang paling memengaruhi keberhasilan SMA Negeri 1

Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik dalam mengimplementasikan sistem

manajemen mutu dengan standar ISO 9001: 2008, adalah sebagai berikut.

a. Tim/manajemen mutu (quality team) atau wakil manajemen mutu.

Karena tuntutan pemberi sertifikat ISO adalah bukti-bukti fisik dan

administratif, maka tim (WMM) itulah yang paling menentukan

keberhasilan pemerolehan sertifikat tersebut, meskipun untuk itu mereka

harus berhari-hari kerja lembur, di sekolah maupun di rumah. Dengan kata

lain, salah satu faktor sukses kunci memperoleh sertifikat ISO adalah

adanya WMM, bersama timnya, yang bersedia mengerjakan macam-

macam tuntutan administrasi yang ditetapkan dalam ISO. Artinya, tim

tersebut siap menanganinya, kendati harus bekerja secara lembur siang-

sore dan malam. Selain kerja lembur pekerjaan administratif-klerikal, ada

pekerjaan yang paling esensial yaitu perumusan dan penetapan kebijakan

mutu, dan aneka SOP-nya.

b. Komitmen dan dukungan manajemen (management commitment and

support).

163
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Manajemen puncak (top management) sebenarnya harus memberi bukti

komitmennya pada pengembangan dan penerapan sistem manajemen mutu

dan terus-menerus memperbaiki efektivitasnya dengan cara:

1) menyampaikan ke organisasi pentingnya memenuhi persyaratan

pelanggan serta undang-undang dan peraturan,

2) menetapkan kebijakan mutu,

3) memastikan sasaran mutu yang ditetapkan,

4) melakukan tinjauan manajemen, dan

5) memastikan tersedianya sumber daya.

Namun, data hasil wawancara dengan Tim Manajemen Mutu (WMM)

SMAN 1, maupun hasil pengamatan, pemimpin puncak (kepala sekolah)

belum memiliki komitmen tinggi dalam memandu pembatinan

(internalisasi) kebijakan mutu dan implikasi manajerial dan teknikalnya.

Sebagian kecil guru memang sudah terbiasa dengan cara kerja yang

berorientasi mutu, terutama dengan semangat continuous improvement,

namun sebagian besar masih bertahan dengan kemapanan dan

kenyamanan, apalagi pendidik yang mendekati masa pensiun.

Di kedua SMA, butir nomor 1) di atas dilakukan oleh para pendamping

dan konsultan sertifikasi ISO. Sedang nomor 2) – 5) dilakukan oleh WMM

bersama timnya.

Selain itu, WMM SMAN 2 juga mengakui bahwa kunci utama

keberhasilan program sertifikasi ISO di sekolahnya adalah komitmen

masing-masing warga (terutama anggota tim dan WMM) dalam

164
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menjalankan SMM-ISO. Tentu saja penyediaan dana yang cukup besar

(tersedianya sumber daya) juga terjadi di 2 SMA tersebut.

c. Komunikasi dan keterlibatan semua anggota (communication with and

involvement of all members).

Masih ada masalah kurang optimalnya komunikasi dan keterlibatan

semua anggota/warga SMAN 1. Hal itu tampak dari fakta bahwa ada kelas

XII yang tidak memiliki informasi yang memadai perihal sertifikasi ISO,

sedang di SMAN 2 peserta didik kelas XI-nya pun cukup memiliki

informasi dan pemahaman mengenai sertifikasi ISO.

d. Tingkat organisasi sebelumnya (previous level of organization).

Karena tuntutan dalam akreditasi dan sertifikasi guru, maka tertib

administrasi (perencanaan dan pelaksanaan) pembelajaran maupun

keuangan, hampir semua guru di kedua SMAN Ngaglik sudah relatif baik

dan lengkap. Hal ini memudahkan dalam sertifikasi ISO.

2. Gaya Kepemimpinan dalam SMM-ISO pihak manajemen SMA Negeri 1

Ngaglik dipersepsikan oleh para pendidik sebagai cukup transformatif,

meskipun hanya kuat pada variabel ke-1 (pengaruh ideal, atau keteladanan, ing

ngarsa sung tuladha) dan ke-2 (stimulasi intelektual, sebagian dari ing madya

mangun karsa), sedang gaya kepemimpinan pihak manajemen SMA Negeri 2

Ngaglik dipersepsikan transformatif dan merata untuk semua variabel

kepemimpinan transformasional. Semua variabel tersebut adalah: (1) pengaruh

ideal atau keteladanan (ing ngarsa sung tuladha); (2) stimulasi intelektual

(sebagian dari ing madya mangun karsa); (3) motivasi inspirasional, atau

165
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

memotivasi dan menginspirasi (sebagian dari ing madya mangun karsa); dan

(4) konsiderasi individual, memberi perhatian individual (tut wuri handayani).

Hasil wawancara mengkonstatasi bahwa kepemimpinan SMAN 1

Ngaglik kurang transformatif, sedang kepemimpinan SMAN 2 Ngaglik

transformatif. Dengan demikian, walaupun idealnya – secara teoretis –

diperlukan gaya kepemimpinan transformasional secara penuh/lengkap kepala

sekolah (dan pimpinan atau manajemen sekolah lainnya) agar implementasi

SMM-ISO dapat berjalan dan teradministrasikan secara optimal, namun

ternyata dengan kepemimpinan sekolah yang hanya cukup atau bahkan kurang

transformatif (tidak lengkap keempat dimensi/variabelnya) pun, sertifikat ISO

masih tetap dapat diraih SMA Negeri 1 Ngaglik, yang penting tidak

menghambat WMM dan timnya bekerja memenuhi tuntutan sertifikasi ISO.

