Anda di halaman 1dari 12

Tutorial Klinik Obsetri

Partus Prematur Iminens

Oleh

Rino Prawijaya

42150051

Dosen Pembimbing Klinik :

Dr. Trianto Susetyo, Sp.OG

Kepaniteraan Klinik Obsetri dan Ginekologi


RS BETHESDA
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana
Yogyakarta
2016
Daftar Isi

BAB I REKAM MEDIK ............................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4

I. Definisi ................................................................................................... 4
II. Epidemiologi .......................................................................................... 4
III. Faktor resiko ........................................................................................... 5
IV. Patogenesis ............................................................................................. 6
V. Gejala klinis ............................................................................................ 7
VI. Pemeriksaan ............................................................................................ 8
VII. Penatalaksanaan ...................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 11

1
BAB I

REKAM MEDIK

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. W
Tanggal Lahir : Yogyakarta, 5 Januari 1986
Usia : 29 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tanga
Alamat : Purwowinatan RT 41/9, Purwokinanti, Pakualaman,
Yogyakarta
Tanggal periksa : 17 Desember 2015
B. Anamnesis
 Keluhan Utama
Perut kencang kencang
 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan perut kenceng kenceng terus menerus sejak
kemarin sore pukul 18.00 WIB, pasien juga mengeluhkan nyeri di punggung
bagian bawah. Dari anamnesis didapatkan bahwa pada malam sebelumnya pasien
berhubungan suami istri. Kondisi umum pasien baik, kesadaran compos mentis.
Flek (-) , mual (+) , muntah (+).
 Riwayat Obsetrik :
o G2 P0 A1
o HPHT : 9 Mei 2015, HPL : 16 Februari 2015, UK : 31 Minggu 2 hari.
o Abortus pada usia kehamilan 7 minggu pada tahun 2015
 Riwayat penyakit dahulu
Abortus pada tahun 2015, Hipertensi (-), anemia (-), DM (-), Penyakit jantung (-)
 Riwayat Penyakit keluarga
Hipertensi (-), anemia (-), DM (-), Penyakit jantung (-)
 Riwayat menstrurasi
 Usia menarche : 13 tahun
 Lama haid : 7 hari
 Jumlah darah : normal

2
 Siklus teratur
 Dismenorea : (-)
 Keputihan : (-)
 Riwayat perkawinan
 Status : 1 x menikah
 Menikah pertama kali : 28 tahun dan dengan suami sekarang 5 bulan
 Riwayat kontrasepsi
 Belum pernah kb
 Riwayat vaksin TT : belum pernah
 Riwayat Alergi : tidak ada
 Life style : Rokok 3 batang/hari
C. Pemeriksaan fisik :
o Head : normochepali, konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)
o Leher : Pembesaran limfonodi (-), Pembesaran tiroid(-), nyeri tekan
(-)
o Thorax : Simetris, vesikuler, Suara jantung S1-S2 murni, regular,
Nyeri tekan (-),Perkusi sonor kedua lapang paru, Bunyi
tambahan (-)
o Abdomen : - Gravid, Leopold I : bokong, Leopold II : punggung
kanan, Leopold III: presentasi kepala dan Leopold
IV: belum masuk PAP, Peristaltik (+), nyeri tekan(-)

- TFU: 26 cm, TBJ : 2300gr, DJJ: 140x/menit, HIS


frekuensi 2 x /10 menit durasi 15 detik
o Columna vertebra : dalam batas normal
o Genitalia externa : flek(-), lendir (-)
o Vaginal toucher : vulva tenang, vagina tak teraba ada benjolan, rugae
vagina normal, porsio teraba tebal dan lunak,
pembukaan 0cm, darah (-), lendir (-)
o Ekstremitas : edema (-), akral hangat, CRT <2 detik
D. Pemeriksaan Penunjang
o Darah Rutin :
 Leukosit : 15,1 x 103 /uL
 Erytrosit : 4,5 x 103 /uL

3
 Hemoglobin : 13 g/dl
 HCT : 36,1 %
 Trombosit : 220 x 103/uL
E. Diagnosis Kerja
PPI (partus prematurus iminens)
F. Rencana Terapi
o Infuse RL
o Ceftriaxon 1x1g
o Terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15 μg/menit
o Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam
o Sulfas Ferrous 300 mg diberikan sebanyak tiga kali sehari umtuk
mencegah anemia selama masa kehamilan
G. Edukasi
o Aktivitas (kerja, perjalanan) dikurangi terlebih dahulu. Untuk sementara waktu
menghindari coitus.
o Hindari stress pada ibu.
o Asupan nutrisi yang tepat selama masa kehamilan
o Menjaga hygienitas diri

