Anda di halaman 1dari 10

A.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam laporan praktikum ini adalah :
Bagaimana pengaruh berbagai macam perlakuan (perendaman H2SO4, pengamplasan,
pencucian dengan air) terhadap pemecahan dormansi biji berkulit keras yakni biji
asam (Tamarindus indica L.).
B. Tujuan Percobaan
Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui pengaruh berbagai macam perlakuan
(perendaman H2SO4, pengamplasan, pencucian dengan air) terhadap kecepatan
pemecahan dormansi biji berkulit keras yakni biji asam (Tamarindus indica L.).
C. Hipotesis
H0 : Tidak ada pengaruh berbagai macam perlakuan (perendaman H2SO4,
pengamplasan, pencucian dengan air) terhadap pemecahan dormansi biji
berkulit keras yakni biji asam (Tamarindus indica L. ).
H1 : Ada pengaruh berbagai macam perlakuan (perendaman H2SO4, pengamplasan,
pencucian dengan air) terhadap pemecahan dormansi biji berkulit keras yakni
biji asam (Tamarindus indica L. ). Pada biji yang diamplas dan direndam H2SO4
akan lebih cepat mengalami pemecahan dormansi.
D. Kajian Pustaka
1. Asam (Tamarindus indica L. )
Asam jawa merupakan tanaman keras berumur panjang yang dapat mencapai
umur hingga 200 tahun. Akar pohon asam jawa yang dalam, juga membuat po-
hon ini sangat tahan terhadap badai, sehingga cocok dijadikan sebagai penahan
angin (wind breaker). Pohon asam jawa mulai berbuah pada umur 8 – 12 tahun
hingga berumur 200 tahun (Departemen Kehutanan, 2002). Asam jawa dapat
tumbuh baik di daerah semi kering dan iklim basah di kisaran tipe tanah yang luas
bersuhu sampai dengan 47°C dan dapat hidup di dataran rendah sampai dataran
menengah (1.000 mdpl-1.500 mdpl). Karakteristik pohon asam jawa adalah
pohonnya selalu hijau dengan tajuk lebat dan menyebar, memiliki batang berkayu.
Tipe daunnya majemuk dengan panjang mencapai 15 cm dan memiliki 8--18 anak
daun dengan panjang anak daun 1--3,5cm. Periode masa berbunga pohon asam
jawa biasanya terjadi pada musim semi dan panas serta masa berbuah selama
musim hujan. Bunga didominasi warna kuning dengan bercak merah muda, pada
tangkai bunga terdiri dari 5-10 bunga. Tipe buah asam jawa berbentuk polong,
agak melengkung dan membungkus biji. Setiap polong berisi 1-10 biji dan
dibungkus dengan daging buah yang lengket. Benih memiliki panjang hingga 18
mm, berbentuk bulat pipih berwarna coklat tua atau hitam berkilat dengan kulit
biji yang halus.Buah asam jawa dapat menghasilkan1.800-2.600 benih setiap 1 kg.
Klasifikasi pohon asam jawa menurut Soemardji (2007) adalah :
Rhegnum : Plantae
Sub Rhegnum : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Risidae
Ordo : Fabales
Famili : Caesalpiniaceae
Genus : Tamarindus
Spesies : Tamarindus indica L.
2. Dormansi
Benih dorman adalah benih yang sebenarnya hidup tetapi tidak mau
berkecambah meskipun diletakkan pada lingkungan yang memenuhi syarat untuk
berkecambah. Penyebab dormansi antara lain adalah impermeabilitas kulit biji
terhadap air atau gas -gas (sangat umum pada famili leguminosae), embrio
rudimenter, halangan perkembangan embrio oleh sebab-sebab mekanis dan
adanya bahan-bahan penghambat perkecambahan. Benih dorman dapat dirangsang
untuk berkecambah dengan perlakuan seperti: pemberian suhu rendah pada
keadaan lembab (stratifikasi), goncangan (impaction), atau direndam dalam
larutan asam sulfat (Sutopo.1997)
3. Mekanisme Pemecahan Dormansi Biji
Proses perkecambahan ini dapat terjadi jika kulit biji permeabel terhadap air
dan tersedia cukup air dengan tekanan osmosis tertentu. Akibat terjadinya proses
imbibisi, maka kulit biji akan menjadi lunak dan retak-retak. Bersamaan dengan
proses imbibisi akan terjadi peningkatan laju respirasi yang akan mengaktifkan
enzimenzim yang terdapat di dalamnya. Dalam aktivitas metabolisme, giberelin
yang dihasilkan oleh embrio ditranslokasikan ke lapisan aleuron sehingga
menghasilkan enzim amilase. Selanjutnya enzim tersebut masuk ke dalam
cadangan makanan dan mengkatalis proses perubahan cadangan makanan yang
berupa pati menjadi gula sehingga dapat menghasilkan energi yang berguna untuk
aktivitas sel dan pertumbuhan (Bewley, 1997). Proses perombakan cadangan
makanan (katabolisme) yang akan menghasilkan energi dan unsur hara akan
diikuti oleh pembentukan senyawa protein. Untuk pembentukan sel-sel baru pada
embrio akan diikuti proses diferensiasi sel-sel sehingga terbentuk plumula yang
merupakan bakal batang dan daun serta radikula yang merupakan bakal akar.
Kedua bagian ini akan bertambah besar sehingga akhirnya benih akan
berkecambah. Hormon giberelin ini berperan sebagai katalisator dalam perubahan
pati menjadi glukosa yang oleh benih digunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangan embrio menjadi kecambah (Pancaningtyas, 2014).
E. Variabel Penelitian
1. Variabel manipulasi : berbagai macam perlakuan biji yang diamplas,
direndam asam sulfat, dan dicuci air.
2. Variabel kontrol : jenis biji, jumlah biji, media tanam, volume
penyiraman air.
3. Variabel respon : kecepatan pemecahan dormansi biji

F. Definisi Operasional Variabel


1. Variabel manipulasi merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannnya atau timbulnya variabel respon. Variabel manipulasi
merupakan faktor-faktor yang nantinya akan diukur, dipilih, dan dimanipulasi
oleh peneliti untuk melihat hubungan diantara fenomena atau peristiwa yang
diteliti atau diamati. Pada praktikum pemecahan dormansi biji Asam (Tamarindus
indica L.) variabel yang dimanipulasi adalah beberapa perlakuan yakni biji dengan
perlakuan diamplas, biji dengan perlakuan direndam dengan asam sulfat, dan biji
dengan perlakuan hanya dicuci dengan air.
2. Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga
hubungan variabel manipulasi terhadap variabel respon tidak dipengaruhi oleh
faktor luar yang tidak diteliti. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi
suatu hasil eksperimen, sedangkan dalam eksperimen yang kita inginkan adalah
variabel manipulasi (beberapa perlakuan pada biji) adalah variabel yang
berpengaruh terhadap variabel respon. Oleh karena itu variabel kontrol digunakan
untuk mencegah faktor lain mempengaruhi variabel respon, sehingga hanya
variabel manipulasi yang mempengaruhi variabel respon. Variabel kontrol yang
kami gunakan pada praktikum ini antara lain jenis biji yang digunakan adalah biji
asam (Tamarindus indica L.), jumlah biji tiap perlakuan adalah 10 biji, media
tanam yang digunakan adalah tanah dan pasir dengan perbandingan 1:1, dan
volume penyiraman air.
3. Variabel respon merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat
karena adanya varibel manipulasi. Variabel respon pada praktikum ini adalah
perkecambahan biji, pada perlakuan manakah yang pemecahan dormansi yang
tercepat.

G. Alat dan Bahan


Alat
1. Gelas kimia 1 buah
2. Pot 3 buah
Bahan
1. Biji asam 30 biji
2. Asam sulfat pekat 20 ml
3. Kertas amplas 1 buah
4. Air secukupnya
5. Media tanam tanah dan pasir perbandingan 1:1
H. Rancangan Percobaan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2. Menyediakan 30 biji Asam , untuk setiap perlakuan 10 biji.
3. Mengamplas 10 biji asam untuk menghilangkan bagian yang tidak ada
lembaganya kemudian mencuci dengan air.
4. Merendam 10 biji asam dalam asam sulfat pekat selama 5 menit, kemudian
mencuci biji tersebut dengan air.
5. Mencuci 10 biji dengan air.
6. Menanam ketiga perlakuan biji tersebut pada pot dengan media tanam tanah dan
pasir dengan perbandingan 1:1
7. Mengamati perkecambahan biji asam pada ketiga pot tersebut setiap hari selama
14 hari.
8. Membuat tabel pengamatan kecepatan perkecambahan dari hasil pengamatan.
I. Langkah Kerja

30 biji asam

10 biji di rendam 10 biji di amplas 10 biji di cuci


H2SO4 5 menit dengan air

- dicuci dengan air - dicuci dengan air

- ditanam di pot dengan media tanam dengan


pasir dan tanah perbandingan 1:1
- diamati perkecambahan biji asam pada
ketiga pot selama 14 hari

Hasil
pengamatan

J. Rancangan Tabel Pengamatan


Berikut ini adalah tabel pengamatan kecepatan pemecahan dormansi biji asam dengan
3 perlakuan berbeda.
Tabel 1. Kecepatan perkecambahan pemecahan dormansi biji asam dengan 3
perlakuan berbeda.

Perlakuan Jumlah Biji Yang Tumbuh Jumlah Prosentase

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Biji

H2SO4 0 0 1 2 2 2 2 3 3 3 4 4 4 4 4 4 x 100%
10
= 40 %
Amplas 0 0 0 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 x 100%
10
= 30 %
Normal 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 x 100%
10
(Dicuci
= 20 %
dengan
air)
Gambar 1. Kecepatan perkecambahan pemecahan dormansi biji asam dengan 3
perlakuan berbeda.

Pengaruh Perlakuan terhadap Kecepatan Pemecahan


Dormansi Biji Asam (Tamarindus indica L.)
4.5
4
Jumlah Biji Berkecambah

3.5
3
2.5
2
Pemecahan Dormansi Biji
1.5
1
0.5
0
H2SO4 Amplas aquades
Perlakuan

K. Rencana Analasis Data


Berdasarkan data hasil pengamatan dan histogram diatas maka dapat diketahui
bahwa biji asam yang direndam dengan H2SO4 selama 5 menit setelah 14 hari, 4 biji
yang tumbuh (pemecahan dormansi). Pada biji asam yang diamplas, setelah 4 hari 2
biji yang berhasil tumbuh, dan pada biji yang dicuci air biasa, setelah 4 hari hanya 2
yang dapat tumbuh.
Pada biji asam yang direndam dengan H2SO4 selama 5 menit, pemecahan
dormansi terjadi pada hari ketiga, biji asam yang diamplas mengalami pemecahan
dormansi biji pada hari 4, dan pada biji yang dicuci air biasa (normal) mengalami
pemecahan dormansi biji pada hari ketujuh.
Sehingga biji asam yang mengalami pemecahan dormansi paling cepat dan
yang paling banyak biji berhasil tumbuh terjadi pada biji asam yang direndam dengan
H2SO4 selama 5 menit.
L. Hasil Analisis Data
Dari hasil analisis diatas dapat diketahui bahwa banyak faktor yang
mempengaruhi dormansi pada biji asam salah satunya karena kulit biji yang tebal dan
keras. Kulit benih yang tebal dan keras pada umumnya menghambat perkecambahan
walaupun disemaikan pada kondisi perkecambahan yang optimum. Benih yang
demikian digolongkan sebagai benih yang memiliki sifat dorman. Dormansi bisa
disebabkan karena sifat fisik kulit benih, keadaan fisiologis dari embrio, atau interaksi
dari keduanya (Sadjad, 1980).
Penyebab dormansi yang sangat meluas adalah karena pada beberapa jenis
tanaman benih memiliki organ tambahan berupa struktur penutup benih yang keras.
Kulit demikian ini ditemui pada banyak jenis dari beberapa famili. Kulit benih yang
keras ini biasanya menyebabkan dormansi melalui satu dari tiga cara, adalah kulit
yang keras mungkin menyebabkan impermeabel terhadap air, gas atau mungkin
secara mekanik menekan perkembangan embrio. Impermeabilitas air dan gas karena
struktur kulit yang keras banyak terjadi pada jenis-jenis dari keluarga Leguminosae
dan Caesalpineaceae. Kulit benih ini tahan terhadap gesekan dan kadang terlindungi
oleh lapisan seperti lilin. Kulit benih yang keras ini sebenarnya secara alamiah
berfungsi untuk mencegah kerusakan benih dari serangan jamur atau serangga
predator (Leadem 1997).
Proses pemecahan dormansi biji menjadi kecambah yaitu absorbs air yakni
proses ambibisi yang menyebabkan pembengkaknya biji dan menyebabkan biji pecah
atau kulitnya merekah. Proses ambibisi mengaktifkan enzim dan meningkatkan
kecepatan respirasi yang membutuhkan oksigen dan asimilasi yang ditandai dengan
penggunaan cadangan makanan dan translokasi ke area pertumbuhan, dan pembesaran
dan pembelahan sel yang memunculkan akar dan plumula. Pada prinsipnya terdapat
dua metode pematahan dormansi berdasarkan sifat dormansinya, yaitu sifat dormansi
eksogenus dan dormansi endogenus. Dormansi eksogenus terjadi karena kurang
tersedianya komponen penting dalam perkecambahan, biasanya dilakukan dengan
skarifikasi mekanik seperti pengamplasan, pengikiran, pemotongan, peretakkan,
penusukan bagian tertentu pada benih agar memudahkan difusi air, perendaman
dengan air dan skarifikasi kimiawi untuk melunakkan kulit benih. Dormansi
endogenus yang disebabkan oleh sifat-sifat tertentu pada benih, dilakukan dengan
pemberian penggunaan hormon seperti GA3, KNO3, dan beberapa jenis hormon
lainnya sebagai perangsang perkecambahan (Muharni 2002).
Menurut Yuniarti (2015) Perendaman dalam zat kimia dimaksudkan untuk
melunakkan kulit benih atau untuk melarutkan zat penghambat pertumbuhan. Zat
kimia yang biasa dilakukan adalah menggunakan asam sulfat. Sedang zat kimia yang
berupa hormon, misalnya hormon gibberelin dapat digunakan untuk mematahkan
dormansi embrio. Perendaman benih di dalam zat kimia harus selalu diikuti dengan
pencucian benih dengan menggunakan air mengalir selama 5-10 menit. Dengan
pencucian ini selain sisa-sisa zat kimia yang digunakan, zat penghambat pertumbuhan
yang mungkin ada akan ikut terbuang.
Menurut Sutopo (1993) bahwa perlakuan dengan menggunakan bahan kimia
sering digunakan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuannya adalah
menjadikan kulit benih menjadi lebih mudah untuk dimasuki air pada proses imbibisi.
Perlakuan kimia (biasanya asam sulfat) yang digunakan dapat membebaskan koloid
hidrofil sehingga tekanan imbibisi meningkat dan akan meningkatkan metabolisme
benih. Perlakuan kimia seperti H2SO4 pada prinsipnya adalah membuang lapisan lilin
pada kulit benih yang keras dan tebal sehingga benih kehilangan lapisan yang
permeabel terhadap gas dan air sehingga metabolisme dapat berjalan dengan baik.
Skarifikasi adalah suatu perlakuan yang ditujukan untuk mengurangi
ketebalan, memecahkan atau menghilangkan kulit benih yang keras. Contoh
skarifikasi yaitu pengikiran, pengamplasan dan peretakan. Skarifikasi dilakukan
apabila dormansi disebabkan karena tidak adanya penyerapan air dan gas oleh benih
(biasanya karena kulit benih yang keras). Perlakuan skarifikasi dapat merusak benih,
sehingga pekerjaan ini harus dilakukan dengan hati-hati. (Yuniarti, 2015)
Imbibisi air dapat meningkatkan aktivitas hormon giberelin dimana hormone
giberelin berfungsi untuk meningkatkan aktifitas enzim hidrolase salah satunya enzim
amilase yang merombak amilum menjadi glukosa yang diperlukan untuk respirasi
(Sipayung, 2010).
Pada praktikum yang telah dilakukan, perendaman biji dengan H2SO4
menyebabkan terkelupasnya kulit luar dari biji sehingga proses imbibisi air yang
merupakan proses pemecahan dormansi biji semakin cepat dibandingkan dengan
perlakuan biji diamplas maupun dicuci dengan air saja. Perendaman biji dengan
H2SO4 dan perlakuan mengamplas biji sama-sama upaya dalam mempercepat
pemecahan dormansi biji dengan menghilangkan lapisan kulit biji, namun pada
pengamplasan biji tidak semua bagian ikut teramplas karena struktur biji yang keras,
sehingga imbibisi air lebih kurang dari biji yang direndam dengan H2SO4. Hormone
yang berperan dalam proses pemecahan dormansi biji adalah hormone gibrelin yang
diaktifkan ketika imbibisi air kemudian bertugas untuk meningkatkan aktifitas enzim
hidrolase salah satunya enzim amilase yang merombak amilum menjadi glukosa yang
diperlukan untuk respirasi.
M. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum berbagai perlakuan (perendaman H2SO4,
pengamplasan, pencucian dengan air) terhadap kecepatan pemecahan dormansi biji
asam (Tamarindus indica L.) dapat disimpulkan bahwa :
1. Dari berbagai macam perlakuan biji yakni perendaman H2SO4, pengamplasan,
pencucian dengan air mempengaruhi kecepatan pemecahan dormansi biji asam
(Tamarindus indica L.) .
2. Biji yang direndam dengan H2SO4 menunjukkan kecepatan pemecahan dormansi
yang paling cepat yaknin hari ke-3 dengan jumlah total biji yang tumbuh sampai
hari ke-14 yakni 4 biji.

N. Daftar Pustaka
Bewley, J.D. (1997). Seed germination and dormancy. The Plant Cell, 9, 1055–1066.
Departemen Kehutanan. 2002. Informasi singkat benih Tamarindus indica L. Artikel.
Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. Bandung. No.21.
Muharni S. 2002. Pengaruh metode pengeringan dan perlakuan pematahan dormansi
terhadap viabilitas benih kayu afrika (Maesopsis emenii Engl.) [Skripsi].
Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Pancaningtyas, Sulistyani, Teguh Iman Santoso, Sudarsianto. 2014. Studi
Perkecambahan Benih Kakao Melalui Metode Perendaman. PELITA
PERKEBUNAN. Volume 30, Number 3.
Sadjad, S. 1980. Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di Indonesia.
Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi. Dirjen Kehutanan dan Lembaga Afiliasi
IPB. Departemen Pertanian, Bogor.
Soemardji, A. A., 2007, Tamarindus indica L. Or ”Asam Jawa”: The Sour but Sweet
and Useful, University of Toyama, Jepang.
Sutopo, L. (2002). Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sutopo L. 1993. Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya, Malang.
Yuniarti, Naning dan Dharmawati F. 2015. Djama Teknik pematahan dormansi untuk
mempercepat perkecambahan benih kourbaril (Hymenaea courbaril). PROS
SEM NAS MASY BIODIV INDON 1 (6): 1433-1437.
LAMPIRAN
Dokumentasi Kegiatan Praktikum

Gambar 2. Pengamplasan biji asam


Gambar 1. Biji asam (Tamarindus indica L.)
(Tamarindus indica L.)

Gambar 3. Perendaman biji asam Gambar 4. Menanam ketiga perlakuan biji


(Tamarindus indica L.) di dalam H2SO4 asam pada pot dengan media tanam tanah dan
selama 5 menit. pasir dengan perbandingan 1:1

Gambar 5. Pengamatan biji asam setelah 14


hari.

Anda mungkin juga menyukai