Jadi, gaya kepemimpinan transformatif pimpinan atau pihak manajemen

sekolah (SMA Negeri 1 dan 2 Ngaglik) tidak memiliki pengaruh langsung

dalam implementasi, atau lebih tepatnya dalam upaya pemerolehan sertifikat

ISO 9001: 2008. Tentu saja hasilnya, peningkatan mutu sekolah, akan jauh

lebih baik seandainya pihak manajemen sekolah memiliki gaya kepemimpinan

yang relatif transformasional secara penuh, sebagaimana terjadi atau ada di

SMA Negeri 2 Ngaglik.

3. Dampak positif implementasi sistem manajemen mutu dengan standar ISO

9001: 2008 bagi pemangku kepentingan (stakeholders atau para pelanggan)

SMA Negeri 1 Ngaglik dan SMA Negeri 2 Ngaglik, Sleman dapat dirinci

sebagai berikut.

166
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

a. Pelanggan eksternal-primer (peserta didik) SMA Negeri 1 Ngaglik

maupun SMA Negeri 2 Ngaglik merasakan/mempersepsikan dampak

positif dari adanya implementasi SMM-ISO 9001: 2008 karena ada

peningkatan skor 146 atau 35% dan 43 atau 37,7%. Namun demikian,

dalam wawancara diperoleh komentar lisan yang beragam di SMA Negeri

1 Ngaglik ada 5 orang peserta didik yang justru mengatakan malah terjadi

penurunan kualitas dalam pembelajaran dan penegakan disiplin, tetapi 3

orang peserta didik yang lain menyatakan ada kenaikan mutu dalam

peraturan, sarana-prasarana/infrastruktur (taman dan kantin). Sementara

dari peserta didik SMA Negeri 2 Ngaglik, penulis tidak mendapatkan

keluhan (penurunan) mutu pasca ISO, selain tentang jam istirahat yang

kurang.

b. Pelanggan eksternal-sekunder (orangtua peserta didik), di kedua SMA

tersebut merasakan/mempersepsikan adanya kenaikan mutu atau kepuasan

karena implementasi ISO, masing-masing dengan kenaikan frekuensi skor

total 43 atau 37,7% (SMA Negeri 1 Ngaglik) dan 41 atau 59,4% (SMA

Negeri 2 Ngaglik).

c. Pelanggan internal (pendidik/guru) di kedua SMA merasakan adanya

dampak positif dari implementasi SMM ISO 9001: 2008 karena hasil

pengumpulan data tertulis menunjukkan kenaikan skor total 27 atau setara

6% di SMA Negeri 1 Ngaglik, tetapi masih ada 2 orang partisipan-

responden yang tetap memberi skor 1 pasca ISO, dan kenaikan skor 122

atau sama dengan 39% di SMA Negeri 2 Ngaglik. Namun hasil

167
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

wawancara menunjukkan masih ada kekecewaan mereka dengan aneka

ungkapan skeptik dan pesimistik, terutama harapan/tuntutan agar proses

dan hasil ISO selalu dipantau dan diawasi serta terus diperbaiki. Mereka

menyadari pentingnya pelaksanaan Siklus Deming PDCA secara konsisten

dan kontinyu, seturut prinsip continuous improvement dalam SMM.

d. Pelanggan internal (manajemen sekolah: para wakil kepala sekolah dan

WMM) di kedua SMA tersebut merasakan dampak positif dan negatif dari

implementasi ISO. Manajemen SMA Negeri 1 Ngaglik menganggap ada

peningkatan skor 31 atau setara 32%, sedang di SMA Negeri 2 Ngaglik

dipersepsikan kenaikan kepuasan dalam skor 18 atau sama dengan 30%.

Pendidik dan manajemen SMA Negeri 2 Ngaglik merekomendasikan

model penjaminan mutu yang sudah lebih dulu dirintis dan tidak berbiaya

mahal yaitu Sistem Penjaminan Mutu dari LPMP.

e. Adapun dampak negatif sertifikasi ISO, menurut manajemen atau

pimpinan sekolah adalah: SMA Negeri 2 Ngaglik lebih merasakan (96%)

lebih besar daripada manajemen SMA Negeri 1 Ngaglik (73%). Dampak

negatif yang paling mutlak ada/dirasakan oleh semua personal SMA

Negeri 1 Ngaglik adalah biaya sertifikasi dan pemeliharaan yang tinggi.

Dua butir sangat dirasakan/diyakini ada oleh 4 (dari 5) orang responden,

yaitu problema adaptasi sumberdaya insani dan konsumsi/penggunaan

waktu dan proses permintaan. Sedang 3 hal/faktor yang lain, yaitu: ada

penambahan birokrasi, isu-isu mengenai interpretasi standar, dan kesulitan

adaptasi standar pendidikan, bersifat nisbi (3-2 responden saja yang

168
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

merasakan ada/tidak menganggap ada). Sedang di SMA Negeri 2 Ngaglik

hampir semua faktor/hal yang ditanyakan oleh penulis dianggap sebagai

dampak negatif. Hanya 1 hal, yaitu tentang isu-isu mengenai interpretasi

standar, yang dirasakan bukan dampak negatif oleh seorang responden

(Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum).

