Anda di halaman 1dari 6

KELAINAN BAWAAN MENINGOKEL PADA BAYI

A. Pengertian Meningokel
Meningokel adalah selaput otak menonjol keluar pada salah satu sela tengkorak tapi
biasanya di daerah belakang kepala.Meningokel merupakan benjolan berbentuk kista di garis
tulang belakang yang umumnya terdapat di daerah lumbo sacral.Lapisan meningeal berupa
durameter dan arachnoid ke luar kanalis vertebralis, sedangkan medulla spinalis masih di tempat
yang normal. Benjolan di tutup dengan membran tipis yang semi transparan berwarna kebiru-
biruan atau di tutup sama sekali oleh kulit yang dapat menunjukkan hipertrikhosis atau nevus.
Pada transiluminasi tidak terlihat jaringan saraf pusat di dinding benjolan.
Meningokel terbentuk saat meninges berherniasi melalui defek pada lengkung vertebra
posterior.Medulla spinalis biasanya normal dan menerima posisi normal pada medulla spinalis,
meskipun mungkin tertambat, ada siringomielia, atau diastematomielia.Massa linea mediana yang
berfluktuasi yang dapat bertransiluminasi terjadi sepanjang kolumna vertebralis, biasanya berada
di punggung bawah.Sebagian besar meningokel tertutup dengan baik dengan kulit dan tidak
mengancam penderita. (Behrman dkk, 2000)
Meningokel merupakan deformitas kongenital janin yang ditandai oleh penonjolan
meningen menembus tulang tengkorak atau kolumna vertebrata; meningokel akan tampak sepertri
sebuah kista yang terisi cairan serebrospinal.
Meningokel adalah satu dari tiga jenis kelainan bawaan spina bifida.Meningokel adalah
meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan
berisi cairan di bawah kulit.Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang
belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup
atau gagal terbentuk secara utuh.Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling
sering terjadi.Biasanya terletak di garis tengah.Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal
atau daerah torakal sebelah atas.Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam
korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf).Tidak terdapat gangguan sensorik dan
motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi. (IKA-FKUI, Hal-1136)

