Anda di halaman 1dari 12

Askep PNEUMONIA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat ini banyak sekali penyakit yang baru pada saluran pernafasan dan
penyebabnya bermacam-macam, ada di sebabkan oleh virus, bakteri, dan lain
sebagainya. Dengan penomena ini harus menjadi perhatian bagi kita semua. Salah
satu penyakit pada saluran pernafasan adalah pneumonia. Penyakit Pneumonia
sering kali diderita sebagian besar orang yang lanjut usia (lansia) dan mereka
yang memiliki penyakit kronik sebagai akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh
(Imun), akan tetapi Pneumonia juga bisa menyerang kaula muda yang bertubuh
sehat. Saat ini didunia penyakit Pneumonia dilaporkan telah menjadi penyakit
utama di kalangan kanak-kanak dan merupakan satu penyakit serius yang
meragut nyawa beribu-ribu warga tua setiap tahun. (Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-
78)
Penanggulangan penyakit Pnemonia menjadi fokus kegiatan program
P2ISPA (Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Program ini
mengupayakan agar istilah Pnemonia lebih dikenal masyarakat, sehingga
memudahkan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang
penanggulangan Pnemonia. Program P2ISPA mengklasifikasikan penderita
kedalam 2 kelompok usia:

Usia dibawah 2 bulan (Pnemonia Berat dan Bukan Pnemonia) Usia 2 bulan
sampai kurang dari 5 tahun (2 bulan - Pnemonia, Pnemonia Berat dan Bukan
Pnemonia ). Klasifikasi Bukan-pnemonia mencakup kelompok balita penderita
batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak
menunjukkan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Penyakit
ISPA diluar pnemonia ini antara lain: batuk-pilek biasa (common cold),
pharyngitis, tonsilitis dan otitis. Pharyngitis, tonsilitis dan otitis, tidak termasuk
penyakit yangtercakupdalamprogramini.
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya
tinggi, tidak saja dinegara berkembang, tapi juga di negara maju seperti AS,
Kanada dan negara-negara Eropah. Di AS misalnya, terdapat dua juta sampai tiga
juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian rata-rata 45.000 orang
(S. A. Price, 2005, Hal 804-814)

Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah


kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah
mempertinggi angka kematian. Gejala Pneumonia adalah demam, sesak napas,
napas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta
gambaran hasil ronsen memperlihatkan kepadatanpadabagianparu
Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya
merupakan reaksi tubuh untuk mematikan luman. Tapi akibatnya fungsi paru
terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang
untuk oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh
bakteri, virus atau mikoplasma ( bentuk peralihan antara bakteri dan virus ).
Bakteri yang umum adalah streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus,
Klebsiella Sp, Pseudomonas sp,vIrus misalnya virus influensa(Jeremy, dkk,
2007, Hal 76-78)
Dari uraian di atas, maka kelompok tertarik untuk membahas tentang
”Asuhan keperawatan pada klien dengan Pneumonia”

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
pneumonia.

1.2.2. Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui konsep dasar teoritis penyakit pneumonia
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan
pneumonia, yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, dan intervensi
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan pneumonia,
yang meliputi ppengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementsi, dan
evaluasi.

1.3. Manfaat
1. Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan keterampilan
kelompok dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
pneumonia.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca.
3. Sebagai sumber referensi bagi pembaca mengenai Pneumonia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Teori Pneumonia


2.1.1. Pengertian
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru. Menurut anatomis, pneumonia pada anak dibedakan
menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstiasialis dan bronkopneumonia
(Arif mansjoer, 2001, Hal 446 ).
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agen infeksius. Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering
mengakibatkan kematian. Pneumonia disebabkan terapi radiasi, bahan kimia dan
aspirasi. Pneumonia radiasi dapat menyartai terapi radiasi untuk kanker payudara
dan paru, biasanya enam minggu atau lebih setelah pengobatan sesesai.
Pneoumalitiis kimiawi atau pneumonia terjadi setelah menjadi kerosin atau
inhalasi gas yang mengiritasi. Jika suatu bagian substasial dari suatu lobus atau
yang terkenal dengan penyakit ini disebut pneumonia lobaris (Jeremy, dkk, 2007,
Hal 76-78).
Pneumonia adalah peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari
suatu infeksi. ( S. A. Frice. 2005, Hal 804)