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini semestinya dirancang dengan memadukan pendekatan

kualitatif dan kuantitatif. Namun, dengan alasan keterbatasan waktu penelitian

dan berbagai fasilitas pendukung lain, pendekatan kuantitatif tidak bisa dilakukan

secara ketat, sedang dengan pendekatan kualitatif, penulis tidak sanggup meneliti

di kalangan peserta didik secara lebih mendalam. Oleh karenanya penulis tidak

memiliki data yang memadai untuk itu, apalagi dari kalangan orangtua/wali

peserta didik. Dengan demikian, agar data semakin lengkap dan komprehensif, di

kemudian hari perlu dilakukan penelitian yang (juga) lebih mendalam dari unsur

peserta didik dan orangtua/wali mereka.

C. Saran atau Rekomendasi

Atas dasar simpulan-simpulan di atas, penulis memberanikan diri

mengajukan beberapa rekomendasi atau saran sebagai berikut.

1. Untuk Pimpinan SMA Negeri 1 Ngaglik:

a. Faktor sukses kunci dalam implementasi sistem manajemen mutu-ISO,

sebanyak 4 dari 5 faktor yang ideal, perlu dirawat agar tetap dapat berfungsi

169
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dan berkontribusi demi peningkatan mutu sekolah yang berkelanjutan. Satu

faktor yang belum optimal, yaitu faktor komunikasi dan keterlibatan semua

anggota atau pemangku kepentingan, perlu diperbaiki dan dimantapkan.

b. Gaya kepemimpinan pihak manajemen sekolah (bukan hanya kepala

sekolah, namun termasuk para wakil kepala sekolah dan WMM) perlu

direfleksikan bersama dan kemudian diupayakan semakin transformatif,

bukan hanya demi memperoleh sertifikat ISO (yang sekarang sudah

diperoleh, meskipun harus selalu diperbarui), tetapi lebih-lebih untuk

memajukan sekolah secara otentik dalam jangka panjang.

c. Dampak positif implementasi ISO, yang berarti tingkat kepuasan semua

pelanggan internal-eksternal sekolah, perlu diukur dan dinilai secara rutin,

dan secara terus-menerus diupayakan pemenuhannya oleh pimpinan atau

pihak manajemen sekolah. Kepuasan pelanggan (peserta didik, orangtua,

pendidik, tenaga kependidikan, manajemen, dan pemerintah/PT/DU) harus

menjadi prioritas perhatian sekolah (SMA Negeri 1 Ngaglik).

d. Pimpinan sekolah perlu membangun prasyarat atau prakondisi terlebih

dahulu untuk mengimplementasikan sistem manajemen mutu seperti TQM

ataupun ISO yaitu membangun budaya mutu dengan komitmen tinggi dan

teladan pimpinan atau manajemen sekolah (kepala sekolah dan para

wakilnya).

e. Manajemen sekolah harus aktif dan secara terus-menerus melakukan

evaluasi diri (EDS) dan mendiskusikan bersama secara jujur, objektif, dan

komprehensif, sambil memanfaatkan masukan para pemangku kepentingan

170
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

atau pelanggan eksternal dan internal, menindaklanjuti dalam berbagai

macam upaya melakukan perbaikan (mutu) secara berkelanjutan

(continuous improvement). Dengan kata lain, Siklus PDCA dari Deming

harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan, atau sebenarnya dengan

proses manajerial ‘konvensional’ (POAC, POCCC, POMCE, POSLC, atau

lainnya) pun sudah bermakna untuk mengharuskan melakukan perbaikan

(mutu) secara berkelanjutan (continuous improvement).

2. Untuk Pimpinan SMA Negeri 2 Ngaglik:

a. Lima faktor sukses kunci dalam implementasi sistem manajemen mutu-ISO

di SMA Negeri 2 Ngaglik yang sudah baik perlu dirawat agar tetap dapat

berfungsi dan berkontribusi secara optimal demi peningkatan mutu sekolah

yang berkelanjutan.

b. Gaya kepemimpinan pihak manajemen sekolah (bukan hanya kepala

sekolah, namun termasuk para wakil kepala sekolah dan WMM) SMA

Negeri 2 Ngaglik yang sudah transformatif perlu dipertahankan atau

ditingkatkan agar, siapa pun kepala sekolahnya, gaya kepemimpinannya

tetap transformatif, sehingga sekolah tidak menjadi mandeg atau statik,

melainkan senantiasa (siap) berubah menjadi semakin baik dan bermutu.

c. Dampak positif implementasi ISO, yang berarti tingkat kepuasan semua

pelanggan internal-eksternal sekolah, perlu diukur dan dinilai secara rutin,

dan secara terus-menerus diupayakan pemenuhannya oleh pimpinan atau

pihak manajemen sekolah. Kepuasan pelanggan (peserta didik, orangtua,

pendidik, tenaga kependidikan, manajemen, dan pemerintah/PT/DU) harus

171
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menjadi prioritas perhatian sekolah (SMA Negeri 2 Ngaglik).

d. Walaupun sudah relatif baik, Manajemen SMA Negeri 2 Ngaglik harus

tetap aktif dan secara terus-menerus melakukan evaluasi diri (EDS) dan

mendiskusikan bersama secara jujur, objektif, dan komprehensif, sambil

memanfaatkan masukan para pemangku kepentingan atau pelanggan

eksternal dan internal, menindaklanjuti dalam segala macam upaya

melakukan perbaikan (mutu) yang berkelanjutan (continuous

improvement). Dengan kata lain, Siklus PDCA dari Deming harus dilakukan

secara konsisten dan berkelanjutan.

3. Untuk Pemerintah Kabupaten dan Dinas Dikpora Sleman:

a. Karena hasil penelitian menunjukkan batapa banyak komponen Sekolah,

termasuk Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum dan WMM SMAN 2

Ngaglik dan bahkan juga Kepala SMAN 1 Ngaglik, yang cukup skeptik

terhadap manfaat mendasar sertifikasi ISO, maka sebaiknya pemerintah

kabupaten (Bupati) tidak serta merta memerintahkan implementasi ISO

kepada pimpinan SMA, agar tidak terjebak pada kesalahan konklusi-

generalisasi dalam kebijakan/program, demi tidak terjadi tyranny of experts,

yaitu kebijakan di satu bidang (SMA/SMK) begitu saja diberlakukan untuk

sekolah-sekolah lainnya. Data yang penulis peroleh juga mengungkapkan

adanya beberapa pihak yang meyakini bahwa ISO lebih cocok untuk

industri (perusahaan manufaktur), dan yang lain memercayai sesuai untuk

SMK. Jadi, diperlukan penilaian kesiapan awal Sekolah (EDS), termasuk

kepemimpinan yang menunjang untuk itu (gaya kepemimpinan

172
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

transformasional otentik).

b. Pimpinan sekolah perlu dibantu/dibimbing dan difasilitasi untuk

membangun prasyarat atau prakondisi terlebih dahulu dalam rangka

mengimplementasikan kebijakan sistem manajemen mutu seperti TQM,

Sistem Penjaminan Mutu Interrnal (SPMI), ataupun ISO yaitu membangun

budaya mutu dengan komitmen tinggi dan teladan pimpinan atau

manajemen sekolah (kepala sekolah dan para wakilnya). Dengan demikian

diklat untuk mereka semua, bukan hanya calon kepala sekolah, sungguh

diperlukan. Pemerintah perlu memberikan diklat untuk semua wakil kepala

sekolah tentang sistem manajemen mutu. Pemerintah, melalui Dinas

Dikpora, wajib memfasilitasi hal tersebut, daripada sekadar memerintahkan

melakukan implementasi SMM ISO dan hanya menunggu saat upacara hand

over sertifikat ISO.

c. Karena ISO hanyalah salah satu dari berbagai sistem manajemen mutu

(SMM), maka biarlah masing-masing sekolah memilih yang paling sesuai

dengan kondisi mereka, misalnya pimpinan SMA Negeri 2 Ngaglik,

khususnya WMM dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, cenderung

memilih model Sistem Penjaminan Mutu Interrnal (SPMI) dari LPMP.

173
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Hoy, Ch., Bayne-Jardine, C., & Wood, M., (2000). Improving quality in
education, London & New York: Falmer Press.
Hughes, Ginnett, dan Curphy. (2015). Leadership: enhancing the lessons of
experience. New York: McGraw-Hill Education.
International Standard ISO 9001 (2008). Quality management systems –
requirements. Fourth edition 2008-11-15.
Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi (Ed.). (2001). Reformasi pendidikan dalam konteks
otonomi daerah. Yogyakarta: Depdiknas-Bappenas-Adicita Karya Nusa.
Jorge Gamboa, António dan Nuno Filipe Melão, (2012),"The impacts and success
factors of ISO 9001 in education", International Journal of Quality &
Reliability Management, Vol. 29 Iss 4 pp. 384 – 401. Diunduh 23
September 2016.
Keung, Emerson K. dan Rockinson-Szapkiw, Amanda J. “The relationship
between transformational leadership and cultural intelligence. A study of
international school leaders”. Journal of Educational Administration, Vol.
51 No. 6, 2013, pp. 836-854, Emerald Group Publishing Ltd, 0957-8234,
DOI 10.1108/JEA-04-2012-0049, Diunduh tanggal 28 Februari 2016.
Kompas, 18 Mei 2016.
Lejf Moos John Krejsler Klaus Kasper Kofod Bent Brandt Jensen, Successful
school principalship in Danish schools, Journal of Educational
Administration Vol. 43 Iss 6 pp. 563 – 5722005.
http://dx.doi.org/10.1108/09578230510625665. Downloaded on: 17
February 2015.
Lowney, Chris, (2003). Heroic leadership, best practices from a 450 – year – old
company that changed the world. Chicago: Loyola Press.
Miles, M.B., & Huberman, A.M. (1994). Qualitative data analysis (2nd ed.).
London: Sage Publications.
Moleong, L. (1993). Metode penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rodaskarya.
Moturi, Christopher dan Peter M.F. Mbithi, (2015), "ISO 9001: 2008
implementation and impact on the University of Nairobi: a case study",
The TQM Journal, Vol. 27 Iss 6 pp. 752 – 760. Diunduh 23 September
2016.
Mulyadi, (1998). Total quality management (edisi ke-1). Yogyakarta: Aditya
Media.
Nasution, S. (1988). Metode penelitian naturalistik – kualitatif. Bandung: Tarsito.
Nawawi, Hadari, H. (2000). Manajemen strategik organisasi non profit bidang
pemerintahan, dengan ilustrasi di bidang pendidikan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Oliver, Paul (ed.), (1996). The management of educational change: a case study
approach. Huddusfield: Arena.
Psomas, Evangelos dan Angelos Pantouvakis, (2015), "ISO 9001 overall

175
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

performance dimensions: an exploratory study", The TQM Journal, Vol.


27 Iss 5 pp. 519 – 531. Diunduh 23 September 2016.
Pulungan, I., 2000. Manajemen mutu terpadu dalam pembelajaran. Jakarta: PAU-
PPAI Universitas Terbuka.
Purnama, Nursya’bani (2006). Manajemen kualitas; perspektif global.
Yogyakarta: Penerbit Ekonisia Fakultas Ekonomi UII.
Richard, Daft, L. (2015). The leadership experience. Stanford: Cengage
Learning.
Rizal, Ch., (Desember 1997). Penerapan Prinsip-prinsip TQM dalam Dunia
Pendidikan. Makalah disajikan dalam Rapat Kerja MPK Keuskupan
Agung Semarang, Muntilan – Jawa Tengah.
Rue, L.W. & Lloyd L. Byars, (2000). Management, skills and application (8th
ed.). Boston: Irwin McGraw-Hill.
Sadler, Philip, (1997). Leadership. London: Kogan Page Limited.
Sallis, Edward, (1993). Total quality management in education. London: Kogan
Page Limited.
____________ (2006). Total quality management in education.Manajemen mutu
terpadu. Alih bahasa Ahmad Ali Riyadi dan Fahrurrozi. Yogyakarta:
IRCiSoD.
Saskhin, M. & Kiser KJ., (1993). Putting total quality management to work: What
TQM means, how to use it & how to sustain it over the long run. San
Francisco: Berrett-Koehler Publishers.
Scholten, P., (Oktober 1999). Quality improvement in higher education: The
EFQM model, dalam Proceedings – International Seminar Managing
Higher Education in the Third Millennium, Jakarta.
Sindhunata (Ed.) (2000). Menggagas paradigma baru pendidikan: demokratisasi,
otonomi, civil society, globalisasi. Yogyakarta: Kanisius.
Slamet PH., (2002). Pedoman umum pelaksanaan akreditasi sekolah. Jakarta:
Badan Akreditasi Sekolah Nasional Departemen Pendidikan Nasional.
Stensaker, Bjørn, Nicoline Jeroen Huisman Erica Wayne, Lisa Scordato, dan
Paulo Pimentel Botas, “Faktor yang Memengaruhi Perubahan Strategik
dalam Pendidikan Tinggi (Factors Affecting Strategic Change in Higher
Education)”. http://dx.doi.org/10.1108/JSMA-12-2012-0066. Diunduh: 17
Februari 2015.
Stoner, JAF., Freeman RE., Gilbert, D.R., Jr., (1995). Management (6th ed.). New
Jersey: Printice-Hall, Inc.
Sugiyono (2014a). Metode penelitian bisnis. Bandung: Alfabeta.
________ (2014b). Metode penelitian manajemen. Bandung: Alfabeta.
Sunaengsih, Cucun (2011). Pengaruh kepemimpinan transformasional kepala
sekolah dan budaya sekolah terhadap mutu sekolah di SMP negeri dan
swasta wilayah kota Bandung. thesis S2, Universitas Pendidikan Indonesia.

176
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Surapranata, Sumarna. LPTK kembali ke khitah, pendidikan guru abad 21.


Direktorat Jendral Guru dan Tenaga Kependidikan, P4TK Yogyakarta, 12
Mei 2016.
Suryadi Sw., Ignas. Mutu dan Target Layanan Lembaga Pendidikan. Harian
BERNAS, Yogyakarta, 3 Juli 2002.
_____________________ Kepuasan Pelanggan dan Keunggulan Lembaga
Pendidikan. Majalah EDUCARE, Jakarta, Mei 2009
______________________ Reformulasi Visi-Misi SMA Negeri 1 Ngaglik,
Kolaborasi Penyusunan Visi-Misi SMA Negeri 1 Ngaglik. Acuan dan
Panduan Reformulasi Visi-Misi SMA Negeri 1 Ngaglik Sleman, dalam
rangka penyusunan Rencana Strategik Institusi. Makalah dipresentasikan
dalam Seminar Guru, dalam peringatan Hardiknas 3 Mei 2014.
Suyanto (Februari 2001). Menggali dan Mengembangkan Potensi Daerah Melalui
Pendidikan. Makalah disajikan dalam peluncuran buku & seminar regional
“Otonomi Pendidikan dalam Otonomi Daerah”, di Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta, 22 Februari 2001.
Temel Calik, Ferudun Sezgin, Ali Cagatay Kilinc, dan Hasan KAVGACIa,
“Examination of Relationships between Instructional Leadership of School
Principals and Self-Efficacy of Teachers and Collective Teacher Efficacy”.
Educational Sciences: Theory & Practice - 12(4) Autumn 2498-2504
©2012 Educational Consultancy and Research Center.
www.edam.com.tr/estp.
Terry, George R., (1986). Asas-asas manajemen. (terjemahan Winardi). Bandung:
Alumni.
Tim ISO SMK Negeri 2 Depok (Nara Sumber: Dr. Sukamta). Sistem Dokumentasi
ISO 9001: 2008. Yogyakarta (tanpa tahun).
Tjiptono, Fandy dan Diana, Anastasia, (2001). Total quality management,
Yogyakarta: Andi.
Waruwu, Fidelis. Mengembalikan kejayaan Sekolah Katolik. Majalah HIDUP,
Jakarta (terbitan 25/9/2016).
Wheelen, Thomas L. & J. David Hunger (2012). Strategic management and
business policy, toward global sustainability, Thirteenth Edition. Boston:
Pearson.
Yin, Robert K. (2011). Qualitative research from start to finish. New York: The
Guildford Press.
____________ (2015). Studi kasus, desain & metode. (Terjemahan M. Djauzi
Mudzakir). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Yukl, G. 1998. Kepemimpinan dalam organisasi: leadership in organizations 3e.
(terjemahan Yusuf Udaya). Jakarta: Prenhallindo.