B. Penyebab Meningokel
Penyebab terjadinya menignokel adalah karena adanya defek pada peutupan spina bifida
yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak normal dari korda spianlis atau penutupnya,
biasanya terletak di garis tengah.
Meningokel terbentuk saat meninges berherniasi melalui defek pada lengkung vertebra
posterior. Medulla spinalis biasanya normal dan menerima posisi normal pada medulla spinalis,
meskipun mungkin terhambat, ada siringomeielia atau diastematomielia(Behrman, dkk 2000).
Meningokel membentuk sebuah kista yang diisi oleh cairan serebrospinal dan meninges.Massa
linea mediana yang berfluktuasi yang dapat bertaransiluminasi terjadi sepanjang kolumna
vertebralis, biasanya terjadi dibawah punggung.Sebagian bessar meningokel terutup dengan baik
dengan kulit dan tidak mengancam penderita.Pemeriksaan neurologis yang cermat sangat
dianjurkan.
Banyak sekali penelitian mengungkapkan bahwa sekitar 70% kasus meningokel dapat
dicegah dengan suplementasi asam folat, sehingga defiensi asam folat dianggap sebagai salah satu
faktor penting dalam teratogenesis meningokel.
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya meningokel, yaitu :
1. Kelainan Genetik / Kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan
kongenital pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel
biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan (dominant
traits) atau kadang-kadang sebagai unsur resesif.
2. Kelainan Mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan
hentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ cersebut. Faktor predisposisi dalam
pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ.
3. Faktor Infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode
organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan.Adanya infeksi tertentu dalam periode
organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ tubuh.Infeksi
pada trimesrer pertama di samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula
meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus.Sebagai contoh infeksi virus pada trimester
pertama ialah infeksi oleh virus Rubella.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat
menderita kelainan kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran
sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester
pertama yang dapat menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus
sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai
ialah adanya gangguan pertumbuhan pada sistem saraf pusat seperti hidrosefalus, mikrosefalus,
atau mikroftalmia.
4. Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan
diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya.Salah satu
jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan kongenital ialah thalidomide yang
dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia.Beberapa jenis jamu-jamuan yang
diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya
dengan terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak
diketahui secara pasti.
Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan
yang tidak perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu
memang terpaksa harus minum obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk
penyakit tertentu, pemakaian sitostatik atau preparat hormon yang tidak dapat dihindarkan;
keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap
bayi.
5. Faktor Umur Ibu
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang mendekati masa menopause. Di bangsal bayi baru lahir Rumah Sakit Dr Cipto
Mangunkusumo pada tahun 1975-1979, secara klinis ditemukan angka kejadian mongolisme
1,08/100 kelahiran hidup dan ditemukan resiko relatif sebesar 26,93 untuk kelompok ibu berumur
35 tahun atau lebih; angka keadaan yang ditemukan ialah 1:5500 untuk kelompok ibu berumur
<35 tahun, 1:600 untuk kelompok ibu berumur 35-39 tahun, 1:75 untuk kelompok ibu berumur 40
- 44 tahun dan 1:15 untuk kelompok ibu berumur 45 tahun atau lebih.
6. Faktor Hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital.Bayi
yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan untuk
mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
7. Faktor Radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan
kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orangtua dikhawatirkan
akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan
kongenital pada bayi yang dilahirkannya. Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis
sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
8. Faktor Gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan
kelainan kongenital.Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi
kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih
tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.Pada binatang
percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat
menaikkan kejadian & kelainan kongenital.
9. Faktor Lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya.Faktor janinnya sendiri dan
faktor lingkungan hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya.Masalah sosial, hipoksia,
hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya.Seringkali penyebab
kelainan kongenitai tidak diketahui.

C. Tanda dan Gejala


Biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas.Kantong hanya berisi
selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam duramter tidak terdapat saraf).
Operasi akan mengoreksi kelainan, sehingga tidak terjadi gangguan sensorik dan motorik dan bayi
akan normal.
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar
saraf yang terkena.Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang
lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar
saraf yang terkena (Wafi Nur, 2010). Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah
lumbal atau sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir.

Istilah lain yang digunakan untuk menggambarkan defek spinal menurut Wong, 2004 :
a. Mielodisplasia
Semua istilah inklusif yang merujuk pada perkembangan detektif bagian manapun dari
medulla spinalis

b. Spina Bifida
Defek penutupan kolumna vertebralis dengan atau tanpa tingkatan protusi jaringan melalui
celah tulang.

c. Spina Bifida Okulta


Kegagalan penyatuan arkus vertebralis posterior tanpa menyertai herniasi medulla spinalis
atau meninges, tidak dapat dilihat secara eksternal.

d. Spina Bifida Kista


Defek dalam penutupan dengan protrusi sakulareksternal melalui spina tulang dengan berbagai
derajat keterlibatan saraf.

e. Meningokel
Bentuk kista spina bifida; terdiri dari kista meninges seperti kantong yang berisi cairan spina,
tetapi tidak melibatkan saraf atau defisit neurologis.
Gejalanya sebagai berikut :
1. Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir.
2. Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
3. Kelumpuhan/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
4. Penurunan sensasi
5. Inkontinensia uri (beser) maupun inkontinensia tinja
6. Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis)

D. Patofisiologi
Ada dua jenis kegagalan penyatuan lamina vertebrata dan kolumna spinalis: spina bifida
okulta dan spina bifida sistika. Spina bifida okulta adalah defek penutupan dengan meninges tidak
terpajan di permukaan kulit.Defek vertebralnya kecil, umumnya pada daerah lumbosakral.
Spina bifida sistika adalah defek penutupan yang menyebabkan penonjolan medula
spinalis dan pembungkusnya. Meningokel adalah penonjolan yang terdiri dari maninges dan
sebuah kantong berisi cairan serebrospinal (CSS): penonjolan ini tertutup kulit biasa. Tidak ada
kelainan neurologi, dan medulla spinalis tidak terkena.Hidrosefalus terdapat pada 20% kasus spina
bifida sistika.Meningokel umumnya terdapat pada lumbosakral atau sakral.
Mielomeningokel adalah penonjolan meninges dan sebagian medulla spinalis, selain
kantong berisi CSS. Daerah lumbal atau lumbosakral terdapat pada 42% kasus; torakolumna pada
27 kasus, sakral 21% kasus; dan torakal atau servikal pada 10% kasus. Bayi dengan
mielomeningokel mudah terkena cedera selama proses kelahiran. Hidrosefalus terdapat pada
hampir semua anak yang menderita spina bifida (85% sampai 90%);kira-kira 60% sampai 70%
tersebut memiliki IQ normal. Anak dengan mielomeningokel dan hidrosefalus menderita
malformasi sistem saraf pusat lain, dengan deformitas Arnold-Chiari yang paling umum.
Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida belum diketahui.Banyak faktor seperti
keturunan dan lingkungan diduga terlibat dalam terjadinya defek ini.Tuba neural umumnya
lengkap empat minggu setelah konsepsi. Hal-hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor
penyebab; kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat: mengonsumsi klomifen dan asam
valfroat: dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan hampir 50% defek tuba neural dapat
dicegah jika wanita bersangkutan meminum vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat.
Banyak ahli percaya bahwa defek primer pada NTD (neural tube defect) merupakan
kegagalan penutupan tuba neural selama perkembangan awal embrio.Akan tetapi, ada bukti bahwa
defek ini merupakan akibat dari pemisahan tuba neural yang sudah menutup karena peningkatan
abnormal tekanan cairan serebrospinal selama trimester pertama. Derajat disfungsi neurologik
secara lansung berhubungan dengan level anatomis defek tersebut dan saraf-saraf yang terlibat.
Kebanyakan mielomeningokel melibatkan area lumbal atau lumbosakral, dan hidrosefalus
merupakan anomali yang sering menyertainya (90% sampai 95%).
Pembedahan dilakukan secepatnya pada spina bifida yang tidak tertutup kulit, sebaiknya
dalam minggu pertama setelah lahir.Kadang-kadang sebagai akibat eksisi meningokel terjadi
hidrosefalus sementara atau menetap, karena permukaan absorpsi CSS yang berkurang.
Kegagalan tabung neural untuk menutup pada hari ke-28 gestasi, atau kerusakan pada
strukturnya setelah penutupan dapat dideteksi in utero dengan pemeriksaan ultrasonogrfi. Pada
90% kasus, kadar alfa-fetoprotein dalam serum ibu dan cairan amnion ditemukan meningkat;
penemuan ini sering digunakan sebagai prosedur skrining. Keterlibatan baik kranial maupun
spinal dapat terjadi; terminology spina bifida digunakan pada keterlibatan spinal, apabila
malformasi SSP disertai rachischisis maka terjadi kegagalan lamina vertebrata.
Posisi tengkurap mempengaruhi aspek lain dari perawatan bayi. Misalnya, posisi bayi ini,
bayi lebih sulit dibersihkan, area-area ancaman merupakan ancaman yang pasti, dan pemberian
makanan menjadi masalah.
Bayi biasanya diletakkan di dalam incubator atau pemanas sehingga temperaturnya dapat
dipertahankan tanpa pakaian atau penutup yang dapat mengiritasi lesi yang rapuh.Apabila
digunakan penghangat overhead, balutan di atas defek perlu sering dilembabkan karena efek
pengering dari panas yang dipancarkan.
Sebelum pembedahan, kantung dipertahankan tetap lembap dengan meletakkan balutan
steril, lembab, dan tidak lengket di atas defek tersebut.Larutan pelembab yang dilakukan adalah
salin normal steril.Balutan diganti dengan sering (setiap 2 sampai 4 jam).Dan sakus tersebut
diamati dengan cermat terhadap kebocoran, abrasi, iritasi, atau tanda-tanda infeksi.Sakus tersebut
harus dibersihkan dengan sangat hati-hati jika kotor atau terkontaminasi.Kadang-kadang sakus
pecah selama pemindahan dan lubang pada sakus meningkatkan resiko infeksi pada sistem saraf
pusat.
Latihan rentang gerak ringan kadang-kadang dilakukan untuk mencegah kontraktur, dan
meregangkan kontraktur dilakukan, bila diindikasikan.Akan tetapi latihan ini dibatasi hanya pada
kaki, pergelangan kaki dan sendi lutut.Bila sendi panggul tidak stabil, peregangan terhadap fleksor
pinggul yang kaku atau otot-otot adductor, mempererat kecenderungan subluksasi.
Penurunan harga diri menjadi ciri khas pada anak dan remaja yang menderita keadaan ini.
Remaja merasa khawatir akan kemampuan seksualnya, penguasaan social, hubungan kelompok
remaja sebaya, dan kematangan serta daya tariknya. Beratnya ketidakmampuan tersebut lebih
berhubungan dengan persepsi diri terhadap kemampuannya dari pada ketidakmampuan yang
sebenarnya ada pada remaja itu.

E. Diagnosa
Pemeriksaan untuk menemukan adanya kelainan kongenital dapat dilakukan
padapemeriksaan janin intrauterin, dapat pula ditemukan pada saat bayi sudah lahir. Pemeriksaan
pada saat bayi dalam kandungan berdasarkan atas indikasi oleh karena ibu mempunyai faktor
resiko, misalnya: riwayat pernah melahirkan bayi dengan kelainan kongenital, riwayat adanya
kelainan-kongenital dalam keluarga, umur ibu hamil yang mendekati menopause.
Diagnosis spina bifida, termasuk meningokel ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang
disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindrom down, dan
kelainan bawaan lainnya.
Sebelum koreksi defek dengan pembedahan, penderita harus secara menyeluruh diperiksa
dengan menggunakan rontgenogram sederhana, ultrasonografi, dan tomografi komputasi (CT)
dengan metrizamid atau resonansi magnetik (MRI) untuk menentukan luasnya keterlibatan
jaringan saraf jika ada anomali yang terkait termasuk diastematomielia, medulla spinalis tertambat
dan lipoma (Behrman, dkk 2000)
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang untuk menentukan luas
dan lokasi kelainan, pemeriksaan USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada
korda spinalis maupun vertebra, serta pemeriksaan CT-scan atau MRI tulang belakang kadang-
kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan (Behrman, dkk 2000)

F. Pencegahan
Risiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat.
Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil,
karena kelainan ini terjadi sangat dini.
Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat
sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
G. Pengobatan
Tujuan dari pengobatan awal spina bifida, termasuk meningokel, adalah mengurangi
kerusakan saraf akibat spina bifina, meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi), serta membantu
keluarga dalam menghadapi kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang
terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan
bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi
otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya,
diberikan antibiotik. Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan
lembutdiatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan kateter.
Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi saluran
pencernaan.
Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur tangan
dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan
jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi. Kadang-kadang pembedahan shunting untuk
memperbaiki hidrosefalus akan menyebabkan berkurangnya mielomeningokel secara spontan.

H. Penatalaksanaan
1. Sebelum operasi, bayi dimasukkan ke dalam incubator dengan kondisi tanpa baju.
2. Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantongnya besar untuk mencegah infeksi.
3. Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah saraf, ahli ortopedi, dan ahli urologi,
terutama untuk tindakan pembedahan, dengan sebelumnya melakukan informed
consent dan informed choice pada keluarga (Dewi, 2010)

Anda mungkin juga menyukai