Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara yang terkenal dengan kekayaan sumber
daya alam yang tersedia, namun di lihat secara nyata, rakyat Indonesia
banyak yang menderita. Penderitaan ini seperti: kemiskinan, kelaparan,
dan kesengsaraan. Penderitaan yang di jalani rakyat tidak lain dan tidak
bukan adalah dampak dari otonomi daerah yang kurang tersruktur. Hal ini
di karenakan rendahnya moral – moral para pejabat yang memegang
kekuasaan di Indonesia. Hal ini sangat mencoreng nama bangsa Indonesia
sebagai Negara yang memiliki kekayaan lebih.
Di era reformasi sekarang ini, Indonesia mengalami banyak
perubahan. Perubahan sistem politik, reformasi ekonomi, sampai reformasi
birokrasi menjadi agenda utama di negeri ini. Yang paling sering
dikumandangkan adalah masalah reformasi birokrasi yang menyangkut
masalah-masalah pegawai pemerintah yang dinilai korup dan sarat dengan
nepotisme. Reformasi birokrasi dilaksanakan dengan harapan dapat
menghilangkan budaya-budaya buruk birokrasi seperti praktik korupsi
yang paling sering terjadi di dalam instansi pemerintah. Reformasi
birokrasi ini pada umumnya diterjemahkan oleh instansi-instansi
pemerintah sebagai perbaikan kembali sistem remunerasi pegawai.
Namun pada kenyataannya, tindakan korupsi masih terus terjadi
walaupun secara logika gaji para pegawai pemerintah dapat dinilai tinggi.
Korupsi dari yang bernilai jutaan hingga miliaran rupiah yang dilakukan
para pejabat pemerintah terus terjadi sehingga dapat disinyalir negara
mengalami kerugian hingga triliunan rupiah. Tentunya ini bukan angka
yang sedikit, melihat kebutuhan kenegaraan yang semakin lama semakin
meningkat. Jika uang yang dikorupsi tersebut benar-benar dipakai untuk
kepentingan masyarakat demi mengentaskan kemiskinan dan
meningkatkan kualitas pendidikan, mungkin cita-cita tersebut bisa saja
terwujud. Dana-dana sosial akan sampai ke tangan yang berhak dan

1
tentunya kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Jika hal ini tidak di
tanggapi dengan serius maka Negara Indonesia tidak akan mencapai
puncak emas seperti yang di cita–citakan dalam penukaan undang-undang
dasar 1945.
Maka,dari permasalahan diatas dilihat dengan penyusunan
makalah ini, kami akan mengungkap strategi yang dapat oleh negara
dijalankan untuk memberantas korupsi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang
dapat kami tuliskan adalah :
1. Apa pengertian dari korupsi dan strategi pemberantasan korupsi ?
2. Bagaimana strategi pemberantasan korupsi ?

C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka
tujuan yang dapat kami tuliskan adalah :
1. Mengetahui pengertian dari korupsi dan strategi pemberantasan
korupsi.
2. Memahami strategi pemberantasan korupsi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
1. Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa Latin coruptio dan corruptus yang
berarti kerusakan atau kebobrokan.. Dalam bahasa Yunani corruptio
perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, Korupsi juga
merupakan tindakan seseorang yang menyalahgunakan kepercayaan
dalam suatu masalah atau organisasi untuk mendapatkan keuntungan,
tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma
agama, materil, mental dan umum. (Nurdjana, 1990)
Pengertian Korupsi Menurut UU No. 20 Tahun 2001 adalah
tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri,
orang lain, atau korupsi yang berakibat merugikan negara atau
perekonomian negara. Korupsi juga mencakup nepotisme atau sifat
suka memberi jabatan kepada kerabat dan famili saja, serta
penggelapan uang negara. Dalam kedua hal ini terdapat “perangsang
dengan pertimbangan tidak wajar.”
Tindakan korupsi hadir dalam bentuk yang beragam. Mulai dari
menyalahgunakan sarana yang ada padanya karena jabatan/
kedudukan,menggelapkan uang, sampai menerima hadiah atau janji
karena kewenangan / kekuasaan jabatannya. Pelakunya pun tak hanya
penyelenggara negara, bisa juga orang per orang, pegawai negeri
kelas ’teri’, ahli bangunan, hakim, dan lain-lain.
Peraturan Perundang-undangan pemberantasan tindak pidana
korupsi diIndonesia telah muncul sejak 53 tahun silam melalui
Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat No.PRT/
Peperpu/ 013/ 1958. Berbagai tim bentukan Pemerintah dalam upaya
pemberantasan korupsi pun terus bermetamorfosa mulai dari Tim
Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (2000-2001),
Komisi Pemberantasan Korupsi (2002-2003) hingga Tim Koordinasi