177
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Adelina & S. Rambe, (1994). Dasar-dasar manajemen. Bandung: Angkasa.


Barth-Farkas, Faye dan Vera, Antonio, Power and transformational leadership in
public organizations. http://dx.doi.org/10.1108/IJLPS-07-2014-0011.
Downloaded on: 28 February 2016.
Bass, B.M. & Ronald E. Riggio (2006). Transformational leadership. London:
Lawrence Erlbaum.
Biech, Elaine, (1994). TQM in training. New York: McGraw-Hill, Inc.
Blase, Joseph dan Blase, Jo, “Effective instructional leadership. Teachers’
perspectives and how principals promote teaching and learning in
schools”. Journal of Education Administration 38,2, 1999; pp. 130-141.
http://www.emerald-library.com.
Blocher, Erdward J., David E. Stout, Paul E. Juras, dan Gary Cokins, (2013),
“Cost management: a streategic emphasis”. McGraw-Hill Sixth Edition
Brannen, Julia (Ed.), (1997). Memadu metode penelitian kualitatif dan kuantitatif.
(Terjemahan Tim Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Samarinda).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bush, Toni & Mariane Coleman, (2000). Leadership and strategic management in
education. London: Paul Chapman Publishing Ltd.
Cotton, K. (November 2001). Applying Total Quality Management Principles to
Secondary Education Mt. Edgecumbe High School Sitka, Alaska (diakses
pada bulan Mei 2002), dari http://www.nwrel.org/scpd/sirs/9/s035.html.
Creswell, John W. (2007). Qualitative Inquiry & Research Design, Choosing
Among Five Approaches, Second Edition. London: SAGE Publications.
English, Fenwick, P. (Ed), (2015). The SAGE guide to educational management
and leadership. Los Angeles: SAGE Publication, Inc.
Gaspersz, Vincent, (1997), Konsep Vincent: penerapan konsep vincent tentang
kualitas dalam manajemen bisnis total. Jakarta: Gramedia.
Goetsch, D.L. & Stanley Davis, (1994). Introduction to total quality: quality,
productivity, competitiveness. London: Prentice Hall International, Inc.
Hadi, Sutrisno, (1994). Metodologi research, Jilid 1, 2, & 3. Yogyakarta: Andi
Offset.
Hadiwiardjo, B.H. & Wibisono, S., (1996). ISO 9000: Sistem manajemen mutu.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Handoko, T. Hani, (2000), Manajemen, (edisi 2). Yogyakarta: BPFE.
Hardiman, Budi, F. Transaksional, Transformasional, KOMPAS.com, Senin, 16
Juni 2014.
Harmanto, Titi Sulistiyani, Arwan Rifai, Mustari, dan Aris Munandar, (2016).
Penjaminan mutu internal sekolah, teori dan praktik. Yogyakata: Penerbit
Andi.

174
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 2:

KEBIJAKAN MUTU SMAN 1 NGAGLIK

Menghasilkan Lulusan yang :

CAKAP

C ERDAS
A KHLAQ MULIA
K ECAKAPAN HIDUP
A MANAH
P RESTASI

BERBAKAT

B ERKARAKTER PANCASILA
E MPATI
R AMAH
B ERBUDAYA
A NTUSIAS
K REATIF
A DAB
T ANGGUH

180
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 3:

Diperiksa Disahkan

WMM Kepala Sekolah

KEBIJAKAN MUTU

SMA Negeri 2 Ngaglik menyadari bahwa sekolah ini merupakan tumpuan


harapan peserta didik dan masyarakat dalam menghantarkan peserta didik
mencapai cita-cita di masa depan.
Oleh sebab itu, sekolah ini bertekad menempatkan permintaan / harapan /
keinginan peserta didik dan masyarakat sebagai prioritas pertama yang harus
dipenuhi dengan :
1. melakukan perbaikan terus – menerus Sistem Manajemen Mutu (SMM)
2. melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu sesuai Standar Nasional
Pendidikan (SNP)

Kami bertekad menyelenggarakan proses pembelajaran Sekolah Menengah Atas


dan menghasilkan lulusan yang “BERKIBAR” :

B = Berakhlak Mulia
E = Efektif dan Efisien
R = Relijius
K = Konsisten
I = Inovatif
B = Berbudaya
A = Amanah
R = Ramah

Dengan mutu organisasi yang “HANDAL”:

H=Harmonis
A=Amanah
N=Nasionalis
D=Dinamis
A=Antusias
L=Legowo

Kebijakan mutu ini merupakan arahan untuk setiap sasaran mutu dalam rangka
perbaikan terus-menerus SMM dan pemenuhan permintaan / harapan / keinginan
siswa dan orangtua siswa/masyarakat terhadap sekolah ini.