2.1.2. Klasifikasi
Tiga klasifikasi pneumonia.
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
b. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial
pneumonia).
c. Pneumonia aspirasi.
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
(Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-78)
2. Berdasarkan bakteri penyebab:
a. Pneumonia Bakteri/Tipikal.
Dapat terjadi pada semua usia. Pneumonia bakterial sering diistilahkan
dengan pneumonia akibat kuman. Pneumonia jenis itu bisa menyerang siapa saja,
dari bayi hingga mereka yang telah lanjut usia. Para peminum alkohol, pasien
yang terkebelakang mental, pasien pascaoperasi, orang yang menderita penyakit
pernapasan lain atau infeksi virus adalah yang mempunyai sistem kekebalan
tubuh rendah dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit itu.
Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut,
dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak paru-paru. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru,
atau pun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di
paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan
paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran
darah. Bakteri Pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai penyebab
pneumonia bakteri tersebut. Gejalanya Biasanya pneumonia bakteri itu didahului
dengan infeksi saluran napas yang ringan satu minggu sebelumnya. Misalnya,
karena infeksi virus (flu). Infeksi virus pada saluran pernapasan dapat
mengakibatkan pneumonia disebabkan mukus (cairan/lendir) yang mengandung
pneumokokus dapat terisap masuk ke dalam paru-paru (Soeparman, dkk, 1998,
Hal 697).
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka,
misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita
pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal. Disebabkan mycoplasma,
legionella, dan chalamydia (Soeparman, dkk, 1998, Hal 697).

b. Pneumonia Akibat virus.


Penyebab utama pneumonia virus adalah virus influenza (bedakan dengan
bakteri hemofilus influenza yang bukan penyebab penyakit influenza, tetapi bisa
menyebabkan pneumonia juga). Gejalanya Gejala awal dari pneumonia akibat
virus sama seperti gejala influenza, yaitu demam, batuk kering, sakit kepala, nyeri
otot, dan kelemahan. Dalam 12 hingga 36 jam penderita menjadi sesak, batuk
lebih parah, dan berlendir sedikit. Terdapat panas tinggi disertai membirunya
bibir. Tipe pneumonia itu bisa ditumpangi dengan infeksi pneumonia karena
bakteri. Hal itu yang disebut dengan superinfeksi bakterial. Salah satu tanda
terjadi superinfeksi bakterial adalah keluarnya lendir yang kental dan berwarna
hijau atau merah tua (S. A. Price, 2005, Hal 804-814)

4. Berdasarkan predileksi infeksi:


a. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan
besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.
b. Pneumonia bronkopneumonia
Pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di
paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering
terjadi pada bayi atau orang tua. Pada penderita pneumonia, kantong udara paru-
paru penuh dengan nanah dan cairan yang lain. Dengan demikian, fungsi paru-
paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor
menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan
segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain
(super infeksi) dan sebagainya. Jika demikian keadaannya, tentu tambah sukar
penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi demikian sudah beraneka
macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh. (S. A. Price, 2005, Hal 804-
814)

2.1.3. Etiologi
Penyebab Pneumonia adalah streptococus pneumonia dan haemophillus
influenzae. Pada bayi dan anak kecil ditemukan staphylococcus aureus sebagai
penyebab pneumonia yang berat, dan sangat profesif dengan mortalitas
tinggi.(Arif mansjoer, dkk, Hal 466)
1. Bakteri: stapilokokus, streplokokus, aeruginosa, eneterobacter
2. Virus: virus influenza, adenovirus
3. Micoplasma pneumonia

2.1.4. Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada
beberapa mekanisme yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi.
Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh
mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai
paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga
dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama
kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat
melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah
mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi
imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak
mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran
napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius
dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis
yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas.
Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan
menyebabkan pneumonia virus. Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan
virus terhadap mekanisme pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri
patogen menginfeksi saluran napas bagian bawah.
Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal
berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu
orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang
pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus
Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran
hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut
yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di
alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus,
mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat
mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan
lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada
bronkiolitis (S. A. Price, 2005, Hal 804-814).