3
Pemberantasan Tipikor (2005), Satuan Tugas Pemberantasan Mafia
Hukum(2009).
Jadi korupsi, sekalipun khusus terkait dengan penyuapan dan
penyogokan, adalah istilah umum yang mencakup penyalahgunaan
wewenang sebagai hasil pertimbangan demi mengejar keuntungan
pribadi, keluarga dan kelompok
2. Pengertian Strategi Pemberantasan Korupsi
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan
dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah
aktivitas dalam kurun waktu tertentu.
Strategi pemberantasan korupsi adalah sistematika pemberantasan
korupsi yang telah dirancang dengan berbagai cara agar dapat
diaplikasikan dan menghasilkan suatu output yang ingin dicapai.

B. Strategi Pemberantasan Korupsi


Menurut Andi Hamzah (2005:249), strategi pemberantasan
korupsi bisa disusun dalam tiga tindakan terprogram, yaitu Prevention,
Public Education dan Punishment. Prevention ialah pencerahan untuk
pencegahan. Publik Education yaitu pendidikan masyarakat untuk
menjauhi korupsi. Punishment adalah pemidanaan atas pelanggaran tindak
pidana korupsi.
1. Strategi Preventif
Strategi Preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi
dengan cara menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor
penyebab atau peluang terjadinya korupsi. Konvensi PBB Anti
Korupsi, Uneted Nations Convention Against Corruption (UNCAC),
menyepakati langkah-langkah untuk mencegah terjadinya korupsi.
Masing-masing negara setuju untuk: “...mengembangkan dan
menjalankan kebijaksanaan anti korupsi terkoordinasi dengan
mempromosikan partisipasi masyarakat dan menunjukkan prinsip-
prinsip supremasi hukum, manajemen urusan publik dan property
publik dengan baik, integritas, transparan, dan akuntable, .....saling

4
bekerjasama untuk mengembangkan langkah-langkah yang efektif
untuk pemberantasan korupsi”
2. Public Education
Public Education atau pendidikan anti korupsi untuk rakyat perlu
digalakkan untuk membangun mental anti-korupsi. Pendidikan anti-
korupsi ini bisa dilakukan melalui berbagai pendekatan, seperti
pendekatan agama, budaya, sosioal, ekonomi, etika, dsb. Adapun
sasaran pendidikan anti-korupsi secara garis besar bisadikelompokkan
menjadi dua:
a. Pendidikan anti korupsi bagi aparatur pemerintah dan calon
aparatur pemerintah.
b. Public education anti korupsi bagi masyarakat luas melalui
lembaga-lembaga keagamaan, dan tokoh-tokoh masyarakat. Semua
itu dilakukan untuk meningkatkan moral anti korupsi. Publik perlu
mendapat sosialisasi konsep-konsep seperti kantor publik dan
pelayanan publik berikut dengan konsekuensi-konsekuensi tentang
biaya-biaya sosial,ekonomi, politik, moral, dan agama yang
diakibatkan korupsi.
3. Strategi Punishment
Strategi Punishment adalah tindakan memberi hukuman terhadap
pelaku tindak pidana korupsi. Dibandingkan negara-negara lain,
Indonesia memiliki dasar hukum pemberantasan korupsi paling banyak,
mulai dari peraturan perundang-undangan yang lahir sebelum era
eformasi sampai dengan produk hukum era reformasi, tetapi
pelaksanaannya kurang konsisten sehingga korupsi tetap subur di
negeri ini. Dari sekian banyak peraturan perundang-undangan anti-
korupsi yang ada,salah satu yang paling populer barangkali UU Nomor
30/2002 tentang KPK. KPK adalah lembaga negara yang bersifat
independen yang dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya bebas
dari kekuasaan manapun. Tugas-tugas KPK adalah sebagai berikut:
a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan
pemberantasantindak pidana korupsi