181
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 4:

Lampiran : SK Tim PM ISO 9001:2008 Th Pel. 2015/2016, No:


Tanggal : Juni 2015

Jabatan dalam
No Nama Uraian Tugas
TIM

1. Penanggung Jawab Drs. Subagyo Bertanggung jawab atas


pelaksanaan Penjaminan Mutu
Sekolah berbasis ISO 9001:2008

2. WMM Dewi Rahayu, S.Pd Mengkoordinir dan mengontrol


pelaksanaan Penjaminan Mutu
Sekolah berbasis ISO 9001:2008

3. Sekretaris 1. Drs. Rahmad Saptanto, M.Pd Merencanakan program


2. K. Ninik Sriningsih, S.Pd Penjaminan Mutu berbasis ISO,
menyiapkan administrasi
kegiatan dan membuat laporan.

4. Bendahara Dra. Dwi Lestari Mengelola Keuangan kegiatan


Penjaminan Mutu berbasis ISO
dan membuat laporan

5. Pengendali Titik Krisnawati, S.Pd, M.Pd Bertanggungjawab atas


dokumen pengendalian dokumen
Penjaminan Mutu berbasis ISO
9001:2008

a. Penanggung 1. Drs. I. Suryadi, S.E., M.Pd. Bertanggung jawab atas


jawab standar 2. Chusnul Chatimah, S. Ag pelaksanaan Penjaminan Mutu
ISI 3. Ekowati, S. Pd Sekolah berbasis ISO 9001:2008
4. Sujarwati, S. Pd pada Standar ISI

b. Penanggung 1. Saptiwi Rohayati, S.Pd Bertanggung jawab atas


jawab standar 2. Drs. Suharyono pelaksanaan Penjaminan Mutu
SKL 3. Triyana, S.Pd Sekolah berbasis ISO 9001:2008
4. Drs. Rochmadi pada Standar SKL
5. Doni Darmawan, S.Pd

c. Penanggung 1. Sudjijana, S. Pd Bertanggung jawab atas


jawab standar 2. Dra. Hj. Sri Handayani, M.Pd pelaksanaan Penjaminan Mutu
PROSES 3. Dra. Parjilah Sekolah berbasis ISO 9001:2008
4. Sumiasih, S.Pd pada Standar Proses

182
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

d. Penanggung 1. Waljiyati Bertanggung jawab atas


jawab standar 2. Singgih Priyono, S.Pd pelaksanaan Penjaminan Mutu
PTK 3. Drs. Alip Wiyono Sekolah berbasis ISO 9001:2008
4. Putri Sujarwanti, S.Pd pada Standar Pendidik dan
Tenaga Kependidikan.

e. Penanggung 1. Drs. Sugito Bertanggung jawab atas


jawab standar 2. Drs. Sukasdiman pelaksanaan Penjaminan Mutu
SARPRAS 3. Drs Sumardjo Sekolah berbasis ISO 9001:2008
4. Fatimah Nur R, M.Pd pada Standar Sarana Prasarana

f. Penanggung 1. Prasetya Wibowo Bertanggung jawab atas


jawab standar 2. Drs. Hadi Siswanto pelaksanaan Penjaminan Mutu
PENGELOLAAN 3. Dra. JC. Suzie Istanti Sekolah berbasis ISO 9001:2008
4. Siti Rochani, S.Pd pada Pengelolaan

g. Penanggung 1. Sutini, S.Pd Bertanggung jawab atas


jawab standar 2 Surani pelaksanaan Penjaminan Mutu
PEMBIAYAAN 3. Dra. Hj. Siwi Wahyuni Sekolah berbasis ISO 9001:2008
4. Drs. Pratiknyo pada Standar Pembiayaan

h. Penanggung 1. Dra. Siwi Indarwati Bertanggung jawab atas


jawab standar 2. Wawan Dewanto, S.Pd pelaksanaan Penjaminan Mutu
PENILAIAN 3. Drs, Indar Yulianto Sekolah berbasis ISO 9001:2008
4. Paulus Sonda, S.Th pada Standar Penilaian

6. Pengendali 1 Partini, S. Pd Mengendalikan semua


Rekaman 2.Suhartiningsih catan/rekaman, administrasi
3. Fitri Astuti, A.Md pelaksanaan Penjaminan Mutu
4. Sumartini, A.Md Sekolah berbasis ISO 9001:2008
5. Subandri

7. Koordinator Audit Dra. Rin Utari Sutartinah Bertanggung jawab atas


Anggota: Assessor PKG pelaksanaan audit internal

Ngaglik, 10 Juni 2015


Kepala SMA N 1 Ngaglik

Drs. Subagyo
Pembina IV a
NIP. 19620712 198703 1 011

183
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 5:

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN


DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA
SMA NEGERI 2 NGAGLIK
Alamat : Sukoharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta,
Telepon : (0274) 896375, Fax : (0274) 896376, Kode Pos : 55581

SURAT KEPUTUSAN
KEPALA SMA NEGERI 2 NGAGLIK

Nomor: 007 /141 / 2014

Tentang

PENGANGKATAN TIM MANAJEMEN MUTU SMA NEGERI 2 NGAGLIK


TAHUN PELAJARAN 2014/2015

KEPALA SMA NEGERI 2 NGAGLIK :

Menimbang a bahwa guna memenuhi standar mutu pelayanan


pendidikan di SMA Negeri 2 Ngaglik tahun pelajaran
2014/2015 dipandang perlu untuk mengangkat Tim
Manajemen Mutu pada struktur organisasi sekolah.

b Bahwa dalam hal tersebut perlu memberi tugas tambahan


guru untuk mengisi jabatan sesuai struktur organisasi
sekolah
Mengingat a. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional;

b. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang


Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan

c. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia


Nomor 44 Tahun 2010 tentang perubahan atas
Permendiknas Nomor 2 tentang Rencana Strategis
Kementrian Pendidikan Nasional Tahun 2010 – 2014

d. Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008.

184
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : SURAT KEPUTUSAN KEPALA SEKOLAH SMA NEGERI


2 NGAGLIK TENTANG PEMBENTUKAN
PENGANGKATAN TIM MANAJEMEN MUTU SMA NEGERI
2 NGAGLIK TAHUN PELAJARAN 2014/2015

KESATU : Mengangkat nama-nama sebagaimana dalam lampiran 1


(satu) surat keputusan ini untuk memangku jabatan sebagai
Tim Manajemen Mutu sesuai dengan struktur organisasi
SMA Negeri 2 Ngaglik Tahun Pelajaran 2014/2015.

KEDUA : TIM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2008 bertugas


Melakukan Perencanaan kegiatan Sertifikasi ISO
9001:2008, Melaksanakan Diklat SMM ISO
9001:2008,Melakukan penyusunan dokumen manual mutu,
Melakukan Diklat Internal Audit, Melakukan Tinjauan
manajemen, Melakukan Pre Audit, Melakukan Eksternal
Audit, dan melaporkan hasilnya.
KETIGA : Biaya yang timbul akibat adanya Surat Keputusan ini
dibebankan pada anggaran yang telah ditentukan
KEEMPAT : Apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam
keputusan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya

KELIMA : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan

Ditetapkan di : Sleman
Pada tanggal : 3 Juni 2014

Kepala SMA Negeri 2 Ngaglik

Darwito, S.Pd.
NIP: 19600303 198412 1 003

185
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran Surat Keputusan


Kepala SMA Negeri 2 Ngaglik
Nomor : 007 /141 / 2014
Tanggal : 3 Juni 2014

SUSUNAN TIM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2008


SMA NEGERI 2 NGAGLIK
TAHUN 2014/2015

Penanggung Jawab : Kepala Sekolah


Ketua (WMM) : Amirudin Ahmad, S.Pd.T.
Sekretaris : Maryati, S.Pd.
Bendahara : Dra. Yuntikanah

Pengembang Dokumen
Koordinator : Dra. Enik Sri Agustini
Anggota : 1. Drs. H. Suharto, S.Si.
2. Kartijono, S.Pd.
3. Yuman Ahmad, S.Pd.
4. Yusni handayani

Pengendalian Dokumen
Koordinator : Drs. Warsun Latif
Anggota : 1. Samsul Bakri S.Pd
2. Dra. Siti Aptinah
3. Tri Joko Suryatmoko

Audit
Koordinator : Dra. Sri Astuti
Anggota : 1. Drs. Agus Marjanto
2. Dra. Susi Purwani
3. Drs. Sarsanto

Sleman, 3 Juni 2014


Kepala SMA N 2 Ngaglik

Darwito, S.Pd.
NIP: 19600303 198412 1 003

186
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran Surat Keputusan


Kepala SMA Negeri 2 Ngaglik
Nomor : 007 /141 / 2014
Tanggal : 3 Juni 2014

TIM MANAJEMEN MUTU ISO 9001:2008


SMA NEGERI 2 NGAGLIK
TAHUN 2014/2015

1. Ketua
a. Memastikan bahwa proses yang diperlukan untuk pelaksanaan SMM
ditetapkan, diterapkan, dan dipelihara.
b. Melaporkan kepada Kepala Sekolah tentang kinerja Sistem Manajemen Mutu
dan kebutuhan apapun untuk perbaikannya
c. Mensosialisasikan tentang program manajemen mutu dan harapan stake
holder.
d. Menjadi penghubung dengan pihak luar dalam masalah berkaitan dengan
manajemen mutu

2. Sekretaris
a. Mempersiapkan administrasi SMM
b. Mengarsip dokumen SMM
c. Mempersiapkan fasilitas penyelenggaraan rapat SMM
d. Mencatat notulen rapat SMM

3. Bendahara
a. Mengalokasi Dana SMM
b. Menyiapkan konsumsi untuk penyelenggaraan rapat SMM

4. Pengembang dokumen
a. Menyusun dokumen SMM
b. Merevisi dokumen SMM
c. Menghapus dokumen SMM

5. Pengendalian dokumen
a. Melakukan identifikasi dokumen SMM
b. Mengendalikan dokumen SMM
c. Mendistribusikan dokumen SMM

6. Audit
a. Menyelenggarakan pelatihan audit
b. Merencanakan pelaksanaan audit
c. Menyelenggarakan audit
d. Merekap hasil audit

Sleman, 3 Juni 2014


Kepala SMA N 2 Ngaglik

Darwito, S.Pd.
NIP: 19600303 198412 1 003

187
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 6:

188
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 6:

189

Anda mungkin juga menyukai