Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah bagian yang
bertanggung jawab terhadap pengelolaan perbekalan farmasi, sedangkan
Komite Farmasi dan Terapi adalah bagian yang bertanggung jawab dalam
penetapan formularium. Agar pengelolaan perbekalan farmasi dan
penyusunan formularium di rumah sakit dapat sesuai dengan aturan yang
berlaku, maka diperlukan adanya tenaga yang profesional di bidang
tersebut. Untuk menyiapkan tenaga profesional tersebut diperlukan berbagai
masukan diantaranya adalah tersedianya pedoman yang dapat digunakan
dalam pengelolaan perbekalan farmasi di instalasi farmasi rumah sakit.
Pelayanan kefarmasian sebagai bagian integral dari pelayanan
kesehatan mempunyai peran penting dalam mewujudkan pelayanan
kesehatan yang bermutu dimana apoteker sebagai bagian dari tenaga
kesehatan mempunyai tugas dan tanggungjawab dalam mewujudkan
pelayanan kefarmasian yang berkualitas.
Tujuan pelayanan kefarmasian adalah menyediakan dan
memberikan sediaan farmasi dan alat kesehatan serta informasi terkait agar
masyarakat mendapatkan manfaatnya yang terbaik.
Pelayanan kefarmasian yang menyeluruh meliputi aktivitas
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif kepada masyarakat. Untuk
memperoleh manfaat terapi obat yang maksimal dan mencegah efek yang
tidak diinginkan, maka diperlukan penjaminan mutu proses penggunaan
obat. Hal ini menjadikan apoteker harus ikut bertanggungjawab bersama-
sama dengan profesi kesehatan lainnya dan pasien, untuk tercapainya tujuan
terapi yaitu penggunaan obat yang rasional.
Dalam rangka mencapai tujuan pelayanan kefarmasian tersebut
maka diperlukan pedoman bagi apoteker dan pihak lain yang terkait.
Pedoman tersebut dituliskan dalam bentuk Pedoman Pelayanan Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Hikmah Masamba untuk memastikan pelayanan
yang diberikan pada pasien telah memenuhi standar mutu dan cara untuk
menerapkan Pharmaceutical Care.

B. Tujuan Pedoman
Tujuan dari Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Hikmah Masamba ini adalah :
1. Tujuan Umum
Tersedianya Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah
Sakit
2. Tujuan Khusus
a. Terlaksananya pengelolaan perbekalan farmasi yang bermutu, efektif,
dan efisien.
b. Terlaksananya penerapan farmakoekonomi dalam pelayanan.
c. Terwujudnya sistem informasi pengelolaan perbekalan farmasi
kesehatan yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan
kebutuhan perbekalan farmasi.
d. Terlaksananya pengelolaan perbekalan farmasi satu pintu.
e. Terlaksananya pengendalian mutu perbekalan farmasi.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


1. Aktivitas yang berhubungan dengan promosi kesehatan, pencegahan
penyakit dan pencapaian tujuan kesehatan, dengan kegiatan :
a. Penyuluhan kesehatan masyarakat
b. Berperan aktif dalam promosi kesehatan sesuai program
pemerintah.
c. Menjamin mutu alat kesehatan serta memberi saran penggunaannya.
2. Aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan dan penggunaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam pelayanan resep, dengan
kegiatan :
a. Penerimaan dan pemeriksaan kelengkapan resep.
b. Pengkajian resep, meliputi identifikasi, mencegah dan
mengatasi masalah terkait obat/Drug Related Problem (DRP)
c. Penyiapan obat dan perbekalan farmasi lainnya meliputi: pemilihan;
pengadaan (perencanaan, teknis pengadaan, penerimaan, dan
penyimpanan); pendistribusian, pemusnahan, pencatatan dan
pelaporan, jaminan mutu, serta monitoring dan evaluasi.
d. Layanan lnformasi obat. Meliputi : penyediaan area konseling
khusus; kelengkapan literatur : penjaminan mutu SDM; pembuatan
prosedur tetap dan pendokumentasiannya.
e. Dokumentasi aktifitas profesional, meliputi: catatan pengobatan
pasien (Patient Medication Record/PMR), protap evaluasi diri (self
assesment) untuk jaminan mutu CPFB/GPP.
3. Aktivitas yang berhubungan dengan pengelolaan dan penggunaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam swamedikasi (self
medication), dengan kegiatan:
a. Pengkajian masalah kesehatan pasien berdasarkan keluhan pasien,
meliputi siapa yang memiliki masalah; gejalanya apa; sudah berapa
lama; tindakan apa yang sudah dilakukan; obat apa yang sudah dan
sedang digunakan.
b. Pemilihan obat yang tepat (Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas dan
Obat Wajib Apotek)
c. Penentuan waktu merujuk pada lembaga kesehatan lain.
4. Aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan penggunaan obat
yang rasional, dengan kegiatan:
a. Pengkajian Resep, meliputi: identifikasi, mencegah dan mengatasi
DRP
b. Komunikasi dan advokasi kepada dokter tentang resep pasien.
c. Penyebaran informasi obat.
d. Menjamin kerahasiaan data pasien.
e. Pencatatan kesalahan obat, produk cacat atau produk palsu.
f. Pencatatan dan pelaporan Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
g. Evaluasi data penggunaan obat (Drug Use Study)
h. Penyusunan Formularium Bersama tenaga kesehatan lain.