5
b. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasantindak pidana korupsi
c. Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap
tindak pidana korupsi,
d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi,
danmelakukan monitor terhadap penyelengaraan pemerintahan
negara.
Strategi untuk mengontrol korupsi harus berfokus pada 2 unsur
yakni peluang dan keinginan. Peluang dapat dikurangi dengan cara
mengadakan berubahan secara sistematis, sedangkan keinginan dapat
dikurangi dengan cara membalikkan situasi kalkulasi resiko “untung
rugi, resiko rendah” dengan cara menegakkan hukum, memberikan
hukuman dengan efek jera secara efektif, dan menegakkan mekanisme
akuntabilitas.
Memberantas korupsi bukanlah tujuan akhir, melainkan
perjuangan melawan perilaku jahat dalam pemerintah yang merupakan
bagian dari tujuan yang lebih luas, yakni menciptakan pemerintahan
yang efektif, adil, dan efisien melalui berbagai strategi sebagai berikut.
1. Reformasi Birokrasi
Wewenang pejabat publik untuk mengambil keputusan dan
kecenderungan menyalahgunakannya dapat diperkecil dengan cara
memodifikasi struktur organisasi dan pengelolaan program-
program publik. Perubahan ini akan memperkecil insentif untuk
memberi suap dan dapat memperkecil jumlah transaksi dan
memperbesar peluang bagi masyarakat unuk mendapat pelayanan
publik yang baik.
Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah
salah satu cara untuk mencegah korupsi. Semakin banyak meja
yang harus dilewati untuk mengurus suatu hal, semakin banyak
pula kemungkinan untuk terjadinya korupsi. Salah satu cara untuk
menghindari praktek suap menyuap dalam rangka pelayanan publik
adalah dengan mengumumkan secara resmi biaya yang harus

6
dikeluarkan oleh seseorang untuk mengurus suatu hal seperti
mengurus paspor, mengurus SIM, mengurus ijin usaha atau Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB) dsb.
2. Budaya
Senjata yang paling ampuh dalam pertempuran melawan
korupsi adalah menumbuhkan kultur demokratis dan egaliter. Ciri
kultur demokrasi adalah keterbukaan dan pengabdian kepada
keterbukaan. Pengawal keterbukaan yang paling efektif adalah
warga negara yang terhimpun dalam organisasi-organisasi yang
dibentuk untuk tujuan yang diharapkan. Dalam konteks ini pers
yang bebas sangat dibutuhkan. Tanpa kebebasan untuk
mengajukan pertanyaan atau untuk mengadakan perubahan, rakyat
tetap tidak berdaya karena terperangkat dalam system demokrasi
yang dangkal.
3. Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi
Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan
membentuk lembaga yang independen yang khusus menangani
korupsi. Kita sudah memiliki Lembaga yang secara khusus
dibentuk untuk memberantas korupsi. Lembaga tersebut adalah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
4. Memperbaiki Kinerja Lembaga Peradilan
Salah satu hal yang juga cukup krusial untuk mengurangi
resiko korupsi adalah dengan memperbaiki dan memantau kinerja
Pemerintah Daerah. Sebelum Otonomi Daerah diberlakukan,
umumnya semua kebijakan diambil oleh Pemerintah Pusat. Dengan
demikian korupsi besar-besaran umumnya terjadi di Ibukota negara
atau di Jakarta. Dengan otonomi yang diberikan kepada Pemerintah
Daerah, kantong korupsi tidak terpusat hanya di ibukota negara
saja tetapi berkembang di berbagai daerah. Untuk itu kinerja dari
aparat pemerintahan di daerah juga perlu diperbaiki dan dipantau
atau diawasi.

7
Lembaga yang harus perhatikan adalah dari tingkat
kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan.
Pengadilan adalah jantungnya penegakan hukum yang harus
bersikap imparsial (tidak memihak), jujur dan adil. Banyak kasus
korupsi yang tidak terjerat oleh hukum karena kinerja lembaga
peradilan yang sangat buruk. Bila kinerjanya buruk karena tidak
mampu (unable), mungkin masih dapat dimaklumi. Ini berarti
pengetahuan serta ketrampilan aparat penegak hukum harus
ditingkatkan. Yang menjadi masalah adalah bila mereka tidak mau
(unwilling) atau tidak memiliki keinginan yang kuat (strong
political will) untuk memberantas korupsi, atau justru terlibat
dalam berbagai perkara korupsi.
Di tingkat departemen, kinerja lembaga-lembaga audit
seperti Inspektorat Jenderal harus ditingkatkan. Selama ini ada
kesan bahwa lembaga ini sama sekali ‘tidak punya gigi’ ketika
berhadapan dengan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi.
Dalam berbagai pemberitaan di media massa, ternyata
korupsi juga banyak dilakukan oleh anggota parlemen baik di pusat
(DPR) maupun di daerah (DPRD). Alih-alih menjadi wakil rakyat
dan berjuang untuk kepentingan rakyat, anggota parlemen justru
melakukan berbagai macam korupsi yang ‘dibungkus’ dengan rapi.
Daftar anggota DPR dan DPRD yang terbukti melakukan korupsi
menambah panjang daftar korupsi di Indonesia. Untuk itu kita
perlu berhati-hati ketika ‘mencoblos’ atau ‘mencontreng’ pada saat
Pemilihan Umum. Jangan asal memilih, pilihlah wakil rakyat yang
punya integritas. Berhati-hati pula ketika DPR atau DPRD akan
mengeluarkan suatu kebijakan atau peraturan perundang-undangan.
Salah-salah kebijakan tersebut justru digunakan bagi kepentingan
beberapa pihak bukan bagi kepentingan rakyat. Untuk itulah ketika
Parlemen hendak mengeluarkan sebuah kebijakan yang akan
mempengaruhi hajat hidup orang banyak, masyarakat sipil (civil

8
society) termasuk mahasiswa dan media harus ikut mengawal
pembuatan kebijakan tersebut.
5. Kelembagaan
Secara kelembagaaan ada fungsi-fungsi kunci yang harus
dilakukan oleh tulang punggung pemberantasan korupsi, baik pada
tingkat prefentif, detektif, maupun represif. Harmonisasi kinerja
antara lembaga kejaksaan agung, POLRI, badan pemeriksaan
keuangan (BPK), dan KPK memegang peran penting dalam
mensukseskan pemberantasan. Hanya disayangkan, saat ini
tumpang tindih wewenang dan persaingan tidak sehat membayangi
kinerja beberapa lembaga tersebut. Perseteruan antara KPK dan
POLRI, atau POLRI dan kejaksaan agung merupakan salah satu
contoh ketidak harmonisan tersebut.
6. Integrasi Sistem Pemberantasan Korups
Tujuan pokok pembangunan sistem integritas nasional
adalah membuat tindak pidana korupsi menjadi tindakan yang
mempunyai “risiko tinggi” dan memberi “hasil sedikit”. Sistem itu
dirancang untuk memastikan jangan sampai korupsi dapat terjadi,
bukan mengandalkan sanksi hukum setelah korupsi terjadi.
Integrasi sistem pemberantasan korupsi mencakup pilar-pilar;
eksekutif, parlemen, peradilan, pelayanan publik, lembaga
pengawas (BPK, KPK), masyarakat sipil dan media massa.
Integrasi sistem pemberantasan korupsi membutuhkan identifikasi
sistematis mengenai kelemahan dan peluang untuk memperkuat
dan memperkokoh setiap pilar sehingga bersamasama menjadi
kerangka yang kokoh. Untuk mewujudkan pelaksanaan proses
kerja penanganan tindak pidana korupsi yang lancar, perlu dibuat:
Pertama, sistem dan prosedur kerja antar instansi yang terkait
dengan Core Unit. Kedua, standar pelaporan yang akan di pakai
sebagai dokumen antar instansi. Ketiga, penjadwalan pertemuan
regular untuk pembahasan masalah-masalah yang berkaitan dengan

9
tindak pidana korupsi, agar dapat diwujudkan persamaan persepsi
atas suatu masalah.
7. Sumber Daya Manusia
Upaya untuk memberantas kemiskinan etika dan
meningkatkan kesadaran adalah mutlak diperlukan, karenanya
sumber daya manusia yang unggul harus terus di bangun terutama
melalui pendidikan. Sumber daya masyarakat yang seperti itu
merupakan landasan yang sangat penting bagi sistem integritas
nasional dalam pemberantasan korupsi. Masyarakat yang kurang
terdidik dan apatis tidak tahu hak-haknya dan bersikap menyerah
pada penyalahgunaan wewenang oleh pejabat, sementara pejabat
pemerintahan yang tidak berprinsip hanya akan mengikuti arus
dominan yang ada di lingkungan kerjanya tanpa bisa berpikir kritis
dalam memahami dan melaksanakan hak-hak dan kewajibannya.
8. Infrastruktur
Infrastruktur yang di maksud disini adalah lembaga trias
politika yang meliputi eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Berjalannya fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif pada koridor
hak dan kewajibannya masing-masing akan memberikan kontribusi
yang diharapkan dalam pemberantasan korupsi. Sebaliknya jika
tidak, maka berarti infrastruktur politik nasional ini perlu dibenahi
sehingga lembaga tersebut berfungsi sebagaimana mestinya dan
pada akhirnya mendukung upaya pemberantasan korupsi nasional.
9. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik
Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan
mewajibkan pejabat publik untuk melaporkan dan mengumumkan
jumlah kekayaan yang dimiliki baik sebelum maupun sesudah
menjabat. Dengan demikian masyarakat dapat memantau tingkat
kewajaran peningkatan jumlah kekayaan yang dimiliki khususnya
apabila ada peningkatan jumlah kekayaan setelah selesai menjabat.
Kesulitan timbul ketika kekayaan yang didapatkan dengan

10
melakukan korupsi dialihkan kepemilikannya kepada orang lain
misalnya anggota keluarga.
Untuk kontrak pekerjaan atau pengadaan barang baik di
pemerintahan pusat, daerah maupun militer, salah satu cara untuk
memperkecil potensi korupsi adalah dengan melakukan lelang atau
penawaran secara terbuka. Masyarakat harus diberi otoritas atau
akses untuk dapat memantau dan memonitor hasil dari pelelangan
atau penawaran tersebut. Untuk itu harus dikembangkan sistem
yang dapat memberi kemudahan bagi masyarakat untuk ikut
memantau ataupun memonitor hal ini.
Korupsi juga banyak terjadi dalam perekrutan pegawai
negeri dan anggota militer baru. Korupsi, kolusi dan nepotisme
sering terjadi dalam kondisi ini. Sebuah sistem yang transparan dan
akuntabel dalam hal perekruitan pegawai negeri dan anggota
militer juga perlu dikembangkan. Selain sistem perekruitan, sistem
penilaian kinerja pegawai negeri yang menitikberatkan pada pada
proses (proccess oriented) dan hasil kerja akhir (result oriented)
perlu dikembangkan. Untuk meningkatkan budaya kerja dan
motivasi kerja pegawai negeri, bagi pegawai negeri yang
berprestasi perlu diberi insentif yang sifatnya positif. Pujian dari
atasan, penghargaan, bonus atau jenis insentif lainnya dapat
memacu kinerja pegawai negeri. Tentu saja pemberian ini harus
disertai dengan berbagai pra-kondisi yang ketat karena hal ini juga
berpotensi korupsi, karena salah-salah hal ini justru dipergunakan
sebagai ajang bagi-bagi bonus diantara para pegawai negeri.
10. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat
Salah satu upaya memberantas korupsi adalah memberi hak
pada masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap informasi
(access to information). Sebuah sistem harus dibangun di mana
kepada masyarakat (termasuk media) diberikan hak meminta
segala informasi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang
mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Hak ini dapat

11
meningkatkan keinginan pemerintah untuk membuat kebijakan dan
menjalankannya secara transparan. Pemerintah memiliki kewajiban
melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai kebijakan yang
dibuat dan akan dijalankan.
Isu mengenai public awareness atau kesadaran serta
kepedulian publik terhadap bahaya korupsi dan isu pemberdayaan
masyarakat adalah salah satu bagian yang sangat penting dari
upaya memberantas korupsi. Salah satu cara untuk meningkatkan
public awareness adalah dengan melakukan kampanye tentang
bahaya korupsi. Sosialisasi serta diseminasi di ruang publik
mengenai apa itu korupsi, dampak korupsi dan bagaimana
memerangi korupsi harus diintensifkan. Kampanye tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan media massa (baik cetak maupun
tertulis), melakukan seminar dan diskusi. Spanduk dan poster yang
berisi ajakan untuk menolak segala bentuk korupsi ‘harus’
dipasang di kantor-kantor pemerintahan sebagai media kampanye
tentang bahaya korupsi. Di beberapa negara termasuk Indonesia,
isu korupsi dimasukkan sebagai salah satu bagian dari mata
pelajaran atau mata kuliah baik di tingkat sekolah dasar maupun
menengah dan perguruan tinggi. Mata kuliah yang mahasiswa
pelajari saat ini adalah salah satu cara supaya mahasiswa dapat
mengetahui selukbeluk korupsi dan meningkatkan kepedulian serta
kesadaran akan bahaya korupsi. Di beberapa sekolah didirikan
‘Kantin Kejujuran’ yang bertujuan untuk melatih kejujuran siswa.
Salah satu cara untuk ikut memberdayakan masyarakat
dalam mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan
menyediakan sarana bagi masyarakat untuk melaporkan kasus
korupsi. Sebuah mekanisme harus dikembangkan di mana
masyarakat dapat dengan mudah dan bertanggung-jawab
melaporkan kasus korupsi yang diketahuinya. Mekanisme tersebut
harus dipermudah atau disederhanakan misalnya via telepon, surat
atau telex. Dengan berkembangnya teknologi informasi, media

12
internet adalah salah satu mekanisme yang murah dan mudah
untuk melaporkan kasus-kasus korupsi
Di beberapa Negara, pasal mengenai ‘fitnah’ dan
‘pencemaran nama baik’ tidak dapat diberlakukan untuk mereka
yang melaporkan kasus korupsi dengan pemikiran bahwa bahaya
korupsi dianggap lebih besar dari pada kepentingan individu.
Walaupun sudah memiliki aturan mengenai perlindungan saksi dan
korban yakni UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban, masyarakat Indonesia masih dihantui ketakutan akan
tuntutan balik melakukan fitnah dan pencemaran nama baik apabila
melaporkan kasus korupsi.
Pers yang bebas adalah salah satu pilar dari demokrasi.
Semakin banyak informasi yang diterima oleh masyarakat,
semakin paham mereka akan bahaya korupsi. Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) baik tingat lokal atau internasional juga
memiliki peranan penting untuk mencegah dan memberantas
korupsi. Mereka adalah bagian dari masyarakat sipil (civil society)
yang keberadaannya tidak dapat diremehkan begitu saja. Sejak era
reformasi, LSM baru yang bergerak di bidang Anti-Korupsi
banyak bermunculan. Sama seperti pers yang bebas, LSM memiliki
fungsi untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik.
Simak saja apa yang telah dilakukan oleh ICW (Indonesia
Corruption Watch), salah satu LSM lokal yang berkedudukan di
Jakarta. LSM ini menjadi salah satu garda terdepan yang
mengawasi segala macam perbuatan pemerintah dan perilaku
anggota parlemen dan lembaga peradilan. Sama seperti pekerjaan
jurnalisme yang berbahaya, penculikan, penganiayaan dan
intimidasi terhadap aktivis LSM sangat sering terjadi.
Salah satu cara lain untuk mencegah dan memberantas
korupsi adalah dengan menggunakan atau mengoperasikan
perangkat electronic surveillance. Electronic surveillance adalah
sebuah perangkat atau alat untuk mengetahui dan mengumpulkan

13
data dengan menggunakan peralatan elektronik yang dipasang pada
tempat-tempat tertentu. Alat tersebut misalnya audio-microphones
atau kamera video (semacam kamera CCTV atau Closed Circuit
Television) atau data interception dalam kasus atau di tempat-
tempat di mana banyak digunakan telepon genggam dan electronic
mail (e-mail) atau surat elektronik. Namun di beberapa negara,
penggunaan electronic surveillance harus disetujui terlebih dahulu
oleh Upaya Pemberantasan Korupsi masyarakat, karena
masyarakat tidak ingin pemerintah ‘memata-matai’ segenap
aktivitas dan gerak langkah yang mereka lakukan. Tindakan
memata-matai atau ‘spying’ ini, dalam masyarakat yang
demokratis dianggap melanggar hak asasi terutama hak akan
privacy. Dalam beberapa kasus, negara yang otoriter justru akan
menggunakan data yang terekam dalam electronic surveillance
untuk melakukan intimidasi terhadap rakyatnya.
11. Pengembangan dan Pembuatan berbagai Instrumen Hukum yang
mendukung Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Untuk mendukung pencegahan dan pemberantasan korupsi
tidak cukup hanya mengandalkan satu instrumen hukum yakni
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berbagai
peraturan perundang-undangan atau instrumen hukum lain perlu
dikembangkan. Salah satu peraturan perundang-undangan yang
harus ada untuk mendukung pemberantasan korupsi adalah
Undang-Undang Tindak Pidana Money Laundering atau Pencucian
Uang. Untuk melindungi saksi dan korban tindak pidana korupsi,
perlu instrumen hukum berupa UU Perlindungan Saksi dan Korban.
Untuk memberdayakan Pers, perlu UU yang mengatur mengenai
Pers yang bebas. Bagaimana mekanisme masyarakat yang akan
melaporkan tindak pidana korupsi dan penggunaan electronic
surveillance juga perlu diatur supaya tidak melanggar privacy
seseorang. Selain itu hak warga negara untuk secara bebas
menyatakan pendapatnya harus pula diatur. Pasalpasal yang

14
mengkriminalisasi perbuatan seseorang yang akan melaporkan
tindak pidana korupsi serta menghalang-halangi penyelidikan,
penyidikan dan pemeriksaan tindak pidana korupsi seperti pasal
mengenai fitnah atau pencemaran nama baik perlu dikaji ulang dan
bilamana perlu diamandemen atau dihapuskan. Hal ini bertujuan
untuk lebih memberdayakan masyarakat. Masyarakat tidak boleh
takut melaporkan kasus korupsi yang diketahuinya. Selain itu,
untuk mendukung pemerintahan yang bersih, perlu instrumen Kode
Etik atau code of conduct yang ditujukan untuk semua pejabat
publik, baik pejabat eksekutif, legislatif maupun code of conduct
bagi aparat lembaga peradilan (kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan).
12. Monitoring dan Evaluasi
Ada satu hal penting lagi yang harus dilakukan dalam
rangka mensukseskan pemberantasan korupsi, yakni melakukan
monitoring dan evaluasi. Tanpa melakukan monitoring dan
evaluasi terhadap seluruh pekerjaan atau kegiatan pemberantasan
korupsi, sulit mengetahui capaian yang telah dilakukan. Dengan
melakukan monitoring dan evaluasi, dapat dilihat strategi atau
program yang sukses dan yang gagal. Untuk strategi atau program
yang sukses, sebaiknya dilanjutkan. Untuk yang gagal, harus dicari
penyebabnya. Pengalaman negara-negara lain yang sukses maupun
yang gagal dapat dijadikan bahan pertimbangan ketika memilih
cara, strategi, upaya maupun program pemberantasan korupsi di
negara kita. Namun mengingat ada begitu banyak strategi, cara
atau upaya yang dapat digunakan, kita tetap harus mencari cara kita
sendiri untuk menemukan solusi memberantas korupsi.
13. Kerjasama Internasional
Hal lain yang perlu dilakukan dalam memberantas korupsi
adalah melakukan kerjasama internasional atau kerjasama baik
dengan negara lain maupun dengan International. Sebagai contoh
saja, di tingkat internasional, Transparency Internasional (TI)

15
misalnya membuat program National Integrity Systems. OECD
membuat program the Ethics Infrastructure dan World Bank
membuat program A Framework for Integrity.

16
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Dari uraian materi ini dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah suatu
tindakan yang menyalahgunakan sebuah kepercayaan baik dari factor internal
yaitu dari dirinya sendiri ataupun dari factor eksternal yaitu dari gaya
hidupnya.
Sedangkan Strategi Pemberantasan korupsi yaitu upaya atau cara
untuk pemberantasan korupsi atau upaya untuk mengontrol tidak terjadinya
korupsi.

B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat dijadikan suatu referensi atau
informasi bagi mahasiswa keperawatan khususnya, maupun kalangan
umum. Mohon maaf bila banyak kekurangan dalam makalah ini, mohon
kritik dan saran

17

Anda mungkin juga menyukai