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi

Persalinan prematur adalah persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu
atau berat bayi kurang dari 2500 gram. Persalinan prematur merupakan hal yang berbahaya
karena berpotensi meningkatkan kematian perinatal sebesar 70%. Pada persalinan ini,
seringkali bayi prematur mengalami gangguan tumbuh kembang organ-organ vital yang
menyebabkan ia masih belum mampu untuk hidup di luar kandungan, sehingga sering
mengalami kegagalan adaptasi yang dapat menimbulkan morbiditas bahkan mortalitas yang
tinggi. Persalinan premature iminens sendiri adalah persalinan prematur yang belum
memasuki masa persalinan dengan gejala-gejala yang masih minimal dan masih diupayakan
untuk dipertahankan agar bayi dapat dilahirkan sebisa mungkin cukup bulan
(Cunningham,2005)

B. Epidemiologi
Sekitar 30-35% dari PPI berdasarkan indikasi, 40-45% PPI terjadi secara spontan
dengan selaput amnion utuh, dan 25-30% PPI yang didahului ketuban pecah dini (oxorn,
2010).
Konstribusi penyebab PPI berbeda berdasarkan kelompok etnis. PPI pada wanita kulit
putih lebih umum merupakan PPI spontan dengan selaput amnion utuh, sedangkan pada
wanita kulit hitam lebih umum didahului ketuban pecah dini sebelumnya. PPI juga bisa
dibagi menurut usia kehamilan: sekitar 5% PPI terjadi pada usia kehamilan kurang dari 28
minggu (extreme prematurity), sekitar 15% terjadi pada usia kehamilan 28-31 minggu (severe
prematurity), sekitar 20% pada usia kehamilan 32-33 minggu (moderate prematurity), dan
60-70% pada usia kehamilan 34-36 minggu (near term). Dari tahun ke tahun, terjadi
peningkatan angka kejadian PPI, yang sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah
kelahiran preterm atas indikasi (oxorn, 2010).

5
C. Patogenesis

1. Aktivasi aksis hypothalamic–pituitary–adrenal (HPA) janin atau ibu (stress


maternal atau fetal)

Proses yang paling penting, yang menghubungkan stres dan kelahiran preterm ialah
neuroendokrin, yang menyebabkan aktivasi prematur aksis HPA. Proses ini dimediasi oleh
corticotrophinreleasing hormone (CRH) plasenta.
CRH plasenta, dapat menstimulasi janin untuk mensekresi kortisol dan
dehydroepiandrosterone synthase (DHEA-S) (melalui aktivasi aksis HPA janin) dan
menstimulasi plasenta untuk mensintesis estriol dan prostaglandin, sehingga mempercepat
PPI.
2. Infeksi dan inflamasi
Patogenesis infeksi hingga menyebabkan PPI pun hingga kini belum jelas benar,
namun diduga berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh, dan diawali oleh aktivasi
fosfolipase A2 yang dihasilkan oleh banyak mikroorganisme.
Fosfolipase A2 akan memecah asam arakidonat dari selaput amnion janin,
sehingga asam arakidonat bebas meningkat untuk sintesis prostaglandin. Selain itu,
endotoksin (lipopolisakarida) bakteri dalam cairan amnion akan merangsang sel desidua
untuk menghasilkan sitokin dan prostaglandin yang dapat menginisiasi proses persalinan.
3. Perdarahan desidua (Decidual Hemorrhage / thrombosis)
Perdarahan desidua dapat menyebabkan PPI. Lesi plasenta dilaporkan 34% dari
wanita dengan PPI. Lesi ini dapat dikarakteristikan sebagai kegagalan dari transformasi
fisiologi dari arteri spiralis, atherosis, dan trombosis arteri ibu atau janin. Diperkirakan
mekanisme yang menghubungkan lesi vaskular dengan PPI ialah iskemi uteroplasenta.
Meskipun patofisiologinya belum jelas, namum trombin diperkirakan memainkan peran
utama. Trombin merupakan protease multifungsi yang memunculkan aktivitas kontraksi
dari vaskular, intestinal, dan otot halus miometrium. Trombin menstimulasi peningkatan
kontraksi otot polos longitudinal miometrium
4. Distensi uterus yang berlebihan (uterine overdistension)
Mekanisme dari distensi uterus yang berlebihan hingga menyebabkan PPI masih
belum jelas. Namun diketahui, peregangan rahim akan menginduksi ekspresi protein gap
junction, seperti connexin-43 (CX-43) dan CX-26, serta menginduksi protein lainnya yang
berhubungan dengan kontraksi, seperti reseptor oksitosin.