D. Batasan Operasional
Batasan operasional dari instalasi farmasi mencakup proses :
a. Pengelolaan Perbekalan farmasi yang meliputi kegiatan merancang
proses yang efektif, penerapan, dan perbaikan terhadap pemilihan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
pemusnahan, dokumentasi dan monitoring dan evaluasi,
b. Farmasi Klinik yang meliputi pelayanan resep (dispensing), pelayanan
informasi obat, konsultasi informasi dan edukasi, pencatatan penggunaan
obat, identifikasi, pemantauan dan pelaporan reaksi obat yang tidak
dikehendaki (ROTD) dan efek samping obat, pemantauan terapi obat,
ronde visite, evaluasi penggunaan obat, pelayanan farmasi di rumah dan
pemantauan kadar obat dalam darah.

E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika
5. Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian
6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2008 tentang
Pelayanan Minimal Rumah Sakit
BAB II
STANDAR KETENAGAAN INSTALASI FARMASI
RUMAH SAKIT HIKMAH MASAMBA

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)


Tabel 2.1 Kualifikasi Ketenagaan Instalasi Farmasi
JABATAN PENDIDIKAN LEGALITAS PELATIHAN JUMLAH
KEBUTUHAN
Kepala Apoteker 1. SIPA BHD 1
Instalasi 2. SIA Apar
3. SIK
Asisten Min D3 1. STR BHD 1
Apoteker Farmasi 2. SIK Apar
Koordinator Min D3 1. STR BHD 1
Pelayanan Farmasi 2. SIK Apar
Koordinator SMA - BHD 1
Alkes dan sederajat Apar
Pembelian

B. Distribusi Ketenagaan
Tabel 2.2 Distribusi Ketenagaan
Nama Jabatan Kualifikasi Legalitas Pelatihan Jumlah
Pendidikan
Kepala Instalasi Apoteker 1. SIPA BHD 1
2. SIA
APAR
3. SIK
Asisten S1 Farmasi 1. STR BHD 1
Apoteker 2. SIK APAR
Koordinator S1 Farmasi 1. STR BHD 1
Pelayanan 2. SIK APAR
Koordinator SMA - BHD -
Alkes dan
APAR
Pembelian
C. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga di Instalasi Farmasi Rumah Hikmah Masamba
untuk Apoteker: Setiap hari kerja (senin- sabtu), Pukul 08.00 Wita sampai
14.00 Wita sedangkan untuk asisten apoteker, koordinator pelayanan,
koordinator Alkes dan Pembelian dan staf instalasi farmasi lainnya mengikuti
jadwal piket yang telah ditentukan.
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang

Pintu Masuk

Ket:
Meja Kamar Jaga

Lemari Obat Sofa

B. Standar Fasilitas
1. Bangunan
Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
a) Lokasi menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit.
b) Luas yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan kefarmasian di
rumah sakit.
c) Dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen,
pelayanan langsung pada pasien, dispensing serta ada penanganan
limbah.
d) Memenuhi persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan,
kelembaban, tekanan dan keamanan baik dari pencuri maupun
binatang pengerat.
e) Ruang penyimpanan memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
sinar/cahaya, kelembaban, ventilasi dan sistem pemisahan untuk
menjamin mutu produk dan keamanan petugas.
f) Ruang pelayanan cukup untuk seluruh kegiatan pelayanan farmasi
rumah sakit dan terpisah antara ruang pelayanan pasien rawat jalan,
pelayanan pasien rawat inap dan pelayanan kebutuhan ruangan.
2. Peralatan
Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
terutama untuk perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, non
steril, maupun cair untuk obat luar dan dalam. Fasilitas peralatan harus
dijamin sensitif pada pengukuran dan memenuhi persyaratan, peneraan
dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap tahun. Peralatan minimal yang
harus tersedia:
a) Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat baik
nonsteril maupun aseptik.
b) Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip.
c) Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan informasi
obat.
d) Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan psikotropika,
berkunci ganda, dengan kunci yang selalu dibawa oleh apoteker /
asisten apoteker penanggungjawab shift
e) Lemari pendingin untuk perbekalan farmasi yang termolabil.
f) Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang
baik.
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan


farmasi merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencaan sampai
evaluasi yang saling terkait antara suatu dengan yang lain. Kegiatannya
mencangkup perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan, pengahapusan, monitoring dan evaluasi.
A. Perencanaan
Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang
menentukan dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit.
Tujuan dari perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis
dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tahapan perencanaan kebutuhan
perbekalan farmasi meliputi:
1. Pemilihan
Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan
farmasi benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/ kunjungan
dan pola penyakit di rumah sakit. Kriteria pemilihan kebutuhan obat yang
baik meliputi:
a) Jenis obat yang dipilih seminal mungkin dengan cara menghindari
kesamaan jenis
b) Hindari penggunaan obat kombinasi, jika kecuali obat kombinasi
mempunyai efek yang baik disbanding obat tunggal
c) Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat
pilihan (drug of choice) dari penyakit yang prevalensinnya tinggi
2. Kompilasi Penggunaan
Komplikasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk
mengetahui penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan
famasi di unit pelayanan selama setahun dan sebagai data pembanding
bagi stok optimum. Informasi yang didapat dari komplikasi penggunaan
perbekalan farmasi adalah:
a) Jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi pada masing-
masing unit pelayanan
b) Presentase penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total
penggunaan setahun seluruh unit pelayanan
c) Penggunaan rata-rata untuk setiap jenis perbekalan farmasi.
3. Perhitungan Kebutuhan
Menentukan kebutuhan perbekalan farmasi merupakan
tantangan yang berat harus dihadapi oleh tenaga farmasi yang bekerja di
rumah sakit. Masalah kekosongan atau kelebihan perbekalan farmasi
dapat terjadi, apabila informasi yang digunakan semata-mata hanya
berdasarkan kebutuhan teoritis saja. Adapun pendekatan perencanaan
kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa metode, yaitu:
a) Metode Konsumsi
Perhitungan kebutuhan berdasarkan metode konsumsi
didasarkan kepada ril konsumsi perbekalan farmasi periode lalu,
dengan berbagai penyusuaian dan koreksi. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam rangka menghitung jumlah perbekalan farmasi
yang dibutuhkan adalah:
1) Pengumpulan dan pengolahan data
2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi
3) Perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi
4) Penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dengan alokasi
dana
b) Metode Morbiditas/ Epidemologi
Dinamakan metode morbiditas karena dasar perhitungan
adalah jumlah kebutuhan perbekalan farmasi yang digunakan untuk
beban kesakitan (morbidity load) yang harus dilayani. Metode
morbiditas adalah perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi
berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan dan waktu
tunggu (lead team). Langkah-langkah dalam metode ini adalah:
1) Menentukan jumlah pasien yang akan dilayani
2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi
penyakit
3) Menyediakan formularium/ standar/ pedoman perbekalan farmasi
4) Menghitung perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi
5) Penyusuaian dengan alokasi dana yang tersedia
4. Perencanaan evaluasi
Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi
untuk satu tahun yang akan datang, biasanya akan diperoleh jumlah
kebutuhan dan idealnya diikuti dengan evaluasinya. Cara/ teknik evaluasi
yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a) Analisa ABC, untuk evaluasi aspek ekonomi
b) Pertimbangan/ criteria VEN, untuk evaluasi aspek medik/ terapi
c) Kombinasi ABC dan VEN
d) Revisi daftar perbekalan farmasi

B. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan
yang telah direncanakan dan disetujui melalui:
1. Pembelian
Proses pembelian mempunyai beberapa langkah yang baku dan merupakan
siklus yang berjalan terus menerus sesuai dengan kegiatan rumah sakit.
Langkah proses pengadaan dimulai dari mereview daftar perbekalan
farmasi yang akan diadakan, menentukan jumlah masing-masing item
yang akan dibeli, menyesuaikan dengan situasi keuangan, memilih metode
pengadaan, memilih rekanan, menbuat syarat kontrak kerja, memonitor
pengiriman barang, menerima barang, melakukan pembayaran serta
menyimpan kemudian di distribusi ke unit pelayanan yang membutuhkan
2. Produksi/ pembuatan sediaan farmasi
Produksi perbekalan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Hikmah
Masamba merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, pengemasan
kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan di Rumah Sakit Hikmah atau dari luar. Kriteria perbekalan
farmasi yang diproduksi yaitu:
a) Sediaan farmasi dengan formula khusus
b) Sediaan farmasi dengan mutu sesuai standar dengan harga lebih
murah
c) Sediaan farmasi yang membutuhkan pengemasan kembali
d) Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran
e) Sediaan nutrisi parenteral
f) Rekonsitusi sediaan perbekalan farmasi sitostatika
g) Sediaan farmasi yang harus selalu dibuat baru
Berikut ini jenis-jenis sediaan farmasi yang diproduksi adalah:
a) Produk steril
1) Sediaan steril
2) Total parenteral nutrisi
3) Pencampuran obat suntik/ sediaan intravena
4) Rekonstitusi sediaan sitostatika
5) Pengemasan kembali
b) Produk non steril
1) Pembuatan puyer
2) Pengemasan kembali
Persyaratan teknis produk
3. Sumbangan/ dropping/ hibah
Pada prinsipnya pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah / sumbangan,
mengikuti kaidah umum pengelolaan perbekalan farmasi reguler.
Perbekalan farmasi yang tersisa dapat dipakai untuk menunjang
pelayanan kesehatan disaat situasi normal.
C. Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi
yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian
langsung atau sumbangan. Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin
perbekalan farmasi yang diterima sesuai kesepakatan baik spesifikasi mutu,
jumlah maupun waktu. Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh
petugas yang bertanggung jawab. Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan
harus terlatih baik dalam tanggung jawab dan tugas mereka, serta harus
mengerti sifat penting dari perbekalan farmasi. Dalam tim penerimaan
farmasi harus ada tenaga farmasi. Semua perbekalan farmasi yang diterima
harus diperiksa dan disesuaikan dengan spesifikasi pada order pembelian
rumah sakit. Semua perbekalan farmasi harus ditempatkan dalam tempat
persediaan, segera setelah diterima, perbekalan farmasi harus segera
disimpan di dalam lemari atau tempat lain yang aman. Perbekalan farmasi
yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak yang telah ditetapkan.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penerimaan:
1. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS), untuk bahan
berbahaya.
2. Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai Certificate of Origin.
3. Sertifikat analisa produk

D. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara
dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat
yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak
mutu obat. Tujuan penyimpanan adalah :
1. Memelihara mutu sediaan farmasi
2. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
3. Menjaga ketersediaan
4. Memudahkan pencarian dan pengawasan
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan,
pencarian dan pengawasan perbekalan farmasi, diperlukan pengaturan tata
ruang gudang dengan baik. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
merancang bangunan gudang adalah sebagai berikut :
1. Kemudahan bergerak, Untuk kemudahan bergerak, gudang perlu ditata
sebagai berikut:
a. Gudang menggunakan sistem satu lantai, tidak menggunakan sekat-
sekat karena akan membatasi pengaturan ruangan. Jika digunakan
sekat, perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah
gerakan.
b. Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran perbekalan
farmasi, ruang gudang dapat ditata berdasarkan sistem arus garis lurus,
arus U atau arus L.
2. Sirkulasi udara yang baik
Salah satu faktor penting dalam merancang bangunan gudang adalah
adanya sirkulasi udara yang cukup didalam ruangan gudang. Sirkulasi
yang baik akan memaksimalkan umur hidup dari perbekalan farmasi
sekaligus bermanfaat dalam memperpanjang dan memperbaiki kondisi
kerja.
3. Rak dan Pallet
Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan dapat
meningkatkan sirkulasi udara dan perputaran stok perbekalan farmasi.
Keuntungan penggunaan pallet:
a. Sirkulasi udara dari bawah dan perlingungan terhadap banjir
b. Peningkatan efisiensi penanganan stok
c. Dapat menampung perbekalan farmasi lebih banyak
d. Pallet lebih murah dari pada rak
4. Kondisi penyimpanan khusus
a. Vaksin memerlukan“Cold Chain” khusus dan harus dilindungi dari
kemungkinan terputusnya arus listrik. Narkotika dan bahan berbahaya
harus disimpan dalam lemari khusus dan selalu terkunci.
b. Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol harus disimpan dalam
ruangan khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah dari
gudang induk.
5. Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar
seperti dus, karton, dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus dipasang
pada tempat yang mudah dijangkau dan dalam jumlah yang cukup. Tabung
pemadam kebakaran agar diperiksa secara berkala, untuk memastikan
masih berfungsi atau tidak. Perbekalan farmasi merupakan produk yang
perlu pengelolaan khusus, oleh karena itu dibuat kriteria-kriteria
penyimpanan obat, sebagai berikut :
a. Disesuaikan dengan bentuk sediaan dan jenisnya, suhu penyimpanan
dan stabilitasnya, sifat bahan, dan ketahanan terhadap cahaya (lihat
petunjuk penyimpanan masing – masing obat )
b. Obat disusun secara alfabetis
c. Sistem FIFO (First In First Out) atau FEFO (First Expired First Out)
d. Obat-obatan dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan
obat diberi label : isi, tanggal kadaluwarsa, dan peringatan
e. Elektrolit pekat konsentrat dilarang disimpan di unit pelayanan
f. Unit tertentu yang dapat menyimpan elektrolit konsentrat harus
dilengkapi dengan SPO khusus untuk mencegah penatalaksanaan yang
kurang hati-hati
g. Obat high alert diberi stiker HIGH ALERT, obat NORUM/LASA
diberi stiker NORUM / LASA
h. Obat yang dibawa pasien dari rumah harus dicatat dalam formulir
rekonsiliasi obat dan disimpan di instalasi farmasi
i. Produk nutrisi disimpan sesuai dengan stabilitas produk kandungannya
(lihat brosur produk)
j. Produk sampel diterima di gudang, diproses sama seperti obat lain dan
disimpan khusus di kotak obat donasi / sampel
k. Perbekalan farmasi dalam kemasan besar disusun di atas pallet secara
rapi dan teratur
l. Obat – obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus
dengan pintu ganda yang selalu terkunci, kunci dibawa oleh apoteker
atau asisten apoteker penanggungjawab shift
m. Obat-obat disimpan dalam rak dan diberikan nomor kode, obat untuk
pemakaian dalam dipisahkan dengan obat-obat untuk penggunaan luar
n. Apabila persediaan perbekalan farmasi cukup banyak, maka
perbekalan farmasi tetap dibiarkan dalam boks masing-masing.
o. Bahan berbahaya disimpan dalam tempat terpisah dimana tersedia
APAR dan diberi label B3 sesuai dengan klasifikasi
p. Gas medis disimpan terpisah dari tempat perbekalan farmasi, bebas
dari sumber api, berventilasi baik, dan dilengkapi dengan troli
pengaman untuk menghindari tabung terguling, serta diberi penanda
label.
q. Ada proses inspeksi penyimpanan obat dan alkes yang dilakukan
setiap dua minggu sekali oleh asisten apoteker yang ditunjuk.
Selain adanya sistem penyimpanan yang baik, dibuat pula sistem
pengawasan obat, dengan tujuan agar sediaan farmasi terlindung dari
kehilangan dan pencurian, yaitu dengan cara :
1. Memasang CCTV di area penyimpanan dan distribusi obat dan alat
kesehatan
2. Membuat peringatan tertulis “Selain Petugas Farmasi yang
berkepentingan, dilarang masuk ke area pelayanan obat”
3. Melakukan proses komputerisasi stok

E. Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di
rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat
inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan
pendistribusian adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit- unit
pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah. Ada beberapa metode
yang dapat digunakan oleh instalasi farmasi dalam mendistribusikan
perbekalan farmasi di lingkungannya. Adapun metode yang dimaksud antara
lain:
1. Resep Perorangan
Resep perorangan adalah order/resep yang ditulis dokter untuk
tiap pasien. Dalam sistem ini perbekalan farmasi disiapkan dan
didistribusikan oleh IFRS sesuai yang tertulis pada resep. Keuntungan
resep perorangan, yaitu:
a. Semua resep/order dikaji langsung oleh apoteker, yang kemudian
memberikan keterangan atau informasi kepada pasien secara
langsung.
b. Memberikan kesempatan interaksi profesional antara apoteker, dokter,
perawat, dan pasien.
c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat.
d. Mempermudah penagihan biaya perbekalan farmasi bagi pasien.
Kelemahan / kerugian sistem resep perorangan, yaitu:
e. Memerlukan waktu yang lebih lama
f. Pasien membayar obat yang kemungkinan tidak digunakan

2. Sistem Distribusi Dosis Unit (Unit Dose Dispensing =UDD)


Definisi perbekalan farmasi dosis unit adalah perbekalan
farmasi yang diorder oleh dokter untuk pasien, terdiri atas satu atau
beberapa jenis perbekalan farmasi yang masing-masing dalam kemasan
dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu
waktu tertentu. Istilah“dosis unit”sebagaimana digunakan rumah sakit,
berhubungan dengan jenis kemasan dan juga sistem untuk
mendistribusikan kemasan itu. Pasien membayar hanya perbekalan
farmasi yang dikonsumsi saja. Sistem distribusi perbekalan farmasi
dosis unit adalah tanggung jawab IFRS, hal itu tidak dapat dilakukan di
rumah sakit tanpa kerja sama dengan staf medik, perawatan pimpinan
rumah sakit dan staf administratif. Sistem distribusi perbekalan farmasi
dosis unit adalah metode dispensing dan pengendalian perbekalan
farmasi yang dikoordinasikan IFRS dalam rumah sakit. Sistem dosis
unit dapat berbeda dalam bentuk, tergantung pada kebutuhan khusus
rumah sakit. Akan tetapi, unsur khusus berikut adalah dasar dari semua
sistem dosis unit, yaitu:
a. Perbekalan farmasi dikandung dalam kemasan unit tunggal; di-
dispensing dalam bentuk siap konsumsi; dan untuk kebanyakan
perbekalan farmasi tidak lebih dari 24 jam persediaan dosis,
diantarkan ke atau tersedia pada ruang perawatan pasien setiap saat.
b. Sistem distribusi dosis unit dioperasikan dengan metode sistem
distribusi dosis unit sentralisasi. Sentralisasi dilakukan oleh IFRS
sentral ke semua unit rawat inap di rumah sakit secara keseluruhan.
Artinya, di rumah sakit hanya satu IFRS tanpa adanya depo/satelit
IFRS di beberapa unit pelayanan.
Beberapa keuntungan sistem distribusi dosis unit yang lebih
rinci sebagai berikut:
a) Pasien hanya membayar perbekalan farmasi yang dikonsumsinya saja.
b) Semua dosis yang diperlukan pada unit perawatan telah disiapkan oleh
IFRS.
c) Mengurangi kesalahan pemberian perbekalan farmasi.
d) Menghindari duplikasi order perbekalan farmasi yang berlebihan.
e) Meningkatkan pemberdayaan petugas profesional dan non profesional
yang lebih efisien.
f) Mengurangi risiko kehilangan dan pemborosan perbekalan farmasi.
g) Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara
keseluruhan sejak dari dokter menulis resep/order sampai pasien
menerima dosis unit
h) Sistem komunikasi pengorderan dan distribusi perbekalan farmasi
bertambah baik.
i) Apoteker dapat datang ke unit perawatan / ruang pasien, untuk
melakukan konsultasi perbekalan farmasi, membantu memberikan
masukan kepada tim, sebagai upaya yang diperlukan untuk perawatan
pasien yang lebih baik
j) Peningkatan dan pengendalian dan pemantauan penggunaan
perbekalan farmasi menyeluruh.
k) Memberikan peluang yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi.
Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah meningkatnya kebutuhan
tenaga farmasi dan meningkatnya biaya operasional.

F. Pengendalian
Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program
yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan /
kekosongan obat di unit-unit pelayanan. Kegiatan pengendalian mencakup :
1. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah
stok ini disebut stok kerja.
2. Menentukan stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada unit
pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/kekosongan.
3. Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu yang diperlukan dari
mulai pemesanan sampai obat diterima.
Selain itu, beberapa pengendalian yang perlu diperhatikan dalam
pelayanan kefarmasian adalah sebagai berikut:
1. Catatan pemberian obat, Catatan pemberian obat adalah formulir yang
digunakan perawat untuk menyiapkan obat sebelum pemberian. Pada
formulir ini perawat memeriksa obat yang akan diberikan pada pasien.
Dengan formulir ini perawat dapat langsung merekam/mencatat waktu
pemberian dan aturan yang sebenarnya sesuai petunjuk.
2. Pengembalian obat yang tidak digunakan, Semua perbekalan farmasi yang
belum diberikan kepada pasien rawat tinggal harus tetap berada dalam
kotak obat. Hanya perbekalan farmasi dalam kemasan tersegel yang dapat
dikembalikan ke instalasi farmasi.
3. Pengendalian obat dalam kamar operasi, Sistem pengendalian obat rumah
sakit harus sampai ke kamar operasi. Apoteker harus memastikan bahwa
semua obat yang digunakan dalam bagian ini tepat order, disimpan,
disiapkan, dan dipertanggung jawabkan sehingga pencatatan dilakukan
seperti pencatatan di instalasi farmasi.
4. Penarikan obatPenarikan obat merupakan suatu proses penilaian kembali
(reevaluasi) terhadap obat jadi yang telah terdaftar dan beredar di
masyarakat, terutama terhadap obat-obat yang mempunyai resiko tinggi,
komposisi dianggap tidak rasional, indikasi tidak tepat dan pemborosan
karena efek terapi yang tidak bermakna. Tahap – tahap proses penarikan
obat antara lain sebagai berikut :
a. Mencatat nama dan nomer batch / lot produk
b. Menelusuri histori mutasi stok keluar
c. Mencatat lokasi stok disimpan atau nama pasien yang telah dilayani
d. Mengirim memo pemberitahuan penarikan ke depo dimana produk
disimpan
e. Memberitahukan pada pasien akan penarikan produk, bila perlu
dilakukan penarikan hingga ke tangan pasien. Mengambil produk dari
lokasi penyimpanan (depo dan pasien)
f. Melakukan proses “karantina” produk dengan memberi label
“JANGAN DIGUNAKAN” sampai produk diambil oleh distributor/
pabrik
g. Mendokumentasikan nama, nomer batch / Lot obat yang ditarik,
tindakan yang diambil dan hasil penarikan produk. Dokumen disertai
dengan lampiran form pemberitahuan penarikan dari distributor serta
dokumen serah terima barang dengan distributor / pabrik.

G. Pengelolaan Obat, Alkes dan Alat Kedokteran yang Kadaluarsa/ Rusak


Pemusnahan atau penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan
medis habis pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan
cara yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai bila Produk tidak memenuhi persyaratan mutu, Telah
kadaluarsa, Tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan
kesehatan atau ilmu pengetahuan, Dicabut izin edarnya. Berikut langkah-
langkah pengelolaan obat, alkes dan alat kedokteran yang kadaluarsa/ rusak:
1. Petugas stock opname memilah obat yang batas kadaluarsanya kurang
dari enam bulan (terhitung pada saat dilakukannya stok opname) dan
obat yang menaglami kerusakan
2. Obat yang akan dipilah pada poin a kemudian diinformasikan kepada
dokter-dokter supaya diresepkan, sedangkan obat yang rusak atau sudah
melampaui tanggal kadaluarsa bila memungkin dapat ditukar ke
distributor.

H. Pencatatan dan Pelaporan


1. Pencatatan
Pencatatan merupakan suatu keguatan yang bertujuan untuk
memonitor transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di
lingkungan instalasi farmasi. Adanya pencatatan akan memudahkan
petugas untuk melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat
yang sub standar dan harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dilakukan
dengan menggunakan bentuk digital secara komputerisasi. Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam pencatatan :
a. Pencatatan / entri data dilakukan secara rutin dari waktu ke waktu
secara real time saat pelayanan obat
b. Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan.
2. Pelaporan
BAB V
LOGISTIK

Agar pelayanan di Instalasi Gizi Rumah Sakit Hikmah Masamba


dapat berjalan baik dan lancar maka diperlukan logistic dalam pelaksanaannya.
Peralatan dan sarana yang diperlukan dibagi menjadi:
A. Penerimaan Bahan Makanan: timbangan, trolley bahan makanan, kran air
(untuk mencuci bahan makanan).
B. Penyiapan Bahan Makanan: lemari bahan makanan kering, kulkas,
showcase, wadah bahan makanan,kresek
C. Penyiapan Bahan Makanan: pisau, telenan, baskom (wadah bahan
makanan)
D. Pengolahan Bahan Makanan: kompor, wajan, panci, blender (untuk
bumbu), sutil, irus, celemek/ apron (untuk perugas)
E. Persiapan Makanan: plastic wrapping, tempat makan pasien, trolley
makanan, penjepit makanan, sendok nasi, sendok sup, blender (untuk jus dan
makanan cair)
F. Pencucian Alat Makan : Baskom, Sponge cuci piring, kawat pengosok
belanga

16
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. DEFINISI
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan lebih aman yang meliputi assesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubugan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil kegiatan yang seharusnya diambil

B. STANDAR KESELAMATAN PASIEN


Standar keselamatan pasien terdiri dari 7 standar yaitu:
1. Hak pasien
Standar
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mandapatkan informasi
untuk rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
insiden.
Kriteria:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana
dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya insiden.
2. Mendidik pasien dan keluarga
Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban
dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.

17
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, dirumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik
pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan
keluarga dapat:
a. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga
c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tida dimengerti
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
f. Memperihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban financial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
Standar
Rumah sakit menjamin keselamatan pasien dala kesinambungan pelayanan
dan menjamin koordinasi antara tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat
pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan,
tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit
b. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga
pada seluruh tahap pelayanan transisi antar uni pelayanan dapat
berjalan baik dan lancar.
c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencangkup peningkatan
komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan
keperawatan, pelayanan social, konsultasi dan rujukan, pelayanan
kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya
d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman
dan efektif.
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standar
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara insentif insiden dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria:
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang
baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan
pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik
bisnis yang sehat dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi
pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah Sakit”
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang
antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen
risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan
semuai insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses
kasus risiko tinggi
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi
hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan,
agar kinerja dan keselamatan terjamin.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standar
a. Pemimpin mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui
penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah
Sakit”
b. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk
identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau
mengurangi insiden
c. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang keselamatan pasien
d. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta
meningkatkan keselamatan pasien
e. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
Kriteria:
a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien
b. Tersedianya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
dan program minimal insiden
c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semu komponen
dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program
keselamatan pasien
d. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatassi risiko pada orang
lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan
analisis
e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden termassuk penyediaan informasi yang benar dan jelas
tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss)
dan “Kejadian Sentinel” pada saat program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan
f. Tersedianya mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden,
misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau
kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme
untuk mendukung staf dlam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan didalam rumah sakit dengan
pendekatan antar disiplin
h. Tersedianya sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan
keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan
sumber daya tersebut
i. Tersedia sasaran terukur, pengumpulan informasi menggunakan
criteria objektif untuk mengevaluasi efektifitas perbaikan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut
dan implementasinya
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standar
a. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi
untuk setiap jabatan mencangkup keterkaitan jabatan dengan
keselamatan pasien secara jelas.
b. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf
serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien
Kriteria
a. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan, dan
orientasi bagi staf baru yang memuat topic keselamatan pasien sesuai
dengan tugasnya masing-masing
b. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topic keselamatan pasien
dalam setiap kegiatan in service training dan memberi pedoman yang
jelas tentang pelaporan insiden
c. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang
kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan
interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan
pasien
Sasaran
a. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen
informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi
internal dan eksternal
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat
Kriteria
a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal
terkait dengan keselamatan pasien.
b. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

C. SASARAN KESELAMATAN PASIEN


Sasaran keselamatan pasien meliputi tercapainya hal-hal berikut:
1. Ketepatan identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan risiko pasien jatuh
D. TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH
SAKIT
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Memimpin dan mendukung staf
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4. Mengembangkan sistem pelaporan
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
BAB VII
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
INSTALASI GIZI

A. Definisi
Keselamatan pasien di instalasi gizi adalah pengolahan bahan
makanan sampai menajadi makanan jadi yang siap dikonsumsi mengikuti
standar operasional pengolahan bahan makanan yang telah ditetapkan.
Sehingga makanan pasien terehindar dari zat-zat yang dapat mengancam jiwa
pasien. Zat-zat yang dimaksudkan adalah racun atau zat lainnya.
Keselamatan pekerja/ staf di instalasi gizi adalah melaksanakan
pekerjaan sesuai dengan tugas pokok yang telah dibebankan. Dalam
menyelesaikan pekerjaannya, staf mengikuti mengikuti pedoman K3
(Kesehatan, Keselamatan Kerja). Sehingga staf terhindar dari kecelakaan
kerja yang dapat mengancam jiwa atau membuat kecacatan.
Instalasi gizi keselamatan pekerja meliputi penggunaan APD.
Penggunaan APD antara lain penggunaan masker, penutup kepala, apron
(celemek) dan sepatu karet.

B. Prinsip Keselamatan Kerja Karyawan Instalasi Gizi Dalam Proses


Penyelenggaraan Makanan
1. Pengendalian Teknis
a. Ruangan dapur cukup luas, denah sesuai arus kerja dan terdiri dari
bahan-bahan konstruksi yang memenuhi syarat
b. Terdapat penyimpanan alat makan pasien
c. Penerangan dan ventilasi cukup
d. Tersedianya ruang istirahat untuk karyawan.
2. Adanya pengawasan kerja yang dilakukan oleh kepala instalasi gizi dan
terciptanya kebiasaan kerja yang baik oleh karyawan
3. Pekerjaan yang ditugaskan hendaknya sesuai dengan kemampuan kerja
dari karyawan

24
4. Volume kerja yang dibebankan hendaknya sesuai dengan beban kerja yang
ditetapkan
5. Maintenance (perawatan alat) dilakukan secara kontinyu agar peralatan
dalam kondisi baik dan layak dipakai
6. Adanya pendidikan keselamatan kerja bagi karyawan
7. Adanya fasilitas/ peralatan pelindung keselamatan bagi karyawan
8. Petunjukan penggunaan alat keselamatan kerja
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN GIZI

Untuk menjaga dan meningkatkan mutu, pelayanan instalasi gizi


harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin kegiatan mutu. Dalam kegiatan
peningkatan mutu pelayanan instalasi gizi perlu ada satu program terencana dan
berkesinambungan sebagai pedoman bagi pelayaanan di instalasi gizi dalam
mengevaluasi dan membuat rencana tindak lanjut sehingga tercapai peningkatan
mutu pelayanan yang diharapkan. Indikator yang digunakan adalah dengan
menggunakan SPM (Standar Pelayanan Minimal). Adapun standar Pelayanan
Minimal Instalasi Gizi adalah:
Tabel 8.1 Ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien
Judul Ketepatan waktu pemberian makanan kepada
pasien
Dimensi Mutu Efektifitas, akses, kenyamanan
Tujuan Tergambarnya efektifitas pelayanan instalasi gizi
Definisi Operasional Ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien
adalah ketepatan penyediaan makanan, pada pasien
sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan
Frekuensi Pengumpulan 1 bulan
Data
Periode Analisa 3 bulan
Numerator Jumlah pasien rawat inap yang disurvey yang
mendapatkan makanan tepat waktu dalam satu bulan
Denominator Jumlah seluruh pasien rawat inap yang disurvey
Sumber Data Survey
Standar ≥90%
Penanggung Jawab Kepala Instalasi Gizi
Pengumpulan Data

26
Tabel 8.2 Sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien
Judul Sisa makanan yang tidak termakan oleh pasien
Dimensi Mutu Efektifitas dan efisien
Tujuan Tergambarnya efektifitas dan efesiensi pelayanan
instalasi gizi
Definisi Operasional Sisa makanan adalah porsi makanan yang tersissa yang
tidak dimakan oleh pasien (sesuai dengan pedoman
asuhan gizi rumah sakit)
Frekuensi Pengumpulan 1 bulan
Data
Periode Analisa 3 bulan
Numerator Jumlah kumulatif porsi sisa makanan dari pasien yang
disurvey
Denominator Jumlah pasien yang disurvey dalam satu bulan
Sumber Data Survey
Standar ≥20%
Penanggung Jawab Kepala Instalasi Gizi
Pengumpulan Data

Tabel 8.3 Tidak adanya kesalahan dalam pemberian diet


Judul Tidak adanya kesalahan dalam pemberian diet
Dimensi Mutu Keamanan, efisien
Tujuan Tergambarnya kesalahan dan efesiensi pelayanan
instalasi gizi
Definisi Operasional Kesalahan dalam memberikan diet adalah kesalahan
dalam memberiikan jenis diet
Frekuensi Pengumpulan 1 bulan
Data
Periode Analisa 3 bulan
Numerator Jumlah pemberian makanan yang disurvey dikurangi
jumlah pemberian makanan yang salah diet
Denominator Jumlah pasien yang disurvey dalam satu bulan
Sumber Data Survey
Standar 100%
Penanggung Jawab Kepala Instalasi Gizi
Pengumpulan Data
BAB IX
PENUTUP

Pedoman Pelayanan Instalasi Gizi Rumah Sakit Hikmah dibuat


untuk memudahkan staf di instalasi gizi dalam menjalankan tugas pokoknya.
Pedoman ini diharapkan menjadi acuan dalam melaksanakan tugas. Sehingga
pelayanan makanan kepasien dapat berjalan lancer sesuai dengan SOP dan diet
pasien.
Dalam penyusunan pedoman ini, terdapat banyak kekurangan
sehingga diharapkan kritik dan saran dari pembaca.

28

Anda mungkin juga menyukai