2.1.6. Manifestasi Klinik


Secara umum dapat di bagi menjadi:

a. Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam (39,5 ºC


sampai 40,5 ºC). , sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang
keluhan gastrointestinal.
b. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnuea (25 – 45
kali/menit), ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak napas, air hinger,
merintih, sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
c. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bawah kedalam
saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak,
fremitus melemah, suara napas melemah, dan ronki.
d. Tanda efusi pleura atau empiema, berupa gerak ekskusi dada tertinggal di
daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara
napas tubuler tepat di atas batas cairan, friction rup, nyeri dada karena iritasi
pleura (nyeri bekurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul),
kaku duduk / meningimus (iritasi menigen tanpa inflamasi) bila terdaat iritasi
pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma
pada pneumonia lobus kanan bawah).
e. Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi
pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.
f. Tanda infeksi ekstrapulmonal.
( Arif mansjoer, dkk, 2001, Hal 466)

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang


1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar,
bronchial); dapat juga menyatakan abses) luas /infiltrasi, empiema
(stapilococcos), infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau
penyebaran/perluasan infiltrasi nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia
mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.
2. GDA/nadi oksimetris : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada
luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
3. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat
diambil biosi jarum, aspirasi transtrakea, bronkoskofi fiberobtik atau biosi
pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebeb. Lebih dari satu organise
ada : bekteri yang umum meliputi diplococcos pneumonia, stapilococcos, aures
A.-hemolik strepcoccos, hemophlus influenza : CMV. Catatan : keluar sekutum
tak dapat di identifikasikan semua organisme yang ada. Kultur darah dapat
menunjukan bakteremia semtara
4. JDL : leokositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah
terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan
berkembangnya pneumonia bakterial.
5. Pemeriksaan serologi: mis, titer virus atau legionella,aglutinin dingin.
membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
6. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain. Mungkin
terjadi perembesan (hipoksemia)
7. Elektrolit : Natrium dan Klorida mungkin rendah
8. Bilirubin : Mungkin meningkat.
9. Aspirasi perkutan / biopsi jaringan paru terbuka : dapat menyatakan
jaringan intra nuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMP ; kareteristik sel
rekayasa(rubela))
(Marlyn E. Dongoes, 1999, ASKEP, Hal 164-174)

2.1.8. Penatalaksanaan
1. Oksigen 1-2 L / menit
2. IVFD (Intra Venous Fluid Drug)/ (pemberian obat melalui intra vena) dekstrose
10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCL 10 mEq / 500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai
dengan berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
3. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral bertahap
melalui selang nasogastrik dengan feding drip.
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transpormukosilier.
5. Koreksi gangguan keseimbangan asam - basa dan elektrolit.
6. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia komuniti base:
- Ampicilin 100 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian
- Kloramfenicol 75 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base :
- Sevotaksim 100 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian
- Amikasim 10 - 15 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian.
( Arif mansjoer, dkk, 2001, Hal 468)

2.1.9. Komplikasi Pneumonia


Abses kulit, abses jaringan lunak, otitis media, sinus sitis, meningitis
pururental, perikarditis dan epiglotis kaang ditemukan pada infeksi H. Influenzae
tipe B. (Arif mansjoer, 2001, Hal 467)