6
5. Insufisiensi serviks
Insufisiensi serviks secara tradisi dihubungkan denganpregnancy losses pada trimester
kedua, tetapi baru-baru ini bukti menunjukan bahwa gangguan pada serviks berhubungan
dengan outcomes kehamilan yang merugikan dengan variasi yang cukup luas, termasuk
PPI (Ross Michael, 2015)
D. Faktor Resiko
o Mayor
1. Kehamilan multipel
2. Hidramnion
3. Anomali uterus
4. Serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu
5. Serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu
6. Riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali
7. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
8. Operasi abdominal pada kehamilan preterm
9. Riwayat operasi konisasi
10. Iritabilitas uterus
o Minor
1. Penyakit yang disertai demam
2. Perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu
3. Riwayat pielonefritis
4. Merokok lebih dari 10 batang perhari
5. Riwayat abortus pada trimester II
6. Riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
Pasien tergolong risiko tinggi bila dijumpai satu atau lebih faktor risiko mayor; atau
dua atau lebih faktor risiko minor; atau keduanya. (Iams, 2004).
E. Gejala klinis

Sebelum persalinan berlangsung dapat dirasakan tanda sebagai berikut:


 nyeri pinggang belakang
 rasa tertekan pada perut bagian bawah
 terdapat kontraksi irreguler sejak sekitar 24-48 jam
 terdapat pembawa tanda seperti bertambahnya cairan vagina atau terdapat
 lendir bercampur darah.

7
Jika proses persalinan prematur berkelanjutan, terjadi gejala klinik sbb:
1. kontraksi uterus 4x/20menit atau 8x/60menit
2. terjadi perubahan progresif serviks:
 pembukaan lebih dari 1 cm
 perlunakan sekitar 75-80%
 penipisan serviks

F. pemeriksaan

1. Laboratorium
 Pemeriksaan kultur urine
 Pemeriksaan darah
 C-reactive protein
2. Pemeriksaan ultrasonografi
G. Penatalaksanaan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1) Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam,
dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan
lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol
dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih
kecil. Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 μg/menit, sedangkan
per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan
dosis per infus: 10-15 μg/menit, subkutan: 250 μg setiap 6 jam
sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance). Efek
samping dari golongan obat ini ialah: hiperglikemia, hipokalemia,
hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema paru.
c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv,
secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance).
Namun obat ini jarang digunakan karena efek samping yang dapat
ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. Beberapa efek sampingnya

8
ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu
dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide
dapat menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat
cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk produksi
prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat COX yang cukup
kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular pada janin. Sulindac
memiliki efek samping yang lebih kecil daripada indometasin.
Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam konteks percobaan
klinis.

2) Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,


Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan
surfaktan paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS),
mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus
arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid
perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian
steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat.
Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah:
a) Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
b) Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin
releasing hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-
iodothyronine yang kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan.
Ataupun pemberian suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen
membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan surfaktan.
3) Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika
yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis
neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung
risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral,
9
yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan
lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan
antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian ko-
amoksiklaf karena risiko necrotising enterocolitis (Winkjosastro, 2008)

10
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham M.D, et all. 2005. Preterm Birth. In: Williams Obstetrics. 23nd ed.McGraw-
Hill.

Hadyanto. 2001. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Hipokrates: Jakarta

Iams J.D. 2004. Preterm Labor and Delivery. In: Maternal-Fetal Medicine. 5th ed.Saunders

Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human Labor
and Birth). Yogyakarta: YEM.

Ross Michael, 2015. Preterm Labor: http://www.Medscape.com/preternlabour diakses 25


januari 2016

Winkjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai