Anda di halaman 1dari 4

1.

Untuk mencapai pelayanan kedokteran yang efektif berdasarkan saling percaya dan
saling menghormati diperlukan komunikasi yang baik antara pasien dan dokter.
Komunikasi yang baik meliputi:
a) Mendengarkan keluhan, menggali informasi, dan menghormati pandangan serta
kepercayaan pasien yang berkaitan dengan keluhannya
b) Memberikan informasi yang diminta atau yang diperlukan tentang kondisi,
diagnosis, terapi dan prognosis pasien, serta rencana perawatannya dengan
menggunakan cara yang bijak dan bahasa yang dimengerti pasien. Termasuk
informasi tentang tujuan pengobatan, pilihan obat yang diberikan, cara pemberian
serta pengaturan dosis obat, dan kemungkinan efek samping obat yang mungkin
terjadi; dan
c) Memberikan informasi tentang pasien serta tindakan kedokteran yang dilakukan
kepada keluarganya, setelah mendapat persetujuan pasien.
Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya
a) untuk mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk
dokter, lebih memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih
efektif dan efisien bagi keduanya (Kurtz, 1998).
b) memberikan kenyamanan bagi dokter dan pasien
c) untuk memperoleh kepercayaan bagi pasien kepada dokter
d) mencegah terjadinya malpraktik.

(Sumber: Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang Baik di Indonesia, KKI 2006.


Hal 16.)

2. a) Hasil dari komunikasi efektif yang baik:


- melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi dokter dan pasien
- dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien dan keluarganya
- pasien dapat percaya penuh pada dokter. pasien merasa tenang dan aman
ditangani oleh dokter sehingga patuh menjalankan petunjuk dan nasihat
dokter karena yakin bahwa semua yang dilakukan adalah untuk kepentingan
dirinya.
- pasien merasa dokter menjelaskan keadaaannya sesuai tujuannya berobat.
- pasien memahami dampak yang menjadi konsekuensi dari penyakit yang
dideritanya (membatasi diri, biaya pengobatan) sesuai penjelasan dokter.
- pasien mau bekerjasama dengan dokter dalam menjalankan semua upaya
pengobatan atau perawatan kesehatannya.
b) Hasil dari komunikasi yang tidak efektif:
- pasien tidak mengetahui kondisi kesehatannya karena dokter tidak
menjelaskan.
- pasien merasa usahanya sia-sia karena sepulang dari dokter, pasien tetap tidak
tahu apa-apa tentang penyakitnya, hanya mendapatkan resep saja karena
dokter tidak memberinya kesempatan untuk bicara selama konsultasi.
- pasien akan merasa tidak dipahami dan diperlakukan semata sebagai objek.
bukan sebagai subjek yang sedang sakit.
- Pasien tidak memiliki kepercayaan pada dokter sehingga dia ragu untuk
mematuhi anjuran dokter dan memutuskan untuk pergi ke dokter lain atau
malah pergi ke pengobatan alternatif atau menyembuhkan diri sendiri (self
therapy).

(Sumber:Komunikasi Efektif Dokter-Pasien, KKI 2006. Hal 2.)

3. Langkah-langkah yang diperlukan agar tercapai komunikasi efektif dokter dan pasien:
SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition, Depkes RI, 1999).
S = Salam
A = Ajak Bicara
J = Jelaskan
I = Ingatkan

Salam:
Beri salam, sapa dia, tunjukkan bahwa Anda bersediameluangkan waktu untuk
berbicara dengannya.

Ajak Bicara:
Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri. Dorong agar pasien
mau dan dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya. Tunjukkan bahwa dokter
menghargai pendapatnya, dapat memahamikecemasannya, serta mengerti
perasaannya. Dokter dapat menggunakan pertanyaan terbuka maupun tertutup dalam
usaha menggali informasi.

Jelaskan:
Beri penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang ingin
diketahuinya, dan yang akan dijalani/dihadapinya agar ia tidak terjebak oleh
pikirannya sendiri. Luruskan persepsi yang keliru. Berikan penjelasan mengenai
penyakit, terapi, atau apapun secara jelas dan detil.

Ingatkan:
Percakapan yang dokter lakukan bersama pasien mungkin memasukkan berbagai
materi secara luas, yang tidak mudah diingatnya kembali. Di bagian akhir
percakapan, ingatkan dia untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk persepsi
yang keliru. Selalu melakukan klarifikasi apakah pasien telah mengerti benar,
maupun klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua belah pihak
serta mengulang kembali akan pesan-pesan kesehatan yang penting.

(Sumber:Komunikasi Efektif Dokter-Pasien, KKI 2006. Hal 15-16)

4. Yang dimaksud kesenjangan antara dokter-pasien adalah adanya perbedaan pengertian


yang disampaikan oleh dokter dan diterima oleh pasien. Salah satu hambatan yang
menyebabkan terjadinya kesenjangan dokter pasien antara lain adanya perbedaan sudut
pandang, pengetahuan atau pengalaman, perbedaan budaya, masalah bahasa dan lainnya.
Untuk mengatasi kesenjangan antara dokter pasien adalah dokter sebagai pengirim pesan
perlu memastikan apakah pesan telah diterima dengan baik oleh pasien atau belum.
Sementara pasien sebagai penerima pesan perlu berkonsentrasi agar pesan dapat diterima
dengan baik dan dapat memberikan umpan balik (feedback) kepada dokter. Umpan balik
ini penting sebagai proses klarifikasi untuk memastikan tidak terjadi salah interpretasi.
Dalam komunikasi dokter pasien, baik dokter maupun pasien dapat berperan sebagai
sumber atau pengirim pesan dan penerima pesan secara bergantian. Pasien sebagai
pengirim pesan, menyampaikan apa yang dirasakan atau menjawab pertanyaan dokter
sesuai pengetahuannya. Sedangkan dokter sebagai pengirim pesan berperan penting saat
menyampaikan penjelasan penyakit, rencana pengobatan dan terapi, efek samping obat
yang mungkin terjadi, serta dampak dari dilakukan atau tidak dilakukan terapi tertentu
dan dalam penyampaian ini dokter bertanggung jawab untuk memastikan apakah pasien
dapat memahami apa yang dokter sampaikan. Dokter juga berperan sebagai penerima
pesan yaitu dokter perlu berkonsentrasi setiap pernyataan pasien. Untuk memastikan apa
yang dimaksud pasien, dokter sesekali dapat mengajukan beberapa pertanyaan atau
pernyataan klarifikasi kepada pasien.
Untuk menghindari adanya kesenjangan informasi dan pengetahuan antara dokter pasien,
dokter perlu mengambil peran aktif. Ketika pasien dalam posisi sebagai penerima pesan,
dokter perlu secara proaktif memastikan apakah pasien benar-benar memahami pesan
yang telah disampaikannya.

(Sumber:Komunikasi Efektif Dokter-Pasien, KKI 2006. Hal 5-6.)

5. Sikap Profesional Dokter


Sikap profesional seorang dokter ditunjukkan ketikadokter berhadapan dengan
tugasnya (dealing with task), yang berarti mampu menyelesaikan tugastugasnya
sesuai peran dan fungsinya; mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan
waktu, pembagian tugas profesi dengan tugas-tugas pribadi yang lain (dealing with
one-self); dan mampu menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu
bekerja sama dengan profesi kesehatan yang lain (dealing with others). Di dalam
proses komunikasi dokter-pasien, sikap profesional ini penting untuk membangun
rasa nyaman, aman, dan percaya pada dokter, yang merupakan landasan bagi
berlangsungnya komunikasi secara efektif (Silverman, 1998). Sikap profesional ini
hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal konsultasi, selama proses konsultasi
berlangsung, dan di akhir konsultasi.
Sikap dokter ketika menerima pasien:
a) Menyilakan masuk dan mengucapkan salam.
b) Memanggil/menyapa pasien dengan namanya.
c) Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu,
menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak
lelah).
d) Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum,
spesialis, dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh
kembang, dan lain-lain).
e) Menilai suasana hati lawan bicara
f) Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimik, gerak/bahasa tubuh)
pasien
g) Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.
h) Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak
perlu.
i) Apabila pasien marah, menangis, takut, dan sebagainya maka dokter tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.
j) Melibatkan pasien dalam rencana tindakan medis selanjutnya atau
pengambilan keputusan.
k) Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak.
l) Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua
belah pihak.
m) Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.

(Sumber:Komunikasi Efektif Dokter-Pasien, KKI 2006. Hal 11)

Anda mungkin juga menyukai