2.1.10. Pencegahan dan faktor resiko


Dengan mempunyai pengetahuan tentang faktor-faktor dan setuasi yang
umumnya menjadi redispredisposisi individu terhadap pnumonia akan membantu
untuk mengidentifikasi psien-pasien yang beresiko terhadap pneumonia.
Tindakan preventif memberikan perawatan antisipatif dan preventif adalah
tindakan perawatan yang penting(Suzanne C. Smeltzer,dkk , Hal 573).
· Setiap kondisi yang menghasilkan lendir atau obstruksi bronkial dan
mengganggu draniase normal paru menahun (PPOM) meningkat kerentanan
pasien terhadap pneumonia. Tindakan preventif :tingkankan batuk dan
pengaluaran sekresi.
· Pasien imunosupresif dan mereka dengan jumlah neutrofi rendah (neutropeni)
adalah mereka yang berisik. Tindakan preventif : lakukan tindak kewaspadaan
khusus terhadap infeksi.
· IndIvidu yang merokok berisik, kerena asap rokok mengganggu baik aktifitas
mukosiliari dan makrofag. Tindaka preventif : ajurkan individu untuk berhenti
merokok.
· Setiap pasien yang diperbolehakan berbaring secara pasif di tempat tidur dalam
waktu yang lama yang secara relatif imobil dan bernafas dangkal berisiko
terhadap bronkopneumonia. Tinadakan preventif : sering mengubah posisi.
· Setiap individu yang mengalami depresi reflek batuk (karna medikasi, keadaan
yang melemahkan atau otot-otot pernafasan lemah), telah mengaspirasi benda
asing ke dalam paru-paru selama periode tidak sadar (cedera kepala,anestesia),
atau mempunyai mekanisme menelan abnormal adalah mereka yang hampir
pasti mengalami bronkopneumonia. Tindakan preventif : penghisan
trakeobronkial, sering mengubah posisi, bijakan dalam memberikan obat-obat
yang meningkatkan resiko aspirasi dan terafi fisik dada.
· Setiap pasien yang dirawat dengan regimen NPO (dipuasakan) atau mereka
yang mendapat antibiotik mengalami peningkatan kolonisasi organisme faring
dan berisiko. Tindakan preventif : tingakan higiene oral yang teratur.
· Individu yang sering mengalami intoksikasi terutama rentan terhadap
pneumonia, karna alkohol menekan reflek-reflek tubuh, mobolisasi sel darah
putih dan gerakan siliaris trakeaobronkial. Tindakan preventif : bikan dorong
kepada individu untuk mengurangi masukan alkohol.
· Setiap individu yang menerima sedatif atau opioid dapat mengalami
pernafasan, ynga mencetuskan pengumpulan sekresi bronkial dan selanjutnya
mengalami pneumonia. Tindakan preventif : observasi fekuensi pernapasan dan
ke dalam pernafasan sebelum memberikan. Jika tampak depresi pernapasan,
tunds pemberian obat dan laporkan masalah ini.
· Pasien yang tidak sadar atau mempunyai reflek batuk dan menelan buruk adlah
mereka yang berisiko terhadap pneumonoia akibat penumpukan seksesi atau
aspirasi. Tindakan preventif : sering melakukan .
· Individu lansia terutama mereka yang rentan pneumonia karna refleksi batuk.
Pneumonia paskaoperatif seharusnyadapat diperkirakan terjadi pada lansia.
Tndakan prepentif : sering mobolisasi, dan batuk efekif dan latihan pernapasan
· Setiap orang meneriama pengobatan terapi pernasapan dapat mengalami
pneumonia jika peralatan tersebit tidak dibersikan dengan tepat. Tindakan
preventif : pastiakn bahwa peralatan pernapasan telah di bersikan dengan tepat.
(Suzanne C. Smeltzer,dkk , Hal 573)

2.2.1 Konsep Dasar ASKEP


2.2.1.1. Pengkajian
1. Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya, yang
meliputi: nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, tanggal
pengkajian.
2. Keluhan Utama
Sering menjadi alasaan klein untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
Sesak napas, batuk berdahak, demam, sakit kepala, ny dan kelemahan
3. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Penderita pneumonia menampakkan gejala nyeri, sesak napas, batuk
dengan dahak yang kental dan sulit dikeluarkan, badan lemah, ujung jari terasa
dingin.
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu (RKD)
Penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum masuk rumah sakit,
kemungkinan pasien pernah menderita penyakit sebelumnya seperti : asthma,
alergi terhadap makanan, debu, TB dan riwayat merokok.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Riwayat adanya penyakit pneumonia pada anggota keluarga yang lain
seperti : TB, Asthma, ISPA dan lain-lain.
6. Data Dasar pengkajian pasien
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.

b. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya /GJK kronis
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat

c. Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan
kakeksia
(malnutrisi), hiperaktif bunyi usus.
d. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perubahan mental (bingung, somnolen)

e. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia,
nyeri dada substernal (influenza).
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi
gerakan).

f. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea
Takipnue, dispnenia progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori,
pelebaran nasal.
Tanda :
Sputum: merah muda, berkarat atau purulen.
Perkusi: pekak datar area yang konsolidasi.
Premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
Gesekan friksi pleural.
Bunyi nafas menurun tidak ada lagi area yang terlibat, atau napas bronkial.
Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku.

g. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun, misal SLE,AIDS, penggunaan steroid,
kemoterapi, institusionalitasi, ketidak mampuan umum, demam. Tanda :
berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada kasus
rubeola, atau varisela.

h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
Pertimbangan DRG menunjukkan rerata lama - lama dirawat 6 – 8 hari Rencana
pemulangan: bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah. Oksigen
mungkin diperlukan, bila ada kondisi pencetus.

i. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial);
dapat juga menyatakan abses) luas /infiltrasi, empiema (stapilococcos), infiltrasi
menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau penyebaran/perluasan infiltrasi nodul
(lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.
2. GDA/nadi oksimetris : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas
paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
3. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat diambil biosi
jarum, aspirasi transtrakea,bronkoskofi fiberobtik atau biosi pembukaan paru
untuk mengatasi organisme penyebeb. Lebih dari satu organise ada : bekteri yang
umum meliputi diplococcos pneumonia, stapilococcos, aures A.-hemolik
strepcoccos, hemophlus influenza : CMV. Catatan : keluar sekutum tak dapat di
identifikasikan semua organisme yang ada. Kultur darah dapat menunjukan
bakteremia semtara
4. JDL : leokositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi
pada infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan
berkembangnya pneumonia bakterial.
5. Pemeriksaan serologi: mis, titer virus atau legionella,aglutinin dingin.
membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
6. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps
alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain. Mungkin terjadi
perembesan (hipoksemia)
7. Elektrolit : Natrium dan Klorida mungkin rendah
8. Bilirubin : Mungkin meningkat.
9. Aspirasi perkutan / biopsi jaringan paru terbuka : dapat menyatakan
jaringan intra nuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMP ; kareteristik sel
rekayasa (rubela) )
(Marlyn E. Dongoes, 1999, ASKEP, Hal 164-174)

j. Proritas Keperawatan
1. Mempertahankan/memperbaiki fungsi pernafasan
2. Mencegah komplikasi
3. Mendukung proses penyembuhan
4.Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan pengobatan.

2.2.1.2 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea
bronchial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas
pembawa oksigen darah.
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk menetap.
4. Resiko tinggi terhadap nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agen infeksius. Pneumonia dapat menjadi suatu infeksi yang
serius dan mengancam nyawa. Ini adalah benar terutama pada orang-orang tua,
anak-anak, dan mereka yang mempunyai persolan-persoalan medis lain yang
serius, seperti COPD, penyakit jantung, diabetes, dan kanker-kanker tertentu.
Untungnya, dengan penemuan dari banyak antibiotik-antibiotik yang kuat,
kebanyakan kasus-kasus dari pneumonia dapat dirawat dengan sukses. Etiologi
dari pneumonia paling umum ditemukan adalah disebabkan karena bakteri
streptococcus. Dan yang lebih banyak resiko terserang pneumonia adalah orang
tua, karena banyak sekali orang tua terdapat riwayat merokok.

B. Saran
Disarankan kepada penderita pneumonia untuk menghindari faktor
pencetus dan resiko yang bisa mengakibatkan penyakit bertambah parah.
Penderita pneumonia disarankan untuk menghindari merokok, tidak meminum
minuman yang mengandung alkohol, dan menerapkan pola hidup sehat

DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. EGC : Jakarta.


Bare Brenda G, Smeltzer Suzan C. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. 1,
EGC, Jakarta.
Doenges, Marilynn, E. dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC,
Jakarta
Jeremy, dkk. 2005. At a Glance Sistem Respirasi, Edisi 2. Erlangga : Jakarta
Price Anderson Sylvia, Milson McCarty Covraine. 2005. Patofisiologi Jilid 2,
Edisi 4. EGC : Jakarta.

Soeparman, dkk. 1998. Ilmu Penyakit Dalam jilid II. FKUI : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai