Anda di halaman 1dari 99

RESPON MORFOLOGI TUMBUHAN

BELUNTAS TERHADAP KONDISI


TERNAUNG, TERDEDAH DAN
DIANTARA
Agustus 23, 2013 tabianaya Tinggalkan komentar

1. A. Latar Belakang

Tumbuhan hampir semuanya bersifat menetap, krenanya tidak bisa menghindari tekanan dari
lingkungan, kecuali melaksanakan perubahan-perubahan dalam siklus hidupnya. Secara
umum tumbuhan dibedakan menjadi tumbuhan serofita, mesofita dan hidrofita. Masing-
masing tumbuhan ini memiliki ciri khas yang membedakan antara tipe tumbuhan satu dengan
yang lain. Ciri khas yang dimiliki oleh masing-masing tumbuhan diyakini sebagai adaptasi
terhadap lingkungan yang khusus itu. Diantara adaptasi yang memungkinkan tumbuhan dapat
hidup di darat adalah kemampuannya untuk mengabsorpsi air dan mineral dari dalam tanah,
menyerap cahaya matahari dan mengambil CO2 dari udara untuk fotosintesis serta
kemampuannya untuk hidup dalam kondisi yang kering. Akar dan tajuk saling bergantung
satu sama lainnya, akar tidak mampu hidup tanpa tajuk, demikian sebaliknya.

Respon tersebut akan mengakibatkan adanya sifat-sifat khas baik secara morfologi maupun
fisiologi dari suatu tumbuhan. Respon tumbuhan tersebut ditunjukkan dengan adanya
plastisitas dan adaptasi. Adanya plastisitas dan adaptasi dari suatu tumbuhan sangat
dipengaruhi oleh faktor fisik lingkungan baik faktor edafik maupun faktor klimatorik. Faktor
edafik meliputi suhu tanah, kelembaban tanah, pH tanah dan warna tanah. Sedangkan faktor
klimakterik meliputi suhu udara, kelembaban relatif udara dan intensitas cahaya. Apabila
kondisi kembali ke keadaan semula maka bentuk organ inipun berubah lagi sesuai bentuk
normalnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian observasi dengan judul
“Respon Morfologi dan Fisiologi Tumbuhan Terhadap Kondisi Ternaung, Terdedah dan
Diantara” untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan mempengaruhi sifat khas pada
tumbuhan mengkudu, untuk mengetahui bentuk respon morfologi dan fisiologi tumbuhan
mengkudu pada daerah ternaung, terdedah dan diantara keduanya, dan organ apakah yang
mampu berplastisitas dan beradaptasi dari suatu jenis tumbuhan mengkudu pada daerah
ternaung, terdedah dan diantara keduanya, sehingga diharapkan dapat mengetahui konsep
plastisitas dan adaptasi dari suatu tumbuhan.

1. B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari latar belakang di atas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana bentuk respon morfologi dan fisiologi tumbuhan beluntas pada daerah
ternaung, terdedah dan diantara?
2. Bagaimana faktor-faktor lingkungan mempengaruhi sifat khas pada tumbuhan
tanaman beluntas?
3.
4. C. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memahami konsep plastisitas dan adaptasi


2. Dapat menentukan organ yang mampu berplastisitas dan beradaptasi dari suatu jenis
tumbuhan
3. Mendeskripsikan berbagai bentuk respon morfologi tumbuhan pada daerah ternaung,
terdedah dan diantara
4. Menjelaskan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi sifat-sifat khas pada
tumbuhan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tubuh tumbuhan terdiri dari akar dan tajuk (batang). Diantara adaptasi yang memungkinkan
tumbuhan dapat hidup di darat adalah kemampuannya untuk mengabsorpsi air dan mineral
dari dalam tanah, menyerap cahaya matahari dan mengambil CO2 dari udara untuk
fotosintesis serta kemampuannya untuk hidup dalam kondisi yang kering. Akar dan tajuk
saling bergantung satu sama lainnya, akar tidak mampu hidup tanpa tajuk, demikian
sebaliknya. Karena tidak memiliki kloroplas dan hidup di tempat yang gelap menyebabkan
akar tidak dapat tumbuh tanpa gula dan nutrisi organik lainnya yang diangkut dari daun yang
merupakan bagian dari sistem tajuk. Sebaliknya batang dan daun bergantung pada air dan
mineral yang diserap oleh akar. Akar tumbuhan berfungsi sebagai penopang berdirinya
tumbuhan (jangkar), pengabsopsi air dan mineral, serta tempat penyimpanan cadangan
makanan. Tajuk terdiri dari batang, daun dan bunga (bunga merupakan adaptasi untuk
reproduksi tumbuhan Angiospermae). Batang adalah bagian tumbuhan yang terletak di atas
tanah, mendukung daun-daun dan bunga. Pada pohon, batang -batang meliputi batang pokok
dan semua cabang-cabang, termasuk ranting -ranting yang kecil. Batang mempunyai buku
sebagai tempat melekatnya daun, juga mempunyai ruas yakni jarak diantara dua buku. Daun
merupakan tempat utama berlangsunya fotosintesis, kendati ada beberapa spesies tumbuhan
yang batangnya dapat melakukan fotosintesis karena memiliki kloroplas. Daun terdiri dari
helaian daun yang melebar (lamina) dan tangkai daun (petiolus) yang menghubungkan daun
dengan batang . Pada ujung batang terdapat tunas yang belum berkembang yang disebut tunas
ujung. Selain itu dijumpai juga tunas aksilar/tunas lateral/tunas samping yang terdapat di
ketiak daun, tunas ini biasanya dorman.

Tumbuhan membedakan antara penghindaran dan toleransi (ketahanan) terhadap suatu faktor
pencekam tertentu. Pada penghindaran, organisme memberikan tanggapan dengan
memperlemah akibat faktor pencekam (tumbuhan di gurun menghindari tanah kering dengan
memanjangkan akarnya tumbuh ke dalam sampai mencapai air tanah). Sebaliknya, jika
tumbuhan mengembangkan toleransi maka tumbuhan itu memang toleran atau tahan terhadap
lingkungan yang tidak menguntungkan. Ketika tumbuhan mulai mendapat faktor cekaman,
terjadi reaksi tanda bahaya, saat fungsi yang berkepentingan menyimpang dari biasanya.
Kemudian fase berlangsung tahap resistensi (atau fase pemulihan), saat organisme
beradaptasi pada faktor cekaman dan fungsi sering kembali menuju keadaan normal (tapi
mungkin tidak benar-benar mencapainya). Akhirnya jika faktor cekaman meningkat atau
terus menerus berlangsung dalam waktu lama, mungkin tercapai fase kelelahan, saat fungsi
menyimpang dari normal dan mengakibatkan kematian

1. A. Faktor Lingkungan Yang Memengaruhi Tanaman


1. 1. Suhu

Tinggi rendah suhu menjadi salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan, perkembangan,
reproduksi dan juga kelangsungan hidup dari suatu tumbuhan. Suhu yang baik bagi tumbuhan
adalah antara 22oC sampai dengan 37oC. Temperatur yang lebih atau kurang dari batas
normal tersebut dapat mengakibatkan pertumbuhan yang lambat atau berhenti.

1. 2. Kelembaban

Kadar air dalam udara maupun dalam tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan serta
perkembangan tumbuhan. Tempat yang lembab menguntungkan bagi tumbuhan di mana
tumbuhan dapat mendapatkan air lebih mudah serta berkurangnya penguapan yang akan
berdampak pada pembentukan sel yang lebih cepat.

1. 3. Cahaya

Sinar matahari sangat dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat melakukan fotosintesis
(khususnya tumbuhan hijau). Jika suatu tumbuhan kekurangan cahaya matahari, maka
tumbuhan itu bisa tampak pucat dan warna tanaman itu kekuning-kuningan (etiolasi). Pada
kecambah, sinar mentari justru dapat menghambat proses pertumbuhan.
1. 4. Tanah

Tekstur dan komposisi kimia tanah merupakan faktor utama yang menentukan jenis
tumbuhan apa yang dapat tumbuh dengan baik pada suatu lokasi tertentu, apakah itu suatu
ekosistem alam ataupun daerah pertanian. Tumbuhan yang tumbuh secara alamiah pada jenis
tanah tertentu dapat beradaptasi terhadap kandungan mineral dan tekstur tanah tersebut dan
mampu menyerap air dan mengekstraksi nutrien esensial dari tanah tersebut.

1. 5. Air

Peran air yang sangat penting tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa langsung atau tidak
langsung kekurangan air pada tumbuhan akan mempengaruhi semua proses metaboliknya
sehingga dapat menurunkan pertumbuhan tumbuhan. Kekurangan air atau kekeringan
menyebabkan stomata menutup, menghambat penyerapan karbon dioksida sehingga
mengurangi laju fotosintesis. Apabila laju fotosintesis berkurang maka pertumbuhan dan
perkembangan akan terhambat. Pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman sangat
ditentukan oleh ada tidaknya air. Pertumbuhan dan perkembangan akan optimal apabila air
untuk keperluan fotosintesis tersedia.

1. B. Respon Tumbuhan Terhadap Cekaman Lingkungan


1. 1. Respon Terhadap Kekurangan Air

Tumbuhan merespon kekurangan air dengan mengurangi laju transpirasi untuk penghematan
air. Terjadinya kekurangan air pada daun akan menyebabkan sel-sel penjaga kehilangan
turgornya, suatu mekanisme kontrol tunggal yang memperlambat transpirasi dengan cara
menutup stoma. Kekurangan air juga merangsang peningkatan sintesis dan pembebasan asam
absisat dari sel-sel mesofil daun. Daun juga berespon terhadap kekurangan air dengan cara
lain. Karena pembesaran sel adalah suatu proses yang bergantung pada turgor, maka
kekurangan air akan menghambat (pembesaran) daun muda. Respons ini meminimumkan
kehilangan air melalui transpirasi dengan cara memperlambat peningkatan luas permukaan
daun. Ketika daun dari kebanyakan rumput dan tumbuhan lain layu akibat kekurangan air,
mereka akan menggulung menjadi suatu bentuk yang dapat mengurangi transpirasi dengan
cara memaparkan sedikit saja permukaan daun ke matahari. Semua respons daun ini selain
membantu tumbuhan untuk menghemat air, juga mengurangi fotosintesis.

Pertumbuhan akar juga memberikan respons terhadap kekurangan air. Selama musim
kemarau, tanah umumnya mengering dari permukaan hingga bawahnya. Keadaan ini
menghambat pertumbuhan akar dangkal, karena sel-selnya tidak dapat mempertahankan
turgor yang diperlukan untuk pemanjangan. Akar yang lebih dalam yang dikelilingi oleh
tanah yang masih lembab terus tumbuh. Dengan demikian, sistem akar memperbanyak diri
dengan cara memaksimumkan pemaparan terhadap air tanah.

Respon tumbuhan yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat


seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan tumbuhan, volume sel menjadi
lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya rambut pada daun,
peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan
metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon, serta
perubahan ekspresi gen

1. 2. Respon Terhadap Cekaman panas

Salah satu fungsi transpirasi adalah pendinginan melalui penguapan. Pada hari yang panas
dan kering juga cenderung menyebabkan kekurangan air pada banyak tumbuhan, penutupan
stomata sebagai respon terhadap cekaman panas ini akan menghemat air, namun
mengorbankan pedinginan melalui penguapan tersebut. Dilema ini merupakan salah satu
bahwa hari-hari yang sangat panas dan kering akan menyebabkan sebagian tumbuhan mati.

Sebagian besar tumbuhan memilki suatu respons cadangan yang memungkinkan mereka
untuk bertahan hidup dalam cekaman panas. Di atas suatu temperatur tertentu sekitar 40oC
pada sebagian besar tumbuhan yang menempati daerah empat musim sel-sel tumbuhan mulai
mensintesis suatu protein khusus dalam jumlah yang cukup banyak yang disebut protein
kejut-panas (heat-shock protein). Para peneliti juga telah menemukan respons ini padahewan
dan mikroorganisme yang didedahkan pada cekaman panas. Beberapa diantara protein kejut-
panas itu identik dengan protein chaporone (pengantar), yang berfungsi pada sel-sel yang
tidak tercekam sebagai penopang sementara yang membantu protein lain melipat membentuk
konformasi fungsionalnya. Protein kejut-panas kemungkinan mengapit enzim serta protein
lain dan membantu mencegah denaturasi.

1. 3. Respon Terhadap Kekurangan Oksigen

Tumbuhan yang disiram terlalu banyak air bisa mengalami kekurangan oksigen karena tanah
kehabisan ruangan udara yang menyediakan oksigen untuk respirasi seluler akar. Beberapa
tumbuhan secara struktural diadaptasikan ke habitat yang sangat basah. Sebagai contoh, akar
pohon bakau yang terendam air, yang hidup di rawa pesisir pantai, adalah sinambung dengan
akar udara yang menyediakan akses ke oksigen.

1. 4. Respon Terhadap Cekaman Garam

Kelebihan natrium klorida atau garam-garam lain dalam tanah dapat mengancam tumbuhan
karena dua alasan. Pertama, dengan cara menurunkan potensial air larutan tanah, garam dapat
meyebabkan kekurangan air pada tumbuhan meskipun tanah tersebut mengadung banyak
sekali air. Hal ini karena dalam lingkungan dengan potensial air yang lebih negatif
dibandingkan dengan potensial air jaringan akar, akar akan kehilangan air bukan
menyrapnya. Kedua, pada tanah bergaram, natrium dan ion-ion tertentu lainya dapat menjadi
racun bagi tumbuhan jika konsentrasinya relatif tinggi. Membran sel akar yang selektif
permeabel akan menghambat pengambilan sebagian besar ion yang berbahaya, akan tetapi
hal ini hanya akan memperburuk pengambilan air dari tanah yang kaya akan zat terlarut.
Banyak tumbuhan dapat berespon terhadap salinitas tanah yang memadai dengan cara
menghasilkan zat terlarut kompatibel, yaitu senyawa organik yang menjaga potensial air lebih
negatif dibandingkan dengan potensial air larutan tanah, tanpa menerima garam dalam jumlah
yang dapat menjadi racun. Namun demikian, sebagian besar tumbuhan tidak dapat bertahan
hidup menghadapi cekaman garam dalam jangka waktu yang lama. Pengecualian pada
halofit, yaitu tumbuhan yang toleran terhadap garam, dengan adaptasi khusus seperti kelenjat
garam, yang memompa garam keluar dari tubuh melalui epidermis daun.
1. 5. Respon Terhadap Cekaman Dingin

Satu permasalahan yang dihadapi tumbuhan ketika temperatur lingkungan (suhu udara) turun
adalah perubahan ketidakstabilan membran selnya. Ketikan membran itu didinginkan di
bawah suatu titik kritis, membran akan kehilangan kecairanya karena lipid menjadi terkunci
dalam struktur kristal. Keadaan ini mengubah transport zat terlarut melewati membran, juga
mempengaruhi fungsi protein membran. Tumbuhan merespon terhadapcekaman dingin
dengan cara mengubah komposisi lipid membrannya. Contohnya adalah meningkatnya
proporsi suatu asam lemak tak jenuh, yang memiliki sturktur yang mampu menjaga membran
tetap cair pada suhu lebih rendah dengan cara menghambat pembentukan kristal. Modifikasi
molekuler seperti itu pada membran menbutuhkan waktu beberapa jam hingga beberapa hari,
yang menjadi satu alasan bahwa pendinginan secara mendadak umumnya lebih mencekam
bagi suatu tumbuhan dibandingkan dengan penurunan suhu udara secara perlahan-lahan
sehingga tumbuhan tersebut kemungkinan dapat bertahan hidup dan beradaptasi terhadap
cekaman dingin.

1. C. Plastisitas dan adaptasi tumbuhan

Palastisitas adalah reaksi tumbuhan terhadap perubahan lingkungan sering disertai dengan
modifikasi berbagai organnya, sehingga toleransi terhadap faktor lingkungan tersebut
menjadi luas. Perubahan atau modifikasi ini menunjukan adanya plastisitas dari organ
tersebut. Apabila kondisi keadaan semula maka bentuk organ inipun berubah lagi sesuai
dengan bentuk normalnya.

Menurut Yuliani dan Raharjo (2009), plastisitas merupakan reaksi tumbuhan terhadap
perubahan lingkungan yang sering disertai dengan modifikasi berbagai organnya, sehinga
toleransi terhadap faktor lingkungan menjadi luas. Perubahan atau modifikasi ini
menunjukkan adanya plastisitas dari organ tersebut. Apabila kondisi kembali ke keadaan
semula maka bentuk organ inipun berubah lagi sesuai dengan bentuk normalnya. Apabila
perubahan morfologi dan/atau fisiologi tumbuhan sifatnya terus menerus, sebagai akibatnya
adanya perubahan struktur gen maka perubahan ini merupakan perubahan adaptasi tumbuhan.
Sifatnya akan tetap meskipun berada dalam kondisi lingkungan apapun. Salah satu contoh
adaptasi adalah penyesuaian tumbuhan terhadap kondisi air, sehingga dikenal adanya
kelompok tumbuhan hidofita, mesofita dan serofita.

Adaptasi adalah setiap sifat atau bagian yang dimiliki oleh organisme yang berguna bagi
kelanjutan hidupnya pada keadaan sekeliling habitatnya. Sifat-sifat tersebut memungkinkan
tumbuhan mampu menggunakan lebih baik unsur-unsur yang tersedia (hara, air, suhu, cahaya
juga sifat resistensi terhadap pengganggu/penyakit atau hama). Tumbuhan dapat mempunyai
adaptasi morfologis seperti kekuatan batang atau bentuk tumbuhan dan adaptasi fisiologis
yang menghasilkan ketahanan parasit, kemampuan yang lebih besar dalam mengambil unsur-
unsur hara atau tahan terhadap kekeringan. Sebetulnya perbedaan yang jelas tidak ada karena
keduanya sama-sama menggambarkan proses fisiologis. Jadi adaptasi dapat dinyatakan
sebagai kemampuan individu untuk mengatasi keadaan lingkunggan dan menggunakan
sumber-sumber alam lebih baik untuk mempertahankan hidupnya dalam relung (nisia, niche)
yang diduduki. Keadaan lingkungan disini berarti keadaan yang terus menerus berubah
selama pertumbuhan tumbuhan berlangsung. Hal ini berarti setiap tumbuhan mempunyai
adaptasi untuk hidup pada berbagai macam keadaan lingkungan. Dengan demikian berarti
tumbuahan merupakan hasil keturunan biologi dalam lingkungannya (fp.uns.ac.id, 2000).

Banyaknya sekali sifat-sifat yang membantu tumbuhan untuk meniadakan pengaruh keadaan
yang tidak menguntungkan dan sebagai akibatnya memperluas jangkauan kisaran tempat
hidupnya (Lubis, 2000).

1. D. Adaptasi pada tumbuhan


1. Adaptasi morfologi

Sebagai contoh dapat dilihat pada tumbuhan gurun atau setengah gurun yang mempunyai
bentuk perakaran yang dalam yang memungkinkan pengambilan cadangan air di bawah
tanah, dan pada rumput-rumput yang terancam kematian di daerah-daerah setengah kering,
yang membantu menahan air bila ada dari sumber-sumber dalam udara (misalnya embun).
Sifat morfologis lain yang dianggap menyokong kemampuan hidup tumbuhan di iklim
kering, yaitu : rambut daun, berputarnya daun, penyimpangan air dalam bulb, umbi dan akar.

1. Adaptasi anatomi

Sebagai contoh suatu tanaman rumput yang memiliki anatomi daun yang spesifik, dapat
mengikat CO2. Stomata tanaman CAM menutup di siang hari untuk mengurangi kehilangan
air akibat transparasi.

BAB III

METODE PENELITIAN
1. A. Jenis penelitian

Penelitian ini tergolong observasi, karena dilakukan pengamatan untuk menjawab rumusan
masalah, dan tidak terdapat variabel-variabel dalam penelitian yang dilakukan.

1. B. Alat dan Bahan


1. 1. Alat

Termometer tanah 1 buah

Soil tester 1 buah

Timbangan 1 buah

Lux meter 1 buah

Higrometer 1 buah

Penggaris 1 buah

Meteran 1 buah

Kantung plastik 3 buah

Alu dan mortar 1 buah

Kertas milimeter 6 buah

1. 2. Bahan

Daun Mengkudu 18 helai

Alkohol 95% 150 ml

Kertas saring 3 buah


1. C. Langkah Kerja
1. Memilih suatu tempat yang memperlihatkan adanya perubahan lingkungan
secara teratur, yaitu berdasarkan keadaan penyinaran. Kemudian menentukan
tiga tempat, yaitu : di tempat terbuka (terdedah), di bawah pohon (ternaung),
dan diantara kedua tempat tersebut.
2. Memperhatikan dan mencari beberapa jenis tumbuhan yang hidup di ketiga
tempat tersebut, dan memilih tumbuhan perdu yaitu tanaman mengkudu untuk
dianalisis.
3. Melakukan pengukuran faktor-faktor fisik di ketiga tempat tersebut. Faktor
klimatorik yang diukur adalah suhu udara, kelembaban relatif udara dan
intensitas cahaya. Sedangkan faktor edafik yang diukur meliputi suhu tanah,
kelembaban tanah, pH tanah dan warna tanah.
4. Untuk setiap jenis tumbuhan (tanaman mengkudu), melakukan pengukuran
terhadap :

1) Diameter batang

2) Panjang dan lebar daun

3) Luas daun

4) Panjang internodus

5) Panjang pteolus

1. Membandingkan hasil pengukuran pada setiap tanaman mengkudu di tempat yang


berbeda.
2. Melakukan pengukuran pada respon fisiologis yaitu menghitung kadar klorofil a,
kadar klorofil b, dan kadar klorofil total pada masing-masing daun mengkudu dari
tempat yang berbeda:

1) Menimbang 5 gram daun yang masih segar, kemudian memotongnya kecil-kecil.

2) Menggerus potongan-potongan tersebut dalam lumpang porselin sampai halus.

3) Mengekstraksi gerusan daun tersebut dengan menambahkan larutan alkohol 95%


sedikit demi sedikit sampai mencapai volume 50 mL.

4) Menyaring ekstrak tersebut menggunakan kertas saring sampai volume akhir filtrat
mancapai volume 50 mL. Jika kurang dari 50 mL maka menambahkan kembali alkohol 95%.
5) Mengukur kadar klorofil filtrat tersebut dengan menggunakan spectrofotometer
pada panjang gelonbang 649 nm dan 665 nm. Sebelum pengukuran perlu dikalbrasi terlebih
dahulu. Larutan yang digunakan sebagai pelarut adalah alkohol 95%. Mencatat nilai
absorbansi (Optical Density/DO) larutan tersebut.

6) Kadar klorofil a, kadar klorofil b, dan kadar klorofil total dapat dihiting dengan
rumus dari Wintermans dan de Mots sebagai berikut:

1. Klorofil a : 13,7 x OD 665 – 5,76 x OD 649 (mg/l)


2. Klorofil b : 25,8 x OD 649 – 7,7 x OD 665 (mg/l)
3. Klorofil total : 20,0 x OD 649 + 6,1 x OD 665 (mg/l)

1. Mencatat hasil pengamatan pada tabel.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. A. Hasil

Tabel 1. Perbandingan Morfologi Tumbuhan Pada Kondisi Terdedah, Diantara, Ternaung


Pada Tanaman Mengkudu.

No Parameter Terdedah Diantara Ternaung


1 Diameter batang 8,28 cm 7,54 cm 6,14 cm
2 Panjang daun 18,7 cm 20,0 cm 21,3 cm
3 Lebar daun 10,44 cm 9,6 cm 8,24 cm
4 Luas daun 100,8 105,6 130,6
5 Panjang internod 1,74 cm 1,34 cm 1,22 cm
6 Panjang ptiolus 1,32 cm 1,76 cm 1,82 cm
7 Berat daun 2,9 gram 3,03 cm 3,84 cm
8 Ph 6,8 6,2 6,6
9 Suhu tanah 32° C 29° C 29° C
10 Suhu Lingkungan 36° C 36° C 36° C
11 Kelembaban tanah 78% 70% 60%
12 Kelembaban 72% 68% 71%
13 Intensitas cahaya 232×2000 cd̸m2 85×2000 cd̸m2 4×2000 cd̸m2
14 Klorofil a 27,16 25,57 20,07
15 Klorofil b 93,04 89,42 49,64
16 Klorofil total 120,4 115,18 69,86
Tabel 2. Panjang Gelombang klorofil

Panjang Gelombang
Daerah
665 649
Tarnaung 2,6 2,7
Diantara 3,8 4,6
Terdedah 4,0 4,8

Grafik 1. Perbandingan Morfologi Tumbuhan Pada Kondisi Terdedah, Diantara, Ternaung


Pada Tanaman Mengkudu.

Grafik 2. Perbandingan respon morfologi dari tanaman mengkudu dari kondisi lingkungan
yang berbeda.

Grafik 3. Faktor lingkungan yang memengaruhi bentuk morfologi tanaman mengkudu.

Analisis data

Dari hasil diatas, pada kadar klorofil total didapatkan data bahwa pada kondisi lingkungan
yang terdedah, kadar klorofil berjumlah 120,40,merupakan kadar tertinggi diantara kondisi
lingkungan yang lain, pada kondisi lingkungan diantara terdedah dan ternaung didapatkan
kadar klorofil 115,18, dan pada kondisi lingkungan yang ternaung kadar klorofil berjumlah
69,86 yang merupakan kadar klorofil terendah dibandingkan pada kondisi lingkungan yang
terdedah dan diantara terdedah dan ternaung.

Hasil respon morfologi tumbuhan mengkudu pada kondisi yang berbeda didapatkan data
bahwa pada kondisi lingkungan yang terdedah diameter batang berukuran 8,28 cm, pada
kondisi lingkungan ternaung batang berukuran 6,14 cm, dan pada kondisi lingkungan
diantara keduanya mempunyai diameter 7,54 cm. Panjang daun pada kondisi lingkungan
yang terdedah berukuran 18,7 cm, pada kondisi lingkungan yang ternaung panjang daun
berukuran 21,3 cm, dan pada kondisi lingkungan diantaranya berukuran 20,0 cm. Pada
parameter lebar daun, pada kondisi lingkungan yang terdedah, lebar daun berukuran 10,44
cm, pada kondisi lingkungan yang ternaung, kondisi lebar daun berukuran 9,6 cm dan pada
kondisi lingkungan diantara terdedah dan ternaung, lebar daun berukuran 8,24 cm. Luas daun
pada kondisi lingkungan yang terdedah berukuran 100,8 cm2. Pada kondisi lingkungan yang
ternaung, luas daun berukuran 130,6 cm2 , dan pada kondisi lingkungan diantara keduanya
luas daun berukuran 105,6 cm2 .
Pada faktor lingkungan yaitu pH, suhu tanah, kelembaban tanah, kelembaban, dan intensitas
cahaya didapatkan data sebagai berikut. Pada faktor suhu, pada kondisi lingkungan tang
terdedah, kondisi pH tanah yaitu 6,8. Pada kondisi lingkungan ternaung, kondisi pH
lingkungan yaitu 6,6. Dan pada kondisi lingkungan diantara keduanya yaitu pH menujukkan
6,2. Suhu tanah pada kondisi lingkungan yang terdedah, ternaung, dan diantara kedua
berturut-turut 32° C, 29° C, dan 29° C. Kelembaban tanah yang terukur saat pengamatan
yaitu pada kondisi terdedah sebesar 78%, pada kondisi ternaung sebesar 60%, dan pada
kondisi diantara terdedah dan ternaung yaitu sebesar 70%. Pada pengukuran kelembaban
udara, didapatkan data bahwa pada kondisi terdedah tercatat 72%, pada kondisi ternaung
tercatat 71%, dan pada kondisi diantara keduanya tercatat 68%. Intensitas cahaya yang
tercatat saat pengamatan pada kondisi terdedah, ternaung, dan diantara keduanya berturut-
turut yaitu 232 x 2000 cd/m2 , 85 x 2000 cd/m2, dan 4 x 2000 cd/m2.

1. B. Pembahasan

Dari hasil analisis diatas, terdapat faktor-faktor yang memengaruhi respon tumbuhan
terhadap lingkungannya. Faktor-faktor lingkungan tersebut antara lain pH, suhu tanah,
kelembaban tanah, suhu udara, kelembaban udara, dan intensitas cahaya.

Pada tanaman mengkudu yang berada pada tempat terdedah memiki respon morfologi dan
respon fisiologi yang lebih kecil dibandingkan tanaman mengkudu yang berada pada tempat
ternaung maupun diantara keduanya. Pada tanaman mengkudu yang berada pada tempat
ternaung memiki respon morfologi dan respon fisiologi yang lebih besar dibandingkan
tanaman mengkudu yang berada pada tempat terdedah maupun diantara keduanya. Pada
tempat ternaung, tanaman mengkudu memiliki panjang, lebar dan luas daun dengan nilai
tinggi serta memiliki warna daun hijau tua, karena hal ini digunakan oleh tumbuhan tersebut
untuk menangkap cahaya matahari yang kurang serta laju transpirasi yang kecil. Sehingga
mempengaruhi kadar klorofil yang ada pada daun.

Pada tempat yang terdedah memiliki panjang, lebar dan luas daun dengan nilai yang kecil
karena tumbuhan tersebut merespons perubahan lingkungan yaitu suhu, air dan cahaya yang
terjadi terus menerus. Tumbuhan merespon kekurangan air dan suhu tinggi dengan
mengurangi laju transpirasi untuk penghematan air. Terjadinya kekurangan air pada daun
akan menyebabkan sel-sel penjaga kehilangan turgornya, suatu mekanisme kontrol tunggal
yang memperlambat transpirasi dengan cara menutup stoma. Kekurangan air juga
merangsang peningkatan sintesis dan pembebasan asam absisat dari sel-sel mesofil daun.
Daun juga berespon terhadap kekurangan air dengan cara lain. Karena pembesaran sel adalah
suatu proses yang bergantung pada turgor, maka kekurangan air akan menghambat
(pembesaran) daun muda. Respons ini meminimumkan kehilangan air melalui transpirasi
dengan cara memperlambat peningkatan luas permukaan daun. Ketika daun dari kebanyakan
rumput dan tumbuhan lain layu akibat kekurangan air, mereka akan menggulung menjadi
suatu bentuk yang dapat mengurangi transpirasi dengan cara memaparkan sedikit saja
permukaan daun ke matahari. Semua respons daun ini selain membantu tumbuhan untuk
menghemat air, juga mengurangi fotosintesis. Respon tumbuhan yang mengalami cekaman
kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan pada
pertumbuhan tumbuhan, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi
tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata,
penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi
aktivitas enzim dan hormon, serta perubahan ekspresi gen.

Pada daerah terdedah, kondisi morfologi tumbuhan mengkudu terlihat besar perbedaannya
daripada daerah yang ternaung dan pada daerah diantara terdedah dan ternaung, intensitas
cahaya yang diterima sangat besar dari pagi sampai sore hari karena tidak terdapat
penghalang bagi sinar matahari untuk mencapai tumbuhan. Secara teori, pohon dengan
kondisi terdedah mempunyai bentuk morfologi daun yang kecil dan daun berwarna hijau
muda. Hasil dari pengamatan, didapatkan bentuk morfologi daun yang kecil dan berwarna
hijau tua dibandingkan bentuk morfologi daun yang terdapat di daerah dengan kondisi
ternaung dan diantara keduanya. Faktor yang memebedakan secara umum yaitu lamanya
sinar matahari yang mengenai bagian organ tumbuhan tersebut. Dari hasil pengamatan, faktor
memengaruhi perbedaan tersebut adalah tumbuhan di daerah terdedah berumur lebih tua
dibandingkan dengan kondisi lingkungan yang lain. Selain itu, terdapat benalu yang
menyebabkan penyerapan nutrisi tanaman terhambat dan terganggu karena nutrisi tersebut
diserap oleh benalu yang bersifat parasit.

Karena perubahan lingkungan yang terjadi pada tanaman mengkudu terjadi teru-menerus
dengan irama harian maka tumbuhan merespon dengan melakukan adaptasi yaitu dari segi
morfologi yang meliputi luas daun, panjang petiolus dan panjang internodus, dan dari segi
fisiologi yang meliputi kadar klorofil a, klorofil b dan klorofil total pada daun. Apabila
perubahan morfologi dan atau fisiologi tumbuhan sifatnya terus menerus, sebagai akibatnya
adanya perubahan struktur gen maka perubahan ini merupakan perubahan adaptasi tumbuhan.
Sifatnya akan tetap meskipun berada dalam kondisi lingkungan apapun.

Kadar klorofil di daerah dengan kondisi terdedah paling tinggi dibandingkan dengan dengan
kondisi yang lain, cahaya yang secara terus-menerus diterima oleh tumbuhan mengkudu
menyebabkan penyerapan cahaya dan proses fotosintesis berlangsung secara optimal
sehingga membutuhkan klorofil yang tinggi untuk memaksimalkan penyerapan cahaya untuk
fotosintetis dan metabolisme.

BAB V

SIMPULAN
1. Intensitas cahaya berpengaruh pada bentuk morfologi tumbuhan, intensitas terbesar
pada daerah kondisi terdedah dengan nilai 232 x 2000 cd/m2.
2. Faktor-faktor yang memengaruhi bentuk morfologi tumbuhan yaitu intensitas cahaya,
kelembaban tanah, kelembaban udara, pH, dan suhu.
3. Klorofil total tertinggi didapatkan pada daerah terdedah dengan nilai 120, 40, dan
yang terendah pada daerah ternaung dengan nilai 69,86.

Daftar Pustaka

Campbell, Neil. A. 2003. Biologi Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Lubis, Khairunnisa. 2000. Tanggap Tanaman terhadap Kekuranga Air. (Online),


(http://library.usu.ac.id/download/fp/fp-khairunnisa2.html, diakses tanggal 08 Maret 2009).

Rahayu, Yuni Sri, dkk. 2008. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan.


Surabaya: Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA Unesa.

Salisbury, B. Frank. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung : ITB Press.


Sinaga, Soaloon. 2001. Asam Absisik Sebuah Mekanisme Adaptasi Tanaman Terhadap
Cekaman Kekeringan. (Online), (http://puslit.mercubuana.ac.id/file/8Artikel%20Sinaga.pdf,
diakses tanggal 09 Maret 2009).

Syabatini, Annisa. November 2007. Laporan Praktikum Biologi Umum. (Online),


(http://annisanfushie.wordpress.com/2008/12/07/fotosintesis/, diakses tanggal 08 Maret
2009).

Yuliani dan Raharjo. 2009. Panduan Praktikum Ekofisiologi. Surabaya : Laboratorium


Fisiologi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA Unesa.

LINGKUNGAN DAN TUMBUHAN

Faktor- faktor yang mempengaruhi kehidupan organisme pada setiap tahap


perkembangannya disebut dengan faktor lingkungan. Setiap organisme tidak dapat lepas dari
pengaruh faktor lingkungan atau dengan kata lain faktor lingkungan akan menentukan kehidupan
suatu organisme.

A. Macam Faktor Lingkungan


Faktor lingkungan dapat digolongkan ke dalam 4 kelompok yaitu :

a. Faktor iklim, meliputi cahaya, temperatur, ketersediaan air dan angin.

b. Faktor edafik, meliputi berbagai sifat tanah, seperti status nutrien, asiditas dan kelembaban tanah.

c. Faktor topografi, berkaitan dengan relief permukaan bumi.

B. Hubungan Antar Faktor Lingkungan.


Hubungan antar faktor lingkungan sangat penting diketahui di dalam kegiatan pengkajian ekosistem,
khususnya bagaimana faktor-faktor lingkungan itu beroperasi. Secara praktisnya ada 4 kelompok
faktor lingkungan yang terkait satu sama lain dan sangat sulit untuk memisahkan pengaruhnya
secara individual. Sebagai contoh, topografi dan iklim keduanya sama-sama mempengaruhi
perkembangan tanah. Demikian pula halnya iklim dan tanah keduanya berpengaruh terhadap
kontrol biotik yaitu operasi mereka di dalam ekosistem dalam menentukan jenis-jenis yang dapat
hidup di suatu area.

Secara sederhana faktor lingkungan dapat dipisahakan atas faktor biotik dan abiotik akan tetapi
karakteristik dasar dari suatu ekosistem dibangun oleh faktor abiotiknya. Selanjutnya variasi
pengaruh dari faktor abiotik ini di dalam ekosistem akan dimodifikasi oleh pengaruh faktor biotik
yaitu tumbuhan dan hewan.

Faktor abiotik adalah pengontrol utama terhadap ekosistem secara keseluruhan. Walaupun
demikian kontrol dari faktor biotik juga penting karena akan mempengaruhi distribusi dan fungsi
dari jenis-jenis secara individual.

C. Hukum Minimum

1. Hukum Minimum dari Liebig (Liebig’s Law of The Minimum)

Pada tahun 1840 Justus Liebig seorang ahli kimia Jerman melakukan studi mengenai pengaruh
berbagai variasi faktor lingkungan terhadap pertambahan hasil panen. Dia menemukan bahwa yield
dari panenan sering kali lebih dibatasi oleh nutrien-nutrien yang dibutuihkan tanaman dalam jumlah
sedikit daripada oleh nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah banyak seperti karbon dan air. Sebagai
contoh defisiensi fosfor acap kali membatasi pertumbuhan tanaman.

Kesimpulannya ini kemudian dituangkan menjadi hukum yang disebut Hukum Minimum yang
berbunyi “The growth of a plant depends on the mount of foodstuff presented to it in limiting
quantity” Misalnya di bidang pertanian pertambahan hasil panen sering kali bergantung pada
jumlah ketersediaan fosfor walaupun persediaan nutrien lain berada dalam jumlah optimum.
Dengan demikian pada kasus ini unsur fosfor menjadi faktor pembatas.

2. Modifikasi Hukum Minimum dari Liebig


Hukum minimum ternyata hanya tepat diaplikasikan pada pengaruh substansi kimia terhadap
pertumbuhan dan produksi. Liebig tidak memasukkan faktor lingkungan lain terutama temperatur
dan cahaya. Oleh karena itu agar hukum ini dapat diaplikasikan secara praktis ada dua hal yang perlu
ditambahkan.

a. Hukum tersebut hanya dapat diterapkan pada kondisi steady state. Kalau antara input dan output
materi dan energi di dalam ekosistema berada pada kondisi relatif seimbang sedangkan jumlah
substansi yang dibutuhkan terus menerus berubah hukum ini tidak dapat diterapkan.

b. Hukum Minimum harus juga memperhitungkan faktor interaksi. Suatu konsentrasi tinggi tersedianya
suatu substansi dapat merubah laju penggunaan substansi yang suplainya minimum. Suatu
organisme memiliki kemampuan untuk menggunakan substansi kimia pengganti guna menutupi
kekurangan substansi tertentu yang dibutuhkan di dalam habitat. Misalnya, jika Ca berada dalam
kondisi kurang sedangkan strontium keadaannya melimpah, beberapa molusca dapat menggunakan
strontium sebagai pengganti Ca untuk membentuk cangkangnya.

D. TOLERANSI

1. Hukum Toleransi Shelford.

Suatu perkembangan yang sangat penting di dalam studi faktor lingkungan terjadi pada tahun 1913,
ketika Victor Shelford mengusulkan hukum toleransinya yang berbunyi “Untuk setiap faktor
lingkungan suatu jenis memiliki batas kondisi minimum dan maksimum dimana dia dapat
bertahan. Kondisi di antara batas minimum dan batas maksimum tersebut merupakan rentang
toleransi yang termasuk kondisi optimum”. Hukum ini menjadi kerangka penting bagi pembahasan
mengenai distribusi jenis. Suatu jenis organisme hanya akan terdistribusi pada rentang toleransinya
terhadap faktor lingkungan.
Rentang
toleransi suatu jenis terhadap suatu faktor lingkungan dapat digambarkan sebagai kurva berbentuk
lonceng. Rentang toleransi antara jenis satu dengan jenis lainnya terhadap suatu faktor lingkungan
dapat berbeda, seperti digambarkan pada Gambar 4. Jenis A rentang toleransinya lebih luas
terhadap temperatur dibanding jenis B.

Menurut hukum Shelford, suatu jenis yang memiliki rentang toleransi luas terhadap semua faktor
lingkungan distribusinya akan luas pula. Selanjutnya Shelford menjelaskan pula bahwa pembatasan
oleh faktor-faktor lingkungan tersebut beroperasi lebih kuat pada saat organisme berada pada fase
reproduksi dari keseluruhan siklus hidupnya. Biji, telur, embrio dan hewan dewasa yang sedang
melakukan reproduksi rentang toleransinya jauh lebih sempit dibanding individu dewasa atau tidak
sedang melakukan reproduksi.

Penjelasan Shelford mengesampingkan bahwa reaksi organisme terhadap suatu faktor lingkungan
erat kaitannya dengan kondisi dari faktor faktor lingkungan lainnya. Walaupun suatu faktor mungkin
berada pada optimumnya akan tetapi oleh adanya pengaruh faktor lingkungan lain suatu organisme
dapat saja menanggapinya dengan respon negatif. Misalnya, sering kali ditemukan pada hewan
terutama, suatu organisme meninggalkan habitat optimumnya karena adanya pengaruh kompetisi
dengan jenis lain. Di samping itu hal lain perlu dicatat adalah rentang toleransi dapat berubah oleh
proses adaptasi dan evolusi.

E. CAHAYA

Cahaya adalah faktor lingkungan paling penting dibanding faktor lingkungan lainnya karena
merupakan sumber energi utama di dalam semua ekosistem. Dengan demikian cahaya dapat
menjadi faktor pembatas utama di dalam semua ekosistem. Kondisi terdedah pada intensitas cahaya
terlalu tinggi bagi sebagian tumbuhan dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Ada tiga asfek
penting dari cahaya, yaitu kualitas atau panjang gelombang, intensitas atau kandungan energi dan
durasi atau lama penyinaran yang berhubungan dengan panjang hari atau jumlah jam cahaya per
hari. Variasi dari ketiga parameter tersebut akan berpengaruh pada fisiologi dan morfologi
tumbuhan. Namun demikian pengaruh faktor cahaya sering kali berhubungan dengan faktor lain
terutama temperatur dan persediaan air.

1. Variasi Kualitas Cahaya

Radiasi solar terdiri dari gelombang-gelobang elektromagnetik dengan panjang gelombang


pada rentang tertentu. Tidak semua radiasi solar mampu menembus atmosfer untuk mencapai
permukaan bumi melainkan hanya cahaya dengan panjang gelombang 0,3-10 mikron (1
mikron=1000 mm). Cahaya tampak memiliki panjang gelombang 0,39-7,60 mikron. Cahaya dengan
panjang gelombang kurang dari 0,39 mikron disebut ultraviolet dan yang lebih dari 7,60 mikron
disebut inframerah.

Secara umum perbedaan kualitas cahaya antara bagian biosfer satu dengan bagian biosfer
lainnya tidaklah signifikan. Oleh karenanya secara umum pengaruh perbedaan kualitas cahaya ini
tidaklah begitu penting. Walaupun demikian kadang kala baik tumbuhan memberikan respon
berbeda terhadap cahaya dengan panjang gelombang berbeda.
2. Kepentingan Kualitas Cahaya

Tumbuhan umumnya teradaptasi untuk mengeksploitasi cahaya dengan panjang gelombang


0,39-7,60 mikron. Ultraviolet dan inframerah tidak digunakan dalam fotosintesis. Klorofil yang
berwarna hijau menyerap cahaya merah dan biru.

Pada ekosistem terestrial kadang kala cahaya lebih banyak tertahan pada bagian kanopi
sehingga tumbuhan yang berada di bagian bawahnya tidak mendapatkan cahaya dalam jumlah yang
cukup. Tumbuhan yang hidup pada kondisi demikian harus mampu beradaptasi dengan keadaan
jumlah energi yang rendah.

Di dalam ekosistem akuatik, cahaya merah dan biru tertahan oleh fitoflankton yang hidup di
bagian permukaan air sedangkan cahaya hijau yang menembus ke lapisan bagian bawah diserap
oleh klorofil. Alga merah memiliki pigmen coklat-merah (pycoerythrin) yang mampu menyerap
cahaya hijau untuk digunakan pada fotosintesis. Oleh karenanya alga-alga ini mampu hidup di bagian
lebih dasar perairan.

Salah satu pengaruh cahaya ultraviolet adalah menghambat pertumbuhan tumbuhan. Hal ini
sering terlihat pada tumbuhan di pegunungan yang memilik struktur daun berbentuk roset oleh
adanya pengaruh ultraviolet yang menghambat pemanjangan batang.

3. Variasi Intensitas Cahaya

Intensitas atau kandungan energi merupakan aspek yang sangat penting dari cahaya sebagai
faktor lingkungan karena merupakan penggerak utama suatu ekosistem. Besarnya variasi intensitas
cahaya ini bergantung pada ruang dan waktu.

Radiasi solar yang melintasi atmosfer sebagian diserap dan sebagian lagi direfleksikan kembali
atau tertahan di atmosfer oleh gas dan partikel-partikel. Intensitas cahaya paling tinggi berada di
wilayah tropik khususnya di wilayah zona arid. Pada zona ini sangat sedikit sekali yang direfleksikan
oleh awan dan debu. Di wilayah dengan latitud rendah sinar matahari melakukan penetrasi dengan
sudut tinggi terhadap permukaan bumi. Intensitas cahaya menurun tajam dengan peningkatan
latitud. Pada daerah dengan latitud tinggi pancaran sinar matahari berada pada sudut rendah
terhadap permukaan bumi.
Secara umum variasi intensitas cahaya dipengaruhi oleh variasi musim. Di daerah dengan
latitud tinggi variasi antara musim winter dan summer sangat besar. Di samping topografi juga
mempengaruhi variasi intensitas cahaya ini.

4. Kepentingan Variasi Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya bervariasi di dalam ekosistem. Misalnya pengaruh intersepsi dan absorbsi oleh
kanopi suatu vegetasi akan mempengaruhi suplai energi cahaya ke tumbuhan yang berada di bawah
naungannya. Dengan demikian stratifikasi vertikal dari suatu ekosistem akan berpengaruh terhadap
total ketersediaan energi yang dapat dimanfaatkan oleh komunitas pada ekosistem tersebut.

Di dalam ekosistem akuatik intensitas cahaya akan menurun dengan tajam seiring
meningkatnya kedalaman. Hal ini terjadi akibat air mampu merefleksikan dan mengabsorbsi cahaya
dengan sangat efisien. Faktanya hanya sekitar 50 % dari total cahaya yang sampai ke permukaan
mampu mencapai kedalaman 15 m. Jumlah tersebut akan menjadi lebih kecil lagi jika air bergerak
dan keruh.

Cahaya dengan intensitas sangat tinggi dapat merusak aktivitas sejumlah enzim fotooksidasi
yang berperan dalam sintesis terutama sintesis protein. Dengan demikian dalam keadaan demikian
cahaya akan menjadi faktor pembatas bagi perkembangan tumbuhan yang mengalaminya.

5. Titik Kompensasi

Jika semua faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis dan respirasi diasumsikan konstan,
maka keseimbangan kedua proses dalam hubungannya dengan pemanfaatan intensitas cahaya akan
seperti pada gambar 4. Seiring dengan meningkatnya intensitas cahaya, laju fotosintesis akan
meningkat pula sampai tercapainya titik maksimum. Hasil fotosintesis (karbohidrat) yang digunakan
dalam respirasi oleh tumbuhan di ilustrasikan pada gambar 4 (a) dan (b) sebagai garis putus-putus.
Titik pertemuan antara garis laju fotosintesis (pembentukan karbohidrat) dengan garis laju respirasi
(penggunaan karbohidrat) dinamakan titik kompensasi. Pada titik tersebut merupakan jumlah
intensitas cahaya yang cukup untuk bagi tumbuhan untuk menghasilkan produktivitas bersih dan
jumlah minimum untuk melaksanakan pertumbuhan. Titik kompensasi ini bervariasi untuk setiap
jenis dan individu tumbuhan.
Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada kondisi intensitas cahaya tinggi dinamakan
tumbuhan matahari (Sun-Plant) atau heliophyta. Tumbuhan ini memiliki titik kompensasi yang tinggi
pula. Proses-proses kimia dalam respirasinya sangat aktif menggunakan karbohidrat (Gambar 4a).
Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada daerah intensitas cahaya rendah dinamakan
tumbuhan naungan (shade-plan) atau seiophyta. Titik kompensasinya juga rendah dan metabolisme
(respirasinya) cenderung lebih lambat (Gambar 4b).

Kebanyakan jenis tumbuhan bersifat seiophyta ketika masih muda dan heliophyta setelah
dewasa. Bagi berbagai pohon dalam hutan sifat ini menguntungkan dimana dengan sifat demikian
memperbesar peluang seedling untuk tetap bertahan hidup dalam keadaan ternaung di lantai hutan.
Setelah dewasa mereka mampu mengeksploitasi intensitas cahaya tinggi dengan kanopinya.

6. Kepentingan Durasi Cahaya

Panjang relatif atau lamanya hari siang dan malam berpengaruh luas pada fungsi tumbuhan dan
hewan. Respons organisme terhadap perbedaan-perbedaan panjang hari dinamakan
fotoperiodisme. Pada tumbuhan respon dapat meliputi inisiasi perbungaan, leaf-fall dan dormansi
sedangkan pada hewan meliputi inisiasi migrasi, hibernasi, nesting dan perubahan-perubahan warna
pada kulit.

Di wilayah ekuator panjang hari (fotoperiode) relatif konstan sekitar 12 jam terus menerus
sepanjang tahun, namun di wilayah temperata lebih dari 12 jam di musim summer dan kurang dari
12 jam di musim winter.

Pada tumbuhan reaksi terhadap panjang hari acapkali erat kaitannya dengan perubahan-perubahan
temperatur. Berdasarkan reaksi fotoperiodiknya, tumbuhan berbunga dibedakan atas:

a. Tumbuhan hari panjang (long-day-plant)

Tumbuhan ini membutuhkan panjang hari lebih dari 12 jam untuk menginisiasi pembentukan bunga.
Misalnya beberapa tanaman pertanian di wilayah temperata seperti Wheat, Barley dan Spinach.

b. Tumbuhan hari pendek (Short-day-plan)

Tumbuhan yang membutuhkan panjang hari kurang dari 12 jam untuk berbunga, Misalnya
Tembakau dan Chrysanthemum

c. Tumbuhan hari netral (Day-neutral-Plan)


Tumbuhan yang tidak membutuhkan panjang hari tertentu untuk inisiasi perbungaan, misalnya
Tomat dan Dandelum.

Panjang dan pendek hari sangat nyata dipengaruhi oleh latitude. Oleh karenanya reaksi tumbuhan
terhadap panjang dan pendek hari akan membatasi distribusinya menurut latitude. Suatu tumbuhan
jika dipindahkan dari daerah panjang hari optimumnya, tidak dapat membentuk bunga tetapi akan
terus tumbuh secara vegetatif. Sebagai contoh Short day Onions akan menghasilkan umbi berukuran
besar bila ditumbuhkan di bawah kondisi long-day. Sifat ini kadang kala memiliki nilai ekonomi di
bidang pertanian.
F. Temperatur
Temperatur sebagai faktor lingkungan memiliki pengaruh langsung dan tidak langsung
terhadap organisme. Temperatur berpengaruh langsung terhadap berbagai reaksi kimia di dalam
tubuh organisme seperti aktivitas enzim yang berperan pada percepatan reaksi metabolisme tubuh.
Secara tidak langsung temperatur mempengaruhi kondisi faktor lingkungan lain, khususnya air
seperti mempengaruhi laju evaporasi sehingga berpengaruh pula terhadap rainfall, dan transpirasi.

Sebagaimana pengaruh faktor lingkungan lainnya, pengaruh temperatur ini juga sulit untuk
dipisahkan dengan pengaruh faktor lain. Sebagai contoh, energi cahaya dapat dikonversi menjadi
panas jika diserap oleh suatu substansi seperti air. Di samping itu seringkali pengaruh temperatur
berhubungan erat dengan cahaya dan ketersediaan air.

1. Variasi Temperatur

Hampir tidak ada tempat di bumi yang memiliki temperatur kostan terus-menerus dingin atau panas
melainkan bervariasi dan variasinya itu dipengaruhi oleh ruang dan waktu. Faktor yang paling nyata
mempengaruhi variasi temperatur adalah latitude dan topografi.

Variasi temperatur di dalam ekosistem antara lain dapat dilihat pada ekosistem hutan dan ekosistem
akuatik. Temperatur pada kanopi hutan akan berbeda signifikan dengan temperatur di bagian lantai
hutan. Demikian pula antara lapisan permukaan dengan bagian dasar ekosistem perairan.
Temperatur juga bervariasi antara siang dan malam hari. Semua variasi temperatur ini akan
berpengaruh terhadap distribusi dan fungsi organisme di dalam ekosistem.

2. Toleransi Tumbuhan Terhadap Temperatur

Semua kehidupan di biosfer dapat berfungsi pada rentang temperatur 0-50 oC. Pada rentang
ini setiap jenis atau individu organisme memiliki temperatur minimum, maksimum dan optimum
yang dibutuhkan bagi aktivitas metabolik mereka. Temperatur yang dibutuhkan ini dinamakan
temperatur kardinal Temperatur di dalam tubuh tanaman dengan temperatur lingkungan biasanya
relatif sama karena adanya transfer panas dari tubuh ke lingkungan.

Rentang toleransi setiap tanaman terhadap temperatur dapat bervariasi. Sebagai contoh,
tanaman pertanian di daerah tropis seperti Melon tidak toleran dengan temperatur di bawah 15-18
o
C. Tanaman padi-padian di daerah temperata tidak toleran dengan temperatur di bawah minus 2-5
o
C. Sebaliknya, Evergreen Conifer dapat toleran dengan temperatur di bawah minus 30 oC. Namun
demikian pengaruh temperatur terhadap semua jenis tumbuhan dipengaruhi pula oleh
umur, keseimbangan air dan musim.

Batas atas (maksimum) dari rentang temperatur yang ditoleransi oleh tumbuhan seringkali
jauh lebih kritis dibanding batas bawahnya (minimum). Selanjutnya proses pendinginan pada
tumbuhan biasanya terjadi oleh kehilangan air dari tubuhnya. Dengan demikian, kerusakan akibat
panas baru akan terjadi jika tidak tersedia cukup air untuk proses pendinginan sehingga sebagian
besar kasus kerusakan yang diinduksi oleh temperatur berasosiasi dengan kerusakan akibat
kekurangan air. Pengaruh panas terutama mengakibatkan berbagai enzim metabolisme menjadi
inaktif.

Untuk mengatasi pengaruh temperatur ini, sering kali tumbuhan di daerah beriklim panas
melakukan adaptasi morfologi (struktur) seperti daun yang kecil untuk mengurangi penguapan dan
memiliki lapisan kutikula untuk merefleksikan sebagian dari cahaya yang sampai ke daun.

Pada kebanyakan tumbuhan masih dapat tumbuh pada suhu sekitar 6 oC. Panurunan suhu di
bawah suhu tersebut dapat menimbulkan kerusakan serius. Protein sel akan rusak menyebabkan
enzim menjadi inaktif. Selanjutnya bila suhu turun sampai pada tingkat terbentuknya es akan
menyebabkan air akan terserap keluar dari sel dan sel mengalami dehidrasi. Keadaan demikian
dapat menimbulkan kematian pada tumbuhan. Temperatur rendah secara tidak langsung juga dapat
mengganggu berbagai fungsi pada tumbuhan seperti permeabilitas membran sel akar menurun dan
tidak dapat menyerap air. Akibatnya air tidak dapat masuk ke dalam sel dan tumbuhan mengalami
kekeringan. Kondisi tumbuhan yang demikian itu disebut mengalami kekeringan fisiologis
(Physiological drought). Keadaan demikian itu sering kali terjadi pada tumbuhan yang hidup di
ekosistem tundra.

3. Temperatur dan Siklus Hidup Tumbuhan.

Sejumlah tumbuhan mampu beradaptasi dengan menyesuaikan tahap tahap


perkembangannya dengan perubahan musim. Berdasarkan kemampuan adaptasi tersebut terdapat
3 tipe tumbuhan :

a. Tumbuhan annual (Annual plants)

Tumbuhan ini menyelesaikan semua tahapan siklus hidupnya pada satu musim panas. Jadi
siklus hidupnya pendek. Mereka umumnya memiliki biji yang sangat toleran terhadap pengaruh
dingin. Pada musim dingin biji-bijinya mengalami dormansi untuk selanjutnya bila musim panas tiba
berkecambah dan tumbuh secara serentak kemudian dewasa, bereproduksi dan menyelesaikan
siklus hidupnya. Dengan demikian siklus hidupnya pun menjadi pendek.

b. Herbaceous perennials

Tumbuhan ini memiliki organ penyimpan makanan yang resisten tersimpan di dalam tanah
seperti umbi, corm atau rizom.Tumbuhan sepanjang musim dingin hidup dengan memanfaatkan
organ tersebut dan pada setiap tahun dibentuk pucuk yang baru.

c. Woody perennials

Tumbuhan ini umumnya berupa pohon dan semak dimana tubuhnya memiliki struktur
berkayu dan persisten sepanjang tahun.
4. Temperatur dan Produktivitas

Laju respirasi dan fotosintesis pada suatu tumbuhan berhubungan erat dengan produktivitas
bersih yang dihasilkannya. Bagi kebanyakan jenis tumbuhan temperatur yang dibutuhkan untuk
respirasi adalah lebih tinggi dibandingkan temperatur yang dibutuhkan untuk fotosintesis. Bila
temperatur untuk fotosintesi lebih tinggi dan melampaui temperatur untuk fotosintesis tumbuhan
akan menderita. Hal ini merupakan faktor penting untuk diperhatikan bila ingin memindahkan jenis
tumbuhan dari daerah dingin ke daerah panas.

5. Termoperiodism

Merupakan respons terhadap fluktuasi ritmik dari temperatur. Hal ini terjadi dipengaruhi oleh
musim atau basis diurnal. Tumbuhan biasanya memerlukan fluktuasi temperatur untuk
pertumbuhannya dan dalam kondisi temperatur konstan pertumbuhannya akan tertekan.
Kebanyakan jenis dapat tumbuh sangat baik pada area dimana kondisi temperaturnya bervariasi.
Sebagai contoh tumbuhan tomat akan tumbuh baik bila tempertur siang berkisar 20 oC dan malam
10 oC. Pada fluktuasi temperatur ini akan menghasilkan keseimbangan antara laju respirasi dan
fotosintesis.

MUSIM PERTUMBUHAN
Musim pertumbuhan adalah suatu periode dimana kondisi semua faktor lingkungan yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan berada pada kondisi paling baik. Temperatur adalah salah satu
faktor kritis yang menentukan lamanya musim pertumbuhan, khususnya untuk wilayah dengan
ketinggian menengah sampai tinggi. Rata-rata temperatur harian dan bulanan seringkali dipakai
sebagai patokan dalam menentukan musim pertumbuhan suatu daerah. Salah satu cara dalam
menetapkan musim pertumbuhan adalah berdasarkan temperatur pertumbuhan minimum. Pada
cara ini musim pertumbuhan didefinisikan sebagai periode dimana temperatur berada di atas
threshold yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. threshold yang digunakan antara 0 sampai dengan
10 oC dan biasanya 6 oC terutama untuk tanaman budidaya.

G. AIR
Kepentingan air bagi tumbuhan umumnya berhubungan dengan struktur, fungsi penyokong,
transpor dan pendingin. Air merupakan komponen paling besar dari jaringan semua organisme
hidup. Sekitar 40-60 % dari berat pohon terdiri atas air sedangkan pada tumbuhan herba jumlah itu
mendekati 90 %. Selain sebagai komponen struktur, tumbuhan membutuhkan air sebagai
penyokong berbagai jaringan non kayu. Jika sel-sel dari jaringan ini mengalami kekurangan air akan
mengalami kerusakan. Tekanan yang terjadi akibat keberadaan air di dalam sel disebut tekanan
turgor. Dalam kondisi kekurangan air, tekanan turgor sel akan menurun dan sel akan mengalami
plasmolisis. Selain itu berbagai materi masuk ke dalam tumbuhan melalui akar kemudian bergerak di
seluruh bagian tubuh tumbuhan dalam kondisi terlarut di dalam air. Misalnya karbohidrat yang
dibentuk di daun ditranspor ke bagian nonfotosintetik dengan perantara air. Air juga dibutuhkan
untuk pengaturan suhu tubuh. Hilangnya air dari tubuh tumbuhan melalui proses evaporasi akan
mendinginkan tubuh tumbuhan dan mencegah terjadi kelebihan panas.

1. Efisiensi Transpirasi

Pada jenis tumbuhan berbeda kebutuhan air untuk pertumbuhannya juga berbeda. Ratio
antara produktivitas bersih dan air yang ditranspirasikan disebut efisisiensi transpirasi. Biasanya
dinyatakan sebagai perbandingan antara gram air yang ditranspirasikan terhadap setiap gram berat
kering materi organik yang dihasilkan.

Tumbuhan dapat mentranspirasikan 200 sampai dengan 1000 gram air untuk memproduksi 1
gram berat kering materi organik. Sebagai contoh, efisiensi dari tanaman kentang adalah 408
sedangkan tanaman di daerah arid dapat mencapai 250.

2. Intersepsi

Sebagaimana diketahui bahwa fungsi ekosistem daratan bergantung kepada ketersediaan air.
Air di dalam tanah berasal dari curah hujan dan kondensasi. Namun demikian yang efektif digunakan
oleh tumbuhan hanya air presipitasi.

Ide dasar dari intersepsi adalah sejumlah air dari air hujan yang sampai ke vegetasi akan
diintersepsikan oleh kanopi vegetasi sebelum air itu sampai ke permukaan tanah. Air ini akan
menguap dengan cepat kembali ke atmosfer tanpa dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk
pertumbuhan. Jumlah dari presipitasi yang diintersepsikan bergantung kepada 2 faktor, yaitu tipe
vegetasi itu sendiri dan durasi dari curah hujan.
Persentase air hujan yang diintersepsikan berkaitan erat dengan area permukaan dari
vegetasi. Makin luas area permukaan vegetasi, jumlah air yang hilang akibat intersepsi makin besar,
dimana dalam sejumlah kasus mencapai 90 % dari air hujan. Laju intersepsi pada vegetasi satu lapis
lebih kecil dibanding pada vegetasi yang memiliki beberapa lapisan. Intersepsi lebih besar terjadi
pada pohon konifer dibanding pada pohon berdaun lebar. Hal ini diduga pengaruh dari gerakan
udara bebas pada pohon konifer dan adanya bintil-bintil di daun yang menahan air sehingga
memperbesar laju evaporasi.

Pada suatu permukaan vegetasi yang telah basah, gerakan air menuju tanah dipengaruhi oleh
gaya gravitasi. Hal ini terjadi antara lain oleh direct throughfall di dalam atmosfer atau oleh Stem-
flow sepanjang tubuh tumbuhan. Tekstur dari kulit pohon akan mempengaruhi jumlah air sampai ke
tanah pada stem flow. Diperkirakan presipitasi pada tumbuhan dengan permukaan kulit batang
halus mencapai lebih dari 15 %, sedangkan pada tumbuhan dengan permukaan kulit batang kasar
hanya sekitar 3 %.

a. Intersepsi dan presipitasi

Persentase kehilangan air oleh intersepsi adalah lebih besar pada kondisi gerimis (light
shower) dibanding pada waktu hujan lebat (heavy downpour) yang kontinyu karena permukaan
vegetasi telah jenuh dengan air sehingga langsung akan terjadi rthroughfall dan stem-flow. Jumlah
presipitasi yang diintersepsikan dapat dihitung dengan rumus:

I = R – Rg - S

dimana : I = jumlah intersepsi

R = Presepitasi di atas vegetasi

Rg = Presipitasi di bawah lapisan vegetasi

S = Stem-flow

b. Efektivitas Presipitasi
Efektivitas presipitasi Biasanya di ekspresikan sebagai keseimbangan antara evaporasi dan
presipitasi. Pembagian daerah arid dan humid acapkali didasarkan pada data ini Namun demikian
sangat sulit untuk menentukan evaporasi aktual yang terjadi pada suatu tempat sehingga kalkulasi
dengan cara ini sifatnya sangat relatif. Akibatnya para peneliti lebih senang menggunakan rasio
antara presipitasi dan temperatur untuk mengekspresikan tingkat ariditas (kekeringan) suatu
daerah. Namun demikian pendekatan dengan cara ini pun dibatasi oleh asumsi bahwa evaporasi
adalah semata-mata fungsi dari temperatur.

c. Evapotranspirasi

Adalah jumlah air yang hilang oleh evaporasi permukaan dari ekosistem ditambah dengan air
yang ditranspirasikan dari vegetasi. Ada empat variabel yang mengontrol laju evapotranspirasi,
yaitu:

1) Suplai energi

Energi dibutuhkan untuk evaporasi yang sebagian diperoleh dari matahari. Energi tersebut
menentukan banyaknya jumlah air yang hilang dari suatu ekosistem. Refleksivitas atau albedo dari
permukaan vegetasi akan mempengaruhi jumlah energi yang diserap. Hutan tumbuhan berdaun
jarum memiliki permukaan yang tidak mengkilap dapat menyerap energi 12 % lebih tinggi dibanding
padang rumput (grassland) yang permukaannya lebih refektif.

2) Gerakan Udara

Angin menghilangkan uap air dan mencegah atmosfer jenuh terhadap uap air. Dengan hilangnya uap
air mendorong evaporasi menjadi lebih cepat.

3) Tipe Vegetasi

Struktur tumbuhan yang aerial berpengaruh terhadap intersepsi. Selanjutnya sistem perakaran juga
akan mempengaruhi jumlah air yang dapat masuk ke dalam tubuh tumbuhan.

4) Jumlah Air yang Tersedia di Sekitar Akar

Laju penyerapan air oleh tumbuhan berhubungan dengan laju kehilangan air melalui transpirasi dan
juga proses ini akan dipengaruhi oleh jumlah air yang tersedia di sekitar akar.
H. Angin

Angin dapat berperan sebagai faktor lingkungan. Pengaruh langsung dari angin adalah aksi
abrasivnya sedangkan pengaruh tidak langsung angin dapat mempengaruhi faktor-faktor lingkungan
lainnya, khususnya temperatur dan suplai air. Angin tidak hanya berpengaruh terhadap individu
tumbuhan tetapi juga pada komposisi jenis dan fungsi komunitas.

Pengaruh langsung angin terhadap tumbuhan misalnya menimbulkan kerusakan fisik dan
malformasi pada tumbuhan tertentu. Efek tidak langsung misalnya mempengaruhi laju transpirasi
oleh hembusannya yang menghilangkan uap air di udara.

I. TOPOGRAFI
Secara alami penampakan suatu vegetasi berubah dengan peningkatan ketinggian ke arah
gunung. Keadaan relief permukaan ini akan memodifikasi semua faktor lingkungan. Efek dari
perubahan ketinggian ini selanjutnya diperbesar oleh adanya asfek keterjalan lereng sehingga
menghasilkan mosaik ekosistem. Hal ini jelas tampak dari bentuk-bentuk vegetasinya yang berbeda.

Dalam pengertian yang lebih sempit topografi diartikan sebagai ketinggian dari permukaan
laut. Ketinggian seringkali dipakai untuk menggambarkan perubahan-perubahan pada temperatur
dan kelembaban. Temperatur biasanya menurun dengan peningkatan ketinggian dimana laju rata-
rata penurunan tersebut sekitar 0,65 oC setiap penurunan 100 m.

Peningkatan ketinggian seringkali berasosiasi dengan peningkatan keterdedahan dan


kecepatan angin. Hal ini selain berpengaruh menurunkan suhu juga mempengaruhi kelembaban.
Ketinggian juga berpengaruh terhadap terjadinya hujan orografik, sehingga umumnya hujan di
daerah pegunungan jauh lebih banyak dibanding di daerah pedataran. Dengan demikian akibat
modifikasi iklim oleh pengaruh ketinggian ini akan menghasilkan suatu zona-zona ekosistem.

J. FAKTOR EDAFIK

Faktor-faktor lingkungan yang berhubungan dengan tanah dinamakan faktor edafik. Tanah
dapat didefinisikan sebagai bagian atas dari lapisan kerak bumi yang mengalami penghancuran
dipengaruhi oleh tumbuhan dan hewan. Definisi ini lebih menekankan pada adanya hubungan yang
erat antara tanah dan organisme, yang dipengaruhi pula oleh iklim dan topografi.

Sebagai medium pertumbuhan tumbuhan, tanah berfungsi sebagai tempat berpegang akar,
persediaan air, sumber nutrisi dan udara. Variasi dari ketersediaan kebutuhan tumbuhan ini akan
membatasi fungsi dan distribusi organisme dan pada akhirnya akan memberikan pengaruh pada
ekosistem secara keseluruhan. Kepentingan faktor edafik bagi tumbuhan akan bergantung pada dua
faktor yaitu faktor fisika dan faktor kimia tanah.

1. SIFAT FISIKA TANAH


Tanah disusun oleh dua komponen yaitu komponen organik dan anorganik. Komponen
organik terbentuk dari hasil pengahancuran dari faktor biotis sedangkan komponen anorgniak
terbentuk dari batuan yang mengalami penghawaan. Ukuran partikel tanah bervariasi yang biasanya
dikelompokkan berdasarkan fraksi atau kelas ukurannya. Komponen anorganik atau mineral
membentuk sekitar dua per tiga dari volume tanah. Komponen ini paling menentukan karakteristik
fisik tanah.

a. Partikel Tanah

Jumlah dan ukuran partikel mineral tanah bergantung pada tipe dari batuan pembentuknya
dan intensitas dari penghawaan yang terjadi pada proses pembentukannya. Ukuran partikel ini
sangat bervariasi mulai dari yang berukuran besar sampai yang sangat halus dan mikroskopis.
Berdasarkan ukuran partikel ini biasanya tanah dikelompokkan berdasarkan kelas ukuran atau fraksi.
Salah satu sistem yang paling banyak digunakan untuk pengelompokan ini adalah sistem yang
digunakan oleh International Society of Soil Science in 1926 dan dari US Department of Agriculture
(USDA), seperti pada tabel di bawah ini

Ukuran Partikel (mm)

Soil fraction Int. System US Depart. of Agric.

Pasir sangat kasar (kerikil halus) 2,00 - 1,00

Pasir kasar 2,00 – 0,20 1,00 – 0,50


Pasir medium 0,50 – 0,25

Pasir halus 0,20 – 0,02 0,25 – 0,10

Lumpur kasar 0,10 – 0,05

Lumpur 0,02 – 0,002 0,05 – 0,002

Liat < 0,002 < 0,002

Di antara fraksi-fraksi tersebut fraksi liat (clay) merupakan paling penting karena
kemampuannya yang tinggi dalam memegang air dan nutrien di dalam tanah, sehingga penting
dalam mengontrol fertilitas tanah. Beberapa mineral liat mampu menyerap air sampai tiga kali lebih
besar dari volumenya sendiri. Partikel ini mengembung bila basah dan akan mengerut bila kering.
Partikel liat mampu saling melekat satu sama lain sehingga dalam keadaan basah tanah menjadi
plastis dan kering sangat keras. Humus berkombinasi dengan liat akan membentuk humus liat atau
koloid yang relatif sangat stabil. Kombinasi ini tidak dapat tercuci dari tanah dengan mudah.

b. Tekstur Tanah

Tekstur tanah ditentukan oleh proporsi dari sejumlah fraksi tanah. Tekstur tanah ini akan
berpengaruh terhadap kemampuan penetrasi akar, aerasi, drainase, suplai nutrisi dan temperatur
tanah. Salah satu cara menentukan tekstur tanah adalah dengan menggunakan segitiga tekstur
tanah.
c. Porositas tanah

Jumlah dan ukuran pori-pori tanah merupakan fungsi dari tekstur tanah. Pasir kasar memiliki
pori yang besar walaupun total jumlahnya hanya sekitar 40 % saja dari volume tanah. Sebaliknya liat
yang padat memiliki pori berukuran kecil tetapi jumlahnya mencapai 60 % dari volume tanah.

d. Udara Tanah

Di dalam tanah kandungan CO2 nya lebih tinggi dibanding CO2 di lingkungan. Hal ini
disebabkan oleh adanya CO2 yang dibebaskan dari respirasi mikroorganisme tanah yang tidak
dikonpensasi oleh proses fotosintesis. Proses pertukaran gas antara tanah dan atmosfer bebas akan
ditentukan oleh porositas tanah. Tanah dengan makropori akan teraerasi dengan baik dan lebih
mudah mengalami pencucian dibanding tanah yang memiliki mikropori.

2. Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah meliputi asiditas dan alkalinitas, kandungan humus, dan garam mineral
anorganik. Asiditas ditentukan oleh konsentrasi dari ion hidrogen. Tingkatan asiditas atau pH
diekspresikan sebagai skala logaritmik negatif dari nol. Secara ekstrem tingkatan skala asiditas
seperti pada tabel berikut ini.
Tabel. Tingkatan Asiditas Tanah Berdasarkan Skala Asiditas

Tingkatan asiditas Skala pH


Sangat asam < 4,0

Cukup asam 5,0

Agak asam 6,0

Netral 6,5

agak basa 7,0

Cukup basa 8,0

sangat basa 9,0

Tanah dengan pH mendekati netral umumnya sangat baik untuk pertumbuhan kebanyakan
tumbuhan. Tumbuhan yang hanya tumbuh di tanah alkali saja disebut calcicoles, sedangkan yang
hanya tumbuh di tanah asam disebut calcifuges.

Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi pH tanah. Faktor utama adalah iklim dimana iklim
berpengaruh terhadap dekomposisi dan pencucian. Selain itu tipe batuan pembentuk tanah dan tipe
vegetasi juga mempengaruhi laju siklus nutrien dan kandungan humus tanah.

Tipe humus yang dihasilkan akan ditentukan oleh tipe iklim dan tipe vegetasi. Tumbuhan
dengan kandungan nutrien tinggi “runtuhannya” akan menghasilkan bahan organik yang kaya
mineral. Pada tanah yang teraerasi dengan baik proses dekomposisi akan berlangsung cepat dengan
menghasilkan humus mull yang mudah hancur. Cacing tanah dan organisme tanah lainnya berperan
dalam proses pembentukan humus untuk meningkatkan fertilitas tanah.

Vegetasi yang menyerap sedikit nutrien dari tanah akan menghasilkan bahan organik yang
miskin mineral. Pada tanah yang demikian itu kandungan kalsiumnya yang dibebaskan melalui
proses dekomposisi sedikit. Pada kondisi demikian proses dekomposisi berlangsung sangat lambat
dan yang dihasilkan adalah humus asam mor.

Komponen garam mineral tanah meliputi kandungan anion dan kation. Garam mineral
terlarut di dalam tanah sebagai ion. Ion-ion yang bermuatan positif disebut kation (dikenal sebagai
asam) dan yang bermuatan negatif disebut anion (dikenal sebagai basa). Pada humus tanah liat
ionnya bermuatan negatif sehingga mereka menarik kation seperti kalsium, sodium dan magnesium.
Kation yang terlepas dari asosiasi ini dapat dibebaskan dan digunakan oleh tumbuhan. Umumnya
ion-ion logam seperti potasium dan sodium yang dibebaskan lebih banyak berada dalam bentuk
persenyawaan dengan hidrogen. Konsekuensinya tanah menjadi lebih asam.

Asiditas berpengaruh terhadap persediaan nutrien bagi tumbuhan. Pada tanah basa,
keasaman berpengaruh terhadap kemampuan tumbuhan dalam menyerap mineral. Sejumlah
mineral seperti copper, Zinc dan besi kelarutannya sangat rendah dalam kondisi basa sehingga
tumbuhan sulit untuk menyerapnya dan tetap tertinggal di dalam tanah. Sebaliknya pada kondisi
asam besi dan aluminium kelarutan sangat tinggi sehingga dapat meracuni tumbuhan. Posfor dalam
bentuk bersenyawa dengan kedua mineral ini tidak dapat digunakan oleh tumbuhan sehingga reaksi
ini menjadi faktor pembatas bagi penyebaran tumbuhan tertentu.

Garam Sodium
Konsentrasi tinggi dari garam (sodium klorida) terakumulasi dalam 3 situasi utama. Pertama,
di area pesisir pantai terutama daerah rawa pantai dan daerah bukit pasir. Kedua, daerah drainase,
dan ketiga, daerah arid dimana proses pencucian sangat rendah untuk menghanyutkan garam-
garam ini.

Berdasarkan kandungan garam sodiumnya biasanya tanah dibagi menjadi 2 tipe yaitu tanah
tipe salin dan tipe alkalin. Tanah salin memiliki pH di bawah 8,6 dengan kandungan sodium berada
pada kisaran dibawah 15 %. Tanah alkalin memiliki pH antara 8,6-10,0 dengan kandungan sodium di
atas 15 %.

Air Tanah
Air di dalam tanah berada dalam tigs bentuk yaitu air higroskopis, air kapiler dan air gravitasi.
Air higroskopis berbentuk sebagai film menyelimuti setiap partikel tanah oleh suatu tegangan
permukaan. Air ini dinamakan juga air adhesi. Air higroskopis umumnya tidak dapat dimanfaatkan
oleh tumbuhan. Air higroskopis saling berikatan satu sama lain membentuk suatu lapisan yang tipis
menjadi air kafiler. Air kafiler memiliki kemampuan yang sangat rendah untuk bergerak ke bagian
bawah tanah. Jumlah air higroskopis dan air kafiler yang dapat tertahan di dalam tanah bergantung
pada tekstur dari tanah tersebut. Tanah dengan fraksi halus memiliki kemampuan untuk menahan
air jauh lebih besar dibanding dengan tanah dengan fraksi kasar. Air kafiler merupakan sumber air
utama bagi tumbuhan.
Bila suatu tanah berada pada kondisi dimana jumlah air yang dapat dipegangnya oleh suatu
tekanan permukaan dan kohesi terhadap partikelnya berada pada kondisi maksimum, disebut
berada pada kapasitas lapangnya (field capasity). Air ini akan bergerak dengan cepat ke dalam tanah
oleh pengaruh gaya gravitasi. Kecepatan gerakan ini bervariasi dipengaruhi oleh jumlah makropori
tanah. Oleh karena itu gerakan pada tanah pasir jauh lebih baik dibanding pada lempung atau liat.
Jika air gravitasi tidak dapat mengalir akan mengisi rongga-rongga udara dan tanah menjadi penuh
air. Air gravitasi menghilangkan nutrien-nutrien tanah dengan suatu proses pencucian.

3. Klasifikasi tanah
a. Profil Tanah

Jika pada suatu tanah dibuat irisan vertikal dari atas ke bawah akan tampak lapisan-lapisan
yang menggambarkan stratifikasi yang dinamakan horizon. Penampakan tanah berdasarkan lapisan-
lapisan ini disebut dengan profil tanah. Berdasarkan perjanjian diberi simbol dengan huruf kapital.
Horizon A berada pada bagian permukaan penghawaan dan mengandung persentase materi organik
relatif tinggi. Horizon C untuk bagian penghawaan batuan induk (lapisan dasar). Diantara kedua
horizon di atas yang memiliki karakteristik A dan C dinamakan horizon B. Ketiga lapisan tersebut
secara lebih spesifik dibagi lagi sehinga dikenal ada horizon O (organik) terletak pada permukaan
horizon A dan E (eluvial) untuk bagian bawah horizon A.

Sistem Klasifikasi Tanah

Walaupun banyak cara yang digunakan untuk melakukan klasifikasi tanah namun sampai saat
ini sangat sulit untuk menemukan sistem yang dapat memasukkan semua variabel tanah. Ada dua
pendekatan yang umum digunakan yaitu System zonal dan sistem berdasarkan susunan tanah.

Pada sistem zonal, tanah diklasifikasikan berdasarkan asumsi bahwa asal usul tanah ada
hubungannya dengan luas wilayah iklim. Profil tanah zonal merupakan gambaran pengaruh dari
iklim pada proses pembentukannya. Faktor-faktor lokal menjadi penyebab dari variasi-variasi dalam
skala kecil di dalam suatu tipe zonal. Disini terdapat penyimpangan yaitu pada perkembangan tanah
intra zonal. Tanah-tanah yang menunjukkan perkembangan sangat kecil atau immature dinamakan
azonal. Sistem zonal hanya digunakan untuk menggambarkan sifat-sifat dasar yang umum dari
tanah. Satu tipe dari tanah zonal mungkin dapat ditemukan pada lebih dari satu tipe iklim.
Pada sistem yang berdasarkan komponen susunan tanah, pengklasifikasian didasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium dalam menentukan proses pembentukannya. Sistem ini banyak ditentang
karena tidak memasukkan iklim sebagai pertimbangan. Pengklasifikasian dengan sistem ini antara
lain dikembangkanm US Department of Agriculture, seperti pada tabel di bawah ini :

No Jenis Deskripsi

1 Entisols Embryonic mineral soils

2 Vertisols Disturbed and inverted clay soils

3 Inceptisols Young soils with weakly developed horizons

4 Aridisols Saline and alkaline soils of deserts

5 Mollisols Soft soils with thick organic-rich surface layer

6 Spodosols Leached acid soils with ashy B horizon

7 Alfisols Leached basic or slightly acidic soils with clay-enriched B horizons

Deeply weathered, leached acid soils

8 Ultisols Very deeply weathered, highly leached soils

9 Oxisols Organic soils

10 Histosols

(Sumber : Emberlin, 1983)


PENGARUH KADAR ENZIM TERHADAP KECEPATAN RESPIRASI PENGUBAHAN AMILUM

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Sel –sel yang perannya identik dengan pabrik-pabrik kimia yang bergantung pada keterediaan energi
dan harus mematui hokum-hukum kimia . secara kolektif reaksi-reaksi kimia yag memungkinkan
adanya kehidupan dansering kita sebut dengan metabolisme . beribu-ribu reaksi tersebut
berlangsung secara terus menerus didalam sel. Dengan adanya reaksi-reaksi tersebut banyak
senyawa organik yang disintesis tumbuhan . Semua ini dengan pengertian sel dapat mengatur
lintasan metabolik yang dikehendakinya , hal ini memungkinkan untuk mngatur dan terjadinya
kecepatan reaksi tersebut dengan cara memproduksi katalisatordengan jumlah yang sesuai dan pada
saat yang dibutuhkan .
Katalisator terseut yang kemudian disebut dengan enzim . hamper dapat sipastika semua reaksi
biokimia dapat berlangsung dengan sangat lambat jiak tanpa melibatkan biokatalisator . ion-ion dan
senyawa anorganik yang telah diserap dalam tanah oleh tumbuhan sebagian besar dapat berfungsi
sebagai katalisator reaksi. Tetapi enzim merupakan katalisator ynglebih kuat. Enzim umumny
mempercepat laju reaksi antara 108 sampai 1020 kali.
Metabolisme adalah seluruh proses kimia yang berlangsung didalam tubuh organisme. Dalam suatu
reaksi kimia, terjadi perubahan yang menyangkut struktur molekul dari satu atau lebih zat;
perubahan dari suatu zat dengan sifat khusus menjadi zat lain yang mempunyai sifat baru yang
disertai dengan pelepasan atau penyerapan energi. Proses metabolisme berlangsung dengan
bantuan enzim. Enzim merupakan protein yang mempunyai ikatan-ikatan tertentu dan dapat
membentuk sisi aktif dengan subtrat. Enzm berperan secar sepesifik dalam menentukan reaksi mana
dipacu dibandingkan dengan katalisator anorganik , sehingga memungkinkan ribuan reaksi dapat
berlangsung dengan tidak menghasilkan produk sampingan yang beracun.. Enzim juga tanggap
dalam perubahan kondisi lingkungan sehingga perubahannya dapat dilakukan oleh tumbuhan sesuai
dengan perubahan unsure lingungan.
Disamping memiliki berbagai keunngulannya enzim ternyata juag memiliki kelemahan , antara lain:
karena enzim adalah protein dengan ukuran molekul berukuran besar , sehingga sintesisnya
membutuhkan energi dalam jumlah yang besar pula. Dalam praktikum kali ini, kami ingin
mengetahui bagaimana pengaruh kadar enzim terhadap proses reaksi amilum yang merupakan salah
satu reaksi utama dalam tubuh makhluk hidup.
B.Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang pada praktikum kali adalah bagaimana pengaruh kadar enzim terhadap
kecepatan reaksi pengubahan amilum.

C.Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengamati pengaruh kadar enzim terhadap kecepatan
reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa.

BAB II
KAJIAN TEORI

Enzim adalah suatu protein yang dihasilkan oleh sel-sel hidup yang mampu mempercepat proses
transpformasi kimia khusus, seperti hidrolisis , oksidasi atau reduksi. Dalam proses tersebut enzim
tidak mengalami perubahan , sehingga enzim hanya berperan sebagai katalisator biologis .
Enzim hanya bersifat spesifik , artinya spesifik untuk substrat tertentu (molekul reaktan) beberapa
enzim bekerja pada tipe ikatan tertentu, sehingga enzim jenis ersebut dapat bekerja pada banyak
substrat yang memiliki ikatan tertentu.
Enzim sebagai katalisator memiliki tingkat spesifikasi yang tinggi dalam mengkatalis suatu
reaksi.salah satu tipe mekanisme kerja enzim adalah pada saat mempercepat reaksi penggubahan
substrat adalah dengan cara menurunkan energi aktifasi (Ea). Enzim mempercept laju reaksi
antara108 -1020 kali.

Course of reaktion
Gb. Energi aktivasi menurun oleh adanya enzim.
Energi aktifasi merupakan energi yang diperlukan molekul-molekul substrat untuk mencapai puncak
transisi sebelum mengalami perubahan. Dengan adanya enzim , substrat yang akan diubah menjadi
molekul produk tidak perlu encapai aktifasi yang tinggi, dalam hal ini enzim berperan dalam
menurunkan tinggkat energi aktifasi substrst sehingga reaksi tidak memeakan banyak waktu.
Sifat-sifat enzim adalah sebagai berikut:
1.Enzim aktif dalam jumlah yang sangat sedikit. pada reaksi biokimia hanya membutuhkan sejumlah
kecil enzim untuk membantu proses pengubahan sejumlah besar substrat menjadi produk hasil.
2.Enzim tidak terpengaruh oleh reaksi yang dikatalisisnya pada kondisi stabil. Dalam kondisi yang
dianggap tidak optimum, suatu enzim merupakan senyawa relatif dan dapat dipengaruhi oleh reaksi
yang dikatalisisnya.
3.Meskipun enzim berperan dalam mempercepat penyelesaian suatu reaksi, enzim tidak
terpengaruh oleh kesetimbangan reaksi tersebut. Tanpa adanya enzim, reaksi dapat balik yang biasa
terdapat dalam sistem hidup berlangsung ke arah kesetimbangan pada laju yang sangat lambat.
Suatu enzim akan menghasilkan kesetimbangan reaksi itu pada kecepatan yang lebih tinggi.
4.Kerja katalis enzim spesisfik. Enzim menunjukkan kekhasan untuk reaksi yang dikatalisisnya. Suatu
enzim yang mengkatalisis suatu reaksi tidak akan mengkatalis reaksi yang lain.
Cara kerja enzim yaitu: enzim berfungsi dengan cara meningkatkan proporsi molekul yang
mempunyai cukup energi untuk bereaksi, sehingga mempercepat laju proses. Enzim melakukan hal
ini dengan menurunkan energi yang diperlukan reaksi dan bukan meningkatkan jumlah energi dalm
tiap molekul. Enzim meningkatkan kecepatan reaksi keseluruhan tanpa mengubah suhu reaksi dan
menurunkan energi aktivasi.
Aktifitas enzim terganggu bila enzim telah mengalami denaturasi. Denaturasi adalah jika struktur
enzim berubah sehingga substrat tidak dapat lag berikatan. Pada banyak keadaan, denaturasi tidak
dapat balik. Suhu yang tinggi memudahkan putusnya ikatan hidrogen. Pemenasan ekstrem
menyebabkan terbentuknya ikatan-ikatan kovalen baru antara rantai-rantai polipeptida atau antara
bagian rantai yang sama dan ikatan-ikatan ini snagat stabil.
Sebagai suatu protein enzim memiliki sifat yang dapat terdenaturasi oleh keberadaan faktor-faktor
tertentu.dengan adanya pendenaturasisaan dari enzim ini dapat mengakibatkan pada ketidak
aktifan enzim yang berperan sebagai bio katalisator serta dapat mengganggu pada mekanisme
kerjanya .Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi suatu enzimatis yaitu:
1.Konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat.
Konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat masing-masing dapat merupakan pembatas. Katalisis
hanya terjadi jika enzim dan substrat membentuk satu kompleks sementara. Jadi, laju reaksi
bergantung kepada jumlah benturan yang terjadi antara substrat dan enzim. Makin tinggi
konsentrasi dari enzim maka kecepatan reaksi makin cepat pula, semua ini terjadi karena banyaknya
enzim yang telah memecah substrst menaji suatu produk. Dengan ketentuan lain , yaitu konsentrasi
enzim berlebihan maka kecepatan reaksinya akan lurus / tidak terjadi keneikan atau penurunan
kecapatan reaksi. Hal ini disebabkan karena substrat telah terikat semua pada masing-masing
enzimserta ada enzim yang tidak mengikat substrat.
V max

Km konsentrasi enzim
Gb . Grafik pengaruh konsentrasi enzim terhadap kecepatan reaksi enzimmatik.
2.pH
aktifitas dari enzim kebanyakandipenggaruhi oleh pH medium dengan berbagai ketetntuan.
Kebanyakan bagi suatu enzim yang berfungsi terdapat pH optimum, yakni pada pH netral yaitu pH 7
yang pada nilai pH labih tinggi atau lebih rendah dari nilai tersebut enzim akan terganggu
aktivitasnya. Dengan adanya pH yang ekstrim dapat menyebabkan perusakan atau pendenaturasi
enzim berdampak pada inaktifan enzim. Banyaknya enzim yang tidak berfungsi dapat mempengaruhi
kerja aktifasi enzim dalam halini dapat mempengaruhi kecepatan laju reaksi.
aktifitas

Gb. Grafik pengaruh pH terhadap kecepatan reaksi enzimatik.


3.Suhu
Kecepatan reaksi enzimatis akan mengalami peningkatan seiring peningkatan suhu sampai titik
optimum. Setelah mencapai pada titik optimum, peningkatan suhu akan menurunkan kecepatan
reaksi karena denaturasi protein enzim. Dalam hal ini enzim memiliki batasan suhu maksimal
berkisar antara 50 o keatas.
aktifitas %

Temperatur
4.Konsentrasi Produk
Semakin tinggi konsentrasi substrat maka akan menyebabkan semakin tingginya kecepatan reaksi
suatu enzim. Semua ini disebabkan oleh banyaknya jumlah substrat yang telah dipecah enzim untuk
menjadi prodauk, keceptan reaksi semakin menurun, konsentrasi substrat dan penimbunan produk
yang pada beberapa enzim, produk tersebut menjadi penghambat aktifitas enzim dengan cara
bergabung dengan enzim sehingge pembentukan kompleks enzim substrat terhambat.
5. Penguraian Amilum
Enzim amilase menrupakan enzim hidrolisis yang mengkatalis proses penambahan air terhadap
ikatan alfa 1,4 glikosida.

Amilase maltase
Amilum maltosa gukosa
Hasil yang paling sederhana dari penguraian proses mulai amilum dari enzim amilase adalah gula
yang terdiri dari dua molekul glukosa yaitu maltosa. Maltosa merupakan bentuk gula yang tidak
mudah untuk digunakan oleh tumbuhan. Oleh sebab itu, maltosa harus melalui proses pecahan lagi
menjadi gula yang mudah dipakai oleh tumbuhan untuk menghasilkan energi, yaitu glukosa. Untuk
mengubah maltosa menjadi glukosa diperlukan enzim maltase.

BAB III
METODE PERCOBAAN

A.Jenis Penelitian
Penelitian ini berjenis penelitian eksperimen, hal ini dikarenakan data-data yang kami peroleh
berasal dari penelitian kami secara langsung, selain itu dalam percobaanini kami mengunakan
variabel-variabel yang dapat mempengaruhi penelitian kami, diantaranya adalah : variabel
manipulasi, variabel kontrol, dan variabel respon.

B.Variabel Pembatas
Variabel kontrol : Jumlah tetesan enzim dan tetesan KI-I2, jangka waktu penetesan.
Variabel manipulasi : kadar enzim
Variabel respon : perubahan warna setelah penetesan KI-I2.

C.Alat dan Bahan


1.Mortar dan penumbuk porselin
2.Tabung reaksi 8 buah, gelas ukur 10 ml 1 buah, centrifuge (pemusing).
3.Cawan tetes, pipet kecil, lampu spiritus, pegangan tabung reaksi.
4.Kecambah kacang hijau umur 2 hari. Larutan amilum 4%, akuades.
5.Larutan KI-I2 dan larutan Fosfat sitrat buffer pH= 5,6 (10 ml).

D.Cara Kerja
1.Membuang kulit biji kecambah.
2.Menggerus 30 gr kecambah kacang hijau dan menambahkan 30 ml larutan buffer fosfat sitrat
sampai semua kecambah hancur.
3.Memasukkan ke dalam tabung reaksi centrifuge dan memusingkan selama 5 menit dengan
kecepatan 2 rpm.
4.Mengambil cairan bagian atas (supernatan) dan memasukkan ke dalam tabung reaksi. Cairan ini
dianggap sebagi larutan enzim amilase 100 %.
5.Membuat enzim dengan kadar 0%, 25%, 50% dari enzim yang berkadar 100 % dengan cara sbb:
kadar enzim 50 % diperoleh dengan cara mengambil 5 ml enzim 100% dan menambahkan aquades
sampai volume 10 ml, kadar enzim 25 % diperoleh dengan cara mengambil 5 ml enzim 50 % dan
menambahkan aquades sampai volume 10 ml, kadar enzim 0 % diperoleh dengan cara memanaskan
5 ml enzim 100% sampai mendidih.
6.Menyediakan tabung reaksi dan mengisi dengan 5 ml larutan enzim 100 %, menambahkan 2 ml
larutan amilum 1 %. Mencatat waktunya, kemudian mengocok perlahan sampai larutan tercampur.
Saat mencampur larutan amilum + enzim ditetapkan sebagai saat nol.
7.Setiap 2 menit mengambil 1 tetes campuran lalu diuji dengan 1 tetes larutan KI-I2 pada lempeng
penguji (cawan tetes).
8.Mencatat waktu tiap perubahan warna yang terjadi pada lempeng penguji.
9.Melakukan langkah ke-6 sampai 8, masing-masing untuk kadar enzim 50%, 25%, dan 0%.

BAB IV
DATA, ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A.DATA
Tabel Pengaruh Enzim Amilase terhadap Reaksi Pengubahan Amilum
Waktu 2 menit ke-
Kadar Enzim

Konsentrasi Enzim 100%


Konsentrasi Enzim 50%
Konsentrasi Enzim 25%
Konsentrasi Enzim 0%
1
Konsentrasi Enzim 100% + + + +
Konsentrasi Enzim 50% + + + + +
Konsentrasi Enzim 25% + + + + + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
2
Konsentrasi Enzim 100% + + + +
Konsentrasi Enzim 50% + + + + +
Konsentrasi Enzim 25% + + + + + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
3
Konsentrasi Enzim 100% + + +
Konsentrasi Enzim 50% + + + + +
Konsentrasi Enzim 25% + + + + + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
4
Konsentrasi Enzim 100% + +
Konsentrasi Enzim 50% + + + +
Konsentrasi Enzim 25% + + + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
5
Konsentrasi Enzim 100% + +
Konsentrasi Enzim 50% + + + +
Konsentrasi Enzim 25% + + + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
6
Konsentrasi Enzim 100%+ +
Konsentrasi Enzim 50% + + + +
Konsentrasi Enzim 25% + + + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
7
Konsentrasi Enzim 100% +
Konsentrasi Enzim 50% + + +
Konsentrasi Enzim 25% + + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
8
Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50% + + +
Konsentrasi Enzim 25% + + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
9
Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50% + + +
Konsentrasi Enzim 25% + + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
10
Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50% + +
Konsentrasi Enzim 25% + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
11
Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50% + +
Konsentrasi Enzim 25%+ + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
12
Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50% +
Konsentrasi Enzim 25% + + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
13
Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50%
Konsentrasi Enzim 25%+ +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
14
Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50%
Konsentrasi Enzim 25% + +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +
15
Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50%
Konsentrasi Enzim 25% +
Konsentrasi Enzim 0% + + + + + + +

Keterangan : Tanda (+) menunjukkan banyaknya kadar kepekatan Warna Biru


Waktu prubahan Warna pada Kadar Enzim
Konsentrasi Enzim 100%
Konsentrasi Enzim 50%
Konsentrasi Enzim 25%
Konsentrasi Enzim 0%
14
24
30
30 keatas

A. Analisis Data
Berdasarkan data diatas didapatkan pada kadar enzim 100% diperoleh hasil terdapat 4 kali
perubahan warna yaitu pada 2 menit ke satu dan kedu diperloh kepekatan warna biru sebanyak (+ +
+ +), pada 2 menit ke 3 kepekatan warna biru ( + + + ) , pada 2 menit ke 4 ,5 dan 6 kepekatan warna
biru ( + + ) ,dan untuk perubahan warna terakhir terjadi pada 2 menit 7 dengan kepekatan warna biri
( + ).
Pada kadar enzim 25% diperoleh hasil adanya lima kali perubahan warna kepekatan ,yaitu pada 2
menit ke 1 sampai 3 kepekatan warna biru ( + + + + +) , 4 sampai 6 kepekatan warna biru (+ + + +), 7
sampai 9 kepekatan warna biru (+ + +), 10 dan 11 kepekatan warna biru (+ + ), serta pada 2 menit ke
12 diperoleh kepekatan warna biru (+).
Untuk kadar enzim 50% diperoleh hasil adanya enan kali perubahan warna kepekatan ,yaitu pada 2
menit ke 1 sampai 3 kepekatan warna biru ( + + + + + +),4 sampai 6 kepekatan warna biru ( + + + + +),
7 sampai 9 diperoleh kepekatan warna biru ( + + + + ),10 sampai 12 diperoleh kepekatan warna biru (
+ + + ), 13,14 diperoleh kepekatan warna biru ( + +) dan untuk perubahan kepatan warna biru terjadi
pada 2 menit ke 15 (+).
Pada kadar enzim 0 %, tidak terjadi perubahan warna, yaitu pada 2 menit awal sampai percobaan
menit terakhir ( pada 2 menit ke 15)

B. Pembahasan
Berdasarkan data yang telah kami peroleh, diketahui bawasanya kadar enzim dapat mempengaruhi
kinerja dari amilum. Pada konsentrasi 100% dapat menyebabkan perubahan reaksi yang sangat
cepat. Pada 2 menit yang 7 sudah dapat menghilangkan warna biru, dalam hal ini warna biru atau
ungu sebagai penanda adanya amilum.Pada konsentrasi enzim 50% perubahan warna biru atau
unggu berlangsunga agak lebih lama bila dibandingkan dengan yang terjadi pada konsentrasi enzim
100%, perubahan warna biru atau unggu berlangsung dalam 2 menit yang ke 12 hal ini menunjukkan
bahwa kandungan enzim amilase lebih sedikit bila dibandingkan dengan konsentrasi enzin yang
100%.
Pada kadar enzim 25 %, kerja enzim amilase atau keberadaan enzim amilase mulai dapat diketahu,
dalam hal ini reaksinya terjadi sanggat lambat. Perubahan warnanya terjadi secara bertahap mulai
dari hilangnya kepekatan warna biru yang terjadi pada 2 menit yang ke 3 lalu menit ke 6 dan teus
terjadi penurunan tingkat kepekatan warna biru hingga diperoleh titik setimbang yaitu hilangnya
warna biru pada 2 menit ke 15. Pada kadar yang cukup rendah ini hampir dapt dipastiak bawasanya
KI-I2 cukup sulit untuk mendetesi keberadaan dari amilum.
Pada konsentrasi 0 % tidak terjadi perubahan warna biak warna biru atau unggu mulai dari 2 menit
pertama hingga 2 menit yang ke 15 sebagai penanda adanya kandungan amilase. Pada kasus ini
mungkin dapat terjadi dikarenakan KI-I2 tidak dapat melakukan pendeteksian kandungan amilum
yang diteteskan pada reaktan serta kandungan amilases yang terdapat pada larutan . dengan tidak
mampunya pendeteksian KI-I2 pada keberadaan amilum dan amilase dapat juga disebabkan adanya
pemenensan larutan supernata 100% sampai mendidih yang berdampak pada perusakan enzim atu
pendenaturasisn enzim .
Pada proses pembuatan enzim amilase dari kecambah hijau ditambah larutan buffer sitrat fosfat.
Penambahan ini dilakukan dengan tujuan agar enzim tidak cepat rusak walau enzim dalam proses
pemanasan.
C.Diskusi
1.Tes KI-I pada larutan amilum + enzim 100% diperoleh warna biru, karena enzim amilase belum
bekerja untuk mengubah amilum menjadi glukosa.
2.Fungsi fosfat sitrat buffer adalah untuk mempertahankan pH hal ini di karena enzim hanya aktif
pada pH tertentu yaitu pH 5,6

3.Faktor yang mempengaruhi kerja enzim adalah:


Macam dan kadar (konsentrasi) substrat : semakin tinggi konsentrasi substrat maka akan tinggi pula
kecepatan reaksinya.
Temperatur atau suhu : enzim memiliki suhu optimum yaitu 50 o keatas.
PH: enzim bekerja pada pH netral Yitu 7
BAB V
SIMPULAN
Makin tinggi tingkat konsentrasi enzim amilase yang dimiliki maka kecepatan reaksi pengubahan
amilum untuk menjadi glukosa. Hal ini menunjukkan bahwa makin tinggi kadar enzim amilase yang
dimiliki maka makin sedikit pula waktu yang dibutuhkan dalam mengubah amilum menjadi glukosa.
Hal lain yang menentukan perbedaan kecepatan reaksi pengubahan amilum menjadi glukosa adalah
kadar ensim amilase yang jumlahnya sangat bervariasi. Dalam hal ini kecepatan reaksi pengubahan
amilum menjadi glukosa berbanding lurus dengan dengan konsentrasi dari enzim amilase.

DAFTAR PUSTAKA

Loveless A.R.1987. Prinsip-prinsip Fisiologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik. Jakarta : Gramedia
Martosuharsono, Soeharsono. 1985. Biokimia jilid I. Yogyakarta: Gadjahmada University Press.
Rahayu, Yuni Sri dkk. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Surabaya : Laboratorium Fistum.
Salisbury, frank B. Dan Cleon W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid II. Bandung : ITB.
.

Diposting oleh PENELITIAN BIOLOGI di 18.39 Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN KADAR KLOROFIL PADA BERBAGAI


TANAMAN YANG BERBEDA UMUR
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN
KADAR KLOROFIL PADA BERBAGAI TANAMAN YANG BERBEDA UMUR

Oleh:
ARIF SUSANTO
063204017
PENDIDIKAN BIOLOGI A

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2008

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Banyak kita jumpai dalam lingkungan sekitar tempat kita hidup beraneka macam tumbuhan , dan
rata-rata tumbuhan hijau yang paling dominan. Tumbuhan hijau menyusun senyawa organik dari
karbondioksida dan air melalui proses fotosintsis.
fotosintesis pada kakikatnya merupakan satu-satunya mekanisme masuknya energi kedalam dunia
kehidupan, dalam hal ini fotosintesis merupakan proses mengubah energi matahari menjadi energi
potensial / kimiawi yang tersimpan dalam karbohidrat dan molekul organik lainya . satu-satunya
pengecualian terjadi pada bakteri kemostatik. Sebagai mana reaksi oksiadasi penghasil energi, yaitu
tempat bergantungnya semua kehidupan ,
fotosintesis meliputi reaksi oksidasi dan reaksi reduksi. Proses keseluruhan adalah oksidasi air (
pemindahan elektron yang disertai pelepasan O2 sebagai hasil samping) dan CO2 untuk membentuk
senyawa organik yaitu karbohidrat. Proses ini hanya akan terjadi jika ada cahaya dan melalui pigmen
hijau klorofil. Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tanaman. Senyawa inilah yang
berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan dengan menyerap dan mengubah energi cahaya
menjadi energi kimia yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Sebagian besar klorofil terdapat dalam daun namun klorofil juga dapat dijumpai pada bagian-bagian
tanaman yang berwarna hijau seperti akar, batang, buah, biji dan bunga dalam jumlah yang terbatas.
Meskipun sebagian besar klorofil terdistribusi dalam daun, namun persebarannya juga tidak merata.
Banyaknya klorofil pada pangkal daun akan berbeda dengan ujung, tengah serta kedua tepi daun.
Selain itu perbedaan warna daun juga menunjukan adanya perbedaan jumlah klorofil. Warna hijau
daun sangat berkolerasi dengan kandungan klorofil. Pada umumnya, semakin hijau warna daun
semakin tinggi kandungan klorofilnya. Dalam percobaan ini meniliti kandungan klorofil pada umur
daun yang berbeda pada tumbuhan.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat ditarik suatu permasalahan tentang “Bagaimana pengaruh
umur (muda dan tua ) suatu tanaman terhadap kadar klorofil yang dimiliki dari berbagai daun dari
suatu tanaman. .

C.Tujuan
Mengukur kadar klorofil berbagai daun dari suatu tanaman yang umurnya berbeda-beda (muda dan
tua ).

BAB II
KAJIAN TEORI
Proses penyerapan cahaya oleh tumbuhan erat sekali hubungannya dengan suatu mekanisme yang
disebut dengan Fotosintesis. Fotosintesis merupakan suatu proses pada tumbuahan hijau untuk
menyusun senyawa organik dari karbondioksida dan air. Proses ini hanya akan terjadi jika ada
cahaya dan melalui perantara pigmen hijau klorofil yang terletak pada kloroplas. Pada dasarnya
proses penyerapan cahaya oleh tumbuhan bergantung pada sifat-sifat cahaya.
Cahaya memiliki sifat gelombang (mave nature) dan sifat partikel ( partikel nature) cahaya mencakup
bagian dari energi mataharidengan panjang gelombang antara 360 nm sampai 760 nm dan tergolong
cahaya tampak. Prinsip dasar penyerapan cahaya adalah bahwa setiap molekul hanya dapat
menyerap satu foton dalam waktu tertentu dan foton ini menyebabkan terjadinya eksitasi pada
suatu electron dalam suatu molekul.
Gbr Spektum kromoplas karetenoid

Untuk terjadinya fotosintesis , energi dalam bentuk electron yang terksitasi pada berbagai pigmen
harus disalurkan kepigmen pengumpul energi yang disebut dengan pusat reaksi ( reaction center)
Reaksi secara keseluruhan dapt ditulis dalam persamaan sebagai berikut :

CO2 + H2O + energi cahaya klorofil (CH2O)n + O2


cahaya

Dari rumus tersebut terlihat bahwa klorofil atau zat hijau daun memegang peranan penting, selain
cahaya untuk proses fotosintesis. Pada reaksi tersebut ( CH2O)n adalah singkatan dari pati atau
karbohidrat lain yang mempunyai rumus empiris mirip dengan itu. Pati merupakan produk
fotosintesis yang paling banyak dibuat oleh kloroplas.
Warna hijau pada kloroplas disebabkan oleh adanya empat tipe utama pigmen didalamnya , klorofil
a, dan b, yang berwarna hijau menyerap banyak sinar lembayung dan merah memancarkan warna
hijau ,dan xantofil serta karotein yang berwarna kuning sampai orange karena menyerap sinar biru
dan lembayung lebih kuat daripada sinar berwarna lain. Pada hijau daun yang melaksanakan proses
fotosintesis itu dan diketahui bahwa pigmen hijau kloroplaslah yang menyerap cahaya yang
diperlukan untuk proses itu. Pigmen yang terdapat pada kloroplas, antara lain : klorofil a (yang
berwarna hijau muda), klorofil b (yang berwarna hijau tua), dan karotin (berwarna kuning sampai
jingga).klorofil merupakan butiran hijau didalam kloroplas , pada umumnya kloroplas berbentuk oval
dengan bahan dasar disebut stroma . sedangkan butiran –butiran yang ada didalamnya disebut
grana. Pada tanaman tinggi terdapat dua klorofil yaitu : klorofil a (C55H72O5N4Mg berwarna hijau
tua ), klorofil b (C55H70O6N4Mg berwarna hijau muda ).
Pada tumbuhan berbunga, kedua klorofil ini hanya terdapat dalam kloroplas, sedangkan pigmen
kuning-oranye kadang-kadang terdapat juga pada bagian tumbuhan yang tidak hijau, dan pigmen ini
tidak berperan dalam fotosintesis.

Didalam kloroplas terdapat senyawa –senyawa yang membantu proses fotosintesis antara lain:
a.Sitokrom
Sitokrom merupakan protein yang dimiliki bagian bukan protein yang berupa Fe. Sitokrom F dan
sitrokom b6 berfungsi untuk membantu proses fotosintesis.
b.Plastoquinon
Plastoquinon tidak terikat oleh protein dan berfungsi sebagai pereduksi. Contoh vitamin K.
c.Plastosianin
Plastosianin merupakan protein yang mengandung atom tembaga (Cu) dan berwarna biru dengan
fungsi sebagai transfer electron dan fotosintesis.
Kecepatan fotosintesis dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu factor luar dan factor dalam:
a.faktor luar, meliputi : persediaan air, konsentrasi karbondioksida, intensitas cahaya , suhu dan
interaksi-interaksi factor luar.
a.1. persediaan air .
persediaan air yang kurang memadai pada tumbuhan akan berdampak pada pengurangan kecepatan
fotosintesis secara drastis. Akibat dari kekurangan air ini akan mengakibatkan daun melakukan
penutupan stomata . penutupan stomata merupakan alsan utama mengapa terjadi pengurangan
kecepatan fotosintesis.
a.2. konsentrasi karbondioksida.
Pada konsentrasi karbondioksida rendah kecepatan fotosintesis akan sebanding dengan kecepatan
proses fotosintesis. Jika konsentrasi karbondioksida dinaikkan , peningkatan kecepatan turun dengan
cepat , sampai dicapai kecepatan maksimum.
a.3 . intensitas cahaya.
Pada intensitas cahaya rendah tidak ada fotosintesis yang dapat dideteksi melalui metode baku
analisis gas. Sebab pada keadaan ini pertukaran gas pada fotosintesis lebih kecil bila dibandingkan
dengan respirasi.
a.4. suhu.
Kisaran suhu yang memungkinkan terjadinya suatu fotosintesis sangatlah berfariasi terutama pada
daerah tropik. Perkiraan suhu tersebut antara 5-4 derajat celcius.
a.5. Interaksi faktor-faktor luar
Interaksi factor-faktor luar antara lain dapat terjadi dengan suhu dan intensitas cahaya yang lebih
rumit daripada interaksi lain. Sebab terdapat variasi suhu yang sangat berbeda pada intensitas
cahaya yang rendag sampai tinggi.

b.faktor dalam ,meliputi : reaksi dalam daun terhadap difusi gas bebas ,penimbunan hasil
fotosintesis, kandungan klorofil, morfologi dan anatomi daun, akumulasi fotosintat.
b.1. reaksi dalam daun terhadap difusi gas bebas
b.2. penimbunan hasil fotosintesis
b.3. kandungan klorofil
jumlah klorofil yang dimiliki menentukan kecepatan fotosintesis . makin besar kadar klorofil yang
dimiliki maka proses laju fotosintesis dapat berlangsung dengan sangat cepat.
b.4. morfologi dan anatomi daun.
Umur daun sangat mempengaruhi proses fotosintesis: proses penuaan akan berdampak pada
kelambanan proses fotosintesis. Faktor utama yang mempengaruhi laju penuaan ialah kandungan
nutriea mineral daun. Masukan nutriea mineral yang cukup akan memungkinkan daun yang msih
muda maupun tua memenuhi kebutuhan mereka. Namun dalam beberapa kondisi seringkali nutrisi
yang jumlahnya terbatas lebih sering didistribusikan ke daun yang lebih tua daripada ke daun yang
lebih muda.
Daun tua selalu lebih banyak mengandung klorofil yang lebih besar daripada daun muda. Adanya
perbedaan kandungan klorofil antara daun muda dan tua, nampaknya sangat berkaitan denga umur
daun tersebut. Perbedaan kandungan klorofil pada beberapa spesies tanaman dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Perbedaan kandungan klorofil setiap tanaman dipengaruhi oleh adanya
perbedaan massa jenis tanaman, varietas, status nutrisi, musim serta stress biotik dan abiotik. Selain
itu, tipe tanaman, jenis tanah, keadaan iklim setempat, stress dan penyakit tanaman serta nutrisi
yang dimilikinya juga berpengaruh terhadap besarnya kandungan klorofil suatu tanaman.
Pada jenis yang sama, tanaman yang tumbuh di tempat ternaung umumnya memiliki kandungan
klorofil lebih besar dan luas daun lebih lebar, sedangkan tanaman di tempat terbuka kandungan
klorofilnya lebih kecil dan luas daunnya lebih sempit. Tanaman yang tumbuh di daerah ternaung,
kandungan klorofilnya lebih besar, daunnya lebih tipis, proteinnya lebih rendah dan luas permukaan
daunnya lebih lebar dibandingkan tanman yang tumbuh di tempat terbuka / tak ternaung

BAB III
METODE PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Penelitian ini berjenis penelitian eksperimen, hal ini dikarenakan data-data yang diperoleh berasal
dari penelitan secara langsung, selain itu di digunakan variabel-variabel yang dapat menunjang
penelitian kami, diantaranya adalah : variabel manipulasi, variabel kontrol, dan variabel respon.

B.Variabel-Variabel Penelitian
a.Variabel Manipulasi :
Daun dari suatu tanaman dengan umur yang berbeda-beda (muda dan tua)
b.Variabel Kontrol
Panjang gelombang
Jumlah alkohol
c.Variabel Respon
Kadar klorofil a, kadar klorofil b, dan kadar klorofil total

C.Alat dan Bahan


Alat:
1.Pipet tetes
2.Gelas ukur
3.Lumpang porselin
4.Kertas saring
5.Alkohol 95%
6.Spektrofotometer
Bahan:
Daun dengan umur yang berbeda, meliputi :
Daun muda yang diambil daun yang pucuk
Daun yang tua diambil nomor 5 ke bawah

D.Langkah Kerja
1.Menimbang 0,25 gram daun yang masih segar, kemudian memotongnya kecil-kecil.
2.Menggerus potongan-potongan daun tersebut dalam lumpang porselin sampai halus.
3.Mengekstrasi gerusan daun tersebut dengan menggunakan 25 ml alkohol 95%.
4. Menyaring ekstrak tersebut dengan menggunakan kertas saring sampai volume akhir filtrat akhir
mencapai 25 ml. Jika volume filtrat kurang dari 25 mL, tambahkan kembali alkohol 95%.
5.Mengukur kadar klorofil filtrat tersebutdengan menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 649 nm dan 665 nm. Sebelum dilakukan pengukuran perlu dikalibrasi terlebih dahulu.
Larutan yang digunakan sebagai pelarut untuk kalibrasi adalah alkohol95%.
6.Mencatat nilai absorbansi (Optical Density) larutan tersebut.
7.menghitung kadar klorofil a, kadar klorofil b dan kadar klorofil total dapat dihitung dengan rumus
dari Wintermans dan de Mots sebagai berikut :
Klorofil a : 13,7 x OD 665 – 5,76 OD 649 (mg/l)
Klorofil b : 25,8 x OD 649 – 7,7 OD 665 (mg/l)
Klorofil total : 20,0 x OD 649 + 6,1 OD 665 (mg/l)
BAB IV
DATA, ANALISIS, PEMBAHASAN DAN DISKUSI
A.Hasil Pengamatan
a.Tabel hasil pengukuran kadar klorofil daun dari beberapa tanaman dengan umur yang berbada-
beda.

NO
Nama Daun
Daun Muda ( mg/l)
Daun tua ( mg/l)
1.

Klorofil a
Klorofil b
Total
Klorofil a
Klorofil b
Total
2.
Roediscolor
3,15
6,80
9,98
6,41
16,67
23,18
3.
Puring putih
3,15
6,80
9,98
6,41
16,67
23,18
4.
Beras utah
0.44
1,78
2,23
7,32
4,24
11,61
5.
Bougenfil
2,32
5,69
8,03
2,13
8,73
10,87
6.
Sepatu
7,89
0,08
8,03
6,32
3,89
10,26
7.
Puring
1,10
1,91
2,93
5,83
3,94
9,82
8.
Iler
3,36
5,33
8,72
5,94
1,85
7,83
9.
Keres
10,31
4,81
15,19
10,82
4,94
19,90

A.Analisis
Dalam percobaan pengukuran kadar klorofil ini kami mengunakan delapan daun, yang terdiri dari
daun Roediscolor, Puring putih, Beras utah, Bugenfil, Sepatu. ,Puring. Iler dan Keres dan masing-
masing daun kami ekstrak daun muda dan tua . Dari kedelapan macam daun tersebut kami hitung
kadar klorofil a, b dan klorofil total dengan menggunakan alat yang dinamakan spektrofotometer.
Pada perhitungan kadar klorofil mengunakan satuan m/gr. pada daun Roediscolor muda didapatka
klorofil a sebesar 3,15, klorofi b 6,80.dan klorifil total 9,98.sedangkan untuk Roediscolor tua
didapatka klorofil a sebesar 6,46, klorofi b 16,67.dan klorifil total 23,18 . Daun puring putih muda
didapatka klorofil a sebesar 3,15, klorofi b 6,80.dan klorifil total 9,98.sedangkan untuk daun puring
putih tua didapatka klorofil a sebesar 6,46, klorofi b 16,67.dan klorifil total 23,18. Daun Beras utah
muda didapatka klorofil a sebesar 0,44, klorofi b 1,78.dan klorifil total 2,23.sedangkan untuk daun
beras utah tua didapatka klorofil a sebesar 7,32, klorofi b 4,24.dan klorifil total 11,61,daun Bugenfil
muda didapatka klorofil a sebesar 2,32, klorofi b 5,69.dan klorifil total 8,03.sedangkan untuk daun
bougenfile tua didapatka klorofil a sebesar 2,13, klorofi b 8,73.dan klorifil total 10,87.
Sedangkan untuk daun bungga Sepatu muda didapatka klorofil a sebesar 7,89, klorofi b 0,08 dan
klorifil total 8,03. Sedangkan untuk daun bungga Sepatu tua didapatkan klorofil a sebesar 6,32,
klorofi b 3,89.dan klorifil total 10,26. ,Puring muda didapatka klorofil a sebesar 1,10, klorofi b
1,91.dan klorifil total 2,93. Sedangkan untuk daun puring tua didapatka klorofil a sebesar 5,83,
klorofi b 3,94.dan klorifil total 9,82. Iler muda didapatkan klorofil a sebesar 3,36, klorofi b 5,33.dan
klorifil total 8,72. Sedangkan untuk daun iler tua didapatka klorofil a sebesar 5,94, klorofi b 1,85.dan
klorifil total 7,83. dan daun Keres muda didapatka klorofil a sebesar 10,31, klorofi b 4,81.dan klorifil
total 15,19. Sedangkan untuk daun keres tua didapatkan klorofil a sebesar 10,82, klorofi b 4,94.dan
klorifil total 15,90.
Berdasarkan data hasil penelitian di atas menunjukkan kadar klorofil a paling tinggi pada daun tua.
Sedangkan kadar klorofil a paling rendah ada pada daun muda. Untuk kadar klorofil b pada daun
muda dan tua tidak memiliki perbedaan jauh dan dapat dikatan hampir setara. perbedaan antara
kadar klorofil a dengan kadar klorofi badalah, rata-rata tiap tanaman kandungan klorofil b lebih
banyak dibandingkan klorofil a. Sedangkan Untuk penentuan kadar klorofil total paling tinggi ialah
pada daun tua dan yang paling rendah terdapat pada daun muda. Dengan kata lai kita dapat
membuat simpulan awal bawasanya kadar klorofil akan semakin tinggi seiring dengan pertambahan
umur daun.

B.Pembahasan
Berdasarkan analisis data dan grafik diatas memperlihatkan kadar klorifil yang semakin tinggi,
berdasrkan pertambahan atau umur daun.Warna hjau daun sangat berkaitan erat dengan
kandungan klorofil. Pada umumnya, semakin tua daun maka hijau warna daun akan semakin tinggi
kandungan klorofilnya. Selain itu Struktur dan metabolisme daun tua telah lebih sempuran bila
dibandingkan dengan daun muda dalam fotosintesis yang tinggi serta berpengaruh pada sintesis
protein. Hal ini merupakan indikator pertama yang menunjukkan, bawasanya makin tua umur suatu
daun maka akan semakin tinggi kadar klorofil yang dikandungnya.

Gb, unit reaksi pada fotosintesis


Perbedaan kadar klorofil berdasarkan tiap-tiap umur daun yakni daun muda dan daun tua
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor internal dan faktor eksternal. Kandungan
klorofil pada suatu daun akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur daun. Peningkatan ini
terjadi sejalan dengan pertumbuhan dari daun muda menjadi daun tua, tanaman masih melakukan
biosintesis klorofil.
Berdasarkan struktur dan kandungan dari daun tua lebih banyak membutuhkan nutrisi untuk
keperluan hidup yakni sebagai sumber energi, maka dapat dikatakan bawasanya daun tua masih
melakukan biosintesis klorofil. Sedangkan pada daun yang masih muda, kandungan klorofilnya masih
sedikit, karena daun ini masih belum banyak melakukan biosintesis klorofil.. dalam hal ini faktor
selain faktor internal, perbedaan kandungan klorofil juga dapat di pengaruhi faktor eksternal
diantaranya intensitas cahaya, naungan, morfologi dan luas permukaan daun. Besar intensitas
cahaya yang diterima atau diabsorpsi daun bergantung dari jumlah klorofil yang dimiliki oleh daun
tersebut.
Pada jenis tanaman yang sama, tanaman yang tumbuh di tempat tak ternaung, kandungan
klorofilnya lebih kecil dan luas daunnya lebih sempit. Hal ini berbeda dengan tanaman yang ternaung
kandungan klorofilnya yang mengalami fototaksis lebih sedikit dari pada kondisi yang kurang cahaya
, maka cahaya yang diterima oleh daun berupa cahaya difuse (tidak beraturan) sehinga akan
dibutuhkan lebih banya klorofil untuk proses penangkapan energi cahaya sertapenampang daun
lebih luas atau lebar bila dibandingakan dengan daun yang tak ternaung..
Hal lain yang mendasari Perbedaan kandungan klorofil pada suatu tumbuhan adalah adanya
perbedaan massa jenis tanaman, varietas, status nutrisi, musim, jenis tanah, keadaan iklim
setempat, stress dan penyakit tanaman serta nutrisi yang dimilikinya juga berpengaruh juga
berpengaruh terhadap besarnya kandungan klorofil suatu tanaman.

C.Diskusi
* Kadar klorofil pada berbagai umur daun berbeda. Hal ini terjadi karena oleh beberapa faktor:
1.Dalam proses fotosintasis, klorofil berfungsi sebagai senyawa pigmen penerima cahaya dengan
berbagai panjang gelombang tertentu yang nantinya gelombang ini dapat menyebabkan electron
pada klorofil tereksitasi dari tingkat energi tertentu dan akan diterima oleh molekul penerima
electron atau aseptor elektron .
2.Adanya intensitas cahaya yang mengenai daun berbeda, daun muda terletak dipucuk sehingga
dengan adanya intensitas cahya yang banyak dengan jumlah klorofil yang dihasilkan banyak
digunakan untuk proses fotosintesis maka akan memyebabkan rendahnya kadar klorofil.
3.Pada daun yang usianya tua kadar klorofilnya paling banyak halini disebabkan : pada daun
tanaman yang sudah tua memiliki jaringan yang cukup komleks sehingga berdampak pada proses
fotosintesis yang akan terjadi dengan maksimal. Selain itu pada daun yang sudah dewasa selain
memiliki klorofil juga memiliki karetonoid yang digunakan untuk melakukan perlindungan sehingga
klorofilnya tidak akan langsung mengalami fotosintesis secara belebihan. Selain itu dengan adanya
karbohidrat pada daun yang usianya sudah tua pada saat proses fotosisntesis akan menghasilkan
karbohidrat dalam jumlah yang banyak, hal ini berdampak pada meningkatnya produksi klorofil.
Semua ini terjadi karena salah satu syarat dari terbentuknya klorofi adalah keberadaan dari
karbohidrat tersebut.
4.Pada jenis tanaman yang sama, jumlah klorofil akan lebih banyak dimiliki pada tanaman yang
berada pada tempat yang ternaung dibandingkan dengan tempat yang terdedah. Karena pada
tempat yang ternaung jumlah intensitas cahaya yang ada, tidak sebanyak pada tempat yang
terdedah. Akibatnya pada tanaman yang mengalami fotooksidasi pada daun tua lebih sedikit
daripada daun yang lebih muda. Agar tanaman pada tempat yang ternaung dapat menerima cahaya
secara maksimal, maka tanaman tersebut beradaptasi dengan membentuk lebih banyak klorofil agar
dapat menerima cahaya lebih banyak. Sedangkan untuk tanaman yang terdedah intensitas cahanya
lebih tinggi dan klorofil yang dihasilkannya pun lebih banyak digunakan pada proses fotosintesis, hal
ini memngakibatkan pada rendahnya kadar klorofil yang dimiliki tananman terdedah.
BAB V
PENUTUP

A.Simpulan
Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa kadar klorofil merupakan
salah satu fator yang dapat mempengaruhi kecepatan fotosintesis sebab klorofil berfungsi sebagai
penangkap cahaya pada saat proses fotosintesis . Kadar klorofil yang paling banyak terdapat pada
daun yang berumur tua. Hal ini dikarenakan pada daun yang tua penangkapan cahaya yang akan
diubah menjadi energi kimia lebih banyak bila dibandingkan dengan penangkapan energi cahaya
pada daun yang berumur muda.

DAFTAR PUSTAKA

Djoseputro,Dwi.1989. pengantar fisiologi tumbuhan, Jakarta : Gramedia


Gardner, Franklin, et al. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (Susilo Herawati,trans). Jakarta: UI Press.
Loveless, A. R. 1987. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 1. Jakarta: PT. Gramedia.
Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan II. Bandung : ITB bandung.
Sri Rahayu dkk. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Surabaya : Laboratorium Fistum
Unesa.

Diposting oleh PENELITIAN BIOLOGI di 18.27 Tidak ada komentar:

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Minggu, 09 Januari 2011


UNTUK HIDUP YANG LEBIH BAIK
“Kesehatan”

1. Minum banyak air putih


2. Makan dengan porsi yang sesuai / seimbang
3. Perbanyak makan sayuran & buah
4. Hidup dengan prinsip 3E: Energy, Enthusiasm (semangat tinggi), dan Empathy (mampu
memahami perasaan dan pikiran orang lain).
5. Taat beribadah
6. Luangkan waktu untuk berekreasi
7. Membaca lebih banyak buku, dibandingkan tahun 2010
8. Duduk dalam keheningan minimal 10 menit sehari.
9. Tidur minimal 7 jam
10. Berjalan kaki 10-30 menit setiap harinya. Dan saat berjalan, tersenyumlah. Perhatikan
pemandangan dan suara yang tedengar di sekitarmu.

“Kepribadian”
1. Jangan membandingan kehidupanmu dengan kehidupan orang lain. Anda tidak tahu persis
mengenai perjalanan hidup mereka secara keseluruhan.
2. Jangan punya pikiran negatif, apalagi melakukan hal-hal negatif yang tidak dapat dikontrol.
Lebih baik Anda menyimpan energi untuk kejadian/peristiwa positif yang terjadi saat ini.
3. Jangan berlebihan (dalam melakukan sesuatu). Kenali batas-batasnya, khususnya untuk
tubuh sendiri.
4. Jangan terlalu serius mengenai diri sendiri.
5. Jangan buang-buang energi untuk gossip.
6. Bermimpilah lebih banyak ketika Anda “terbangun” (siap action)
7. Cemburu itu buang-buang waktu. Anda sudah memiliki semua yang ada perlukan.
8. Lupakan masalah masa lalu. Jangan mengingat-ingat kesalahan pasangan/teman. Itu akan
mengurangi kebahagiaanmu.
9. Hidup ini terlalu singkat, untuk dipakai mengumbar kebencian. Jangan membenci orang lain.
10. Berdamai dengan masa lalumu, jadi masa depanmu tidak rusak/kacau.
11. Tidak ada hal/orang yang bisa membuat Anda bahagia, kecuali Anda sendiri.
12. Sadari bahwa kehidupan adalah “sekolah” dan Anda harus belajar. Masalah-masalah yang
muncul, secara sederhana adalah bagian dari kurikulum. Seperti mata pelajaran, mereka
muncul, kemudian menghilang (setelah Anda lulus). Namun ilmunya, tetap Anda miliki
seumur hidup
13. Tersenyum dan tertawalah lebih sering.
14. Anda tidak perlu memenangkan setiap diskusi atau adu argumentasi. Agree to disagree
(pepatah asing; artinya setuju untuk tidak setuju/perbedaan pendapat). Kita juga harus
menghargai / menghormati pikiran orang lain.

“Kehidupan Sosial”

1. Telepon / berkomunikasi dengan anggota keluarga lebih sering.


2. Setiap hari, berikan sesuatu yang baik pada orang lain.
3. Maafkan setiap orang, untuk segalanya.
4. Habiskan waktu luang lebih banyak dengan orang-orang yang berusia di atas 70 tahun, atau
di bawah 6 tahun.
5. Cobalah untuk membuat minimal 3 orang tersenyum setiap harinya.
6. Apa yang orang-orang pikirkan tentang diri Anda, bukan urusan Anda.
7. “Pekerjaan” tidak akan menaruh perhatian pada Anda, ketika Anda sakit. Tapi “teman-
teman” Anda peduli. Jadi, tetaplah saling berkomunikasi dan memperhatikan satu sama lian.

“Hidup”

1. Lakukan hal yang benar!


2. Hindari hal-hal yang tidak bermanfaat, tidak bagus, atau tidak membuat Anda bahagia.
3. Tuhan menyembuhkan segalanya.
4. Bagaimanapun bagus atau jeleknya sebuah situasi, semua itu akan mengalami perubahan.
5. Jangan terlalu peduli mengenai perasaan tidak enak yang Anda rasakan. Bangkit dan
tunjukkan bahwa Anda baik-baik saja.
6. Hal yang terbaik belum datang!
7. Ketika bangun untuk memulai hari yang baru, berterima kasihlah kepada Tuhan.
8. Berbahagialah
9. Silakan bagikan lagi, ke teman-teman lainnya. Indahnya berbagi; share and be happy.
Diposting oleh PENELITIAN BIOLOGI di 19.45 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

IDENTIFIKASI KEKAYAAN AVERTEBRATA PANTAI MODUNG MADURA


IDENTIFIKASI KEKAYAAN AVERTEBRATA PANTAI MODUNG

MADURA

Laporan Praktikum Lapangan

TAKSONOMI AVERTEBRATA

PANTAI MODUNG, MADURA

Oleh

KELOMPOK 1

Alfiatus Sholhah (093244010)

Dinda Meilia .P. (093244030

Arif Susanto (063204017)

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


2010

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam atas limpahan berkat, nikmat dan

pertolongan-Nya laporan ini pada akhirnya dapat terselesaikan. Sholawat ma’as salam semoga

senantiasa tercurah atas tauladan hidup yakni nabi Muhamad SAW.

Penulisan laporan penelitian dengan judul “identifikasi kekayaan avertebrata pantai

modung madura” Laporan proyek praktikum lapangan taksonomi avertebrata di pantai modung

membahas tentang identifikasi kekayaan avertebrata yang ada di pantai modung.

Penulisan laporan ini dapat selesai dengan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu

penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dan Ibu Dosen matakulai Taksonomi Avertebrata.

2. Teman-teman kelompok TA 2009 yang telah berjuang tenaga, materi dan pemikiran untuk

kesuksesan praktikum lapangan di pantai modung.

Penulis menyadari laporan ini sangat sederhana dan penuh dengan kekurangan, sehingga

jauh dari kesempurnaan. Akhirnya Penulis berharap semoga dengan adanya penelitian ini dapat

bermanfaat untuk orang lain. Amin

Surabaya, 3 Januari 2011


Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

Pantai adalah bagian daratan yang berbatasan dengan laut yang masih terpengaruh oleh proses-

proses abrasi ( pengikisan oleh air laut ), sedimentasi (pengendapan ), dan pasang surut air laut.

Menurut bentuknya pantai dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu pantai landai dan pantai

terjal. Kalau kita pergi ke suatu pantai dimana kita dapat turun langsung ke air laut dan dapat. Pesisir

adalah daratan di tepi laut yang tergenang pada saat air pasang dan kering pada saat air laut surut.

Wilayah pesisir lebih luas daripada wilayah pantai. Wilayah pesisir lebarnya bisa mencapai antara 50-

100 m.
Pada wilayah pesisir tedapat proses perembesan air laut, pasang surut air laut, dan

hembusan angin laut. Sedangkan di peairan masih dipengaruhi oleh sifat-sifat daratan seperti

sedimentasi dan aliran air tawar. Pesisir merupakan daerah yang rawan terhadap proses abrasi serta

kerusakan yang ditimbulkan oleh aktifitas manusia. Oleh sebab itu, daerah-daerah pantai harus

dilestarikan fungsinya.

Pantai Modung merupakan salah satu pantai yang berada di selatan Pulau Madura, tepatnya

di Kabupaten Bangkalan-Madura.Pantai Modung tidak jauh dari pemukiman masyarakat. Zona

intertidal Pantai Modung di tumbuhi mangrove dan banyak karang.Zona intertidal seagai habitat

hewan avertebrata.

alam menunjang kegiatan belajar kami dalam mata kuliah Taksonomi Avertebrata, kami

melakukan observasi di Pantai Modung, terutama pada zona intertidal.

Hasil observasi yang kami peroleh berupa data tentang keanekaragaman avertebrata yang

ada di Pantai Modung. Data ini sangat penting bagi kami maupun pembaca karena dengan adanya

observasi di lapangan secara langsung dengan menghasilkan spesimen-spesimendan data,kami

dapat lebih mengetahui macam-macam avertebrata yang selama ini kita pelajari.

B. Tujuan Kegitan Prktikum

Adapun tujuan Kegiatan praktikum yang dilakukan di Pantai Modung, Bangkalan-Madura adalah

sebagai berikut:

1. Mengambil sampel hewan-hewan avertebrata dengan benar

2. Mengawetkan sampel hewan-hewan avertebrata dengan benar

3. Memilah sampel hewan-hewan avertabrata berdasarkan masing-masing takson.


4. Mengidentifikasi hewan avertebrata hingga kategori kelas.

5. Mengumpulkan data dengan cara observasi lapangan.

C. Manfaat Kegiatan Praktikum

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan praktikum di Pantai Modung, Bangkalan-

Madura adalah sebagai berikut:

1. Mahasiswa lebih terampil dalam mengambil hewan-hewan avertebrata.

2. Mahasiswa mampu mengwetkan sendiri sampel hewan-hewan avertebrata

3. Mahasiswa dapat menggolongkan berbagai macam avertebrata dalam masing-masing

takson.

4. Mahasiswa dapat mengetahui identifikasi hewan avertebrata hingga kategori kelas.

5. Mahasiswa dapat belajar observasi lapangan dengan benar.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. ZONA-ZONA LAUT

Sekitar 2/3 luas bumi adalah laut. Laut memiliki kedalaman rata-rata 3 km. Yang paling

dalam adalah laut barat samudra pasifik dengan kedalaman 11 km. Air laut memiliki

keanekaragaman flora dan fauna yang berbeda denga air tawar. Ini dikarenakan berbedanya

komposisi zat di dalam air. Garam dalam air laut sekitar 3.2%- 3.5%.(Pajajaran diving society)

Gambar .1. Pembagian zona laut (pajajaran diving society)


Berdasarkan tembus tidaknya cahaya matahari, laut dibagi menjadi dua zona. Zona fotik

yang masih dapat ditembus cahaya dan fotosintesis masih dapat terjadi. Zona fotik biasanya hanya

beberapa ratus meter dari permukaan. Zona yang tidak tembus cahaya di sebut zona afotik (abissal).

ara ahli ekologi membagi laut menjadi tiga zona berdasarkan dengan lempeng benua

menjadi:

a. Zona Intertidal

Yaitu bagian pasang surut, dimana bagian ini secara periodik terisi oleh air pada saat pasang.

Biasanya pada pesisir pantai. Organisme yang sering terdapat pada zona ini biasanya alga, anemon

laut, kepiting, kerang, ikan kecil, bulu babi dan bintang laut.

b. Zona Neritik

Dari zona intertidal ke lempeng benua disebut zona neritik. Zona neritik ini kaya dengan

plankton (mikrorganisme yang mengapung dan terbawa arus). Pada bagian ini banyak terdapat

terumbu karang. Pada bagian ini terdapat berbagai jenis ikan, penyu, anemon, dll.

c. Zona Samudra

Merupakan samudra yang dalam dan luas. Walaupun diatasnya masih tertembus cahaya

matahari namun kadar nutrisi bagi mahkluk hidup sangat rendah. Namun karena sangat luas, maka

produktivitas sangat tinggi dibanding zona neritik. Pada permukaanya terdapat plankton. Ikan di

zona ini biasanya besar seperti paus.

B. PULAU MADURA
Pulau Madura terletak di timur laut Jawa terletak diantara 112o dan 114o bujur timur. Luas

Pulau Madura 4.887 Km2,. Panjangnya kurang lebih 190 Km dan jarak yang terlebar 40 Km. Pantai

utara merupakan suatu garis panjang yang hampir lurus. Pantai selatannya di bagian timur

mempunyai dua teluk yang besar terlindung oleh pulau-pulau, gundukan pasir dan batu-batu karang.

Gambar .2. pulau madura (http://zkarnain.tripod.com)

Batas-batas administrasi Pulau Madura adalah:

1. Batas sebelah utara: Laut Jawa

2. Batas sebelah selatan: Selat Madura

3. Batas sebelah timur: Laut Jawa

4. Batas sebelah barat: Selat Madura

Kondisi geografis pulau Madura dengan topografi yang relatif datar di bagian selatan dan

semakin kearah utara tidak terjadi perbedaan elevansi ketinggian yang begitu mencolok. Selain itu

juga merupakan dataran tinggi tanpa gunung berapi dan tanah pertanian lahan kering. Iklim di

daerah ini adalah tropis dengan suhu rata-rata 26,90C. Musim kemarau kering rata-rata 2-4 bulan

atau pada musim kemarau panjang 4-5 bulan. Curah hujan rata-rata antara 1500 – 200 mm dengan

jumlah hari hujan sekitar 88 hari pertahun. Suhu udara maksimum rata-rata 30,50C. Kelembaban

rata-rata 79 %.

Komposisi tanah dan curah hujan yang tidak sama dilereng-lereng yang tinggi letaknya justru

terlalu banyak sedangkan di lereng-lereng yang rendah malah kekurangan dengan demikian

mengakibatkan Madura kurang memiliki tanah yang subur.

Ekositem Pantai pulau madura

a.Hutan Mangrove
Di sepanjang garis pantai pulau madura dijumpai adanya hutan mangrove. Hutan mangrove

juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Hutan mangrove

merupakan tipe hutan tropika yang khas tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang

dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang sangat penting

di wilayah pesisir sebab memiliki fungsi ekologis dan fungsi ekonomis.

b.Terumbu karang

Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis. Termasuk di

pantai modung pulau madura. Meskipun terumbu karang juga terdapat di seluruh perairan di dunia.

C. TAKSONOMI dan ANGGOTA AVERTEBRATA

Taksonomi adalah studi teoretis tentang pengkasifikasian atau penggolongan suatu

organisme, termasuk dasar-dasar, prinsip-prinsip, prosedur, dan aturan-aturannya. Urutan tingkatan

takson adalah, Kingdom, Filum, Kelas, Ordo, Familia, Genus, dan Spesies.Klasifikasi hewan

didefinisikan sebagai penggolongan hewan ke dalam kelompok tertentu berdasarkan

kekerabatannya, yaitu yang berhubungan dengan kontiguitas (kontak), kemiripan, atau keduanya.

Klasifikasi dapat berdasarkan hubungan evolusi, habitat, dan cara hidupnya. Sistematika

didefinisikan sebagai studi ilmiah tentang jenis-jenis dan keanekaragaman organisme dan semua

kekerabatan di antara organisme tersebut.Keberhasilan reproduksi ditentukan oleh adaptasi tingkah

laku, morfologi, atau fisiologi, baik secara langsung atau tidak langsung.

Reproduksi pada avertebrata dapat secara seksual atau aseksual. Reproduksi seksual selalu

mengikutkan penyatuan materi genetik dari dua genom. Sedangkan reproduksi aseksual adalah

reproduksi tanpa terjadinya pembuahan. Pembuahan pada hewan Avertebrata dapat terjadi secara

internal (di dalam tubuh) atau eksternal (di luar tubuh). Beberapa filum avertebrata yang umum kita

jumpai antara lain :

a. Porifera
Porifera tersusun atas hewan-hewan multiseluler primitif yang disebut dengan istilah sepon.

Rangka tubuh sepon tersusun atas spikula yang bervariasi bentuknya dan penting sebagai karakter

untukldentifikasi dan tclasiRkasi’ Reproduksi pada sepon dapat dilakukan secara aseksual maupun

seksual. Sepon bersimbiosis mutualistik dengan Cyanobacteria di mana sepon menyediakan

ruangan.bagi Cyanobacteria dan sebaliknya Cyanobacteriu menyediakan oksigen dan nutrien bagi

sepon. Porifera tersusun atas kelas Calcarea (sepon sejati, Hexactinelida (sepon gelas),

Sclerospongiae, dan Demospongiae.

Filum Placozoa merupakan hewan multislluler yang memiliki bentuk seperti sepon, Tubuh

terdiri dari dua lapis sel tanpa organisani yang jelas’ Anggota filum ini hanya satu jenis yang

diketahui yaituTrichoplax adhaerens dan hidup di laut.

b. Radiata: Cnidaria dan Ctenophora

Radiata adalah kelompok hewan yang simetri tubuhnya radial dan memiliki lapisan lembaga

yang diploblastik (filum Cnidaria) dan triplobalastik (filum Ctenophora). Cnidaria memiliki mulut yang

merupakan satu-satunya lubang menuju ke system digesti sehingga hewan-hewan anggota

kelompok ini disebut hewan yang bersistem pencernaan tak sempurna.

Sistem digesti Cnidaria berbentuk kantung dan biasa disebut selenteron atau rongga

gastrovaskuler. Di rongga usus ini, makanan dicerna secara ekstraseluler.Tentakel yang mengelilingi

lubang mulut Cnidaria dilengkapi dengan sejumlah sel-sel alat sengat yang disebut nematosis untuk

pemangsaan. Filum Cnidaria terdiri atas 4 kelas, ialah Scyphozoa, Cubozoa, Hydrozoa, dan Anthozoa.

Dalam daur hidupnya, Cnidaria mengalami metagenesis (pergantian generasi) antara bentuk

polip dan bentuk medusa. Pada kelas Scyphozoa dan Cubozoa, bentuk medusa adalah stadium yang

utama. Sebaliknya, pada Hydrozoa dan Anthozoa, bentuk polip adalah stadium yang utama; bahkan

bentuk medusa tidak dikenal pada Anthozoa.


Reproduksi pada hewan Cnidaria dapat melalui cara aseksual (biasanya dengan tunas) dan cara

seksual (pembuahan gamet betina oleh gamet jantan). Pada medusa Scyphozoa, gonad berkembang

di jaringan gastrodermis. Setelah pembuahan, Scyphozoa mengalami 5 stadium dalam daur

hidupnya, ialah planula, skifistoma, strobila, efira, dan medusa. Daur hidup pada Cubozoa mirip

Scyphozoa, tetapi stadium strobila (dan tentu saja efira) tidak dilaluinya.

Skifistoma dari Cubozoa dapat bertunas untuk memperoleh polip baru atau langsung

bermetamorfosis menjadi medusa baru. Mulut dari medusa Hydrozoa disebut manubrium. Lubang

mulutnya ditopang oleh velum, suatu jaringan yang berupa membran. Jaringan otot Cnidaria

terdapat di lapisan mesoglea. Kontraksi otot di jaringan tersebut menyebabkan hewan ini bergerak.

Berbeda dari Cnidaria, pada Ctenophora tidak dijumpai polimorfisme dan spesies yang berkoloni.

Juga, pada setiap sel tubuh Ctenophora dijumpai dua atau lebih silia. Hewan Ctenophora ini

bergerak dengan bantuan silia berbentuk barisan sisir-sisir sepanjang poros oral-aboral, dan

umumnya berjumlah 8 lajur.Sistem digesti Ctenophora sudah sempurna.

Berbeda dari Cnidaria, tentakel Ctenophora yang hanya sepasang ini, dipenuhi oleh sel-sel

koloblas.Tidak seperti Cnidaria yang diesis, pada umumnya Ctenophora adalah hewan yang

hermafrodit simultan, walaupun ada beberapa anggotanya yang melakukan reproduksi secara

aseksual (biasanya melalui fragmentasi).

c. Platyhelminthes

Filum Platyhelminthes adalah sebuah takson dari kelompok cacing yang betubuh pipih, tidak

berongga, triploblastik, dan bersimentri bilateral. Filum ini terdiri atas 3 kelas, ialah Turbellaria,

Cestoda, dan Trematoda. Sekitar 80% dari spesies cacing Platyhelminthes bersifat parasitik. Cacing

Platyhelminthes tidak memiliki saluran pencernaan yang sempurna dan tidak memiliki organ

respirasi maupun sistem sirkulasi. Platyhelminthes.memiliki sistem saraf yang sederhana berupa

jaringan saraf yang tersebar.


Organ ekskreasi Platyhelminthes berupa ginjal primitif (protonefridia) yang disebut sel api atau

sel obor. Organ ini berfungsi menjaga keseimbangan ion dan air, serta membuang sisa-sisa hasil

metabolisme.Reproduksi cacing Platyhelminthes bersifat hermafrodit simultan. Daur hidup cacing

Platyhelminthes umumnya melalui stadium larva. Larva Muller adalah larva cicing pipih yang hidup

bebas di laut, sedangkan mirasidium dan serkaria adalah larva-larva cacing pipih yang hidupnya

parasitik.

Sebagian besar cacing Platyhelminthes yang hidup bebas (kelas Turbellaria) berhabitat lautan,

beberapa spesies hidup di perairan tawar, dan hanya sedikit spesies yang hidup di daratan.

Epidermis tubuh cacing pita (kelas Cestoda) disebut tegumen, skoleks yang penuh dengan kait dan

batil isap berada di bagian anterior dan rangkaian proglotid di bagian belakangnya.

Dalam daur hidupnya, cacing pita ini umumnya memerlukan 2 macam inang : inang utama dan

inang perantara. Cacing Platyhelminthes dari kelas Trematoda terbagi menjadi dua kelompok besar :

Monogenea dan Digenea. Cacing Monogenea adalah cacing ektoparasit yang tidak membutuhkan

inang antara dalam daur hidupnya, sedangkan cacing Digenea adalah cacing endoparasit yang

membutuhkan inang perantara sebelum mencapai inang utama.Cacing Platyhelminthes yang

bersifat parasitik (Cestoda dan Trematoda) menjadi penyebab penyakit yang ganas pada ternak dan

manusia, dan berdampak kerugian ekonomi yang cukup besar.

d. Mesozoa, Gnathostomulida, dan Rhynchocoela

Mesozoa adalah kelompok hewan bersel banyak yang dalam klasifikasi ditempatkan antara

Protista dan Platyhelminthes (Metazoa). Setiap sel tubuh Mesozoa memunculkan dua atau lebih

silia. Lapisan lembaga, sistem digesti, sistem sirkulasi, sistem respirasi, ataupun system saraf, tidak

dipunyai oleh Mesozoa.Semua anggota kelompok hewan Mesozoa hidupnya parasitik terhadap

hewan avertebrata laut lainnya.


Daur hidup Mesozoa dari filum Orthonectida melalui stadium plasmodia (bentuk amoeba),

sedangkan Mesozoa dari filum Rhombozoa melalui stadium nematogen (bentuk cacing). Hewan

Orthonectida melakukan reproduksi secara diesis, sedangkan hewan Rhombozoa adalah hermafrodit

simultan.

Hewan dari filum Gnathostomulida melakukan reproduksi secara hermafrodit dan pada filum ini

tidak dikenal adanya stadium larva.Rhynchocoela bertubuh pipih dorsovental, tak bersegmen, dan

memanjang seperti cacing pita. Mereka sudah memiliki sistem digesti yang sempurna, sistem

sirkulasi yang sejati, dan melakukan respirasi dengan cara difusi.Rongga tubuh Rhynchocoela

dipenuhi oleh sel-sel mesoderm yang membentuk jaringan parenkim; yang tersisa hanyalatr rongga

tubuh di bagian anterior yang disebut rinkosel.Rhynchocoela umumnya melakukan reproduksi

secara seksual (diesis atau hermafrodit). Larvanya disebut pilidium.

e. Nematoda

Nematoda merupakan salah satu anggota pseudocoelomata yang rongga badannya berupa

pseudosol. Nematoda yang hidup bebas sebagian besar hidup di laut, perairan tawar, dan di tanah.

Bentuk badan yang silindris merupakan adaptasi terhadap lingkungannya, khususnya bagi nematoda

yang hidup di sedimen, dan spesies teresfrial yang hidup di lapisan tipis air sekeliling partikel tanah.

Sebagian besar nematode merupakan spesies parasit yang penting, misalnya cacing Ancylostoma,

Ascaris, Trichinella, dan Trichuris. Bentuk badan yang silindris dengan otot dinding badan

longitudinal, kutikula yang elastik, dan tekanan hidrostatik cairan pseudosoelom sangat membantu

menimbulkan gerakan undulatori sehingga memudatrkan bergerak bagi nematoda.

Perilaku makan pada nematoda melibatkan gerakan otot faring untuk menelan. Gigi atau stilet

umumnya terdapat pada nematoda yang karnivor dan nematoda pemakan tumbuhan (herbivor).

Sebagian besar nematoda bersifat diesis, fertilisasinya internal, beberapa ada yang hermafrodit dan

reproduksinya dengan cara parthenogenesis.


Rotifera adalah termasuk pseudocoelomata yang berukuran mikroskopis. Sebagian besar hidup

di perairan tawar, hidup bebas dan ada yang parasit pada avertebrata’ Pada ujung anterior terdapat

sekelompok silia yang tersusun dalam lingkaran (korona). Alat pencernaannya yaitu faring

mengalami modifikasi sebagai penggiling makanan. Alat kelamin jantan dan betina terpisah,

reproduksinya dapat secara seksual dan partenogenesis.

Secara partenogenesis, individu betina menghasilkan telur yang dorman Nematomorpha adalah

kelompok pseudocoelomata yang secara morfologis mirip dengan nematoda. Bentuk tubuh cacing

ini silindris panjang, berukuran makroskopis dengan panjang mencapai 1 m dan lebar tubuhnya

kurang dari 1 mm.

Secara internal cacing ini pada yang dewasa maupun dewasa muda tidak mempunyai sistem

ekskretori, dan nutrisinya hanya diperlukan pada saat berada di dalam tubuh hospes (arthropoda)

yaitu dengan absorpsi langsung melalui dinding tubuh, otot dinding tubuhnya hanya mempunyai

otot longitudinal. Individu anggota filum Nematomorpha bersifat diesis dan fertili sasinya internal.

Acanthocephala merupakan salah satu kelompok aschelminthes yang semua anggotanya hidup

sebagai endoparasit yang memerlukan dua hospes dalam daur ‘hidupnya. Stadium dewasa muda

hidup sebagai parasit pada crustasea dan insekta, sedangkan stadium dewasanya hidup di dalam

saluran pencernaan vertebrata, khususnya ikan .

Pada yang dewasa, tubuhnya dibedakan menjadi tiga bagian yaitu : probosis, leher, dan badan.

Tubuh pada umumnya berukuran kecil yaitu hanya mencapai beberapa cm. Individunya bersifat

diesis, organ kelamin jantan dan betina terpisah. Reproduksinya dengan cara seksual (kopulasi), dan

fertilisasinya internal. Pada umumnya acanthocephala tidak mempunyai sistem ekskretori yang

khusus, dinding tubuhnya tidak dilapisi oleh kutikula, dan mempunyai otot sirkular dan longitudinal,

sistem sirkulasinya dengan sistem saluran lakuna.

f. Annelida
Filum Annelida merupakan cacing selomata berbentuk gelang yang memiliki tubuh memanjang,

simeffi bilatiral, bersegmen, dan permukaannya dilapisi kutikula. Dinding tubuh dilengkapi otot.

Memiliki prostomium dan sistem sirkulasi. Saluran pencernaan lengkap. Sistem ekskresi sepasang

nephridia di setiap segmen. Sistem syaraf tangga tali.

Annelida dibagi menjadi kelas Polychaeta, Oligochaeta, Archiannelida, dan Hirudinea. pembagian

ke dalam kelas terutama didasarkan pada segmentasi tubuh. seta, parapodium, sistem sirkulasi, ada

tidaknya batil isap, dan sistem reproduksi’ Kelas iotyct aetu dibagi menjadi kelompok Errantia dan

Sedentaria didasarkan pada kesempurnaan bentuk parapodium, siri, ada tidaknya rahang, probosis,

bentuk segmen’ an letak insang.

Kelas Oligochaeta dibagi menjadi ordo Plesiopora, Prosotheca, Prosopora, dan Opisthopora

berdasarkan alat ekskresi, letak gonofor, dan letak spermateka. Kelas girudinea dibagi menjadi ordo

Acanthobdellida, Rhynchobdellida, dnathobdellida, dan Erpobdellida berdasarkan ada tidaknya batil

isap dan probosis, serta septum pada segmen tubuh.

g. Mollusca

Hewan Mollusca memiliki tubuh yang lunak, bercangkang atau tidak dan diselaputi lendir. Kaki

Mollusca terletak di ventral dan dilengkapi otot yang kuat. Bagian anterior tubuh bermodifikasi

menjadi kepala. Saluran pencernaan pendek dan terpilin. Sistem sirkulasi tertutup. Sistem ekskresi

terdiri atas I – 7 pasang nepridia. Sistem syaraf terdiri atas pasangan serebral, pleural, pedal, dan

ganglion viseral.

Mollusca bernafas dengan insang atau paru-paru. Reproduksinya monoesis, dioesis atau

hermaprodit dengan fertilisasi internal/eksternal. Larva bila ada umumnya berbentuk trokofor.

Mollusca hidup pada habitat yang beragam di laut, air payau atau terestrial di air tawar atau

daratan.
Filum Mollusca dibagi menjadi kelas Monoplacophora, Aplacophora, Polyplacophora,

Scaphopoda, Gastropoda, Pelecypoda, dan Cephalopoda. Pembagian tersebuterutama didasarkan

pada cangkang dan kaki. Kelas Monoplacophora merupakan Mollusca purba dengan cangkang

tunggal berbentuk kerucut. Kelas Aplacophora berbentuk seperti cacing tanpa cangkang, dibagi

menjadi ordo Neomenioidea dan Chaetodermatoidea berdasarkan kaki dan sistem reproduksi. Kelas

Polyplacophora merupakan Mollusca dengan jumlah cangkang delapan buah, berdasarkan susunan

cangkang dibagi menjadi ordo Lepidopleurida dan Chitonida.

Kelas Scapophoda memiliki satu cangkang berbentuk tanduk. Ketiga kelas dari’ Mollusca

tersebut seluruhnya hidup di laut. Kelas Gastropoda merupakan Mollusca yang memiliki cangkang

tunggal dengan bentuk beragam. Gastropoda dibagi menjadi subkelas Prosobranchia (3 ordo),

Opisthobranchia (8 ordo), dan Pulmonata (2 ordo) berdasarkan alat pernafasannya, sedangkan

pembagian ke dalam ordo terutama didasarkan pada insang, cangkang, dan letak mata. Gastropoda

hidup pada berbagai habitat di laut, air payau, air tawar dan daratan.

Kelas Pelecypoda memiliki sepasang cangkang dengan kaki berbentuk seperti kapak. Pembagian

kedalam subkelas Palaeotaxodonta (1 ordo), Cryptodonta (1 ordo), Pteriomorpha (2 ordo),

Paleoheterodonta (2 ordo), Heterodonta (3 ordo), dan Anomalodesmata (1 ordo) terutama

didasarkan pada gigi engsel, sedangkan pembagian ke dalam ordo pada umumnya didasarkan pada

otot adduktor, insang, dan sifon. Pelecypoda hidup di perairan laut, payau, dan tawar. Kelas

Cephalopoda dicirikan dengan letak kaki di kepala.

Cephalopoda dibagi subkelas Nautiloidea, Ammonoidea, dan Coleoidea (5 ordo). Pembagian ke

dalam subkelas didasarkan pada ada tidaknya cangkang dan jumlah lengan, sedangkan pembagian

ke dalam ordo terutama didasarkan pada letak cangkang dan anatomi mata. Cephalopoda

seluruhnya hidup di laut.

h. Arthropoda
Arthropoda merupakan filum yang memiliki jumlah anggota yang terbanyak, yaitu 75% dari

hewan yang telah diketahui sampai saat ini. Dapat ditemukan di setiap ekosistem yang ada di bumi.

Tubuhnya memiliki segmen yang disebut tagmatisasi, pada insekta dan crustacean memiliki tiga

tagma yang telah terpisah: kepala, dada, dan perut. Tubuh dilapisi oleh kutikula yang mengandung

khitin. Jumlah anggota tubuh’(alat gerak) sangat bervariasi tergantung pada kelasnya.

Tardigrada dan Onychophora merupakan filum peralihan antara Annelida dengan Arthropoda.

Tubuh dilapisi oleh khitin yang secara periodik mengelupas. Rongga tubuh utama berupa hemocoel.

Memiliki anggota gerak (kaki), pada Tardigrada berjumlah 4 pasang, sedangkan pada Onychopora 20

pasang. Tardigrada memiliki kemampuan cryptobiosis, yaitu kemampuan untuk mempertahankan

diri dalam lingkungan yang ekstrim, misalnya suhu yang dingin atau kekeringan.

Lophophora yang beranggotakan tiga filum (Phoronida, Brachiopoda, dan Bryozoa) memiliki

circumoral dan terdapat tentakel di sekitarnya, anus terletak di luar lingkaran mulut tersebut.

Sedangkan pada Entoprocta, anus terletak di dalam lingkaran tentakel tersebut. Sebagian besar

anggota Lophophora dan Entoprocta hidup sesil menempel pada substrat. Mengambil makanan

dengan cara menyaring air atau endapan yang melalui tentakel. Filum Echiura dan Sipuncula

berbentuk seperti cacing (vermiform), hidup menetap (sesil) di dasar laut dengan membuat lubang.

Cara makan hewan ini dengan menyaring detritus atau deposit yang ada disekitarnya.

i. Echinoderma

Kelompok Echinodermata memiliki tiga karakteristik yang paling menonjol, yaitu: tubuh yang

simetri radial pentamerus, osikel-osikel berkapur (calcareous osicles), sistem peredaran-air (water

vascular system).Filum Echinodermata terbagi menjadi 5 kelas, yaitu kelas Asteroidea, kelas

Ophiuroidea, kelas Echinoidea, kelas Holothuroidea, dan kelas Crinoidea.

Perbedaan ophiuroid dengan asteroid adalah: (1) pada ophiuroid lengan tidak menyatu dengan

cakram pusat, (2) struktur lengan lebih padat, (3) tidak memiliki celah ambulakral, papula maupun
pediselaria, serta (4) madreporit terletak pada pemukaan oral tubuh. Kelompok Echinoidea memiliki

struktur khusus yaitu lentera Aristoteles, yang digunakan sebagai alat kunyah. Kelompok

Holothuroidea memiliki kemampuan mengeluarkan organ Tubules of Cuvier sebagai fenomena

pertahanan. Selain itu Holothuroidea mampu mengeluarkan organ dalam yang dikenal dengan istilah

eviserasi.Krinoid terdiri atas lili laut yang sesil, dan bintang bulu yang hidup bebas. Tubuh krinoid

memiliki ciri khas yaitu dengan adanya mahkota pentamerus dan kaliks.Sebagian besar

Holothuroidea memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi.

j. Hemicordata

Hemichordata tidak memiliki notochord, tetapi memiliki dua karakteristik kelompok chordata,

yaitu: celah insang (pharyngeal gill slits) dan jalinan syaraf (nerve cord) di daerah dorsal. Filum

Hemichordata terbagi menjadi dua kelas yaitu: kelas Enteropneusta dan Fterobranchia.Kelompok

hewan dalam kelas Enteropneusta dan Pterobranchia memiliki persamaan dalam pembagian tubuh

yaitu terdiri atas 3 bagian: bagian kepala (head/anterior), bagian leher (collar), dan bagian batang

tubuh (trunk).

Hewan dalam kelas Enteropneusta bersifat diesis dengan fertilisasi eksternal, sedangkan koloni

dalam kelas Pterobranchia bersifat diesis dengan fertilisasi internal.Tubuh Chaetognatha (cacing

panah) terdiri atas kepala, batang tubuh, dan ekor. Kepala memiliki duri pencengkeram (grasping

spines) untuk menangkap mangsa.Chaetognatha bersifat hermafrodit, dan fertilisasi dilakukan

secara internal.

Filum Pogonophora terdiri atas dua kelompok, pogonophora perviate dan pogonophora

obdurate (vestimentiferan) yang dapat dibedakan dari ujung anterior yaitu tentakel. Tentakel-

tentakel vestimentiferan tumbuh bergabung dan mengelilingi suatu struktur obturakula, sedangkan

tentakel pada perviate tidak bergabung dan tumbuh di bagian lobus sefalik (cephalic lobe).

k. Chordata Nonvertebrata
Chordata nonvertebrata memiliki tiga karakterisrtik hewan insang, jaringan syaraf dorsal, dan

notochord. vertebrata, yaitu: celah. Filum Chordata nonvertebrata terdiri atas subfilum Urochordata

dan Cephalochordata. Subfilum Urochordata terdiri atas 3 kelas yaitu: Ascidiacea yang bersifat

bentik, Larvacea, dan Thaliacea yang bersifat planktonik.

Cephalochordata secara kolektif dikenal sebagai lanselet dan secara individual dikenal sebagai

amphioxus. Amphioxus merupakan peralihan antara avertebrata dan vertebrata, dan memiliki

notochord berbentuk sel-sel cakram yang memanjang dari ujung ekor hingga rostrum.

(Sundowo Harminto, Taksonomi Avertebrata Karya)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Sasaran praktikum lapangan

Pada praktikum ini, ada dua sasaran penelitian yaitu:


1. Hewan-hewan avertebrata

2. Masyarakat Pesisir Pantai modung.

B. Lokasi

Pencarian dan pengumpulan data berupa hasil observasi (pengambilan sampel dengan cara

sampling/Plot) dan wawancara dengan nelayan, penduduk sekitar Pantai Modung.

C. Definisi operasional

1. Teknik sampling dipilih dari suatu populasi untuk mengadakan

generalisasi. Sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih

dahulu.

2. Wawancara adalah percakapan dengan maksud teretentu. Pada

penelitian ini jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara

terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang

pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan petanyaan-

pertanyaan yang akan diajukan. (Lexy, 2007)

D. Prosedur Kerja

Terdapat dua tahap yang dilaksanakan dalam praktikum ini, yaitu:

1. t

21

ahap persiapan

2. tahap pelaksanaan

1. Tahap Persiapan
a.1. Mempersiapkan semua alat dan bahan (kecuali air laut) selembat-lambatnya sehari sebelum praktikum.

a.2. Mempelajari kembali materi kuliah dan praktikum yang telah diberikan dosen.

a.3. Bekerjasama secara aktif dengan anggota kelompok praktikum.

2. Tahap Pelaksanaan

b1. Mengambil sampel pada satu garis transek dari tepi pantai ke arah laut(daerah intertidal), baik atas,

tengah, maupun bawah. Setiap daerah intertidal diambil dua kuadran samplingberukuran 1m x 1m.

b2. Hewan avertebrata yang terdapat di setiap kuadran diamati dan didokumentasikn. Pisahkan setiap

spesimen dari daerah intertidal atas, tengah, bawah.

b3. Untuk mengetahui spessies infuna, letakkankuadran 30cm x 30cm, selanjutnya digali hingga kedalaman

30cm. Catat hewan avertebrata yang telah di temukan.

b4. Semua spesies yang telah ditemukan dan dipisahkan berdasarkan takson masing-masing.

b5. Identifkasikan hasil observasi hingga kategori kelas, (hingga kategori spesies lebih baik).

E. Metode pengumpulan data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada praktikum ini adalah metode observasi.

Observasi dilkukan di wilayah Pantai Modung, Bangkalan-Madura. Dalam praktikum ini, yang

menjadi sasaran adalah jenis-jenis avertebrata yang ada di Pantai Modung, serta keterangan yang di

dapatkan dari masyarakat sekitar Pantai Modung.

F. Analisis data

6.

Data yang diperoleh dari observasi (pengambilan sampel dengan cara sampling/Plot) dan

wawancara dengan penduduk akan dianalisis secara deskriptif.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil penelitian

Dari penelitian ini diperoleh data berupa hasil observasi mengenai jenis-jenis avertebrata apa

saja yang terdapat di pantai modung. Data tersebut disajikan dalam table 1 dan table 2 berikut ini:

Table 1. jenis-jenis avertebrata apa saja yang terdapat di pantai modung.

Nokingdom phylum Classis Terdiri dari ... spesies

1. Animalia Mollusca Bivalvia 12 ( spesies)

2. Animalia Mollusca gastropoda 8 ( spesies)

3. Animalia Mollusca Polyplacophora 1 ( spesies)

4. Animalia echinodermata asteroidea 1 ( spesies)

5. Animalia echinodermata ophiuroidea 1 ( spesies)


6. Animalia echinodermata holothuroidea 1 ( spesies)

7. Animalia Arthropoda crustacea 1 ( spesies)

8. Animalia coelenterata scypozoa 1 ( spesies)

9. Animalia c anthozao 5 ( spesies)

25

oelenterata

10. Animalia porifera calcarea 1 ( spesies)

Jumlah keseluruhan terdapat 5 filum, 10 classis dan 33 spesies

Berdasarkan data yang terdapat pada tabel diatas diketahui jenis avertebrata yang terdapat

di pantai modung terdiri dari 5 filum, 10 classis dan 33 spesies. 10 classis avertebrata yang terdapat

di pantai modung yaitu: Bivalvia, gastropoda, Polyplacophora, asteroidea, ophiuroidea,

holothuroidea, crustacea, scypozoa, anthozao, calcarea. Secara ideal suatu pantai mampu memiliki

ratusan bahkan ribuan spesies avertebrata. Hal ini menunjukkan adanya penurunan populasi

avertebrata di pantai modung.

Apa bila di kaji secara ekologi pantai modung dalam keadaan yang kurang baik. Hal ini

terlihat dengan semakin berkurangnya tanaman bakau sebagai naungan dan juga kerusakan pada

karang yang di akibatkan oleh perahu nelayan sebagai akibat dari aktifitas bersandarnya perahu

nelayan.

Selain itu tidak jauh dari pantai modung dapat kita jumpai adanya usaha penangkaran ikan

yang langsung memanfaatkan laut sebagai tambak ikan, hal ini memicu kerusakan terumbu karang.
Apabila kegiatan tersebut berlangsung secara terus-menerus dapat dipastikan keberadaan biota

yang ada di panta modung terancam keberadaanya.

Terlepas dari semua itu, saat ini atau tepatnya (waktu praktikum bulan desember 2010)

cuaca memang sedang tidak bersahabat. BMKG jawa timur (perak) mengungkapkan adanya

peningkatan curah hujan dan kecapan angin yang berdampak pada tingginya gelombang di sekitar

perairan laut jawa. Hal tersebut memungkinkan sebagai penyebab sedikitnya spesies avertebrata

yang kami jumpai di pantai modung madura.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

1. SIMPULAN

Avertebrata yang terdapat di pantai modung terdiri dari 5 filum, 10 classis dan 33 spesies.

2. SARAN
1. Kesadaran akan pentingya ekositem mangrove dan karang akan berdampak positif

pada keberadaan Avertebrata laut.

2. Menjaga lingkungan pantai merupaka salah satu upaya untuk pelestarian hewan

ataupun organisme laut.

3. Dalam praktikum identifikasi kelimpahan atau kekayaan avertebrata di pantai

modung hanya dilakukan dalam satu kali praktikum, keterbatsan waktu dan surut

terjauh yang hanya mencapai 300 meter mebuat hasil praktikum ini kurang valid.

Jadi untuk perbaikan dan peningkatan kevalidan data untuk praktikum selanjutnya

akan lebih baik jika dilakukan pengulangan dan mencari waktu pantai mencapai

surut terjauh .

51

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati , R dan Trijoko. 2009. kekayaan jenis anadara (bivalvia: arcidae) di perairan pantai sidoarjo.

Jurusan Biologi-FMIPA Universitas Negeri Surabaya, Email: renibio95@yahoo.co.id

Dahuri, Rokmin, 2003 “keanekaragaman hayati laut asset pembangunan berkelanjutan Indonesia”, PT.

Gramedia Pustaka Utama

Franc, A. (1960): Classe de Bivalves. In: Grassé, Pierre-Paul: Traite de Zoologie 5/II.

Hadiprajitno G, 2009. Potensi, Permasalahan, dan Pengembangan Moluska Sebagai Bahan Makanan.

Prosiding Seminar Nasional Moluska Ke-2, Bogor, 11–12 Februari 2009.

http://www.indonesia.go.id/id - Republik Indonesia Generated: 9 December, 2010, 21:55


http://massofa.wordpress.com/2008/09/23/mengupas-hewan-avertebrata

http://student-research.umm.ac.id/index.php/dept_of_biology/article/view/4773

Jay A. Schneider (November 2001). "Bivalve Systematics During the 20th Century". Journal of Paleontology

75 (6): 1119–1127.

Newell, N.D. (1969): Bivalvia systematics. In: Moore, R.C.: Treatise on Invertebrate Paleontology Part N.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seperti yang telah diuatarakan bahwa pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh

lingkungannya. Faktor-Faktor lingkungan akan mempengaruhi fungsi fisiologis tanaman.

Respons tanaman sebagai akibat faktor lingkungan akan terlihat pada penampilan tanaman.

Hal ini dapat terlihat langsung pada vegetasi hutan bakau yang tumbuh di pantai berlumpur.

Bakau mempunyai akar napas. Begitu pula tumbuhan yang tumbuh pada ekosistem rawa,
mempunyai akar papan. Ini semua ada maksudnya, dan terkandung makna bahwa tumbuhan

itu juga menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Begitu pula biasanya vegetasi yang

tumbuh di sekitar ekosistem tersebut juga spesifik atau tertentu. Karena hanya tumbuhan

yang sesuai dan cocok saja yang dapat hidup berdampingan.

Fluktuasi lingkungan setiap hari menantang kehidupan tumbuhan. Kadang-kadang,

faktor dalam lingkungan berubah cukup drastic sehingga membuat tumbuhan menjadi

tercekam. Kita akan mendefinisikan disini sebagai kondisi lingkungan yang dapat member

pengaruh buruk pada tumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup tumbuhan.

Cekaman merupakan faktor lingkungan biotik dan abiotik yang dapat mengurangi

laju proses fisiologi. Tanaman mengimbangi efek merusak dari cekaman melalui berbagai

mekanisme yang beroperasi lebih dari skala waktu yang berbeda, tergantung pada sifat dari

cekaman dan proses fisiologis yang terpengaruh. Respon ini bersama-sama memungkinkan

tanaman untuk mempertahankan tingkat yang relatif konstan dari proses fisiologis, meskipun

terjadinya cekaman secara berkala dapat mengurangi kinerja tanaman tersebut. Jika tanaman

akan mampu bertahan dalam lingkungan yang tercekam, maka tanaman tersebut memiliki

tingkat resistensi terhadap cekaman. Contoh cekaman adalah kekurangan nitrogen, kelebihan

logam berat, kelebihan garam dan naungan oleh tanaman lain

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas muncul berbagai permasalahan. Namun pada penulisan

makalah ini hanya akan membahas diantaranya:

1. Bagaimana lingkungan tumbuhan ?

2. Bagaimana cekaman tumbuhan terhadap fungsi fisiologis ?

3. Bagaimana adaptasi tumbuhan terhadap cekaman fisiologis ?


1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan makalah ini yaitu:

1) Untuk mengetahui lingkungan tumbuhan

2) Untuk mengetahui cekaman tumbuhan terhadap fungsi fisiologis

3) Untuk mengetahui adaptasi tumbuhan terhadap cekaman fisiologis

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini diantaranya:

1) Dapat mengetahui lingkungan tumbuhan

2) Dapat mengetahui cekaman tumbuhan terhadap fungsi fisiologis

3) Dapat mengetahui adaptasi tumbuhan terhadap cekaman fisiologis

BAB II

LANDASAN TEORI
Baik dalam kondisi pertanian maupun alamiah, tumbuhan sering terpapar pada

cekaman lingkungan. Beberapa faktor lingkungan seperti suhu udara, dapat menyebabkan

cekaman dalam beberapa menit, lainnya seperti kandungan air, mungkin memerlukan waktu

berminggu-minggu, dan faktor seperti kahat mineral tanah dapat makan waktu bulanan untuk

dapat menyebabkan cekaman.Diperkirakan bahwa karena cekaman akibat kondisi iklim dan

tanah yang suboptimal hasil dari tanaman budidaya yang ditanam dilapangan di Amerika

Serikat hanya 22% dari potensihasil genetik.

Disamping itu, cekaman memainkan peranan utama dalam menentukan bagaimana

tanah dan iklim membatasi distribusi dari species tumbuhan. Jadi, memahami proses

fisiologis yang mendasari cedera cekaman dan mekanisme adaptasi dan aklimasi dari

tumbuhan terhadap cekaman lingkungan sangat penting baik untuk pertanian maupun

lingkungan.

Konsep dari cekaman tumbuhan kadang dipakai secara tidak tepat, dan terminologi

cekaman dapat membingungkan, karena itu akan bermanfaat untuk mulai diskusi kita dengan

beberapa definisi. Cekaman biasanya didefinisikan sebagai faktor eksternal yang memberikan

pengaruh tidak menguntungkan pada tumbuhan. Bab ini akan membahas faktor lingkungan

atau faktor abiologis yang memberikan stress pada tumbuhan, walaupun faktor biotis seperti

gulma, patogen dan hama dapat menimbulkan stess. Dalam banyak hal cekaman diukur

dalam hubungannya dengan kemampuan hidup tumbuhan, produksi tanaman, pertumbuhan (

akumulasi biomasa), yang berhubungan dengan pertumbuhan secara keseluruhan.


BAB III

PEMBAHASAN

A. Lingkungan Tumbuhan

Tumbuhan dan lingkungan mempunyai hubungan yang sinergis,keduanya

terjadi hubungan timbal balik. Lingkungan tersebut meliputi faktor biotik dan abiotik. Faktor

biotik merupakan faktor yang berupa benda hidup seperti halnya manusia, flora, dan fauna.

Sedangkan faktor abiotik meliputi komponen tak hidup sweeperti udara tanah, air,

kelembapan, iklim, suhu, salilitas dan sebagainya. Aktor yang dapat mempengaruhu

kehidupan atau pertumbuhan lingkungan sendiri dapat dibedakan menjadi dua macam yakni

lingkungan makro dan lingkungan mikro.

1. Lingkungan Makro

Lingkungan makro merupakan lingkungan yang mempengaruhi hidup tanaman secara

keseluruhan atau global.

2. Lingkungan Mikro
Lingkungan mikro merupakan lingkungan yang berda didekat tanaman tempat dia tumbuh

yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangannya atau dapat disebut juga

sebagai habitat.

B. Cekaman Tumbuhan Terhadap Fungsi Fisiologis

Pada prinsipnya, setiap tumbuhan memiliki kisaran tertentu terhadap faktor

lingkungannya. Prinsip tersebut dinyatakan sebagai Hukum Toleransi Shelford, yang

berbunyi “Setiap organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang

merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organisme itu terhadap kondisi

factor lingkungannya”]setiap makhluk hidup memiliki range of optimum atau kisaran

optimum terhadap factor lingkungan untuk pertumbuhannya. Kondisi di atas ataupun di

bawah batas kisaran toleransi itu, makhluk hidup akan mengalami stress fisiologis. Pada

kondisi stress fisiologis ini, populasi akan menurun. Apabila kondisi stress ini terus

berlangsung dalam waktu yang lama dan telah mencapai batas toleransi kelulushidupan,

maka organism tersebut akan mati.

Cekaman biasanya didefinisikan sebagai faktor luar yang tidak menguntungkan yang

berpengaruh buruk terhadap tanaman. Campbell mendefinisikan cekaman sebagai kondisi

lingkungan yang dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan, reproduksi, dan

kelangsungan hidup tumbuhan

pada umumnya cekaman lingkungan pada tumbuhan dikelompokkan menjadi dua,

yaitu: (1) cekaman biotik, terdiri dari: (a) kompetisi intra spesies dan antar spesies, (b) infeksi
oleh hama dan penyakit, dan (2) cekaman abiotik berupa: (a) suhu (tinggi dan rendah), (b) air

(kelebihan dan kekurangan), (c) radiasi (ultraviolet, infra merah, dan radiasi mengionisasi),

(d) kimiawi (garam, gas, dan pestisida), (e) angin, dan (f) suara.

C. Adaptasi Tumbuhan Terhadap Cekaman Fisiologis

a. Respon Terhadap Cekaman Air

Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting.

Tanaman tidak akan dapat hidup tanpa air, karena air adalah matrik dari kehidupan, bahkan

makhluk lain akan punah tanpa air. Kramer menjelaskan tentang betapa pentingnya air bagi

tumbuh-tumbuhan; yakni air merupakan bagian dari protoplasma (85-90% dari berat

keseluruhan bahagian hijau tumbuh-tumbuhan (jaringan yang sedang tumbuh) adalah air.

Selanjutnya dikatakan bahwa air merupakan reagen yang penting dalam proses-proses

fotosintesa dan dalam proses-proses hidrolik. Disamping itu juga merupakan pelarut dari

garam-garam, gas-gas dan material-material yang bergerak kedalam tumbuh tumbuhan,

melalui dinding sel dan jaringan esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel,

stabilitas bentuk daun, proses membuka dan menutupnya stomata, kelangsungan gerak

struktur tumbuh-tumbuhan.

Peran air yang sangat penting tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa langsung

atau tidak langsung kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi semua proses

metaboliknya sehingga dapat menurunkan pertumbuhan tanaman. Efek kelebihan air atau

banjir yang umum adalah kekurangan oksigen, sedangkan kekurangan air atau kekeringan

akan mengakibatkan dehidrasi pada tanaman yang berpengaruh terhadap zona sel turgor yang

selanjutnya dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Kebutuhan air bagi tanaman

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tanaman dalam hubungannya dengan tipe

dan perkembangannya, kadar air tanah dan kondisi cuaca.


1. Respon Terhadap Cekaman Kelebihan Air

Dampak genangan air adalah menurunkan pertukaran gas antara tanah dan udara yang

mengakibatkan menurunnya ketersediaan O2 bagi akar, menghambat pasokan O2 bagi akar

dan mikroorganisme (mendorong udara keluar dari pori tanah maupun menghambat laju

difusi). Genangan berpengaruh terhadap proses fisiologis dan biokimiawi antara lain

respirasi, permeabilitas akar, penyerapan air dan hara, penyematan N. Genangan

menyebabkan kematian akar di kedalaman tertentu dan hal ini akan memacu pembentukan

akar adventif pada bagian di dekat permukaan tanah pada tanaman yang tahan genangan.

Kematian akar menjadi penyebab kekahatan N dan cekaman kekeringan fisiologis.

2. Respon Terhadap Cekaman Kekeringan

Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah

perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi

melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh

laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah.

Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga

mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan

menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan

mati. Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat stres yang dialami dan

fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Respon tanaman yang mengalami

cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan molekuler seperti perubahan

pada pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun

menjadi tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata,
penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi

aktivitas enzim dan hormon, serta perubahan ekspresi.

Tumbuhan merespon kekurangan air dengan mengurangi laju transpirasi untuk

penghematan air. Terjadinya kekurangan air pada daun akan menyebabkan sel-sel penjaga

kehilangan turgornya. Suatu mekanisme control tunggal yang memperlambat transpirasi

dengan cara menutup stomata. Kekurangan air juga merangsang peningkatan sintesis dan

pembebasan asam absisat dari sel-sel mesofil daun. Hormon ini membantu mempertahankan

stomata tetap tertutup dengan cara bekerja pada membrane sel penjaga. Daun juga berespon

terhadap kekurangan air dengan cara lain. Karena pembesaran sel adalah suatu proses yang

tergantung pada turgor, maka kekurangan air akan menghambat pertumbuhan daun muda.

Respon ini meminimumkan kehilangan air melalui transpirasi dengan cara memperlambat

peningkatan luas permukaan daun. Ketika daun dari kebanyakan rumput dan kebanyakan

tumbuhan lain layu akibat kekurangan air, mereka akan menggulung menjadi suatu bentuk

yang dapat mengurangi transpirasi dengan cara memaparkan sedikit saja permukaan daun ke

matahari. Semua respon daun ini selain membantu tumbuhan untuk menghemat air, juga

mengurangi fotosintesis.

Pertumbuhan akar juga memberikan respon terhadap kekurangan air. Selama musim

kemarau, tanah umumya mongering dari permukaan hingga bawahnya. Keadaan ini

menghambat pertumbuhan akar dangkal, karena sel-selnya tidak dapat mempertahankan

turgor yang diperlukan untuk pemanjangan. Akar yang lebih dalam yang dikelilingi oleh

tanah yang masih lembab terus tumbuh. Dengan demikian, sistem akar memperbanyak diri

dengan cara yang memaksimumkan pemaparan terhadap air tanah.

b. Respon Tumbuhan Terhadap Kekurangan Oksigen


Tumbuhan yang disiram terlalu banyak air bisa mengalami kekurangan oksigen

karena tanah kehabisan ruangan udara yang menyediakan oksigen untuk respirasi seluler

akar. Beberapa tumbuhan secara struktural diadaptasikan ke habitat yang sangat basah.

Sebagai contoh, akar pohon bakau yang terendam air, yang hidup di rawa pesisir pantai,

adalah sinambung dengan akar udara yang menyediakan akses oksigen. Akan tetapi

bagaimana tumbuhan yang tidak biasa hidup di lingkunagn akuatik bisa mengatasi

kekurangan oksigen pada tanah yang digenangi air ? Satu perubahan struktural adalah

pembentukan saluran udara yang menyediakan oksigen pada akar yang terendam.

c. Respon Terhadap Cekaman Garam

Stres garam terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi garam-garam terlarut

yang berlebihan dalam tanaman. Stres garam ini umumnya terjadi dalam tanaman pada tanah

salin. Stres garam meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam hingga tingkat

konsentrasi tertentu yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Garam-garam yang

menimbulkan stres tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang

terlarut dalam air. Stres akibat kelebihan Na+ dapat mempengaruhi beberapa proses fisiologi

dari mulai perkecambahan sampai pertumbuhan tanaman.

Kemasaman tanah merupakan kendala paling inherence dalam pengembangan

pertanian di lahan sulfat masam. Tanaman tumbuh normal (sehat) umumnya pada ph 5,5

untuk tanah gambut dan pH 6,5 untuk tanah mineral karena pada pH <> 50 cm dari

permukaan tanah. Pada kebanyakan spesies, pengaruh jenis-jenis garam umumnya tidak khas

terhadap tumbuhan tanaman tetapi lebih tergantung pada konsentrasi total garam. Salinitas

tidak ditentukan oleh garam Na Cl saja tetapi oleh berbagai jenis garam yang berpengaruh

dan menimbulkan stres pada tanaman. Dalam konteks ini tanaman mengalami stres garam
bila konsentrasi garam yang berlebih cukup tinggi sehingga menurunkan potensial air sebesar

0,05 – 0,1 Mpa. Stres garam ini berbeda dengan stres ion yang tidak begitu menekan

potensial air.

Toleransi terhadap salinitas adalah beragam dengan spektrum yang luas diantara

spesies tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup toleran.

Kehilangan air, bukan menyerapnya. Kedua, pada tanah bergaram, natrium dan ion-

ion tertentu lainnya dapat menjadi racun bagi tumbuhan jika konsentrasinya relative tinggi.

Membran sel akar yang selektif permeabel akan menghambat pengambilan sebagian besar

ion yang berbahaya, akan tetapi hal ini akan memperburuk permasalahan pengambilan air

dari tanah yang kaya akan zat terlarut.

Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat

pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein serta penambahan biomass tanaman.

Tanaman yang mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk

kerusakan langsung tetapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala

pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi adalah

pertumbuhan yang tidak normal seperti daun mengering di bagian ujung dan gejala khlorosis.

Gejala ini timbul karena konsentrasi garam terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya

potensial larutan tanah sehingga tanaman kekurangan air. Sifat fisik tanah juga terpengaruh

antara lain bentuk struktur, daya pegang air dan permeabilitas tanah.

Pertumbuhan sel tanaman pada tanah salin memperlihatkan struktur yang tidak

normal. Penyimpangan yang terjadi meliputi kehilangan integritas membran, kerusakan

lamella, kekacauan organel sel, dan akumulasi Kalsium Oksalat dalam sitoplasma, vakuola,

dinding sel dan ruang antar sel. Kerusakan struktur ini akan mengganggu transportasi air dan

mineral hara dalam jaringan tanaman.


Banyak tumbuhan dapat berespon terhadap salinitas tanah yang memadai dengan cara

menghasilkan zat terlarut kompatibel, yaitu senyawa organic yang menjaga potensial air

larutan tanah, tanpa menerima garam dalam jumlah yang dapat menjadi racun. Namun

demikian, sebagian besar tanaman tidak dapat bertahan hidup menghadapi cekaman garam

dalam jangka waktu yang lama kecuali pada tanaman halofit, yaitu tumbuhan yang toleran

terhadap garam dengan adaptasi khusus seperti kelenjar garam, yang memompa garam keluar

dari tubuh melewati epidermis daun

d. Respon Terhadap Cekaman Suhu

Suhu sebagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi produksi tanaman secara fisik

maupun fisiologis. Secara fisik, suhu merupakan bagian yang dipengaruhi oleh radiasi sinar

matahari dan dapat diestimasikan berdasarkan keseimbangan panas. Secara fisiologis, suhu

dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, fotosintesis, pembukaan stomata, dan respirasi.

Selain itu, suhu merupakan salah satu penghambat dalam proses fisiologi untuk sistem

produksi tanaman ketika suhu tanaman berada diluar suhu optimal terendah maupun tertinggi.

1. Cekaman Panas

Panas berlebihan dapat mengganggu dan akhirnya membunuh suatu tumbuhan dengan

cara mendenaturasi enzim-enzimnya dan merusak metabolismenya dalam berbagai cara.

Salah satu fungsi transpirasi adalah pendinginan melalui penguapan. Pada hari yang

panas, misalnya temperature daun berkisar 3°C sampai 10°C di bawah suhu sekitar.

Tentunya, cuaca panas dan kering juga cenderung menyebabkan kekurangan air pada banyak

tumbuhan; penutupan stomata sebagai respon terhadap cekaman ini akan menghemat air,

namun mengorbankan pendinginan melalui penguapan tersebut. Sebagian besar tumbuhan

memiliki respon cadangan yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup dalam
cekaman panas Di atas suatu temperature tertentu- sekitar 40°C pada sebagian besar

tumbuhan yang menempati daerah empat musim, sel-sel tumbuhan mulai mensintesis suatu

protein khusus dalam jumlah yang cukup banyak yang disebut protein kejut panas (heat-

shock protein). Protein kejut panas ini kemungkinan mengapit enzim serta protein lain dan

membantu mencegah denaturasi.

2. Cekaman Dingin

Satu permasalahan yang dihadapi tumbuhan ketika temperature lingkungan turun

adalah perubahan ketidakstabilan membrane selnya. Ketika sel itu didinginkan di bawah

suatu titik kritis, membrane akan kehilangan kecairannya karena lipid menjadi terkunci dalam

struktur Kristal. Keadaan ini mengubah transport zat terlarut melewati membrane, juga

mempengaruhi fungsi protein membrane. Tumbuhan merespon terhadap cekaman dingin

dengan cara mengubah komposisi lipid membrannya. Contohnya adalah meningkatnya

proporsi asam lemak tak jenuh, yang memiliki struktur yang mampu menjaga membrane

tetap cair pada suhu lebih rendah dengan cara menghambat pembentukan Kristal. Modifikasi

molekuler seperti itu pada membrane membutuhkan waktu beberapa jam hingga beberapa

hari. Pada suhu di bawah pembekuan, Kristal es mulai terbentuk pada sebagian besar

tumbuhan. Jika es terbatas hanya pada dinding sel dan ruang antar sel, tumbuhan

kemungkinan akan bertahan hidup. Namun demikian, jika es mulai terbentuk di dalam

protoplas, Kristal es yang tajam itu akan merobek membrane dan organel yang dapat

membunuh sel tersebut. Beberapa tumbuhan asli di daerah yang memiliki musim dingin

sangat dingin (seperti maple, mawar, rhodendron) memiliki adaptasi khusus yang

memungkinkan mereka mampu menghadapi cekaman pembekuan tersebut. Sebagai contoh,

perubahan dalam komposisi zat terlarut sel-sel hidup memungkinkan sitosol mendingin di

bawah 0°C tanpa pembentukan es, meskipun Kristal es terbentuk dalam dinding sel.
e. Respon Terhadap Cekaman Cahaya

Cahaya merupakan salah satu kunci penentu dalam proses metabolisme dan

fotosintesis tanaman. Cahaya dibutuhkan oleh tanaman mulai dari proses perkecambahan biji

sampai tanaman dewasa. Respon tanaman terhadap cahaya berbeda-beda antara jenis satu

dengan jenis lainnya. Ada tanaman yang tahan ( mampu tumbuh ) dalam kondisi cahaya yang

terbatas atau sering disebut tanaman toleran dan ada tanaman yang tidak mampu tumbuh

dalam kondisi cahaya terbatas atau tanaman intoleran.

Kedua kondisi cahaya tersebut memberikan respon yang berbeda-beda terhadap

tanaman, baik secara anatomis maupun secara morfologis. Tanaman yang tahan dalam

kondisi cahaya terbatas secara umum mempunyai ciri morfologis yaitu daun lebar dan tipis,

sedangkan pada tanaman yang intoleran akan mempunyai ciri morfologis daun kecil dan

tebal. Kedua kondisi tersebut akan dapat menjadi faktor penghambat pertumbuhan tanaman

apabila pemilihan jenis tidak sesuai dengan kondisi lahan, artinya tanaman yang toleran

ketika ditanam diareal yang cukup cahaya justru akan mengalami pertumbuhan yang kurang

baik, begitu juga dengan tanaman intolean apabila di tanam pada areal yang kondisi cahaya

terbatas pertumbuhan akan mengalami ketidak normalan. Dengan demikian pemilihan jenis

berdasarkan pada sifat dasar tanaman akan menjadi kunci penentu dalam keberhasilan

pembuatan tanaman.

Berikut ini adalah perbedaan Tanaman Toleran ( Shade leaf) Vs Intoleran ( Sun Leaf)

menurut Silvika (2009).

1. Tumbuhan cocok ternaung menunjukkan laju fotosintesis yang sangat rendah pada

intensitas cahaya tinggi dibanding tumbuhan cocok terbuka.


2. Laju fotosintesis tumbuhan cocok ternaung mencapai titik jenuh pada intensitas cahaya

yang lebih rendah dibanding tumbuhan cocok terbuka.

3. Laju fotosintesis tumbuhan cocok ternaung lebih tinggi dibanding tumbuhan cocok terbuka

pada intensitas cahaya yang sangat rendah.

4. Titik kompensasi cahaya untuk tumbuhan cocok ternaung lebih rendah dibanding

tumbuhan cocok terbuka.

f. Respon Terhadap Herbivora

Herbivora adalah suatu cekaman yang dihadapi tumbuhan dalam setiap ekosistem.

Tumbuhan menghadapi herbivora yang begitu banyak baik dengan pertahanan fisik, seperti

duri, maupun pertahanan kimia, seperti produksi senyawa yang tidak enak atau bersifat

toksik. Sebagai contoh beberapa tumbuhan menghasilkan suatu asam amino yang tidak

umum yang disebut kanavanin yang dinamai berdasarkan salah satu sumbernya, jackbean

(Cannavalia ensiformis). Kanavanin mirip arginin. Jika suatu serangga memakan tumbuhan

yang mengandung kanavanin, molekul itu bergabung dengan protein serangga di tempat yang

biasanya ditempati oleh arginin, yang dapat menyebabkan matinya serangga tersebut.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Setiap tumbuhan memiliki kisaran tertentu terhadap faktor lingkungannya. Prinsip

tersebut dinyatakan sebagai Hukum Toleransi Shelford, yang berbunyi “Setiap organisme

mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang merupakan batas bawah dan batas

atas dari kisaran toleransi organisme itu terhadap kondisi factor lingkungannya”.

Cekaman biasanya didefinisikan sebagai faktor luar yang tidak menguntungkan yang

berpengaruh buruk terhadap tanaman. pada umumnya cekaman lingkungan pada tumbuhan

dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) cekaman biotik, terdiri dari: (a) kompetisi intra

spesies dan antar spesies, (b) infeksi oleh hama dan penyakit, dan (2) cekaman abiotik

berupa: (a) suhu (tinggi dan rendah), (b) air (kelebihan dan kekurangan), (c) radiasi

(ultraviolet, infra merah, dan radiasi mengionisasi), (d) kimiawi (garam, gas, dan pestisida),

(e) angin, dan (f) suara.

4.2 Saran

Tiada kesempurnaan di dunia ini, kami sangat mengharapkan kritik maupun saran dari

makalah ini tujuannya hanyalah demi kesempurnaan. Dan semoga makalah yang telah kami

susun bermanfaat bagi kita semua, Amien.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, at al. 2003. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Dharmawan, Agus. 2005. Ekologi Hewan. Malang: UM Press.


Fallah, Affan Fajar. 2006. Perspektif Pertanian dalam Lingkungan yang Terkontrol.

http://io.ppi jepang.org. Diakses pada tanggal 25 April 2013.

Lakitan, Benyamin. 1996. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Petani Wahid. 2006. Cekaman Lingkungan Abiotik pada Lahan-Lahan Marginal.

http://petani wahid.blogspot.com/2008/08/tanah-tantangan-bertani-di-indonesia.html. Diakses

pada tanggal 25 April 2013.

Silvika. 2009. Cekaman Cahaya. http://silvika.atspace.com/acara3.htm. Diakses pada tanggal

25 April 2013.

Sinaga. 2008. Peran Air Bagi Tanaman. http://puslit.mercubuana.ac.id/file/8Artikel

%20Sinaga.pdf. Diakses pada tanggal 25 April 2013.

Sipayung, Rosita. 2006. Cekaman Garam. http://library.usu.ac.id/download/fp/bdp-

rosita2.pdf. Diakses pada tanggal 25 April 2013.

Anda mungkin juga menyukai